Longcase Interna Chf.docx

  • Uploaded by: Carkini
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Longcase Interna Chf.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,229
  • Pages: 42
PRESENTASI KASUS CONGESTIVE HEART FAILURE Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Salatiga

Disusun Oleh: Nama : Sinta Merlinda Yuni NIM

: 1413010015

NIPP : 1813020008

Pembimbing: dr. Widodo, Sp.PD

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO RSUD KOTA SALATIGA

2019

i

HALAMAN PENGESAHAN Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul

CONGESTIVE HEART FAILURE

Nama : Sinta Merlinda Yuni NIM

: 1413010015

NIPP : 1813020008

Telah dipresentasikan Hari/Tanggal: sabtu/30Maret 2019

Disahkan oleh: Dosen Pembimbing,

dr. Widodo, Sp.PD

ii

BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS Nama

: Tn. M

Umur

: 54 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Buruh

Alamat

: Karanglo RT 02 RW 02, Pabelan, Semarang.

Tanggal Masuk

: 24 Maret 2019

B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Sesak 2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan sesak 1 minggu SMRS. Sesak nafas secara tiba-tiba, berlangsung saat aktivitas dan tidak disertai suara ngik-ngik. dirasakan saat aktivitas. Pasien juga mengeluh cepat lelah, mual dan kaki kanan dan kiri bengkak, dada sebelah kiri nyeri seperti ditekan sejak 1 minggu yang lalu. Sudah diobati dengan obat yang dibeli di warung tetapi tetap tidak membaik. Penurunan berat badan, batuk, muntah, nyeri perut disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. 3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, jantung, asma, dan diabetes melitus. 4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) Keluarga pasien (ibunya) menderita penyakit jantung kurang lebih 10 tahun yang lalu, dan sudah meninggal. Riwayat penyakit DM, hipertensi, stroke, alergi, dan sakit jantung pada keluarga disangkal. 5. Riwayat Personal Sosial (RPSos) Pasien merupakan seorah buruh bangunan. Sehari-hari bekerja di proyek dari pagi hari sampai sore. Dirumah pasien tinggal bersama istri dan

1

anaknya. Rumah tempat tinggal pasien berada di perkampungan yang padat penduduk. C. PEMERIKSAAN FISIK 24 Maret 2019 Status Generalisata Kesan Umum

Tampak lemes

Kesadaran

Compos Mentis (GCS : E4V5M6) IGD

Bangsal

Tekanan Darah :

Tekanan Darah : 140/111

Vital Signs /

137/109 mmhg

mmhg

Tanda-Tanda

Nadi : 101x/menit

Nadi : 103x/menit.

Vital

Respirasi : 22x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu :36,8 0C

Suhu :36,80C

SpO2 : 97

SpO2 : 98

Kepala dan Leher Inspeksi

Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), deviasi trakea (-)

Palpasi

Pembesaran Limfonodi (-), Trakea teraba di garis tengah, JVP 5±1

Thorax Pulmo Inspeksi

Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk, ginekomasti (-), spider navi (-)

Palpasi

Tidak terdapat ketertinggalan gerak di lapang paru . Vokal fremitus

tidak ada peningkatan maupun

penurunan. Perkusi

Redup di lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ positif di lapang paru kanan dan kiri Suara ronkhi basah : +/+ Wheezing : -/-

Cor Inspeksi

Pulsasi tidak terlihat

2

Palpasi

Ictus cordis teraba 2cm dari SIC V linea parasternalis sinistra Jantung membesar, dengan batas paru-jantung:

Perkusi

Auskultasi



Kanan atas: SIC III Linea Sternalis Dextra  Kanan bawah: SIC VI Linea Sternalis Dextra  Kiri atas: SIC III Linea Sternalis sinistra  Kiri bawah: SIC VII Linea midclavicularis Sinistra Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising ataupun suara tambahan jantung

Abdomen Inspeksi

Asites (-), caput medusa (-), striae (-), sikatriks (-)

Auskultasi

Bising usus (+) normal 20×/menit

Palpasi

Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak tidak ada pembesaran

Perkusi

Timpani, batas paru-hepar dan paru-lien dalam batas normal

Ekstremitas Inspeksi

Edema kaki kanan dan kiri (+)

Palpasi

Pitting edema (+), akral hangat, WPK <2 detik

Genitalia Inspeksi

Tidak dilakukan pemeriksaan

25 maret 2019 Kesan Umum

Tampak lemes

Kesadaran

Compos Mentis (GCS : E4V5M6) Bangsal Tekanan Darah : 143/105

Vital Signs /

mmhg

Tanda-Tanda

Nadi : 84x/menit.

Vital

Respirasi : 20x/menit Suhu :36,60C SpO2 : 99

3

Kepala dan Leher Inspeksi

Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), deviasi trakea (-)

Palpasi

Pembesaran Limfonodi (-), Trakea teraba di garis tengah, JVP 5±1

Thorax Pulmo Inspeksi

Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk, ginekomasti (-), spider navi (-)

Palpasi

Tidak terdapat ketertinggalan gerak di lapang paru . Vokal fremitus

tidak ada peningkatan maupun

penurunan. Perkusi

Redup di lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ positif di lapang paru kanan dan kiri Suara ronkhi basah : +/+ Wheezing : -/-

Cor Inspeksi Palpasi

Pulsasi tidak terlihat Ictus cordis teraba 2cm dari SIC V linea parasternalis sinistra Jantung membesar, dengan batas paru-jantung: Kanan atas: SIC III Linea Sternalis Dextra

Perkusi

Kanan bawah: SIC VI Linea Sternalis Dextra Kiri atas: SIC III Linea Sternalis sinistra

Auskultasi

Kiri bawah: SIC VII Linea midclavicularis Sinistra Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising ataupun suara tambahan jantung

Abdomen Inspeksi

Asites (-), caput medusa (-), striae (-), sikatriks (-)

Auskultasi

Bising usus (+) normal 20×/menit

4

Palpasi

Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak tidak ada pembesaran

Perkusi

Timpani, batas paru-hepar dan paru-lien dalam batas normal

Ekstremitas Inspeksi

Edema kaki kanan dan kiri (+)

Palpasi

Pitting edema (+), akral hangat, WPK <2 detik

Genitalia Inspeksi

Tidak dilakukan pemeriksaan

26 Maret 2019 Kesan Umum

Baik

Kesadaran

Compos Mentis (GCS : E4V5M6) Bangsal Tekanan Darah : 130/106

Vital Signs /

mmhg

Tanda-Tanda

Nadi : 99x/menit.

Vital

Respirasi : 20x/menit Suhu :36,00C SpO2 : 99 %

Kepala dan Leher Inspeksi

Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), deviasi trakea (-)

Palpasi

Pembesaran Limfonodi (-), Trakea teraba di garis tengah, JVP 5±1

Thorax Pulmo Inspeksi

Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk, ginekomasti (-), spider navi (-)

Palpasi

Tidak terdapat ketertinggalan gerak di lapang paru . Vokal fremitus penurunan.

5

tidak ada peningkatan maupun

Perkusi

Redup di lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ positif di lapang paru kanan dan kiri Suara ronkhi basah : +/+ Wheezing : -/-

Cor Inspeksi Palpasi

Pulsasi tidak terlihat Ictus cordis teraba 2cm dari SIC V linea parasternalis sinistra Jantung membesar, dengan batas paru-jantung: Kanan atas: SIC III Linea Sternalis Dextra

Perkusi

Kanan bawah: SIC VI Linea Sternalis Dextra Kiri atas: SIC III Linea Sternalis sinistra

Auskultasi

Kiri bawah: SIC VII Linea midclavicularis Sinistra Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising ataupun suara tambahan jantung

Abdomen Inspeksi

Asites (-), caput medusa (-), striae (-), sikatriks (-)

Auskultasi

Bising usus (+) normal 20×/menit

Palpasi

Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak tidak ada pembesaran

Perkusi

Timpani, batas paru-hepar dan paru-lien dalam batas normal

Ekstremitas Inspeksi

Edema kaki kanan dan kiri (+)

Palpasi

Pitting edema (+), akral hangat, WPK <2 detik

Genitalia Inspeksi

Tidak dilakukan pemeriksaan

27 Maret 2019

6

Kesan Umum

Tampak lemes

Kesadaran

Compos Mentis (GCS : E4V5M6) Bangsal Tekanan Darah : 123/96

Vital Signs /

mmhg

Tanda-Tanda

Nadi : 91x/menit.

Vital

Respirasi : 21x/menit Suhu :36,00C SpO2 : 100%

Kepala dan Leher Inspeksi

Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), deviasi trakea (-)

Palpasi

Pembesaran Limfonodi (-), Trakea teraba di garis tengah, JVP 5±1

Thorax Pulmo Inspeksi

Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk, ginekomasti (-), spider navi (-)

Palpasi

Tidak terdapat ketertinggalan gerak di lapang paru . Vokal fremitus

tidak ada peningkatan maupun

penurunan. Perkusi

Redup di lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ positif di lapang paru kanan dan kiri Suara ronkhi basah : +/+ Wheezing : -/-

Cor Inspeksi Palpasi

Pulsasi tidak terlihat Ictus cordis teraba 2cm dari SIC V linea parasternalis sinistra Jantung membesar, dengan batas paru-jantung:

Perkusi Kanan atas: SIC III Linea Sternalis Dextra

7

Kanan bawah: SIC VI Linea Sternalis Dextra Kiri atas: SIC III Linea Sternalis sinistra

Auskultasi

Kiri bawah: SIC VII Linea midclavicularis Sinistra Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising ataupun suara tambahan jantung

Abdomen Inspeksi

Asites (-), caput medusa (-), striae (-), sikatriks (-)

Auskultasi

Bising usus (+) normal 20×/menit

Palpasi

Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak tidak ada pembesaran

Perkusi

Timpani, batas paru-hepar dan paru-lien dalam batas normal

Ekstremitas Inspeksi

Edema kaki kanan dan kiri (+)

Palpasi

Pitting edema (+), akral hangat, WPK <2 detik

Genitalia Inspeksi

Tidak dilakukan pemeriksaan

28 Maret 2019 Kesan Umum

Tampak lemes

Kesadaran

Compos Mentis (GCS : E4V5M6) Bangsal Tekanan Darah : 129/92

Vital Signs /

mmhg

Tanda-Tanda

Nadi : 92x/menit.

Vital

Respirasi : 20x/menit Suhu :36,810C SpO2 : 100%

Kepala dan Leher

8

Inspeksi

Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), deviasi trakea (-)

Palpasi

Pembesaran Limfonodi (-), Trakea teraba di garis tengah, JVP 5±1

Thorax Pulmo Inspeksi

Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk, ginekomasti (-), spider navi (-)

Palpasi

Tidak terdapat ketertinggalan gerak di lapang paru . Vokal fremitus

tidak ada peningkatan maupun

penurunan. Perkusi

Redup di lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ positif di lapang paru kanan dan kiri Suara ronkhi basah : +/+ Wheezing : -/-

Cor Inspeksi Palpasi

Pulsasi tidak terlihat Ictus cordis teraba 2cm dari SIC V linea parasternalis sinistra Jantung membesar, dengan batas paru-jantung: Kanan atas: SIC III Linea Sternalis Dextra

Perkusi

Kanan bawah: SIC VI Linea Sternalis Dextra Kiri atas: SIC III Linea Sternalis sinistra

Auskultasi

Kiri bawah: SIC VII Linea midclavicularis Sinistra Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising ataupun suara tambahan jantung

Abdomen Inspeksi

Asites (-), caput medusa (-), striae (-), sikatriks (-)

Auskultasi

Bising usus (+) normal 20×/menit

9

Palpasi

Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak tidak ada pembesaran

Perkusi

Timpani, batas paru-hepar dan paru-lien dalam batas normal

Ekstremitas Inspeksi

Edema kaki kanan dan kiri (+)

Palpasi

Pitting edema (+), akral hangat, WPK <2 detik

Genitalia Inspeksi

Tidak dilakukan pemeriksaan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.

Pemeriksaan EKG

Gambar 1.1. Hasil EKG tanggal 24 Maret 2019

Hasil: Irama jantung sinus Frekuensi 100x/ menit Aksis 45o (Normal, tidak ada deviasi) Gelombang P < 0,12 mm Interval PR 0,2 mm Kompleks QRS tidak menunjukan Q patologis Segmen ST tidak menunjukan ST depresi maupun ST elevasi Gelombang T menggambarkan T inverted di sadapan V5 V6

10

Gelombang U dalam batas normal Pembesaran Ventrikel kiri: Kriteria minimal : SV1 + r V5/V6 < 35 15 + 23 = 37 (LVH)

Kesimpulan: Iskemik heart desease Left ventricel hipertrophy

2.

Pemeriksaan Laboratorium Tabel 1.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (24 Maret 2019)

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

Leukosit

4,99

4,5 – 11

ribu/ul

Eritrosit

4,49

3,8 – 5,8

juta/ul

Hemoglobin

13,5

11,5 – 16,5

gr/dL

Hematokrit

40,5

37 – 47

vol%

MCV

90,3

85 – 100

Fl

MCH

30,1

28 – 31

Pg

MCHC

33,3

30 – 35

gr/dL

Trombosit

189

150 – 450

ribu/ul

Hematologi

Golongan darah

B

Hitung Jenis Eosinophil

3,4

1–6

%

Basophil

1,1

0–1

%

Limfosit

35,6

20 – 45

%

Monosit

5,9

2–8

%

Neutrofil

54,0

40 – 75

%

Kimia GDS

98

< 140

mg/dL

Ureum

28

10 – 50

mg/dL

11

Creatinin

1,0

1,0 – 1,3

mg/dL

SGOT

28

< 37

U/L

SGPT

16

< 42

U/L

3.

Pemeriksaan

Radiologi

Gambar 1.2. Foto thorax (26 Maret 2019)

Hasil: - kedua apex pulmo tenang - corakan bronchovascular di kedua pulmo relatif meningkat - tampak opasitas homogen dikedua hemithorax dengan meniscus sign (+) yang menutup kedua sinus costofrenicus dan diafragma - cor, CTR > 0,5 - sistem tulang yang tervisualisasi tampak intak

Kesimpulan: - cardiomegali, suspect LVH dengan gambaran pleural effusion dextra et sinistra - tak tampak gambaran oedema pulmo 12

E. ASSESSMENT - congestive heart failure - efusi pleura

F. PENATALAKSANAAN/PLANNING IGD Tatalaksana 24-03-2019 -

Infus RL 20 tpm

-

O2 3 liter/menit

-

Injeksi furosemid 1 amp

-

Injeksi ranitidin 2x1 amp IV

-

Sucralfat syr

BANGSAL Tatalaksana 24-03-2019 -

Infus RL 30 tpm

-

O2 3 liter/menit

-

Injeksi furosemid 10mg

-

Injeksi ranitidin 2x1 amp IV

-

EKG

-

Pemeriksaan laboratorium

(Darah

rutin, Ureum, Kreatinin, SGOT/SGPT, GDS

13

Tatalaksana 25-03-2019 Infus RL 30 tpm O2 3 liter/menit Injeksi furosemid 10mg Injeksi ranitidin 2x1 amp IV Injeksi spironolakton 25 mg Alfrazolam 0,5 mg tablet Clopidogrel 75 mg tablet Isosorbid dihidrat 5mg tablet Digoxin 0,25 mg tablet

Tatalaksana 26-03-2019 Infus RL 30 tpm O2 3 liter/menit Injeksi furosemid 10mg Injeksi ranitidin 2x1 amp IV Injeksi spironolakton 25 mg Alfrazolam 0,5 mg tablet Clopidogrel 75 mg tablet Isosorbid dihidrat 5mg tablet Digoxin 0,25 mg tablet Paracetamol 500 mg tablet OBH syr 100ml

Tatalaksana 27-03-2019 Infus RL 30 tpm O2 3 liter/menit Injeksi furosemid 10mg Injeksi ranitidin 2x1 amp IV Injeksi spironolakton 25 mg Alfrazolam 0,5 mg tablet Clopidogrel 75 mg tablet 1

Isosorbid dihidrat 5mg tablet Digoxin 0,25 mg tablet Paracetamol 500 mg tablet OBH syr 100ml

Tatalaksana 28-03-2019 Injeksi furosemid 10mg Injeksi spironolakton 25 mg Alfrazolam 0,5 mg tablet Clopidogrel 75 mg tablet Isosorbid dihidrat 5mg tablet Digoxin 0,25 mg tablet

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi CHF Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung seperti nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan; tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki; adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat (PERKI,2015). Gagal jantung kongestif merupakan sindrom klinik yang komplek didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh tubuh secara adekuat yang mengakibatkan gangguan struktural dan fungsional dari jantung. kriteria keluhan sebagai berikut: sesak napas pada saat istirahat atau saat beraktivitas, retensi air seperti kongesti paru dan edema tungkai (Sudoyo, 2014). Epidemiology Penyakit gagal jantung atau Chronic Heart Failure (CHF) merupakan salah satu sindrom klinis dengan tingkat kejadian tertinggi dan menjadi perhatian di dunia saat ini karena menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Adanya perubahan gaya hidup menyebabkan angka kematian dari tahun ketahun semakin meningkat. Pola makan, kebiasaan merokok, gaya hidup tidak sehat bahkan tingkat ekonomi dan pendidikan menjadi beberapa penyebab dari penyakit ini (Alves et al., 2012; Meng et al., 2013). Davidson et al (2015), menuliskan bahwa data dari World Health Organization (WHO) menyebutkan 26 juta orang meninggal akibat penyakit jantung pada tahun 2014, mewakili 30% dari semua kematian global. Negara berpenghasilan rendah dan menengah yang tidak proporsional rentan akan penyakit kardiovaskuler, lebih dari 80% kematian penyakit kardiovaskularterjadi di negara berpenghasilan

rendah

danmenengah. Asia Tenggara menunjukkan Indonesia termasuk

kelompok dengan jumlah kejadian tertinggi yaitu 371 per 100.000 orang lebih tinggi dibandingkan Timur Leste sebanyak 347 per 100.000 orang 2 dan jauh lebih tinggi dibandingkan Thailand yang hanya 184 per 100.000 orang (WHO, 2016). Di Indonesia pasien CHF juga mengalami peningkatan, hal ini dibuktikan oleh data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014, bahwa sekitar 4.3 juta penduduk Indonesia menderita gagal jantung dengan 500.000 kasus baru didiagnosa dengan CHF setiap tahunnya. Penyakit

3

gagal jantung saat ini menduduki urutan pertama penyebab kematian di Indonesia, sekitar 25% dari seluruh kematian hampir disebabkan oleh gangguan kelainan jantung.

Etiologi Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh: Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Hipertensi sistemik atau pulmonal Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun. Penyakit jantung lain Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan

aliran

darah

yang

masuk

4

jantung

(stenosis

katup

semiluner),

ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV, peningkatan mendadak afterload. Patofisiologi Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu: Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole (Loscalzo, 2015). Bila jantung tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh,maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa yang mengakibatkan terjadinya gagal jantung. Pada kebanyakan

penderita gagal jantung disfungsi sistolik dan disfungsi

diastolik ditemukan bersama. Pada disfungsi sistolik kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik relaksasi dindingventrikelterganggu sehingga pengisian darah berkurang menyebabkan curah jantung berkurang. Gangguan kemampuan jantung sebagai pompa tergantung pada bermacam-macam faktor yang saling terkait. Menurunnya kontraktilitas miokard memegang peran utama pada gagal jantung. Bila terjadi gangguan 5

kontraktilitas miokard atau beban hemodinamik berlebih diberikanpada ventrikel normal, makajantung akan mengadakan sejumlah mekanisme untuk meningkatkan kemampuan kerjannya sehingga curah jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan. Adapun mekanisme kompensasi jantung yaitu: Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis

kompensatorik.

Meningkatnya

aktivitas

adrenergik

simpatis

merangsang

pengeluaran katekolamin darisaraf-saraf adrenergik jantung danmedulaadrenal. Denyut jantung

dan

kekuatan

kontraksi

akan

meningkat

secara

maksimal

untuk

mempertahankancurah jantung.Selain itu terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya (seperti kulit dan ginjal) agar perfusi kejantung dan otak dapat dipertahankan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam sirkulasi untuk mempertahankan kerja ventrikel. Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron Aktivasi

Rennin-Angiotensin-Aldosteron(RAA)bertujuan

untuk

mempertahankantekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit. Reninmerupakan suatu enzimyang sebagian besar berasal darijaringan ginjal. Sekresi rennin akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang mamiliki 2 efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh aktivitas simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload) jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan menambah peningkatan preload jantung. Tekanan pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah jantung. Hipertropi Miokardium dan Dilatasi Ventrikel Jika ventrikel tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh maka darah yang tinggal dalam ventrikel kiri akan lebih banyak pada akhir diastole. Oleh karena itu kekuatan untuk memompa darah pada denyut berikutnya akan lebih besar. Jantung akan melakukan kompensasi untuk meningkatkan curah jantung yang berkurang berupa hipertropi miokardium yaitu pembesaran otot-otot jantung sehingga dapat membuat kontraksi lebih kuat dan dilatasi atau peningkatan volume ventrikel untuk meningkatkan tekanan dinding ventrikel.Jika

6

penyakit jantung berlanjut, maka diperlukan peningkatan kompensasi untuk menghasilkan energi dalam memompa darah, hingga pada suatu saat kompensasi tidak lagi efektif untuk menghasilkan kontraksi yang lebih baik dan jantung akan gagal melakukan fungsinya.

Klasifikasi Menilai derajat gangguan kapasitas fungsional gagal jantung pertama kali oleh New York Heart Association (NYHA) tahun 1994 tergantung dari tingkat aktivitas dan timbulnya keluhan (PERKI, 2015). Gejala klinis gagal jantung berdasarkan klasifikasi derajat gagal jantung menurut NYHA (New York Heart Association) Functional Classification: NYHA I (no symptom)

Penyakit jantung namun tidak ada gejala atau keterbatasan dalam aktivitas fisik sehari-hari biasa, misalnya berjalan, naik tangga dan sebagainya.

NYHA II (limit activity)

Gejala ringan (sesak napas ringan dan/ angina) serta terdapat keterbatasan ringan dalam aktivitas fisik sehari-hari biasa.

NYHA III (limit physical Terdapat keterbatasan activity) aktivitas fisik yang ringan sehari-hari akibat gejala gagal jantung misalnya berjalan 20-100 m. Pasien hanya nyaman ketika beristirahat. NYHA IV (symptom of Terdapat keterbatasan arrest) aktivitas fisik yang berat, misalnya gejala muncul saat beristirahat.

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA), menekankan pembagian gagal jantung berdasarkan progresifitas kelainan struktural jantung dan perkembangan status fungsionalnya. (PERKI, 2015). 7

Tabel 2.2. klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (PERKI, 2015).

Grade

Deskripsi

Grade A

Memiliki risiko tinggi (diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner) untuk berkembang menjadi gagal jantung namun belum ada gangguan struktural atau fungsional jantung. Tidak terdapat tanda atau gejala.

Grade B

Memiliki faktor-faktor risiko seperti Grade A dan sudah terdapat kelainan struktural dengan atau tanpa gangguan fungsional, namun masih belum ada tanda dan gejala (asimptomatik).

Grade C

Gagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan penyakit struktral jantung yang mendasari.

Grade D

Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal (refrakter).

Berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi : Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paruparu akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru- paru. Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan 8

arteri bronkhialis, terjadi transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan di jaringan intertissiel paru- paru yang makain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat kematian. Gagalnya khususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua hal: Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort (sesak nafas pada akktivitas fisik), ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri, kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun) Kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia. Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel Decompensasi cordis kanan Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memompa melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam (edema perier) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan di atrium kanan dan vena kava superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah udema perifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang cepat, hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sistol tidak

9

mampu mempu darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikian pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava superior dan vena kava inferior serta seluruh sistem vena tampak gejal klinis adalah terjadinya bendungan vena jugularis eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendunganbedungan pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan : Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.

Penegakkan Diagnosis Penegakan diagnosis gagal jantung kongesti dapat ditegakkan memakai kriteria framingham, minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor (Sudoyo, 2014). Tabel 3 Kriteria framingham (Sudoyo, 2014). Kriteria major

Kriteria minor

10

Paroksismal nokturnal dispnea Distensi vena leher Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3 Penekanan tekanan vena jugularis Refluks hepatojugular

Edema ekstremitas Batuk malam hari Dispnea d’effort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal Takikardi (>120/menit)

Gambar 1. Algoritma diagnostik gagal jantung. Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 (McMurray, 2012).. Elektrokardiogram (EKG)

11

Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%). Abnormalitas

Penyebab

Implikasi Klinis

Sinus takikardia

Gagal jantung

Penilaian klinis

dekompensasi, anemia,

Pemeriksaan

demam, hipertroidisme

laboratorium

Obat penyekat β, anti

Evaluasi terapi obat

Sinus Bradikardia

aritmia, hipotiroidisme, Pemeriksaan

Atrial takikardia / futer / fbrilasi

Aritmia ventrikel

sindroma sinus sakit

laboratorium

Hipertiroidisme, infeksi,

Perlambat konduksi AV,

gagal jantung

konversi medik,

dekompensasi, infark

elektroversi, ablasi

miokard

kateter, antikoagulasi

Iskemia, infark, kardiomiopati, miokardits,

Pemeriksaan

hipokalemia, hipomagnesemia, overdosis digitalis

laboratorium, tes latihan beban, pemeriksaan perfusi, angiografi koroner, ICD

Iskemia / Infark

Penyakit jantung koroner

Ekokardiografi, troponin, Angiografiikoroner, revaskularisasi

Infark, kardiomiopati

Ekokardiografi,

hipertrofi, LBBB, preexitasi

angiografii koroner

Hipertrofi ventrikel

Hipertensi, penyakit

kiri

katup aorta,

Ekokardiografi, doppler

Gelombang Q

kardiomiopati hipertrofi 12

Blok Atrioventrikular Infark miokard,

Evaluasi penggunaan

Intoksikasi obat,

obat,

miokarditis,

pacu jantung, penyakit

sarkoidosis, Penyakit

sistemik

Lyme Mikrovoltase

Obesitas, emfisema,

Ekokardiograf, rontgen

efusi perikard,

Toraks

amiloidosis Durasi QRS > 0,12

Disinkroni elektrik dan

Ekokardiograf, CRT-P,

mekanik

CRT-D

LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter Defbrillator CRT-P = Cardiac Resynchronizaton Therapy-PACEImaker; CRT-D = Cardiac Resynchronizaton Therapy-Defbrillator

Foto Thoraks Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone. Troponin I atau T

13

Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard. Ekokardiografi Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 50%). Komplikasi CHF Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin). Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis ditinggikan. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death (2550% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan (Patrick, 2014).

14

Penatalaksanaan CHF Terapi Non-Farmakologi Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung Ketaatan pasien berobat Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi Pemantauan berat badan mandiri Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter. Asupan cairan Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis. Pengurangan berat badan Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Kehilangan berat badan tanpa rencana Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati. Latihan fisik 15

Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah. Terapi Farmakologi Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan non kardiovaskular yang sering dijumpai

16

Gambar 2.Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik (NYHA fc II-IV). Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 (McMurray, 2012).. ACEI Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal (Siswanto et.al., 2015; Nafrialdi, 2017). Indikasi pemberian ACEI Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala Kontraindikasi pemberian ACEI Riwayat angioedema Stenosis renal bilateral Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L Serum kreatinin > 2,5 mg/dL Stenosis aorta berat Inisiasi pemberian ACEI Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah terapi ACEI. Naikan dosis secara titrasi Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia. Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di rumah sakit Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali Beta Blocker

17

Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup (Siswanto et.al., 2015; Nafrialdi, 2017). Indikasi pemberian penyekat β Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat) Kontraindikasi pemberian penyekat β Asma Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit) Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung Inisiasi pemberian penyekat β Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien dekompensasi secara hati-hati. Naikan dosis secara titrasi Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik atau bradikardi (nadi < 50 x/menit) Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi. Antagonis Aldosteron Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup (Siswanto et.al., 2015; Nafrialdi, 2017). Indikasi pemberian antagonis aldosteron Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % 18

Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA) Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB) Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L Serum kreatinin> 2,5 mg/dL Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium Kombinasi ACEI dan ARB Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung Inisiasi pemberian spironolakton Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit. Naikan dosis secara titrasi Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 – 8 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia. Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah menaikan dosis Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi. Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian spironolakton: Hiperkalemia Perburukan fungsi ginjal Nyeri dan/atau pembesaran payudara

ARB Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular (Siswanto et.al., 2015; Nafrialdi, 2017). Indikasi pemberian ARB Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

19

Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk Kontraindikasi pemberian ARB Sama seperti ACEI, kecuali angioedema Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama ACEI Cara pemberian ARB pada gagal jantung Inisiasi pemberian ARB Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit. Naikan dosis secara titrasi Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat ditoleransi Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB sama seperti ACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk H-ISDN (Hydralazine Dan Isosorbide Dinitrate) Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB (Siswanto, 2015). Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat ditoleransi Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN Hipotensi simtomatik 20

Sindroma lupus Gagal ginjal berat Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari Naikan dosis secara titrasi Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target (hydralazine 50 mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari) Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian kombinasi H-ISDN: Hipotensi simtomatik Nyeri sendi atau nyeri otot Digoksin Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup (Siswanto et.al., 2015; Setiawati & Nafrialdi, 2017) Cara pemberian digoksin pada gagal jantung Inisiasi pemberian digoksin Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron, diltiazem, verapamil, kuinidin) Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin Blok sinoatrial dan blok AV 21

Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dangangguan melihat warna

Gambar 3. Dosis obat golongan ACEI, ARB, Antagonis aldosteron, dan beta bloker pada pasien gagal jantung (McMurray, 2012). Diuretik Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi. Cara pemberian diuretik pada gagal jantung Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan tanda kongesti Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering 22

(tanpa retensi cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan dehidrasi. Tujuan terapi adalah mempertahankan berat badan kering dengan dosis diuretik minimal. Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur dosis diuretik sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan harian dan tanda-tanda klinis dari retensi cairan (Siswanto et.al., 2015; Nafrialdi, 2017)

Gambar 3. Dosis obat golongan diuretik pada pasien gagal jantung (McMurray, 2012).

23

BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. PEMBAHASAN Pada kasus ini datang seorang Pasien Tn.M ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan sesak 1 minggu SMRS. Sesak nafas secara tiba-tiba, berlangsung saat aktivitas dan tidak disertai suara ngik-ngik. dirasakan saat aktivitas. Pasien juga mengeluh cepat lelah, mual dan kaki kanan dan kiri bengkak, dada sebelah kiri nyeri seperti ditekan sejak 1 minggu yang lalu. Sudah diobati dengan obat yang dibeli di warung tetapi tetap tidak membaik. Penurunan berat badan, batuk, muntah, nyeri perut disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, jantung, asma, dan diabetes melitus. Keluarga pasien (ibunya) menderita penyakit jantung kurang lebih 10 tahun yang lalu, dan sudah meninggal. Riwayat penyakit DM, hipertensi, stroke, alergi, dan sakit jantung pada keluarga disangkal. Pasien merupakan seorah buruh bangunan. Sehari-hari bekerja di proyek dari pagi hari sampai sore. Dirumah pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Rumah tempat tinggal pasien berada di perkampungan yang padat penduduk. Dari pemeriksaan status generalisata pasien didapatkan hasil bahwa suhu awal saat di IGD yaitu 36,8oC, nadi: 103x/menit dan pernafasan 22x/menit. Hasil pemeriksaan dari kepala dan leher, tidak didapatkan adanya konjungtiva anemis. Saat dilakukan palpasi tidak didapatkan pembesaran limfonodi, tidak ada deviasi trakea dan jugular venous pressure (JVP) dalam batas normal, tidak ada peningkatan maupun penurunan. Pada pemeriksaan thorax didapatkan hasil bahwa bentuk dadanya simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk. Palpasi thorax tidak menunjukan adanya ketertinggalan gerak dikedua lapang paru. Saat dilakukan perkusi, suara redup. Pada auskultasi paru didapatkan suara dasar vesikuler , dan terdapat rhonki basah pada lapang paru dextra dan sinistra. Pada pemeriksaan jantung tidak terlihat pulsasi pada ictus cordis, perkusi jantung menunjukkan adanya perbesaran jantung. Dengan batas paru jantung kanan atas di SIC III Linea Sternalis Dextra, Kanan bawah di SIC VI Linea Sternalis Dextra, Kiri atas di SIC III Linea Sternalis sinistra, dan batas Kiri bawah di SIC VII Linea midclavicularis Sinistra. Saat dilakukan asukultasi suara jantung normal tidak ada suara tambahan maupun bising jantung. Pemeriksaan abdomen 24

tidak menunjukan adanya pembesaran dinding abdomen, bising usus dalam batas normal, tidak terdapat nyeri tekan, serta tidak terdapat pembesaran hepar dan lien. Ekstremitas superior dalam batas normal, sedangkan di ekstremitas inferior didapatkan adanya edema piting pada kedua kakinya. Pasien kemudian dirawat inap dibangsal untuk mengevaluasi sesaknya yang dirasakan kurang lebih sudah 7 hari, pasien kemudian dilakukan usulan pemeriksaan laboratorium berupa darah rutin, EKG dan foto rontgen thorax. Dari hasil pemeriksaan hematologi tidak didapatkan adanya kelainan, semua masih dalam batas normal. Hasil dari pemeriksaan rekam jantung menunjukkan adanya Iskemik heart desease dan Left ventricel hipertrophy. Hasil dari pemeriksaan foto thorax pasien menunjukkan adanya kedua apex pulmo tenang, corakan bronchovascular di kedua pulmo relatif meningkat, tampak opasitas homogen dikedua hemithorax dengan meniscus sign (+) yang menutup kedua sinus costofrenicus dan diafragma, cor, CTR > 0,5, sistem tulang yang tervisualisasi tampak intak. Dari penjabaran foto thorak tersebut dapat diambil kesimpulan yaitu cardiomegali, suspect LVH dengan gambaran pleural effusion dextra et sinistra. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pasien mengeluhkan sesak selama kurang lebih 7 hari. Tatalaksana pada pasien ini diberikan Infus RL 30 tpm, O2 3 liter/menit, Injeksi furosemid 10mg, Injeksi ranitidin 2x1 amp IV, Injeksi spironolakton 25 mg , Alfrazolam 0,5 mg tablet, Clopidogrel 75 mg tablet, Isosorbid dihidrat 5mg tablet, Digoxin 0,25 mg tablet. Apabila dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan pada pasien ini, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien ini didiagnosis congestive heart failure grade II menurut NYHA dan efusi pleura. .

25

B. KESIMPULAN Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, gejala klinis dan tanda yang didapat pada pasien ini mengarah ke penyakit gagal jantung atau dekompensasi jantung, maka dapat diambil kesimpulan secara umum penanganan yang diberikan sudah sesuai dengan guideline dan penelitian yang ada. Namun beberapa aspek masih belum sepenuhnya diikuti karena berbagai alasan dan kondisi. Secara keseluruhan, klinis pasien telah diperbaiki demi kenyamanan pasien yang sejalan dengan pencarian kausa dan pengobatan kausanya tersebut.

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, A., Husain, A., Love, T.E., Gambassi, G., Dell'Italia, L.J., Francis, G.S., Gheorghiade, M., Allman, R.M., Meleth, S., and Bourge, R.C., 2006. Heart Failure, Chronic Diuretic Use, and Increase in Mortality and Hospitalization: An Observational Study Using Propensity Score Methods. Eur Heart J., 27(12), pp. 1431–1439. Loscalzo, J. 2015. Harrison Kardiologi dan Pembuluh Darah. Ed.2. Jakarta: EGC. McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart. Eur Heart J [Internet] 2013;32:e1–641 – e61. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/22611136. Nafrialdi. Antihipertensi. Dalam: 2017. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2017. Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. NYHA

(New

York

Heart

Association).

2017.

Classes

of

Heart

Failure.

Di

https://www.heart.org/en/health-topics/heart-failure/what-is-heart-failure/classes-ofheart-failure. Patrick, Davey. 2014. At a Glance Medicine. Ed.4.Jakarta: Erlangga. Rinaldi, La Ode. 2013. Karakteristik Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi pada Penderita Gagal Jantung yang Dirawat di Rumah Sakit Roemani Periode 1 Januari – 31 Desember 2010. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah Vol 1. Setiawati, A & Nafrialdi. Obat Gagal Jantung. Dalam: 2017. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2017. Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Siswanto,BB., Hersunarti, N., Erwinanto, et.al,. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia

27

Related Documents

Longcase Interna Chf.docx
November 2019 17
Interna
May 2020 18
Longcase Fix.docx
June 2020 21
Longcase Mata.docx
December 2019 30

More Documents from "Hapsari Kartika Dewi"