Longcase Fix.docx

  • Uploaded by: DitaAndini
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Longcase Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,326
  • Pages: 23
Long Case

Trauma Tertutup Tumpul Bola Mata Kanan dengan Komplikasi Hematoma Palpebra OD + Perdarahan Subkonjungtiva OD Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh: Zhazha Savira Herprananda, S.Ked Desy Aryani, S.Ked Fadhli Aufar Kasyfi, S.Ked Lianita, S.Ked Try Febriani Siregar, S.Ked Dodi Maulana, S.Ked Tria Yunita, S.Ked

Pembimbing: dr. H. Alie Solahuddin, SpM(K)

DEPARTEMEN/BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2016 i

KATA PENGANTAR Pujian syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan longcase dengan judul “Trauma tertutup tumpul bola mata kanan dengan komplikasi hematoma palpebra OD + perdarahan subkonjungtiva OD” untuk memenuhi tugas long case yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. H. Alie Solahuddin, Sp.M (K), selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan masukan sehingga longcase ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan telaah ilmiah ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, September 2016

ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 BAB II STATUS PASIEN ....................................................................................... 3 BAB III TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8 TRAUMA TERTUTUP .................................................................................... 9 PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA ........................................................... 11 3.1. Definisi .............................................................................................. 11 3.2. Epidemiologi ...................................................................................... 11 3.3. Manifestasi Klinis .............................................................................. 11 3.4. Patofisiologi ....................................................................................... 12 3.5. Etiologi ............................................................................................... 13 3.6. Diagnosis dan Pemeriksaan ............................................................... 14 3.7. Diagnosis Banding ............................................................................. 15 3.8. Penatalaksanaan ................................................................................. 15 3.9. Komplikasi ......................................................................................... 15 3.10. Prognosis ............................................................................................ 16 BAB III ANALISIS KASUS..................................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19

iii

BAB I PENDAHULUAN

Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan atau rongga orbita karena adanya benda tajam atau tumpul yang mengenai mata dengan keras/cepat ataupun lambat. Trauma mata dapat dibagi menjadi trauma mekanik, trauma tumpul (contusio oculi), dan trauma tajam (perforasi trauma). Trauma tumpul adalah trauma tertutup yang berasal dari benda tumpul seperti pukulan,bola tenis dan bola kriket. Di Indonesia, berdasarkan hasil RISKESDAS pada tahun 2013, trauma mata termasuk ke dalam 6 jenis trauma terbanyak yang terjadi di Indonesia. Tesfaye dan Bejiga pada tahun 2008 melaporkan prevalensi trauma mata di daerah pedesaan Ethiopia sebesar 3,5%. Negussie dan Bejiga pada tahun 2011 melaporkan bahwa trauma mata merupakan 75,6% dari seluruh kasus kedaruratan mata rumah sakit tersier di Addis Ababa. Trauma mata akan menyebabkan lesi pada mata dan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan unilateral dan bilateral yang seharusnya dapat dicegah di seluruh dunia (Nwosu, 1994). Jahangir pada tahun 2011 menegaskan bahwa pada lesi trauma mata yang paling kecil sekalipun dapat menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan karena kornea adalah salah satu jaringan yang paling sensitif dari tubuh manusia. Hal ini disebabkan karena kepadatan reseptor nyeri pada kornea adalah 300-600 kali lebih besar dari kulit dan 20-40 kali lebih besar dari pulpa gigi (Rosza dan Beuermen, 1982) sehingga membuat setiap trauma mata khususnya pada kornea luar biasa menyakitkan. Trauma mata memiliki dampak terhadap sosial ekonomi karena mereka yang terkena trauma mata dan mengalami komplikasi seperti kebutaan unilateral maupun bilateral dan sering harus menghadapi kehilangan peluang dalam pekerjaan (Jahangir, 2011). Akibat yang ditimbulkan oleh trauma mata juga bervariasi, mulai dari sembuh total sampai pada kebutaan dengan kerugian baik itu fisik, psikologis, dan biaya pengobatan serta perawatan yang tidak sedikit (Castellarin dan Pieramici, 2007). Kebutaan yang diakibatkan oleh trauma mata dapat berupa dampak langsung dari trauma mata tersebut. Komplikasi trauma mata seperti kebutaan dipengaruhi oleh kesesuaian teknik maupun ketepatan waktu dari pengobatan yang digunakan (Ajayi, et al., 2014). Selain dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan, trauma mata dapat juga merupakan faktor yang berhubungan dengan terjadinya katarak.

1

Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Hematoma palpebra merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut hematoma kacamata. Hematoma kacamata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Adanya darah di bawah konjungtiva dapat menimbulkan efek dramatis yang mencemaskan pasien. Pada kebanyakan kasus, pasien dengan perdarahan subkonjungtiva datang tanpa didahului riwayat trauma sebelumnya. Pada kasus trauma, kerusakan terhadap struktur yang lebih dalam harus disingkirkan. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak berkaitan dengan penyakit sistemik dan penyebabnya jarang teridentifikasi.

2

BAB II STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien Nama

: Ny. M

Umur

: 50 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Kertapati, Palembang

Tanggal Pemeriksaan

: 18 September 2016

2. Anamnesis a. Keluhan Utama Bengkak pada kelopak mata kanan sejak 2 jam yang lalu

b. Riwayat Perjalanan Penyakit ± 2 jam yang lalu, penderita terkena pukulan dengan papan dari depan mata saat sedang melerai pertengkaran kedua cucunya. Timbul bengkak pada kelopak mata kanan (+), darah (+), nyeri (+), keluar darah dari dalam bola mata (-), keluar cairan seperti putih telur (-), mata merah (+), mata berair-air (+), kotoran mata yang berlebihan (-), gatal (-), pandangan kabur mendadak (-), pandangan silau bila melihat cahaya (-), seperti melihat pelangi di sekitar sumber cahaya (-), pusing (-), mual muntah (-). Penderita berobat ke IGD RSMH.

c. Riwayat Penyakit Dahulu • Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-) • Riwayat kencing manis (-) • Riwayat hipertensi (-) • Riwayat memakai kacamata (-) • Riwayat trauma pada bola mata (-) • Riwayat alergi (-) 3

d. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

3. Pemeriksaan Fisik a. Status Generalis Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 88 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup

Frekuensi napas

: 20 kali/menit

Suhu

: 36,5o C

b. Status Oftalmologis

Visus Tekanan intraocular

Okuli Dekstra

Okuli Sinistra

6/6

6/6

18,5 mmHg

18,5 mmHg

Ortoforia

KBM GBM

Palpebra

Hematome (+) Edema (+)

Tenang

Perdarahan subkonjungtiva Konjungtiva

(+), warna merah terang,

Tenang

dapat digerakkan (+) Kornea

Jernih, FT (-)

Jernih

BMD

Sedang

Sedang

Iris

Gambaran baik

Gambaran baik

4

Pupil

Bulat, central, refleks cahaya

Bulat, central, refleks cahaya

(+), diameter 3 mm

(+), diameter 3 mm

Jernih

Jernih

Lensa

Segmen Posterior Refleks

RFOD (+)

RFOS (+)

Bulat, batas tegas, warna

Bulat, batas tegas, warna

merah, c/d 0,3 dan a/v 2:3

merah, c/d 0,3 dan a/v 2:3

Makula

Refleks fovea (+) normal

Refleks fovea (+) normal

Retina

Kontur pembuluh darah baik

Kontur pembuluh darah baik

Fundus Papil

4. Pemeriksaan Penunjang -

Fluorescein test

-

Pemeriksaan Slit lamp

-

Funduskopi

-

Laboratorium: darah rutin, faal hemostasis

5. Diagnosis Kerja Trauma tertutup tumpul bola mata kanan dengan komplikasi hematoma palpebra OD + perdarahan subkonjungtiva OD

6. Tatalaksana -

Farmakologis Kloramfenikol EO 3 kali sehari OD

-

Non Farmakologis 1. Kompres dingin pada 24 jam pertama, dilanjutkan dengan kompres hangat hingga edema membaik 2. Edukasi pasien agar tidak menggosok-gosok matanya yang merah. 3. Edukasi pasien mengenai penyakit dan kemungkinan komplikasi yang terjadi. 4. Menjelaskan kepada pasien bahwa darah pada mata tersebut akan menghilang kira-kira setelah 1-2 minggu tergantung luasnya perdarahan. 5

5. Edukasi mengenai tatalaksana yang diberikan. 6. Edukasi agar tidak mengonsumsi obat yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin, ibuprofen, naproxyn dan NSAID lainnya.

7. Prognosis •



Okuli Dekstra  Quo ad vitam

: bonam

 Quo ad functionam

: bonam

Okuli Sinistra  Quo ad vitam

: bonam

 Quo ad functionam

: bonam

LAMPIRAN

6

7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Trauma okuli merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada satu mata yang dapat dicegah.1–4 Trauma okuli dapat dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul, trauma kimia, trauma termal, trauma fisik, extra ocularforeign body, dan trauma tembus berdasarkan mekanisme trauma.1-3 Trauma okuli dapat terjadi diberbagai tempat, di rumah tangga, di tempat kerja, maupun di jalan raya. Nirmalan2 dan Vats5 mendapatkan angka kejadian trauma okuli terbesar terjadi di rumah. Prevalensi trauma okuli di Amerika Serikat sebesar 2,4 juta pertahun dan sedikitnya setengah juta di antaranya menyebabkan kebutaan. Di dunia, kira-kira terdapat 1,6 juta orang yang mengalami kebutaan, 2,3 juta mengalami penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19 juta mengalami penurunan fungsi penglihatan unilateral akibat trauma okuli.1,4 Berdasarkan jenis kelamin, beberapa penelitian yang menggunakan data dasar rumah sakit maupun data populasi, menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi. Wong1 mendapatkan angka insiden trauma pada laki-laki sebesar 20 per 100.000 dibandingkan 5 per 100.000 pada wanita. Trauma okuli terbanyak terjadi pada usia muda, di mana Vats5 mendapatkan rerata umur kejadian trauma adalah 24,2 tahun (± 13,5). Trauma okuli dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul, trauma kimia, trauma fisik, trauma termal, extra ocularforeign body (EOFB) dan intra ocularforeign body (IOFB). Klasifikasi trauma okuli ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wong,1,3 Nirmalan,2 dan Vats5 yang membagi trauma okuli menjadi trauma tumpul, trauma tajam, trauma fisik, trauma termal, foreign body, dan trauma tajam tembus. Komplikasi yang ditimbulkan akibat trauma pada mata dapat meliputi semua bagian mata, yaitu komplikasi pada kelopak mata, permukaan bola mata, kamera okuli anterior, vitreus, dan retina. Jenis-jenis trauma yang melibatkan orbita ataupun struktur intra okuli dapat diakibatkan oleh benda tajam, benda tumpul, trauma fisik, ataupun trauma kimia. Tipe dan luasnya kerusakan akibat trauma pada mata sangat tergantung dari mekanisme dan kuatnya trauma yang terjadi. Suatu trauma yang berpenetrasi ke intraokuli baik objek yang besar ataupun objek kecil akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan trauma akibat benturan.7–10 Penanganan dini trauma okuli secara tepat dapat mencegah terjadinya kebutaan maupun penurunan fungsi penglihatan. Penanganan trauma okuli secara komprehensif dalam waktu 8

kurang dari 6 jam dapat menghasilkan hasil yang lebih baik. Namun sayangnya, layanan kesehatan mata yang masih jarang dan kurang lengkap sering kali menjadi penyebab keterlambatan penanganan trauma okuli, di samping kurangnya pengetahuan dan masalah perekonomian.11

TRAUMA TERTUTUP Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang berat, tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang fatal. Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma. Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata; 2) Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata. Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-Elder, kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata, dari palpebra sampai dengan saraf optikus.

A. Contussive trauma (trauma tumpul): Trauma tumpul adalah trauma tertutup yang berasal dari benda tumpul seperti pukulan,bola tenis dan bola kriket. Trauma tertutup adalah luka pada salah satu dinding bola mata (sklera atau kornea) dan tidak merusak bagian intraokular. Trauma tumpul itu sendiri juga dapat menyebabkan kerusakan pada kornea seperti abrasi, edema, laserasi korneoskleral dan robekan pada membran descement. gambaran lingkaran putih karena sel – sel endotel yang edema akan muncul setelah beberapa jam akibat trauma dan menghilang setelah beberapa hari. Yang termasuk trauma tumpul, antara lain: -

Konjungtival hemorrhage

-

Kelainan

kornea

(abrasi,

edema,

korneoskleral) -

Midriasis dan miosis traumatik

-

Iritis traumatik

-

Iridodyalisis dan cyclodialisis

-

Hifema traumatik 9

robekan

membran

Descemet,

laserasi

Traumatik midriasis dan miosis yang terjadi setelah trauma tumpul sering diakibatkan robekan pada sfingter iris yang dapat menyebabkan perubahan bentuk pupil yang permanen. Siklopegia penting diberikan untuk mencegah sinekia posterior. B. Nonperforating Mechanical Trauma: Trauma jenis ini sering disebabkan oleh benda – benda asing pada kornea ataupun konjungtiva. Benda asing pada konjungtiva memerlukan pemeriksaan dengan slitlamp . Evaluasi dengan mengeversikan palpebra superior dan irigasi untuk membersihkan daerah fornik. Bila ada benda asing pada kornea, jika dicurigai anterior chamber terlibat, evakuasi benda tersebut harus dikamar operasi yang steril dan dilengkapi dengan mikroskop. Bila terjadi laserasi konjungtiva harus dipastikan bahwa struktur bola mata lain tidak ada yang terlibat dan tidak ada benda asing yang tertinggal. Yang termasuk nonperforating trauma, antara lain: - Laserasi konjungtival - Benda asing konjungtiva ( conjuntival foreign body) - Benda asing kornea (corneal foreign body) - Abrasi kornea - Posttraumatic recurrent corneal erosion

Kerusakan Jaringan Mata Akibat Trauma 1. Palpebra

Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi palpebra. 2. Konjungtiva

Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular. Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera.

10

Perdarahan Subkonjungtiva A. Definisi Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.4

Gambar 1. Perdarahan subkonjungtiva

B. Epidemiologi Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.6 Penelitian epidemiologi di Kongo rata-rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.7 Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%). Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan. Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva.8

C. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera. 

Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata. 11



Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal).



Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.



Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.9

D. Patofisiologi Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sklera. Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit.6 Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva. Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat

12

menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan.3 Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu.4 2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang-kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

E. Etiologi 1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada

kasus

yang sering mengalami

kekambuhan.10 Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva.11 2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah-muntah, bersin) 3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata) 4. Hipertensi12 5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C. 6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin.13 7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.

13

8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever). 9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung. 10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak

adalah konjungtivakhalasis dan

pinguecula.14 11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

F. Diagnosis dan pemeriksaan Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan. Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia.16 Memeriksa ketajaman

visual

juga diperlukan, terutama pada

perdarahan

subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya.6 Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit.16 14

G. Diagnosis banding 6 1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata merah. 2. Konjungtivitis hemoragik akut 3. Sarcoma kaposi

H. Penatalaksanaan Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.3 Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.17 Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini: 1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan. 2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat) 3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan 4. Riwayat hipertensi 5. Riwayat trauma pada mata.

I. Komplikasi Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1–2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas.3 Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan 15

kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler. 6

J. Prognosis Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6

16

BAB IV ANALISIS KASUS Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kelopak mata kanan sejak 2 jam yang lalu akibat terkena pukulan dengan papan dari depan mata saat sedang melerai pertengkaran kedua cucunya. Timbul bengkak pada kelopak mata kanan (+), darah (+), nyeri (+), keluar darah dari dalam bola mata (-), keluar cairan seperti putih telur (-), mata merah (+), mata berair-air (+), kotoran mata yang berlebihan (-), gatal (-), pandangan kabur mendadak (-), pandangan silau bila melihat cahaya (-), seperti melihat pelangi di sekitar sumber cahaya (-), pusing (-), mual muntah (-). Riwayat penyakit sistemik disangkal, riwayat penyakit sebelumnya disangkal, riwayat keluarga disangkal, riwayat trauma ada. Penderita lalu berobat ke IGD RSMH. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalikus dalam batas normal. Pada pemeriksaan lokalis mata, didapatkan visus dan tekanan intraokular dalam batas normal, terdapat hematom dan edema pada palpebra mata kanan, perdarahan subkonjugtiva pada mata kanan, kornea, bilik mata depan, iris, pupil, lensa dan segmen posterior dalam batas normal. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis lebih mengarah kepada hematoma palpebra dimana terdapat akumulasi darah di dalam jaringan palpebra sehingga palpebra berwarna merah kebiruan, diperkuat juga dengan adanya riwayat trauma sebelum terjadinya hematoma. Keluhan mata merah pada pasien dapat didiagnosis banding dengan perdarahan subkonjungtiva,

konjungtivitis

hemoragik

dan

ruptur

sklera.

Pada

perdarahan

subkonjungtiva terdapat gambaran hematoma pada konjungtiva, berbeda dengan konjungtivitis dimana terdapat gambaran injeksi konjungtiva yaitu pelebaran pembuluh darah di konjungtiva. Gambaran perdarahan subkonjungtiva yaitu tidak terlihatnya pembuluh darah konjungtiva akibat ekstravasasi darah keluar pembuluh darah sehingga menutupi kontur pembuluh darah di konjungtiva, sedangkan pada konjungtivitis, darah masih berada di dalam pembuluh darah, dan akibat terjadinya radang, sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah konjungtiva yang dinamakan injeksi konjungtiva. Perbedaan lain ialah hematoma/perdarahan subkonjungtiva bisa terjadi di daerah konjungtiva mana saja dan tidak mempengaruhi gambaran konjungtiva secara umum, sedangkan pada konjungtivitis biasanya keluhan mata merah terjadi secara menyeluruh, dan gambaran injeksi berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva yang semakin berwarna merah ke 17

perifer. Perbedaan perdarahan subkonjungtiva dan perdarahan akibat ruptur sklera adalah pada perdarahan subkonjungtiva berwarna merah terang dan dapat digerakkan, sedangkan pada ruptur sklera perdarahan biasanya berwarna merah gelap dan tidak dapat digerakkan. Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan trauma tertutup tumpul bola mata kanan dengan komplikasi hematoma palpebra OD dan perdarahan subkonjungtiva OD. Pemeriksaan lanjutan seperti fluorescein test, pemeriksaan slit lamp dan funduskopi diperlukan untuk menyingkirkan adanya erosi kornea, dan perdarahan di daerah mata lain seperti akumulasi cairan di bilik mata depan (hifema) dan perdarahan di retina. Pemeriksaan darah rutin dan faal hemostasis juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan darah. Pada pasien dapat diberikan terapi non farmakologis berupa kompres dingin pada 24 jam pertama untuk meredakan inflamasi dan vasokonstriksi pembuluh darah, dilanjutkan kompres hangat setelah fase inflamasi berakhir untuk mengurangi edema palpebra.

Sebagai

profilaksis

terjadinya

infeksi

sekunder

akibat

perdarahan

subkonjungtiva, dapat diberikan antibiotik topikal yaitu salep mata kloramfenikol. Pasien juga perlu diedukasi untuk tidak menggosok-gosok mata, terutama mata yang sakit apabila terasa gatal. Perlu dijelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami, proses penyembuhan yaitu sekitar 1-2 minggu, pengobatan dan cara pemakaian, komplikasi yang mungkin terjadi (misalnya infeksi) dan obat yang tidak boleh digunakan selama proses penyembuhan seperti aspirin, ibuprofen dan NSAID lain yang mungkin dapat meningkatkan perdarahan.

18

DAFTAR PUSTAKA 1.

Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology © 2006 Thieme

2.

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta

3.

Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta

4.

K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook.2000. Thieme Stuttgart. New York;

5.

Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscape’s Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 8 Februari 2012, dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview

6.

Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo/943iure

7.

Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of labor. Studies of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival hemorrhage (hyposphagmas)] . Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012

8.

Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage/42u3upr2

9.

Incorvaia C et all. Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ac12/ Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation/9372

10.

Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH. Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?. Western Infirmary, Glasgow. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/aihds. Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?.id

11.

Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin. Kansan. USA. Diakses pada

19

tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin/3i2r43 12.

Mimura T, Yamagami S et all. Contanc lens-Induced Subconjuntival Hemorrhage. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com

13.

Mimura T, Yamagami S et all. Subconjuntival Hemorrhage and Conjuntivochalasis. 2010.

Tokyo,

japan.

Diakses

pada

tanggal

8

Februari

2012,

dari

http//pubmed.com/jornal: Subconjuntival Hemorrhage and Conjuntivochalasis/as23u 14.

Chern, K. C. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed. 2002. McGraw-Hill, Massachusetts.

20

Related Documents


More Documents from "Bagus Putra"