Longcase Fix Revisi.pdf

  • Uploaded by: Hafiidz Fatich Rosihan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Longcase Fix Revisi.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 7,282
  • Pages: 40
LONGCASE TETANUS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada : dr. Sherlyta Tambing, Sp.S

Disusun oleh : Hafiidz Fatich Rosihan 20174011152

SMF ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2019

i

LEMBAR PENGESAHAN

LONGCASE Tetanus Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh Hafiidz Fatich Rosihan 20174011152

Telah disetujui dan dipresentasikan Pada Tanggal 26 Maret 2019

Pembimbing

dr. Sherlyta Tambing, Sp.S

ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikumwarahmatullahwabarakatuh. Alhamdulillahirabbil’alamin, hanya itu kalimat pujian yang pantas penulis persembahkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan longcase ini yang diberi judul “Tetanus “. Shalawat dan salam buat junjungan alam Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Makalah longcase ini selain disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir di bagian Ilmu Kesehatan Saraf dan juga untuk memberikan informasi kepada tenaga kesehatan maupun masyarakat mengenai Tetanus. Penulis menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan. Dalam kesempatan yang sangat baik ini perkenankanlah penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih yang tidak ternilai kepada: 1. Allah SWT, telah memberikan segala nikmat yang tidak terhingga sehingga mampu menyelesaikan Longcase ini dengan baik. 2. dr. Sherlyta Tambing, Sp.S selaku dokter pembimbing dalam menyelesaikan longcase ini. 3. Teman-teman Co-Assistensi seperjuangan di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Wassalamu’alaikumwarahmatullahwabarakatuh. Bantul, Februari 2019 Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ ii KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii BAB I .................................................................................................................................. 5 PENDAHULUAN............................................................................................................... 5 BAB II................................................................................................................................. 6 LAPORAN KASUS............................................................................................................ 6 BAB III ..............................................................................................................................20 PEMBAHASAN ................................................................................................................20 BAB IV ..............................................................................................................................26 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................26 BAB V ................................................................................................................................39 PENUTUP .........................................................................................................................39 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................40

iv

BAB I PENDAHULUAN Tetanus adalah penyakit akut yang mengenai sistem saraf, yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Ditandai dengan kekakuan dan kejang otot rangka.1 Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja eksotoksin (tetanospasmin) pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuromuscular (neuro muscular junction) dan saraf otonom.2 Bakteri Clostridium tetani ditemukan di seluruh dunia, di tanah, pada benda mati, di kotoran hewan, dan terkadang dalam kotoran manusia. Tetanus merupakan penyakit dominan negara-negara belum berkembang, di negaranegara tanpa program imunisasi yang komprehensif. Secara keseluruhan, kejadian tahunan tetanus adalah 0,5-1.000.000 kasus. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2002, ada 213.000 kematian tetanus, 198.000 dari mereka pada anak-anak muda dari 5 tahun. Tidak ada predileksi jenis kelamin secara keseluruhan yang telah dilaporkan, kecuali sejauh bahwa lakilaki mungkin memiliki eksposur tanah lebih dalam beberapa kebudayaan. Tetanus mempengaruhi semua ras.3 Di Indonesia sendiri, belum ada jumlah pasti insiden kejadian tetanus.

5

BAB II LAPORAN KASUS A. IDENTITAS Nama

: Tn. W

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Umur

: 49 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Serabutan

Status

: Menikah

Alamat

: Pleret Bantul

No. Rekam Medik

: 64.xx.xx

Tanggal Masuk RS

: 12-3-2019

B. ANAMNESIS Anamnesis diperoleh secara autoanamnesis pada: 

Tanggal : 12 Maret 2019



Tempat

: Bangsal Flamboyan

A. Keluhan Utama Kekakuan pada pinggang, leher dan sulit membuka mulut

B. Riwayat Penyakit Sekarang Seorang pasien laki-laki, 50 tahun, datang ke IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul diantar keluarga dengan keluhan pegal pada pinggang dan punggung sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengaku seminggu yang lalu saat membersihkan kebun salak tertusuk duri salak sehingga menimbulkan luka di kaki kiri pasien. Pasien mengaku luka tidak dibersihkan. Setelahnya pasien mengeluh kaku pada pinggang, dan leher. Keluhan tersebut memberat dan menyebar ke mulut, punggung dan perut sehingga pasien tidak bisa membuka mulutnya dengan lebar dan perut kencang seperti papan. Pasien juga mengeluh

6

seluruh tubuh terasa nyeri, sulit menelan tapi tidak sesak. Selain itu pasien tidak mengaku kejang danPasien juga mengaku mempunyai gigi geraham yang berlubang sebanyak 2 buah. Tidak ada mual atau muntah, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada demam, pilek, atau diare. Sebelumnya pasien tidak pernah mendapat imunisasi tetanus. Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Riwayat kencing manis disangkal. Pasien sudah 6 hari belum BAB, BAK tidak ada keluhan. Makan dan minum baik, perlahan-lahan, tidak tersedak.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya 1.

Riwayat penyakit Pasien mengaku mempunyai gigi geraham berlubang sebanyak 2 buah. Pasien tidak memiliki riwayat Hipertensi dan Diabetes Melitus, pasien juga menyangkal memiliki penyakit jantung maupun penyakit lain. Pasien belum pernah mengalami penyakit telinga ataupun keluhan serupa sebelumnya.

2.

Riwayat perawatan Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.

3.

Riwayat pembedahan Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.

4.

Riwayat pengobatan Pasien tidak rutin pengobatan apapun

5.

Riwayat alergi Menurut pasien, pasien tidak memiliki riwayat alergi.

D. Riwayat Keluarga Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit serupa, darah tinggi ataupun kencing manis.

E. Riwayat Kebiasaan Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, konsumsi alkohol ataupun NAPZA lainnya.

7

I.

PEMERIKSAAN FISIK Tanggal Pemeriksaan

: 25 Februari 2019

Tempat Pemeriksaan

: Bangsal Flamboyan

A. Status Generalis Keadaan Umum

: Sakit Sedang

Tinggi Badan

: 155 cm

Berat Badan

: 50 kg

Status Gizi

: Baik

Tanda Vital - Suhu Tubuh

: 37.0oC (per axilla)

- Tekanan Darah

: 120/80

- Nadi

: 84 x/menit, regular

- Laju Nafas

: 20 x/menit, reguler

B. Status Internus - Kepala/leher

: Normosefali, deformitas (-), Risus Sardonicus (-) : Pembesaran KGB -/: Pembesaran kelenjar tiroid -/-

- Mata

: Reflek cahaya +/+ : Konjungtiva anemis -/: Sklera ikterik -/: Pupil isokor, 3mm/3mm

- Telinga/hidung

: Deformitas (-), nyeri (-), sekret (-) : Septum nasi ditengah

- Mulut/faring

: Mukosa tidak pucat, hiperemis (-), tampak 2 buah gigi molar karies, Trismus (+) : Tonsil T1/T1 : Uvula ditengah

- Thorax  Paru Inspeksi

: Bentuk dada normal dan simetris : Gerak napas tertinggal (-)

Palpasi

: Tactile fremitus simetris, sama kuat : Ekspansi normal 8

Perkusi

: Bunyi sonor pada semua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, wheezing -/-, ronki -/ Jantung Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi

: Pekak, batas jantung normal

Auskultasi : S1/S2 normal, (-) murmur, (-) gallop - Abdomen  Inspeksi

: Datar

 Auskultasi : Bising usus normal, bruits (-)  Perkusi

: Timpani

 Palpasi

: Nyeri tekan (+), Defans Muscular (+)

- Punggung

: Nyeri punggung bawah (+) Opistotonus (+)

- Ekstremitas

: Akral hangat, terdapat bekas luka di telapak kaki kiri : Deformitas (-), edema (-), kaku kaku dan nyeri (+) : CRT <2 detik

C. Status Neurologis Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4 M6 V5

Nervus kranialis - N. I

: Normal

- N. II

: Visus 6/6 : Lapang pandang tidak dilakukan

- N.III, IV, VI : Ptosis -/: Pupil 3mm/3mm, bulat, isokor : Reflex cahaya langsung +/+ : Reflex cahaya tidak langsung +/+ : Gerak bola mata bebas ke segala arah - N. V

: motorik

: Menggigit terbatas : Gerakan membuka mulut terbatas : Gerakan rahang terbatas

: sensorik

: Refleks bersin normal 9

: Refleks masseter normal : Refleks zygomaticus normal : Refleks kornea normal - N. VII

: Sikap mulut saat istirahat normal, deviasi (-) : Mengangkat alis simetris : Mengerutkan dahi simetris : Menyeringai simetris : Kembung pipi simetris : Pengecapan 2/3 anterior tidak dilakukan

- N. VIII n. koklearis

: Gesekan jari normal : Tes rinne tidak dilakukan : Tes webber tidak dilakukan : Tes swabach tidak dilakukan

n. vestibularis - N. IX, X

: Nistagmus tidak dilakukan

: Arkus faring simetris : Uvula ditengah : Disfonia (-) : Disfagia (+)

- N. XI

: Angkat bahu terbatas : Memalingkan kepala terbatas

- N. XII

: Deviasi lidah (-) : Atrofi (-) : Kekuatan lidah normal

Motorik - Trofi

Eutrofi Eutrofi

eutrofi eutrofi

- Tonus

normotonus normotonus

normotonus normotonus

5 5

5 5

- Kekuatan

10

- Refleks fisiologis

: Bisep +/+ : Patella +/+ : Trisep +/+ : Achiles +/+

- Reflex patologis

: Babinski -/: Chaddock -/: Gordon -/: Oppenheim -/: Schaffer -/: Hoffman Trommer -/-

Sensorik - Ekstremitas atas

: Raba +/+ : Nyeri +/+ : Suhu +/+ : Propioseptif +

- Ekstremitas bawah

: Raba +/+ : Nyeri +/+ : Suhu +/+ : Propioseptif +

Saraf otonom - Miksi

: Normal

- Defekasi

: Normal

- Sekresi keringat

: Normal

Koordinasi dan Keseimbangan - Tes tunjuk hidung

: Normal

- Tes tumit-lutut

: Normal

- Disdiadokokinesis

: Normal

- Tes Romberg

: Normal

Pemeriksaan fisik tetanus - Tes Defans Muscular

: Positif

- Tes Trismus

: Positif

11

- Tes Opistotonus

: Positif

- Risus Sardonicus

: Negatif

Fungsi Luhur

: Normal

Tanda rangsang meningeal

II.

- Kaku kuduk

: (+)

- Lassegue

: (-)

- Kernig

: (-)

- Brudzinski I

: (-)

- Brudzinski II

: (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes lab (12-3-2019) Parameter HEMATOLOGI Hemoglobin Leukosit Eritosit Trombosit Hematokrit Eosinofil Basofil Batang Segmen Limfosit Monosit

Hasil

Nilai Rujukan

17,3 17,1 5,52 243 49,5 1 1 0 84 9

12,0 – 16,0 gr/dL 4 – 11 ribu/uL 4,5 – 5,5 ribu/uL 150 – 450 ribu/uL 36 – 46 ribu/uL 2–4% 0–1% 2–5% 51 – 67 % 20 – 35 %

5

4–8%

HASIL LAB URINE Parameter URINALISA Warna Kekeruhan

Hasil

Nilai Rujukan

Kuning Jernih

Kuning Jernih

12

Reduksi Bilirubin Keton Urin BJ Darah Samar pH Protein Urobilinogen Nitrit Lekosit Esterase SEDIMEN URIN Eritrosit Lekosit Sel Epitel Kristal Ca Oksalat Asam Urat Amorf Silinder Eritrosit Leukosit Granular Bakteri Lain – lain

Negatip Negatip Negatip 1.015 Negatip 6.50 1+ 0.20 Negatip Negatip

Negatip Negatip Negatip 1.015 – 1.025 Negatip 5.00 – 8.50 Negatip 0.20 – 1.00 EU/dl Negatip Negatip

0–1 1–2 Positip

0 – 2/LPK 0 – 3/LPK Positip/LPK

Negatip Negatip Negatip

Negatip/LPK Negatip/LPK Negatip/LPK

0–1 1–2 Negatip Negatip -

Negatip/LPK Negatip/LPK Negatip/LPK Negatip/LPK -/LPK

RO THORAX PA (Tgl 12/03/2019) 

Cor dan pulmo dalam batas normal



Penyempitan DIV VC IV - V

FOTO VERTEBRA LUMBAL (Tgl 12/03/2019) 

Paraspinal muskulospasme



Spondilosis Lumbalis

C. DIAGNOSIS -

Diagnosis Masuk

: LBP susp. HNP

-

Diagnosa Akhir

: Tetanus

13

-

Diagnosis klinis

: Trimus et causa C. Tetanii, kaku pada kedua tangan, kedua

kaki,

leher, perut dan punggung.

-

Diagnosis topis

: Neuromuscular junction

-

Diagnosis etiologis

: C. Tetanii

-

Diagnosis patologi

: Infeksi

DIAGNOSIS BANDING 

Meningoenchepalitis



Rabies



Polio

D. TATALAKSANA Tgl 12/03/2019  Inf. NaCl 0,9% 20 tpm 

Inj. Mecobalamin 1A/8jam



Inj. Ranitidin 1A/12 jam



Inj. Ketorolc 1A/8 jam



Amitrptilin 2x1/2 tablet



Ciprofloxacin 2x1

E. PROGNOSIS  Death

: dubia et bonam

 Disease

: dubia et bonam

 Dissability

: dubia et bonam

 Discomfort

: dubia et bonam

 Dissatisfaction

: dubia et bonam

CATATAN PERKEMBANGAN TERINTEGRASI – SOAP Tanggal

Follow Up

Terapi 14

12/03/2019 S : Pasien datang sadar di antar keluarganya

P:

Pkl : 06.00

dengan keluhan pega pegal pada punggung dan

Saraf

(Bangsal

tidak bisa menoleh serta leher dan mulut kaku

Inf. NaCl 0,9% 20 tpm

Flamboyan tidak bisa membuka mulut lebar

Inj. Mecobalamin 1A/8jam

)

RPD:

Inj. Ranitidin 1A/12 jam

Riwayat trauma kepala (-), leher (-)

Inj. Ketorolac 1A/8 jam

Riwayat serupa sebelumnya (-)

Amitrptilin 2x1/2 tablet

Riwayat hipertensi (-)

Ciprofloxacin 2x1

Riwayat DM (-)

Konsul UPD

Riwayat Maag (-)

RPK: Riwayat DM (-) Riwayat Hipertensi (-)

O : KU : Sakit Sedang Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6 TD : 120/80 mmHmg N : 88 x/ menit RR : 18 x/menit S : 36.6 derajat celcius Kepala : CA (-/-) SI (-/-) Leher : Nyeri jika digerakkan (-) Thorax : Pulmo SDV (+/+), Ronki (-), Wheezing (-) Cor : S1 S2 Reguler Abdomen : Distensi, BU (+), NT (-) diseluruh lapang abdomen Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-) Status Neurologis N I: penghidu baik NII: penglihatan tidak kabur N III, IV, VI: ptosis (-) gerakan bola mata baik

15

NV: membuka mulut baik N VII: tersenyum (+) simetris, kerutan dahi (+) N VIII: pendengaran baik N IX: menelan baik, tersedak (-) N X: nadi teraba N XI: menaikkan bahu baik, memalingkan kepala baik N XII: menjulurkan lidah baik, deviasi (-) Kekuatan otot 5

5

5

5

RF

RP

+

+

-

-

+

+

-

-

A : LBP susp HNP 13/03/2019 S : Pasien mengeluh kaku-kaku seluruh badan, Pukul sulit menelan tidak bisa membuka mulut dan 06.00 perut kaku keras seperti apapn. Sesak dan kejang disangkal

P: Saraf Inf. NaCl 0,9% 20 tpm Inj. Mecobalamin 1A/8jam Inj. Ranitidin 1A/12 jam

O : KU : Sakit Sedang

Amitrptilin 2x1/2 tablet

Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6 TD : 120/80 mmHmg N : 88 x/ menit

UPD

RR : 18 x/menit

Tetagram 3000 IU

S : 36.6 derajat celcius

Metronidazole 500 mg/ 8

Kepala : CA (-/-) SI (-/-)

jam

Leher : Nyeri jika digerakkan (-)

Ranitidin 1A/8 jam

Thorax : Pulmo SDV (+/+), Ronki (-), Wheezing Diazepam 2 A drip (-) Cor : S1 S2 Reguler Abdomen : Datar, Keras Seperti Papan 16

Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-) Status Neurologis N I: penghidu baik NII: penglihatan tidak kabur N III, IV, VI: ptosis (-) gerakan bola mata baik NV: membuka mulut sulit N VII: tersenyum (+) simetris, kerutan dahi (+) N VIII: pendengaran baik N IX: menelan sulit, tersedak (-) N X: nadi teraba N XI: menaikkan bahu sulit, memalingkan kepala sulit N XII: menjulurkan lidah baik, deviasi (-) Kekuatan otot 5

5

5

5

RF

RP

+

+

-

-

+

+

-

-

A : Tetanus 14/03/2019 S : Pasien masih mengeluh kaku-kaku seluruh Pkl : 06.00 badan, sulit menelan tidak bisa membuka mulut

P: Saraf

dan perut kaku keras seperti apapn. Sesak dan

Inf. NaCl 0,9% 20 tpm

kejang disangkal

Inj. Mecobalamin 1A/8jam Inj. Ranitidin 1A/12 jam

O : KU : Sakit Sedang

Amitrptilin 2x1/2 tablet

Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6

Konsul Anastesi

TD : 120/80 mmHmg N : 88 x/ menit

UPD

RR : 18 x/menit

Tetagram 3000 IU

S : 36.6 derajat celcius

Metronidazole 500 mg/ 8

Kepala : CA (-/-) SI (-/-)

jam 17

Leher : Nyeri jika digerakkan (-)

Ranitidin 1A/8 jam

Thorax : Pulmo SDV (+/+), Ronki (-), Wheezing Diazepam 2 A drip (-) Cor : S1 S2 Reguler Abdomen : Datar, Keras Seperti Papan Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-) Status Neurologis N I: penghidu baik NII: penglihatan tidak kabur N III, IV, VI: ptosis (-) gerakan bola mata baik NV: membuka mulut sulit N VII: tersenyum (+) simetris, kerutan dahi (+) N VIII: pendengaran baik N IX: menelan sulit, tersedak (-) N X: nadi teraba N XI: menaikkan bahu sulit, memalingkan kepala sulit N XII: menjulurkan lidah baik, deviasi (-) Kekuatan otot 5

5

5

5

RF

RP

+

+

-

-

+

+

-

-

A : Tetanus 15/03/2019 S : Pasien mengeluh kaku-kaku seluruh badan, Pkl : 06.00 sulit menelan tidak bisa membuka mulut dan

P: Saraf

perut kaku keras seperti apapn. Sesak dan kejang

Inf. NaCl 0,9% 20 tpm

disangkal

Inj. Mecobalamin 1A/8jam Inj. Ranitidin 1A/12 jam

O : KU : Sakit Sedang

Amitrptilin 2x1/2 tablet

Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6

Konsul Fisioterapi

18

TD : 120/80 mmHmg N : 88 x/ menit

UPD

RR : 18 x/menit

Tetagram 3000 IU

S : 36.6 derajat celcius

Metronidazole 500 mg/ 8

Kepala : CA (-/-) SI (-/-)

jam

Leher : Nyeri jika digerakkan (-)

Ranitidin 1A/8 jam

Thorax : Pulmo SDV (+/+), Ronki (-), Wheezing Diazepam 2 A drip (-) Cor : S1 S2 Reguler Abdomen : Datar, Keras Seperti Papan Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-) Status Neurologis N I: penghidu baik NII: penglihatan tidak kabur N III, IV, VI: ptosis (-) gerakan bola mata baik NV: membuka mulut sulit N VII: tersenyum (+) simetris, kerutan dahi (+) N VIII: pendengaran baik N IX: menelan sulit, tersedak (-) N X: nadi teraba N XI: menaikkan bahu sulit, memalingkan kepala sulit N XII: menjulurkan lidah baik, deviasi (-) Kekuatan otot 5

5

5

5

RF

RP

+

+

-

-

+

+

-

-

A : Tetanus

19

BAB III PEMBAHASAN Diagnosis pada pasien ini adalah : Diagnosis klinis

: Trimus et causa C. Tetanii, kaku pada kedua tangan, kedua kaki, leher, perut dan punggung.

Diagnosis topis

: Neuromuscular junction

Diagnosis etiologis

: C. Tetanii

Diagnosis patologi

: Infeksi

Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan : Bp. J usia 49 tahun dibawa ke IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan utama berupa pegel dan kaku pada daerah pinggang dan punggung serta tidak bisa menoleh dan sulit membuka mulut. Dari keluhan utama pasien menunjukkan adanya kekakuan dan pegal serta nyeri di daerah punggung dan pinggang pasien yang merupakan manifestasi klinis dari Low Back Pain. Tetapi setelah dianamnesa lebih lanjut mengenai keluhan utamanya maka diagnosis LBP dapat dilemahkan karena pasien mengeluhkan sukar membuka mulut dan kaku seluruh badan. Hal ini merupakan Trismus yaitu kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar membuka mulut. Trismus merupakan manifestasi klinis khas pada Tetanus C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanolysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup

20

kuat. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik Bentuk vegetative tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptic. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 17o C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasi glukosa 2. Pada kasus : Pasien mengaku pernah tertusuk duri satu minggu lalu dan membiarkan lukanya serta pasien mempunya gigi caries yang berjumlah 2 buah. Berdasarkan keluhan pasien tersebut menunjukan bahwa adanya infeksi fokal dapat menyebabkan tetanus dan melemahkan diagnosis rabies dan meningoenchepalitis. Luka tersebut tidak dirawat oleh pasien, sehingga luka tersebut dapat menjadi jalan masuk bagi pasien. dengan dalam salah satu sisi, pekerjaan pasien saat ini yang bekerja sebagai buruh tani merupakan factor predisposisi, karena Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam dan di daerah pertanian, dan terdistibusi secara menyeluruh.

Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien mengalami kekakuan yang diawali dengan kekakuan akibat kontraksi otot berlebihan terutama dari otot rahang, wajah dan leher,. Klasifikasi tetanus Berdasarkan gambaran klinis yang telah dideskripsikan, maka tingkatan penyakit tetanus dapat dibuat dalam suatu kriteria/derajat berat – ringannya penyakit. Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas: 1. Tetanus ringan : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang. 2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang. 3. Tetanus berat

: trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.

Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas 2: Grade I: ringan -

Masa inkubasi lebih dari 14 hari.

-

Period of onset > 6 hari

-

Ttrismus positif tapi tidak berat

-

Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak ada

21

Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari. Grade II: sedang -

Masa inkubasi 10-14 hari

-

Period of onset 3 hari atau kurang

-

Trismus dan disfagi ada

-

Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada

Grade III: berat -

Masa inkubasi < 10 hari

-

Period of onset < 3 hari

-

Trismus dan disfagia berat

Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia. Pada kasus : Berdasarkan anamnesis dan perjalanan penyakit pada pasien, didapatkan : 1) masa inkubasi 17 hari ( > 14 hari) 2) period of onset 3 hari. 3) kekakuan disertai dengan trismus, kesulitan menelan 4) kekakuan yang semakin lama semakin berlanjut berlangsung dalam beberapa hari, namun tidak disertai dengan sesak napas dan sianosis. Penatalaksaan pada pasien ini dilakukan berdasarkan : PENATALAKSANAAN Umum Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb 1: 1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: -

Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.

22

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. 3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita 4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu. 5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Antitoksin Antitoksin dapat digunakan Human tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis 30006000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah 2 : -

20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar

Antibiotika Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari 3. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan. Pada penderita alergi penisilin, dapat diberikan 3 : 

Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis



Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.



Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam

23

Tetanus Toksoid Pemberian TetanusToksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai

Antikonvulsan Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN ___________________________________________________________ Jenis Obat

Dosis

Efek Samping

________________________________________________________ 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)

Diazepam

Stupor, Koma

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM)

Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM)

Hipotensi

Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM)

Depressi pernafasan

________________________________________________________ Obat yang lazim digunakan ialah 4: -

Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.

-

Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tenpa kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila ada gangguan saraf otonom.

-

Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.

-

Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.

Pada kasus :

24

-

Tetagram

30.000 unit  Antitoksin

-

Metronidazole

3x500 mg  Antibiotik

-

Diazepam

2 A drop  Antikonvulsan

25

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tetanus adalah penyakit akut yang mengenai sistem saraf, yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Ditandai dengan kekakuan dan kejang otot rangka. Kekakuan otot biasanya melibatkan rahang (lockjaw), leher dan kemudian menjadi seluruh tubuh.1 Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja eksotoksin (tetanospasmin) pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuromuskular (neuro muscular junction) dan saraf otonom.2 . 2.2 Epidemiologi Bakteri Clostridium tetani ditemukan di seluruh dunia, di tanah, pada benda mati, di kotoran hewan, dan terkadang dalam kotoran manusia. Tetanus merupakan penyakit dominan negara-negara belum berkembang, di negara-negara tanpa program imunisasi yang komprehensif. Tetanus terutama terjadi pada neonatus dan anak-anak. Tetanus merupakan penyakit target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Expanded Program on Immunization. Secara keseluruhan, kejadian tahunan tetanus adalah 0,5-1.000.000 kasus.3 Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu nonimun, individu dengan imunitas penuh dan kemudian gagal mempertahankanimunitas secara adekuat dengan vaksinasi

ulangan.

Walaupun

tetanus

dapat

dicegah

dengan

imunisasi,

tetanus

masih merupakan penyakit yang membebani di seluruh dunia. Pada tahun 2002, jumlah estimasi yang berhubungan dengan kematian pada semua kelompok adalah 213.000, yang terdiri dari tetanus neonatorum sebanyak 180.000 (85%). Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40kasus/tahun,

50%

terjadi

pada

kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun,18% kelompok > 10 tahun, dan sisanya pada bayi.

26

Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma akut, seperti luka tusuk, laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma di dalam rumah atau selama bertani, berkebun dan aktivitas luar ruangan yang lain. Trauma yang menyebabkan tetanus bisa berupa lukabesar tetapi dapat juga berupa luka kecil, sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis, bahkan pada beberapa kasus pasien tidak dapat diidentifikasi

adanya

trauma.

Tetanus

dapat

pula

berkaitan

dengan

luka

bakar, infeksi teling tengah, pembedahan, aborsi, dan persalinan. Resiko terjadinya tetanus paling tinggi pada populasi usia tua. Survey serologis skala luas terhadap antibodi tetanus dan difteri yang dilakukan antara tahun 1988-1994 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, 72% penduduk AmerikaSerikat di atas 6 tahun terlindungi terhadap tetanus. Sedangkan pada anakantara 6-11 tahun sebesar 91%, persentase ini menurun denganbertambahnya

usia;

hanya 30% individu berusia di atas 70 tahun (pria 45%,wanita 21%) yang mempunyai tingkat antibodi yang adekuat.2 Di Indonesia sendiri, belum ada jumlah pasti insiden kejadian tetanus.

2.3 Etiologi Tetanus dapat diperoleh di luar ruangan serta dalam ruangan. Sumber infeksi biasanya luka (sekitar 65% dari kasus), yang sering adalah luka kecil (misalnya, dari kayu atau logam serpihan atau duri). Tetanus bisa menjadi komplikasi dari kondisi kronis seperti abses dan gangren. Mungkin menginfeksi jaringan yang rusak oleh luka bakar, radang dingin, infeksi telinga tengah, prosedur gigi atau bedah, aborsi, melahirkan, dan intravena (IV) atau subkutan penggunaan narkoba. Selain itu, mungkin sumber biasanya tidak berhubungan dengan tetanus meliputi intranasal dan benda asing lainnya dan lecet kornea. 3 Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridridium tetani, dengan ciri-ciri: 2 •

Basil Gram-positif dengan spora pada

pada salah satu ujungnya

sehingga

membentuk gambaran pemukul genderang • Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella • Menghasilkan eksotosin yang kuat. • Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu tinggi 249,8 ° F (121 ° C) selama 10-15 menit.,kekeringan dan desinfektans.

27

• Kuman hidup di tanah dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah di daerah pertanian/peternakan. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara fisik dan biologik. Spora mampu bertahan dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun, dalam lingkungan yang anaerob dapat berubahmenjadi bentuk vegetative yang akan menghasilkan eksotoksin.2 idai • C. tetani menghasilkan dua eksotoxins, tetanolisin dan tetanospasmin. Fungsi tetanolisin tidak diketahui dengan pasti,diperkirakan Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multiplikasi bakteri.. Tetanospasmin merupakan racun saraf dan menyebabkan manifestasi klinis tetanus. Dosis minimum yang diperkirakan manusia mematikan adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan. 3

Gambar 2.1 Clostridium tetani.4 Port d’entre tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui: 1. luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang luas 2. Luka

operasi,

luka

yang

tak

dibersihkan

(debridemant)

dengan

baik

Otitis media, karies gigi, luka kronik 3. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan dan daun-daunan adalah penyebab utama tetanus neonatorum.

28

2.4 Patofisiologis C.

tetani

biasanya

masuk ke dalam tubuh manusia

memasuki

tubuh

melalui

luka.

dalam bentuk spora. Dalam keadaan anaerob (oksigen

rendah) kondisi, spora berkecambah menjadi bentuk vegetatif dan menghasilkan racun tetanospasmin dan tetanolisin.1 Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multiplikasi bakteri. Klinis khas tetanus disebabkan ketika toksin tetanospasmin yang mengganggu pelepasan neurotransmiter, menghambat impuls inhibitor yang mengakibatkan kontraksi otot yang kuat dan spasme otot.5 Racun yang diproduksi dan disebarkan melalui darah dan limfatik. Racun bertindak di beberapa tempat dalam sistem saraf pusat, termasuk motor endplate, sumsum tulang belakang, dan otak, dan di saraf simpatis.1 Transport terjadi pertama kali di saraf motorik, lalu ke saraf sensorik dan saraf autonom. Jika toksin telah masuk ke dalam sel, ia akan berdifusi keluar dan akan masuk dan mempengaruhi ke neuron di dekatnya. Apabila interneuron inhibitor spinal terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan muncul. Transpor interneuron retrogard lebih jauh terjadi dengan menyebarnya toksin ke batang otak dan otak tengah. Penyebaran ini meliputi transfer melewati celah sinaps dengan mekanisme yang tidak jelas. 5 Toksin ini mempunyai efek dominan pada neuron inhibitori, dimana setelah toksin menyebrangi

sinaps

untuk

mencapai

presinaps, ia

akan

memblokade

pelepasan

neurotransmitter inhibitori yaitu glisin dan asam aminobutirat (GABA). Interneuron yang menghambat neuron motorik alfa yang pertama kali dipengaruhi, sehingga neuron motorik ini kehilangan fungsi inhibisinya. Lalu karena jalur yang lebih panjang, neuron simpatetik preganglion pada ujung lateral dan pusat parasimpatik juga dipengaruhi. Neuron motorik juga dipengaruhi dengan cara yang sama, dan pelepasan asetilkolin ke dalam celah neuromuskular dikurangi.5 Dengan hilangnya inhibisi sentral, terjadi hiperaktif otonom serta kontraksi otot yang tidak terkontrol (kejang) dalam menanggapi rangsangan yang normal seperti suara atau lampu.2,3 Spasme otot rahang, wajah dan kepala sering terlihat pertama kali karena jalur aksonalnaya lebih pendek. Tubuh dan anggota tubuh mengikuti, sedangkan otot-otot perifer tangan dan kaki relatif jarang terlibat. 5

29

Setelah toksin menetap di neuron, toksin tidak dapat lagi dinetralkan dengan antitoksin. Pemulihan fungsi saraf dari racun tetanus membutuhkan tumbuhnya terminal saraf baru dan pembentukan sinapsis baru. Tetanus lokal berkembang ketika hanya saraf yang memasok otot yang terkena terlibat. Genelized Tetanus terjadi ketika racun dirilis pada luka menyebar melalui sistem limfatik dan darah ke terminal saraf.

Gambar 2.2 Patofisiologis tetanus 2.5 Manifestasi Klinis Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Secara umum, semakin pendek masa inkubasi angka kematian akibat tetanus kesempatan semakin tinggi. Pada tetanus neonatal, gejala biasanya muncul 4-14 hari setelah lahir, rata-rata sekitar 7 hari.1 Ada beberapa jenis klinis tetanus, biasanya ditunjuk sebagai generalized, local, dan cephalic. a. Generalized Tetanus ini adalah bentuk paling umum. Mungkin dimulai sebagai tetanus lokal yang menjadi umum setelah beberapa hari, atau mungkin menyebar dari awal. Trismus sering merupakan manifestasi pertama. Dalam beberapa kasus didahului oleh rasa kaku pada rahang atau leher, demam, dan gejala umum infeksi. Kekakuan otot lokal dan kejang menyebar dengan cepat ke otot bulbar, leher, batang tubuh, dan 30

anggota badan. Timbul gejala kekakuan pada semua bagian seperti trismus, risus sardonicus (Dahi mengkerut, mata agak tertutup, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah), mulut mencucu, opistotonus (kekakuan yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot badan, trunk muscle), perut seperti papan. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang yang terjadi secara spontan atau direspon terhadap stimulus eksternal. Pada tetanus yang berat terjadi kejang terus menerus atau kekuan pada otot laring yang menimbulkan apnea atau mati lemas. Pengaruh toksin pada saraf otonom menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama jantung atau kelainan pembuluh darah). Kematian biasanya disebabkan oleh asfiksia dari laringospasme, gagal jantung, atau shock, yang dihasilkan dari toksin pada hipotalamus dan sistem saraf simpatik. 2,5,6 Terdapat

trias

klinis

berupa

rigiditas,

spasme

otot dan

apabila

berat

disfungsiotonomik.5

Gambar 2.3 Trismus dan Risus sardonicus

Gambar 2.4 Opistotonus

b. Local Tetanus adalah bentuk yang paling jinak. Gejala awal adalah kekakuan, sesak, dan nyeri di otot-otot sekitar luka, diikuti oleh twitchings dan kejang singkat dari otot yang terkena. Tetanus lokal terjadi paling sering dalam kaitannya dengan luka tangan atau lengan bawah, jarang di perut atau otot paravertebral. Bisa terjadi sedikit trismus yang berguna untuk menegakkan diagnosis. Gejala dapat bertahan dalam beberapa

31

minggu atau bulan. Secara bertahap kejang menjadi kurang dan akhirnya menghilang tanpa residu. Prognosis tetanus ini baik.1,3,5,6

c. Cephalic tetanus merupakan bentuk tetanus lokal pada luka pada wajah dan kepala. Masa inkubasi pendek, 1 atau 2 hari. Otot yang terkena (paling sering wajah) menjadi lemah atau lumpuh. Bisa terjadi kejang wajah, lidah dan tenggorokan, dengan disartria, disfonia, dan disfagia. Banyak kasus fatal. 6 Klasifikasi tetanus berdasarkan derajat panyakit menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s dapat dibagi menjadi IV diantaranya, yaitu a. Derajat 1 (ringan): Trismus ringan sampai sedang, Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan, tidak dijumpai disfagia atau ringan, tidak dijumpai kejang, tidak dijumpai gangguan respirasi b. Derajat II (sedang): Trismus sedang, rigiditas/kekakuan yang tampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30 x/ menit disfagia ringan. c. Derajat III (berat): Trismus berat, spastisitas generalisata: otot spastis, kejang spontan,spasme reflex berkepanjangan frekuensi pernafasan lebih dari 40x/ menit, serangan apneu disfagia berat dan takikardia lebih dari 120. d. Derajat IV (sangat berat): derajat III ditambah dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dengan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.

2.6 Diagnosis Diagnosis tetanus ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. a. Anamnesa 

Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan atau patah tulang terbuka, lukadengan nanah atau gigitan binatang?



Apakah pernah keluar nanah dari telinga?



Apakah sedang menderita gigi berlubang?



Apakah sudah mendapatkan imunisasi DT atau TT, kapan melakukan imunisasi yang terakhir? 32



Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme lokal) dengan kejang yang pertama.2

b. Pemeriksaan fisik 

Trismus yaitu kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar membuka mulut. Pada neonatus kekakuan ini menyebabkan mulut mencucut seperti mulut ikan, sehingga bayi tidak dapat menyusui. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar membuka mulut diukur setiap hari.



Risus sardonicus terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah



Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung,otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapatmenyebabkan tubuh melengkung seperti busur



Perut papan



Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang, misalnya dicubit, digerakkan secara kasar atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun masa istirahat kejang semakin pendek sehingga anak jatuh dalam status konvulsivus.



Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang yang terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian. Pengaruh toksin pada saraf autonom menyebabkan gangguan sirkulasi dan dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi atau berkeringat banyak. Kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi retentio alvi, retentio urinae, atau spasme laring. Patah tulang panjang dan kompresi tulang belakang. 2

c. Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium untuk penyakit tetanus tidak khas, yaitu: 

Lekositosis ringan



Trombosit sedikit meningkat



Glukosa dan kalsium darah normal



Enzim otot serum mungkin meningkat33



Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat 5

d. Penunjang lainnya 

EKG dan EEG normal



Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.

2.7 Tatalaksana Tujuan terapi ini berupa: Memulai terapi suportif, debridement luka untuk membasmi spora dan mengubah kondisi untuk perkecambahan, menghentikan produksi toksin dalam luka, menetralkan racun terikat, mengendalikan manifestasi penyakit dan mengelola komplikasi.3 a. jika mungkin bangsal / lokasi yang terpisah harus ditunjuk untuk pasien tetanus. Pasien harus ditempatkan di daerah yang teduh tenang dan dilindungi dari sentuhan dan pendengaran stimulasi sebanyak mungkin. Semua luka harus dibersihkan dan debridement seperti yang ditunjukkan.7 b. Imunoterapi: jika tersedia, berikan dosis tunggal TIHG 3000-6000 IU dengan injeksi intramuskular atau intravena (tergantung pada persiapan yang tersedia) sesegera mungkin,3-6 WHO menganjurkan pemberian TIHG dosis tunggal secara intramuskular dengan dosis 500 IU.4-6 ditambah dengan vaksin TT 0,5 cc injeksi intramuskular. Penyakit Tetanus tidak menginduksi imunitas, oleh karena itu pasien tanpa riwayat imuniasi TT primer harus menerima dosis kedua 1-2 bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6-12 bulan kemudian.4,7 Dosis anti tetanus serum (ATS) yang dianjuran adalah 100.000 IU dengan50.000 IU intramuskular dan 50.000 IU intravena. Pemberian ATS harus berhari-hati akan reaksi anafilaksis. Pada tetanus anak pemeberian anti serum dapatdisertai dengan imunisasi aktif DT setelah anak pulang dari rumah sakit.8 c. pengobatan antibiotik : 

lini pertama yang digunakan metronidazole 500 mg setiap enam jam intravena atau secara peroral selama 7-10 hari.2-6 Pada anak-anak diberikan dosis inisial 15

34

mg/kgBB secara IV/peroral dilanjutkan dengan dosisi 30 mg/kgBB setiap enam jam selama 7-10 hari.1 

Lini kedua yaitu Penisilin G 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari. 5(100.000-200.000 IU / kg / hari intravena, diberikan dalam 2-4 dosis terbagi).



Tetrasiklin 2 gram/ hari, makrolida, klindamisin, sefalosporin dan kloramfenikol juga efektif 3,6,7

d. Kontrol kejang: benzodiazepin lebih disukai. Untuk orang dewasa, diazepam intravena dapat diberikan secara bertahap dari 5 mg, atau lorazepam dalam kenaikan 2 mg, titrasi untuk mencapai kontrol kejang tanpa sedasi berlebihan dan hipoventilasi (untuk anakanak, mulai dengan dosis 0,1-0,2 mg / kg setiap 2-6 jam, titrasi ke atas yang diperlukan). jumlah besar mungkin diperlukan (sampai 600 mg / hari). sediaan oral dapat digunakan tetapi harus disertai dengan pemantauan hati untuk menghindari depresi pernafasan atau penangkapan. Magnesium sulfat dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan benzodiazepin untuk mengendalikan kejang dan disfungsi otonom: 5 gm (atau 75mg / kg) dosis intravena, kemudian 2-3 gram per jam sampai kontrol kejang dicapai. Untuk menghindari overdosis, memantau refleks patela sebagai arefleksia (Tidak adanya patela reflex) terjadi di ujung atas dari rentang terapeutik (4mmol / L). Jika arefleksia berkembang, dosis harus dikurangi. agen lain yang digunakan untuk mengendalikan kejang termasuk baclofen, dantrolen (1-2 mg / kg intravena atau dengan mulut setiap 4 jam), barbiturat, sebaiknya short-acting (100-150 mg setiap 1-4 jam di orang dewasa; 6-10 mg / kg pada anak-anak), dan chlorpromazine (50-150 mg secara intramuskular

setiap 4-8 jam pada orang dewasa; 4-12 mg

intramuskular setiap 4-8 jam di anak-anak).3,7 e. Kontrol disfungsi otonom: magnesium sulfat seperti di atas; atau morfin. Catatan: βblocker seperti propranolol digunakan di masa lalu tetapi dapat menyebabkan hipotensi dan kematian mendadak; hanya esmalol saat ini dianjurkan. 3,5-7

f. Kontrol pernafasan: obat yang digunakan untuk mengontrol kejang dan memberikan sedasi dapat mengakibatkan depresi pernafasan. Jika ventilasi mekanik tersedia, ini adalah kurang dari masalah; jika tidak, pasien harus dipantau dengan cermat dan dosis obat disesuaikan . Kontrol disfungsi otonom sambil menghindari kegagalan 35

pernafasan. ventilasi mekanik dianjurkan bila memungkinkan. trakeostomi untuk mencegah terjadinya apneu. 3,5-7

g. cairan yang memadai dan gizi harus disediakan, seperti kejang tetanus mengakibatkan metabolisme yang tinggi tuntutan dan keadaan katabolik. dukungan nutrisi akan meningkatkan kemungkinan bertahan hidup. 2-7

2.8 Pencegahan Pencegahan sangat penting mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal.Untuk pencegahan, perlu dilakukan: a. Perawatan luka. Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk,luka kotor atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Terutama perawatan luka guna mencegah timbulnya jaringan anaerob. b. Pemberian ATS dan tetanus toksoid pada luka. Profilaksis dengan pemberianATS hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam) dan harus segeradilanjutkan dengan imunisasi aktif. c. Imunisasi aktif. Imuniasi aktif yang diberikan yaitu DPT, DT, atau tetanustoksoid. Jenis imuniasi tergantung dari golongan umur dan jenis kelamin. VaksinDPT diberikan sebagai imunisasi dasar sebanyak 3 kali, DPT IV pada usia 18bulan dan DPT V pada usia 5 tahun dan saat usia 12 tahun diberikan DT. Tetanustoksoid diberikan pada setiap wanita usia subur, perempuan usia 12 tahun dan ibuhamil. DPT atau DT diberikan setelah pasien sembuh dan dilanjutkan imuniasiulangan diberikan sesuai jadwal, oleh karena tetanus tidak menimbulkankekebalan yang berlangsung lama.2

2.9 Diagnosis Banding a. Meningitis, ensefalitis. Pada ketiga diagnosis tersebut tidak dijumpai adanya trismus, rhisus sardonikus, dijumpai gangguan kesadaran dan kelainan cairanserebrospinal.b. b. Tetani

disebabkan

oleh

hipokalsemia,

spasmekarpopedal.

36

secara

klinik

dijumpai

adanya

c. Rabies, dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan, sedangkan waktu anamnesa diketahui digigit binatang pada waktu epidemi. d. Trismus oleh karena proses lokal, seperti mastoiditis, OMSK, abses tonsilar,biasanya asimetris.2

2.10 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi yaitu: 

sepsis,



bronkopneumonia akibat infeksi sekunder bakteri,



kekakuan otot laring dan otot jalan nafas,



aspirasi lendir/ makanan/ minuman,



patah tulang belakang (fraktur kompresi). 2,5

2.11 Prognosis Prognosis tergantung pada masa inkubasi, onset, jenis luka dan status imunitas pasien.2,3 Sebuah skala rating telah dikembangkan untuk menilai tingkat keparahan tetanus dan menentukan prognosis. Pada skala ini, 1 poin diberikan untuk masing-masing sebagai berikut.: 

masa inkubasi lebih pendek dari 7 hari



Periode onset kurang dari 48 jam



Tetanus diperoleh dari luka bakar, luka bedah, patah tulang majemuk, aborsi septik, pemotongan tali pusat, atau injeksi intramuscular



Pengguna narkotika



Generalized tetanus



Suhu yang lebih tinggi dari 104 ° F (40 ° C)



Takikardia melebihi 120 denyut / menit (150 denyut / menit pada neonatus)

Total skor menunjukkan keparahan penyakit dan prognosis sebagai berikut: 

0 atau 1 – Mild tetanus; kematian di bawah 10%



2 atau 3 – Moderate tetanus; mortalitas 10-20%



4 – Severe tetanus; mortalitas 20-40%

37



5 atau 6 – Very severe tetanus; mortalitas di atas 50%



Cephalic tetanus selalu parah atau sangat parah.



Tetanus neonatal selalu sangat parah.3

38

BAB V PENUTUP Tetanus adalah penyakit akut yang mengenai sistem saraf, yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Ditandai dengan kekakuan dan kejang otot rangka. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja eksotoksin (tetanospasmin) pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuromuscular (neuro muscular junction) dan saraf otonom. kejadian tahunan tetanus adalah 0,5-1.000.000 kasus. Tidak ada predileksi jenis kelamin secara keseluruhan yang telah dilaporkan. Tetanus mempengaruhi semua ras. Di Indonesia sendiri, belum ada jumlah pasti insiden kejadian tetanus. Costridium

etani

biasanya

memasuki

tubuh

melalui

luka.

masuk ke dalam tubuh manusia dalam bentuk spora kemudian menjadi bentuk vegetatif dan menghasilkan racun tetanospasmin dan tetanolisin. Klinis khas tetanus disebabkan ketika toksin tetanospasmin yang mengganggu pelepasan neurotransmiter, menghambat impuls inhibitor yang mengakibatkan kontraksi otot yang kuat dan spasme otot. Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Ada beberapa jenis klinis tetanus, biasanya ditunjuk sebagai generalized, local, dan cephalic. Tipe generalized tetanus adalah tipe yang paling sering terjadi.

39

DAFTAR PUSTAKA 1. CDC. Tetanus Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases. 2015 available from: https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/tetanus.pdf 2. Soedarmo SSP, Garna H, Hardinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2015 3. Hinfey

PB,

co

autor

Ripper

J.

Tetanus.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview. Update on 2016 June 16th. 4. Pike R, Bethesda. Tetanus. U.S. Department of Health and Human Services National Institutes of Health: 2016; Available from: https://medlineplus.gov/tetanus.html ;updated on 2016 May 20th. 5. Sudoyo A., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. Tetanus. Dalam: IlmuPenyakit Dalam jilid III Ed 4th . FK Universitas Indonesia. Jakarta. 2008. Hal: 1799-807 6. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor's Principles of Neurology. 10th ed. United State: McGraw-Hill education; 2014. 7. WHO. Current recommendations for treatment of tetanus during humanitarian emergencies. Geneva: Disease Control in Humanitarian Emergencies Department of Global

Alert

and

Response;

2010

Available

from:

http://www.who.int/diseasecontrol_emergencies/who_hse_gar_dce_2010_en.pdf 8. Behrman, Kliegman, Arvin. Tetanus. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson Jilid II Ed 15th. EGC. Jakarta. 2002. Hal : 1004-7

40

Related Documents


More Documents from "Bagus Putra"