LONG CASE ILMU KEDOKTERAN JIWA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Panembahan Senopati Bantul
Diajukan kepada : dr. Vista Nurasti Pradanita, M.Kes,Sp.KJ
Disusun oleh : Himatul Mahmudah 20174011167
SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
LEMBAR PENGESAHAN
LONG CASE
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh : Himatul Mahmudah 20174011167
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal: Oktober 2018
Pembimbing
dr. Vista Nurasti Pradanita, M.Kes,Sp.KJ
STATUS PSIKIATRI
A. IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn. Sb
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Umur
: 68 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP tidak lulus
Pekerjaan
: sudah tidak bekerja
Status Perkawinan
: menikah yang kedua
Bangsa/suku
: Indonesia/Jawa
Alamat
: Srandakan, Bantul
No. RM
: 00-xx-xx
Tempat periksa Puskesmas
: 27 September 2018
Tanggal Homevisit
: 29 September 2018
Kedudukan di keluarga
: kepala keluarga
Pencari nafkah di keluarga
: anak tunggal dari istri kedua
Jumlah tanggungan keluarga : 2 (bapak dan ibunya) 1. Sebab Dibawa ke Rumah Sakit (Keluhan Utama) Pasien datang sendiri untuk kontrol gulanya dengan keluhan merasa putus asa dengan penyakitnya Diabetes Melitusnya yang tidak kunjung membaik, pasien juga mengeluhkan kakinya terasa sakit seperti digigit tikus dan pegal-pegal di badan. 2. Riwayat Perjalanan Penyakit (Riwayat Penyakit Sekarang) Alloanamnesis Nn. A (20th) Adik kandung pasien Pasien datang bersama dengan adik datang ke Poli Psikiatri RSUD Panembahan Senopati untuk kontrol. Adik pasien mengatakan belum ada perbaikan yang cukup berarti setelah kontrol terakhir. Di rumah pasien masih banyak diam jika tidak diajak berbicara, menjawab pertanyaan pun hanya sepatah dua patah kata. Saat menjawab pertanyaan adiknya pun pasien masih sambil menunduk tidak melihat lawan bicaranya. Sehai-hari pasien hanya beraktivitas di dalam rumah. Kegiatan
sehari-harinya tidur, memasak dan bersih-bersih rumah jika diminta adik untuk membantu, mencuci pakaiannya sendiri, menonton televisi, terkadang bermain handphone SMS atau BBM dengan teman, menurut keterangan adiknya teman-teman tersebut adalah teman yang dikenal lewat dunia maya bukan teman yang sebelumnya sudah ia kenal. Nafsu makan menurun, tidak makan jika tidak disuruh. Tidur sudah mulai membaik bisa tidur sekitar jam 20.00 sejak mengkonsumsi obat, sebelumnya baru bisa tidur tengah malam. Pasien juga tidak mau keluar rumah ataupun berinteraksi dengan tetangga di sekitarnya. Ini adalah kontrol kali ke lima sejak pertama kali pasien berobat, gejala awalnya pasien diantar periksa ke RSPS adalah sudah sejak kurang lebih 3 tahun terakhir pasien jadi pendiam, mengurung diri dirumah, tidak mau keluar berinteraksi dengan lingkungan, ditanya tidak menjawab, susah makan, sering melamun, dan kadang sering tertawa sendiri. Pasien juga tidur tengah malam dan bangun saat siang hari. Tidak punya minat dalam kegiatan sehari-hari. Setelah mendapat terapi hampir 4 bulan gejalanya sudah mulai membaik seperti tdur sudah tidak tengah malam, sudah tidak tertawa sendiri, ditanya mau menjawab meski hanya singkat, namun ada beberapa gejala yang masih belum membaik. Saat ini pasien tinggal di rumah bersama ayah dan adiknya saja. Ibu pasien tidak tinggal di rumah dengan keluarga sejak mereka masih kecil, ibu bekerja di tempat katering makanan dan tinggal di sana, pulang ke rumah bisa 1-2 bulan sekali. Hubungan ibu dengan pasien pun tidak dekat, ketika pulang pun ibu hanya bertanya ala kadarnya saja seperti sudah makan atau belum. Menurut keterangan adik pasien tahun 2007 saat kelas 5 SD, pasien pernah tidak naik sekolah satu kali. Pada saat itu banyak teman-teman yang mengolok-olok pasien karena tidak naik kelas. Sejak kejadian itu pasien mulai jadi pendiam dan penyendiri, saat di sekolah jam istirahat pun pasien lebih suka berada di kelas sendiri dan tidak bermain bersama teman-temannya. Padahal sebelumnya meskipun pasien pendiam dan pemalu tapi ia masih mau bermain dengan teman-teman sebayanya baik di rumah maupun di sekolah. Tahun 2009 pasien lulus dari SD dan melanjutkan sekolah ke SMP, saat SMP pasien juga masih pendiam dan senang menyendiri. Pasien juga tidak memiliki teman
bermain, kadang sering di olok-olok oleh temannya karena ia pendiam dan tidak punya teman. Kegiatan sehari-harinya hanya berangkat ke sekolah, saat selesai sekolah juga langsung pulang ke rumah tidak pergi bermain dulu. Di rumah pasien masih berkegiatan seperti biasa, komunikasi dengan adik dan ayah juga masih lancar masih mau keluar rumah pergi ke warung. Tahun 2012 pasien mulai sekolah di SMK, disana ia tetap menyendiri dan tidak punya teman. Sebenarnya ada teman sekolahnya yang bertetangga dengannya, namun pasien tidak pernah berkomunikasi dengannya jika tidak ditanya lebih dahulu oleh temannya itu. Sekitar satu tahun berikutnya, tahun 2013 pasien keluar dari SMK saat sedang duduk di kelas 2 SMK dengan alasan orang tua khawatir karena sering sekali pasien jatuh saat naik sepeda ke sekolah dan menambah beban orang tua. Pasien hanya menurut dengan keputusan orangtuanya dan tidak membantah. Sejak saat putus sekolah itu pasien mulai menarik diri dari masyarakat, lebih suka berada di dalam rumah. Awalnya pasien masih mau keluar rumah menuju ke warung beli sesuatu, tapi lama kelamaan pasien tidak mau keluar rumah maupun interaksi dengan tetangga di sekitar. Pasien bahkan tidak keluar rumah bahkan kehalaman depan rumah pun ia tidak mau. Autoanamnesis dilakukan setelah pasien berbicara dengan psikolog. Pasien datang ke RS bersama adiknya, pasien mengaku jarang sekali berbicara dengan adiknya ataupun ayahnya di rumah. Di rumah pasien tinggal bertiga dengan ayah dan adiknya. Ibu tidak tinggal di rumah karena kerja agak jauh dari rumah. Jika pulang juga tidak berbicara dengan ibu. Pasien juga tidak pernah keluar rumah selama ini.Kegiatan sehari-hari pasien bersih-bersih rumah membantu adiknya memasak, tidak mau keluar rumah namun tidak jelas alasannya apa. Pasien mengaku susah tidur (+) namun saat pagi dan siang sering mengantuk (+), kadang merasa sedih (+) tapi tidak mengatakan alasannya apa, sering menangis (-), halusinasi disangkal, merasa ada yang mengawasi atau mengejar (-), ide menyakiti diri sendiri (-), nafsu makan sedikit, malu dengan orang lain (+).
3. Anamnesis Sistem (Keluhan Fisik dan Dampak terhadap Fungsi Sosial dan Kemandirian) didapat secara autoanamnesis dan alloanemnesis. Sistem Saraf
: Demam (-) nyeri kepala (+) kejang (-) tremor (-), nyeri
pada kedua ujung kaki (+) Sistem Kardiovaskular: Edem kaki (-) nyeri dada (+) jantung berdebar-debar (-) Sistem Respirasi
: Terlihat sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)
Sistem Gastrointestinal: BAB normal, muntah (-), diare (-), nyeri perut (-) Sistem Urogenital
: BAK sering (+)
Sistem Integumentum : Warna biru pada kuku (-), gatal pada kulit (-) Sistem Muskuloskeletal: Edema (-), bengkak sendi (-), kelemahan otot (-), nyeri sendi (-) Pada anamnesis sistem dapat disimpulkan bahwa terdapat gangguan di sistem organik, sehingga membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis organik. 4. Grafik Perjalanan Penyakit Gejala klinis
2007
2012
2013
2017
Fungsi Peran
5. Hal-Hal yang Mendahului Penyakit dan Riwayat Penyakit Dahulu Hal-Hal yang Mendahului Penyakit
Faktor Organik o Kejang (-) o Demam (-) o Hilang kesadaran (-) o Trauma kepala (-) o Penyakit tumor diotak (-)
Faktor Presipitasi (Faktor Pencetus) -
Faktor Psikososial peristiwa kehidupan dan stress lingkungan
Tidak naik kelas dan diolok-olok temannya
Putus sekolah
Hubungan interpersonal di rumah tidak baik
Faktor Predisposisi (Faktor Pendukung) -
Faktor biologis
-
Psikologis kepribadian pramorbid skizoid
6. Riwayat Penyakit Dahulu Autoanamnesis
Riwayat Penyakit Serupa Sebelumnya Pasien sudah 3 tahun ini mengalami gejala seperti yang sudah disebutkan, sebelumnya tidak pernah.
Riwayat Sakit Berat/Opname -
7. Riwayat Keluarga
Pola Asuh Keluarga Pola asuh keluarga adalah pola asuh permisif, dimana orang tua cenderung membiarkan anaknya. Ayah tidak bekerja namun dirumah terkesan tidak perduli, ibu pasien tidak tinggal bersama hanya pulang 1-2 bulan sekali dan tidak punya hubungan yang dekat dengan anak-anaknya.
Riwayat Penyakit Keluarga Dari hasil alloanamnesis, tidak terdapat keluarga dengan gejala serupa.
Silsilah Keluarga
44 th
50 th
22 th
Keterangan :
20 th
: laki-laki
: tinggal dalam satu rumah
: perempuan
: pasien
8. Riwayat Pribadi Riwayat Prenatal dan Perinatal Pasien lahir secara normal dengan di tolong oleh bidan. Stadium Oral (0-18 bulan) Tidak didapatkan informasi. Stadium Anal (18bulan – 3 tahun) Tidak didapatkan informasi Stadium Falik (3-5 tahun) Tidak didapatkan informasi
Stadium Latensi (6-12 tahun) Menurut alloanamnesis, pasien termasuk anak yang pendiam dan pemalu, namun ia dapat bermain bersama temannya sebelum kejadian ia tidak naik kelas. StadiumGenital (>12 tahun) Pasien pertama kali menstruasi / menarche saat usia + 13 tahun. Menurut allo maupun autoanamnesis tidak ada perasaan suka/ naksir pada lawan jenis. Riwayat Pendidikan Pendidikan terakhir pasien adalah SMP, karena putus sekolah saat di bangku SMK. Selama SD dan SMP nilainya masih dalam rata-rata kelasnya. Riwayat Pekerjaan Belum pernah bekerja. Sikap dan Kegiatan Moral Spiritual Agama Islam Sholat 5 waktu, kadang masih bolong Pasien merasa bersalah jika tidak melaksanakan solat
Riwayat Perkawinan Pasien belum menikah
Riwayat Kehidupan Emosional (Riwayat Kepribadian Premorbid) Kepribadian
Skizoid
Pasien
cenderung
pendiam,
lebih
menyukaiaktivitas seorang diri, tidak memiliki teman dekat, anhedonia, asociality, avolition
Hubungan Sosial Pasien tidak pernah berkomunikasi dengan tetangga ataupun teman sebaya di lingkungannya
Kebiasaan Pasien mengatakan tidak memiliki kebiasaan yang spesifik seperti merokok, mengkonsumsi alkohol maupun obat-obatan 1.7.11 Status Sosial Ekonomi Pasien tidak bekerja, sehari-hari mengandalkan keluarga (adik dan ibunya) 1.7.12 Riwayat Khusus Pengalaman militer (-) Urusan dengan polisi (-)
9. Tingkat Kepercayaan Autoanamnesis dan Alloanamnesis Autoanamnesis
: dapat dipercaya
Alloanamnesis
: dapat dipercaya
10. Kesimpulan Autoanamnesis dan alloanamnesis Dihadapkan seorang wanita usia 22 tahun datang kontrol.. Insight derajat 1 (sama sekali menyangkal tentang keadaan sakitnya), halusinasi auditorik disangkal, waham (-), ide kebesaran (-), perasaan bersalah dan merasa tidak berguna (-), moral spiritual cukup, menarik diri dari lingkungan sosial (+), hubungan dengan keluarga tidak dekat, status ekonomi pas-pasan.
B. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Pemeriksaan Fisik Status Internus Tanggal Pemeriksaan
: 20 Oktober 2017
Keadaan Umum
: Compos Mentis
Bentuk Badan
: tidak ditemukan kelainan
Berat Badan
: 43 kg
Tinggi Badan
: tidak dilakukan pemeriksaan
Tanda Vital - Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
- Nadi
: 82x/menit
- Respirasi
: 18x/menit
- Suhu
: 36,5oC
Kepala - Inspeksi wajah
: tidak ditemukan adanya kelainan
- Mata
: conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax - Sistem Kardiovaskuler
: S1 S2 reguler
- Sistem Respirasi
: vesikuler (+/+), wheezing (-), ronkhi (-)
Abdomen - Sistem Gastrointestinal
: peristaltik (+), nyeri tekan epigastrik (-)
- Sistem Urogenital
: tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas -
Sistem Muskuloskeletal
Sistem Integumentum Kesan Status Internus
: kelemahan anggota gerak (-) : tidak ditemukan kelainan
: tidak terdapat gangguan pada sistem-sistem organ
tubuh 2. Hasil Pemeriksaan Penunjang EKG
: tidak dilakukan pemeriksaan
EEG
: tidak dilakukan pemeriksaan
CT Scan
: tidak dilakukan pemeriksaan
Foto Rontgen : tidak dilakukan pemeriksaan LAB darah
: tidak dilakukan pemeriksaan
3. Status Psikiatri Tanggal Pemeriksaan: 18 September 2017
Kesan Umum Perempuan 22 tahun, tampak seperti masih remaja , tampak menunduk terus dari awal masuk poli, pendiam dan menghindari kontak mata. Rawat diri baik, memakai celana panjang, jaket dan jilbab juga.
Status Psikiatri
Hasil Compos mentis
Kesadaran
Keterangan Pasien sadar penuh
Gambaran Umum Penampilan/rawat
Baik
Pakaian pasien rapi,berjilbab rapi, dan cukup bersih
diri dan Normoaktif
Perilaku
Perilaku dan aktivitas normal
aktivitas Sikap
terhadap Kurang kooperatif
mau melihat pemeriksa
pemeriksa Pembicaraan
Kuantitas : sedikit, tidak
Pasien berbicara sedikit, dan tidak spontan dalam menjawab pertanyaan
spontan Kualitas : koheren dan
meskipun jawabannya sesuai dan dapat dimengerti.
relevan Perhatian
Pasien susah diajak berbicara, tidak
Kurang
Pasien
tidak
memperhatikan
pemeriksa saat ditanya dan kurang bisa fokus Mood dan Afek Mood
Sedih
Suasana perasaan pasien yang sedih, dan nampak cemas saat di anamnesis
Afek
Terbatas
afek terbatas, tak tampak dapat diamati dari pasien
Keserasian Afek
Inappropriate
Pembicaraan Kualitas
Koheren dan relevan
Kuantitas
Pasien sedikit bicara
Kecepatan produksi
Tidak
spontan
dalam
menjawab Sensorium dan Kognitif Orientasi
Orang: baik
Pasien dapat mengenali dokter dan psikolog yang memeriksa
Waktu: baik
Pasien dapat mengetahui tanggal dan jam hari itu saat diperiksa
Tempat: baik
Pasien dapat menyebutkan lokasi rumah sakit tempat pasien periksa
Situasi : baik
Pasien dapat mengatakan kondisi saat itu tidak terlalu ramai.
Daya Ingat
Memori segera / immediate (detik-menit)
Pasien dapat mengingat nama pemeriksa yg baru dikenalnya.
Memori jangka pendek/
Pasien dapat menceritakan aktivitas
recent (beberapa hari)
apa yang dilakukan sebelum ke RS.
Memori jangka menengah / recent past (beberapa bulan)
Pasien ingat kejadian beberapa bulan yang lalu (saat periksa sebelumnya).
Memori jangka panjang/ remote (telah lama terjadi)
Kosenrasi
& Konsentrasi : baik
perhatian
Pasien ingat kapan pertama kali menstruasi Pasien dapat melakukan menulis kalimat yang didiktekan oleh psikolog
Perhatian : baik
Pasien diminta untuk mengeja huruf dari belakang dari kata
“RUMAH” Kapasitas Membaca Membaca : baik
Pasien dapat membaca sebuah
& Menulis
kalimat dengan baik Menulis : baik
Pasien dapat menulis dengan baik
Baik
Pikiran absrak
Pasien dapat mengerti perbedaan apel dan dan jeruk.
Pengetahuan Umum
Baik
Pasien mengetahui nama presiden dan wakil presiden RI
Persepsi
Halusinasi auditorik (-)
Pasien menyangkal mendengar suara
Halusinasi visual (-)
tanpa wujud (-)
Halusinai Taktil (-) Ilusi (-) Bentuk pikir: non-realistik
Pikiran
Apa yang disampaikan oleh pasien sesuai dengan kenyataan.
Isi pikir: Waham
(-)
Fobia
(-),
gagasan bunuh diri (-) Insight
Derajat 1
Tidak
menyadari
datang kontrol
Gangguan Intelegensi Sesuai Umur / Pendidikan Tidak ada.
4. Hasil Pemeriksaan Psikologis
Kepribadian Tidak dilakukan
IQ Tidak dapat dilakukan tes
Lain-lain Tidak ada
dirinya
sakit,
C. RANGKUMAN DATA YANG DIDAPATKAN PADA PENDERITA 1. Tanda-tanda (sign) b. Penampilan Pasien tampak seperti remaja sehat, pakaian bersih dan rapi, namun jilbabnya terlalu ditarik kedepan menutupi wajah
c. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Cara berjalan biasa, namun kepala selalu menunduk d. Pembicaraan (kuantitas, kecepatan produksi bicara, kualitas) Bicara sedikit , relevan dan koheren: Dalam batas normal. 2. Gejala (simtom) a.
Sensorium dan kongitif Kesadaran compos mentis, oreintasi dan memori, konsentrasi dan perhatian, kemampuan membaca dan menulis, pikiran abstrak, serta pengetahuan umum (+), Ilusi (-)
b.
Pikiran Waham (-) rujukan, eumania (-) Ide kebesaran (-) Ide bunuh diri (-)
3. Kumpulan Gejala (Sindrom) Saat dilakukan anamnesis pasien dapat menceritakan dengan jelas runtutan yang ia rasakan berupa : bahwa pada pasien ini memiliki sindrom depresi, yaitu : a. Afek depresif Depresi b. Sering nampak sedih Depresi c. Sulit tidur Depresi d. Tertawa sendiri Psikotik e. Nafsu makan berkurang Depresi f. Susah konsentrasi Depresi g. Anhedonia Depresi h. Asosial depresi D. DIAGNOSIS BANDING
F 32 Episode depresif
F 32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
F 32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
PEMBAHASAN F 32. EPISODE DEPRESIF BERAT Gejala utama (pada derjat ringan, sedang, berat) Afek depresif Kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi yang menuju mudah lelah dan menurunnya aktifitas Gejala lainnya : Konsentrasi dan perhatian berkurang Harga diri dan kepercayaan berkurang Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna Pandangan masa depan yang suram Gagasan yang membahayakan diri Tidur terganggu Nafsu makan berkurang F32.2. Gangguan Depresif Berat tanpa gejala psikotik -
Semua gejala utama depresi harus ada
-
Ditambah sekurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus beintensitas berat
-
Bila ada gejala penting yang mencolok (agitasi atau retardasi psikomotor)
-
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu, akan tetapi hejala amat berat dan beronset cepat
-
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, urusan rumah tangga
F32.3 Gangguan Depresi Berat dengan gejala psikotik -
Memenuhui kriteria menurut F32.2 tersebut diatas
-
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab. Halusinasi auiditorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, ata bau kootran atau daging membusuk. Jika diperlukan, waham atau hakusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek
4. DIAGNOSIS
AKSIS I (Gangguan jiwa, kondisi yang menjadi fokus perhatian) F32.3 Gangguan Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
AKSIS II (Gangguan kepribadian, retardasi mental) F60.1 Gangguan Kepribaian Skizoid
AKSIS III (Kondisi Medik Umum) Tidak ada diagnosis
AKSIS IV (Stressor Psikososial) Masalah dengan pendidikan Masalah dengan lingkungan sosial Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
AKSIS V (Fungsi Sosial) GAF 60-51 = gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
5. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, EKG, EEG, CT Scan) Tidak perlu dilakukan karena pasien tidak menunjukkan gejala-gejala patologik pada organ. 6. PEMBAHASAN DIAGNOSA DEFINISI Depresi merupakan gangguan suasana hati atau mood yang dalam edisi DMS (Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang dikenal sebagai gangguan afektif. Depresif adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang diatandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidak gairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa. KLASIFIKASI PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang menyebutkan depresi gejala menjadi utama dan lainnya seperti dibawah ini : Gejala utama meliputi : 1. Perasaan depresif atau perasaan tertekan 2. Kehilangan minat dan semangat 3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah. Gejala lain meliputi :
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang 2. Perasaan bersalah dan tidak berguna 3. Tidur terganggu 4. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang 5. Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri 6. Pesimistik 7. Nafsu makan berkurang Berpedoman pada PPDGJ III dalam penelitian Trisnapati 2011 dijelaskan bahwa, depresi digolongkan ke dalam depresi berat, sedang dan ringan sesuai dengan banyk dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Gejala tersebut terdiri atas gejala utama dan gejala lainnya yaitu : 1. Ringan, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala depresi ditambah dua dari gejala di atas ditambah dua dari gejala lainnya namun tidak boleh ada gejala berat diantaranya. Lama periode depresi sekurangkurangnya selama dua minggu. Hanya sedikit kesulitan kegiatan sosial yang umum dilakukan. 2. Sedang, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya. Lama episode depresi minimum dua minggu serta menghadaapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial. 3. Berat, tanpa gejala psikotik yaitu semua tiga gejala utama harus ada ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya. Lama episode sekurang-kurangnya dua minggu akan tetapi apabila gejala sangat berat dan onset sangat cepat maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam kurun waktu dalam dua minggu. Orang sangat tidak mungkin akan mampu meneruska kegiatan sosialnya. ETIOLOGI Dalam Kaplan & Sadock, 2010 penyebab terjadinya depresi adalah : 1. Faktor Biologis Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenicseperti asam 5hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3 metoksi-4-hdroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan serebrospinalis pasien dengan gangguan mood.
Laporan data ini paling konsisten dengan hipotesisi bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin biogenic.
2. Faktor Neurokimia Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan peptide neuro aktif telah dilibatkan dalam patofiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti telah mengajukan bahwa system messengers kedua- seperti regulasi kalsium, adenilat siklase, dan fosfatidilinositol- dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate dan glisin tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada system saraf pusat. Glutamat dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA), jika berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin jika glutamate bersama dengan hiperkortisolemia memerantarai efek neurokognitif pada stress kronis. Terdapat 11 bukti yang baru muncul bahwa obat yang menjadi antagonis reseptor NMDA memiliki efek antidepresan
3. Faktor Genetik Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang signifikan terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi melalui mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh psikososial tetapi faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam timbulnya gangguan mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki peranan yang bermakna didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi berat..
4. Faktor Psikososial Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode gangguan mood yang megikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan depresif I. sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama didalam biologi otak.perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan system pemberian sinyal interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki resiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal.
5. Faktor Kepribadian Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas merupakan predisposisi seseorang mengalami depresi dibawah situasi yang sesuai. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu- objektif kompulsif, histrionic dan borderline- mungkin memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada orang dengan gangguan kepribadian antisocial atau paranoid. Gangguan kepribadian paranoid dapat menggunakan mekanisme defense proyeksi dan mekanisme eksternalisasi lainnya untuk melindungi diri mereka dari kemarahan didalam dirinya. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan bipolar I dikemudian hari; meskipun demikian, orang dengan gangguan distemik dan siklotimik memiliki resiko gagguan depresi berat atau gangguan bipolar I kemudian hari.
6. Faktor Psikodinamik Depresi Pemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan oleh Sigmund freud dan dikembangkan Karl Abraham dikenal dengan pandangan klasik mengenai depresi. Teori ini memiliki 4 poin penting : (1) gangguan hubungan ibu-bayi selama fase oral (10-18 bulanpertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap depresi; (2) depresi dapat terkait dengan kehilangan objek yang nyata atau khayalan; (3) introyeksi objek yang meninggal adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan untuk menghadapi penderitaan akibat kehilangan objek; (4) kehilangan objek dianggap sebagai campuran cinta dan benci sehingga rasa marah diarahkan kedalam diri sendiri. PATOFISIOLOGI Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem saraf pusat. Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan. Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik).
Beberapa
peneliti
menemukan
bahwa
selain
serotonin
terdapat
pula
sejumlah
neurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin. Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik. 2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik. 3. Menurunnya aktivitas dopamin. 4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin. Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin
Re-uptake
Inhibitor)
dan
trisiklik
yang
menghambat
re-uptake
dari
neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase. Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejalagejala depresi. Teori tentang dopamin dan depresi adalah bahwajalur dopaminmesolimbik mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor dopaminetipe 1 (D1) mengkin hipoaktif pada kasus depresi.
Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan dan pengembangan obat-obat anti depresan. 7. RENCANA TERAPI/PENATALAKSANAAN FARMAKOTERAPI 1. Risperidon 1 x 2 mg Antipsikotik atipikal, dievaluasi setiap bulan Pada Algoritma pemberian APG pertama kali : STEP 1 yang diberikan adalah risperidon merupakan gologngan atipikal diberikan dosis 2mg/hari dibagi 2 dosis pemberian (2x1mg) dievaluasi tiap bulan sampai 6 bulan. Bisa dinaikkan dosisnya maksimal 6 mg/hari, kalau gejalanya masih timbul dan tidak berkurang maka beralih ke STEP 2 : diberikan golongana tipikal yang lebih misalnya apripirazol, paliperdon), jika gejala tidak berkurang maka ke STEP 3 : diberikan golongan tipikal yaitu Haloperidol 2x1,5 mg/hari, kemudia jika gejalanya masih maka bisa berlanjut ke STEP 4 : Kombinasi obat Tipikal-Tipikal Atipikal-Atipikal Tipikal-Atipikal / Atipikal-Tipikal obat utamanya yang mana ? obat kedua di tapering terlebih dahulu kalau sudah masuk remisi STEP 5 : Semua obat diganti Clozapin dosis maksimal 400 mg/hari STEP 6 : Clozapuin + Atipikal/Tipikal/Anti cemas ; sesuai dengan gejala) STEP 7 : Semua obat dihentikan ganti ECT, kalau dengan ECT masih, maka pikirkan gangguan organik Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan reseptor α1-adrenergik. Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik. Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya
efek samping ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif
2. Fluoxentin 1x20 mg SSRI (Antidepresan) Serotonine Spesific Re-uptake Inhibitors (SSRI) merupakan pilihan antidepresan lini pertama, contohnya adalah fluoxetine, setraline dan escitalopram. Fluoxetin memiliki aktivitas spesifik dalam hal inhibisi ambilan kembali serotonin tanpa efek pada ambilan kembali norepinefrin dan dopamin, selain itu tidak memiliki sama sekali aktivitas agonis dan antagonis pada tiap reseptor neurotransmiter. Fluoxetine menghambat ambilan kembali serotonin ke presinap sehingga terjadi peningkatan serotonin di celah sinap. Tidak adanya aktivitas pada reseptor antikolinergik, antihistaminergik, dan anti-adrenergik-α1 adalah dasar farmakologis untuk rendahnya insidensi efek samping yang terlihat pada pemberian SSRI. Dosis awal: 20 mg secara oral sekali sehari, meningkat setelah beberapa minggu jika perbaikan klinis tidak dapat diamati, maksimal oral 80 mg/hari. Fluoxetine dipilih karena menurut Kaplan (2014) efek samping yang ditimbulkan oleh fluoxetine lebih sedikit dibanding dengan obat-obat an trisiklik0 tetrasiklik.
NON-FAMAKOTERAPI 1. Terapi non farmakologi Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan – keluhan serta mencegah kambuhnya gangguan pola perilaku maladatif. Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku, terapi interpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif dan dapat menunda terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada depresi ringan atau sedang. Pasien dengan menderita depresi mayor parah dan atau dengan psikotik tidak direkomendasikan untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi pilihan utama utuk pasien dengan menderita depresi ringan atau sedang (Teter et al.,2007) 1.
Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan bipolar untuk mengubah pola pikir dan perilaku negative.
2.
Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan masalah.
3.
Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan bipolar meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur aktivitas harian mereka.
Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai penyakit yang mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi ini membantu penderita mengenali gejala awal dari episode baik manik maupun depresi sehingga mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin
8. PROGNOSIS Indikator
Pada Pasien
Prognosa
Faktor kepribadian
Skizoid
Buruk
Faktor genetik
Tidak Ada
Baik
Pola Asuh
Permisif
Buruk
Faktor organik
Tidak Ada
Baik
Status Perkawian
Belum menikah
Buruk
Kegaitan Spiritual
Rutin
Baik
Dukungan keluarga
Tidak maksimal
Dubia
Ekonomi
Kurang
Buruk
Perjalanan Penyakit
Kronik
Buruk
Riwayat Disiplin Minum Obat
Rutin
Baik
Beraktifitas
Hanya di rumah
Buruk
Onset Usia
Remaja
Baik
Kegiatan Sosial
Tidak ada
Buruk
Kesimpulan Prognosa : Dubia 9. RENCANA FOLLOW UP
Memantau perkembangan penyakit gejala-gejala yang masih dirasakan pasien
Memantau efektivitas obat
Memantau adanya efek samping obat
Memastikan mendapatkan dukungan keluarga
DAFTAR PUSTAKA Kaplan - Sadock, 2014. Gangguan mood/suasana perasaan. depresi berat dan gangguan bipolar. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jilid 2. Jakarta : EGC Maslim,
Rusdi.
2003. Diagnosa Gangguan Jiwa,
Kesehatan Republik Indonesia.
PPDGJ
III.
Jakarta: Direktorat