Contoh Long Case - Diabetes Melitus.docx

  • Uploaded by: yulitasa
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Contoh Long Case - Diabetes Melitus.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,726
  • Pages: 60
1

LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA DIABETES MELITUS TIPE II DENGAN NEUROPATI DIABETIK

Disusun Oleh Handiana Samanta G4A013062

Pembimbing dr. Madya Ardi Wicaksono, M.Si NIP 19810511.201012.1.003

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KEDOKTERAN FK UNSOED

JUNI-JULI 2014

2

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA DIABETES MELITUS TIPE II DENGAN NEUROPATI DIABETIK

Disusun Oleh Handiana Samanta G4A013062

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan: Hari

:

Tanggal

:

Juni 2014

Preseptor Lapangan

Preseptor Fakultas

dr. Anggoro Supriyo NIP. 19710112.200212.1.002

dr. Madya Ardi Wicaksono, M.Si NIP. 19810511.201012.1.003

3

BAB I KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga

: Tn. Hadi Sunarto

Alamat lengkap

: Desa Sidamulya Rt 06/03 Kec. Kemranjen, Kab. Banyumas.

Bentuk Keluarga

: Nuclear Family

Tabel 1. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah No 1. 2. 3. 4.

Nama Tn. HS Ny. K MK N

Status KK Istri Anak Anak

L/P Umur L P P L

55 th 51 th 25 th 21 th

Pendidikan

Pekerjaan

SR SD SMK SMP

Petani Petani Supir taxi

Pasien Klinik DM -

Sumber : Data Primer, 10 Juni 2014 Kesimpulan : Keluarga Ny. R merupakan keluarga inti atau Nuclear Family. Ny. R menderita penyakit Diabetes Melitus Tipe II.

Ket Tinggal di jakarta

4

BAB II STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang perempuan berusia 51 tahun yang pernah menjalani pengobatan di Puskesmas II Kemranjen. Ibu tersebut menderita Diabetes Melitus tipe 2 dan sudah 3 bulan tidak kontrol dan berobat ke pelayanan kesehatan. WHO (1998) memperkirakan jumlah orang dengan diabetes di Indonesia akan meningkat hampir 250 % dari 5 juta di tahun 1995 menjadi 12 juta di tahun 2025. Perkiraan ini akan menjadi kenyataan apabila tidak ada upaya kita semua untuk mencegah atau paling tidak mengeliminasi faktor-faktor penyebab meningkatnya

jumlah

kasus

tersebut.

Maka

penting

bagi

kita

untuk

memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.

B. IDENTITAS PENDERITA Nama

: Ny. K

Umur

: 51 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status

: Sudah menikah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Kewarganegaraan

: Indonesia

Pekerjaan

: Petani

Pendidikan

: SMP

Penghasilan/bulan

: Rp 800.000

Alamat

: Desa Sidamulya Rt06/03 Kec. Kemranjen, Kab. Banyumas.

Tanggal periksa

: 10 Juni 2014

5

C. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama

: Baal pada ujung-ujung jari tangan kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Onset

: 1 minggu yang lalu

Durasi

: sepanjang hari

Frekuensi

:-

Kuantitas

: tidak dapat membedakan permukaan benda dengan ujung-ujung jari tangan kirinya.

Kualitas

: mengganggu aktivitasnya sebagai petani

Yang memperberat

:-

Yang memperingan

:-

Radiasi

:-

Gejala penyerta

: lemes, kencing malam hari meningkat

3. Riwayat Penyakit Dahulu -

Riwayat penyakit

: pasien mengaku menderita DM sejak 4 tahun yang lalu

-

Riwayat mondok

: Disangkal

-

Riwayat alergi obat/makanan

: Disangkal

-

Riwayat pengobatan

: tidak rutin mengkonsumsi obat DM, namun

3-4

minggu

sekali

memeriksakan gula darah sewaktu -

Riwayat operasi

: Disangkal

-

Riwayat hipertensi

: Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga -

Orang tua

: Ayah pasien menderita penyakit yang sama (DM tipe 2) dan stroke

-

Keluarga

: Disangkal

-

Saudara

: Disangkal

6

5. Riwayat Sosial dan Exposure  Community

: Pasien dalam kesehariannya tinggal dalam lingkungan keluarga yang di dalamnya terdapat

2 orang, yaitu

pasien dan suaminya. Kedua anaknya sudah merantau.  Home

: Rumah pasien cukup memenuhi kriteria rumah sehat dengan jumlah ventilasi yang cukup, kelembaban yang baik, pencahayaan yang baik, memiliki lantai dan atap yang mudah dibersihkan, serta memiliki sumber air bersih dan jamban sendiri, namun hewan ternaknya masih dibiarkan berada di dapur

 Hobby

: menanam di kebun samping rumah

 Occupational

: sebagai petani palawija bekerja dari subuh sampai sore hari, berangkat ke sawah dengan berjalan kaki

 Personal habit

: pasien mengaku tidak terbiasa melakukan olahraga secara teratur, dengan alasan sudah mengganti waktu olahraganya dengan berjalan kaki kesawah setiap hari.

 Diet

: pasien memiliki pola makan yang baik untuk pasien DM, pasien mengurangi mengkonsumsi nasi digantikan dengan ketela dan kentang rebus, disertai makan sayursayuran seperti kangkung dan buncis, dan lauk pauk sederhana seperti tahu, tempe dan telur ayam. Pasien mengaku mengurangi asupan gula dengan mengganti gula tebu dengan gula fruktosa, dan minum susu khusus diabetes. Namun, dimasa lalu (sebelum mengetahui dirinya menderita DM) Ny. K memiliki pola makan yang tidak terkontrol, BB masa lalu mencapai 60 kg, status gizi overweight.

 Drug

: pasien mengaku sudah 2 bulan tidak minum obat antihiperglikemik karena merasa tidak ada keluhan, dan sudah beberapa kali memeriksa gula darah sewaktu

7

dengan stik dan didapatkan hasil rata-rata 190 mg/dL. Sebelumnya pasien mengaku sebulan sekali kontrol ke RSUD Banyumas. 6. Riwayat Gizi : Pasien makan sebanyak 3 x sehari. pasien mengurangi mengkonsumsi nasi digantikan dengan ketela dan kentang rebus, disertai makan sayursayuran seperti kangkung dan buncis, dan lauk pauk sederhana seperti tahu, tempe dan telur ayam. 7. Riwayat Psikologi : Pasien termasuk orang yang memiliki sifat periang. Apabila ada masalah, pasien senang menceritakan masalah pribadinya kepada suami dan anak-anak. Penyakit tampak tidak mengganggu psikologis pasien. 8. Riwayat Ekonomi : Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah. Pekerjaan suami pasien sebagai petani. Pasien juga membantu bekerja sebagai petani. Kedua anaknya sudah merantau di Jakarta dan mengunjunginya setiap 5 bulan sekali, menelfon sedikitnya 1 minggu sekali, dan ikut menunjang kebutuhannya sehari-hari.

.

9. Riwayat Demografi : Hubungan antara pasien dengan keluarganya dapat dikatakan harmonis. Hal tersebut dapat terlihat dari cara berkomunikasi pasien dengan suaminya yang tampak baik, suami selalu menemani jika berobat ke pelayanan kesehatan dan bagaimana cara pasien menceritakan keluarganya terutama perhatian anak-anaknya terhadap keadaan orang tua mereka. 10. Riwayat Sosial : Penyakit yang diderita pasien dirasakan mengganggu aktivitas karena membatasi aktivitasnya sebagi petani, selain itu pasien harus rutin minum obat dan kontrol ke puskesmas atau rumah sakit. Hubungan pasien dengan tetangganya terjalin dengan baik. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil tanya jawab dengan tetangga pasien yang mengerti keadaan pasien.

8

11. Review of System : a. Keluhan Utama

: Baal pada ujung-ujung tangan kiri

b. Kulit

: Warna sawo matang

c. Kepala

: Simetris, ukuran normal, sakit kepala (-)

d. Mata

: Penglihatan agak kabur.

e. Hidung

: Keluar cairan (-)

f. Telinga

: Pendengaran jelas, keluar cairan (-)

g. Mulut

: Sariawan (-), mulut kering (-), mukosa merah muda

h. Tenggorokan

: Sakit menelan (-)

i. Pernafasan

: Sesak nafas (-), mengi (-), batuk (-)

j. Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-) k. Sistem Gastrointestinal : Mual (-), kembung (-), nyeri perut bagian atas (-), BAB (+). l. Sistem Muskuloskeletal : Lemas (-) m. Sistem Genitourinaria

: Kencing (↑↑) terutama di malam hari

n. Ekstremitas

: Bengkak (-), luka (-)

: Atas

Bawah : bengkak (-), luka (-)

D. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Baik, kesadaran Compos Mentis, status gizi kesan kurang. 2. Tanda Vital a. Tekanan darah

: 130/80 mmHg

b. Nadi

: 80 x /menit, regular

c. RR

: 20 x /menit

d. Suhu

: 36,8O C

3. Status gizi a. BB

: 40 kg

b. TB

: 150 cm

9

Kesan status gizi 4. Kulit

: kurang (IMT=17.78 kg/m2) : Sianosis (-), turgor kulit kembali cepat (<1 detik), ikterus (-)

5. Kepala

: Bentuk kepala normal

6. Mata

: Edema palpebra (-/-), konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), air mata (+), mata cekung (-/-)

7. Telinga

: Bentuk normal, sekret (-/-)

8. Hidung

: Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)

9. Mulut

: Bibir sianosis (-), mulut basah (+), Lidah kotor (-)

10. Tenggorokan

: Radang (-)

11. Leher

: Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-)

12. Thoraks

:

Jantung

:

Inspeksi

: Bentuk dada normal simetris, benjolan (-), jejas (-), lesi (-)

Auskultasi

: Bunyi jantung normal, bising (-), denyut jantung reguler

Palpasi

: Nyeri tekan (-), thril (-)

Perkusi

: Kardiomegali (-),

Pulmo

:

Inspeksi

: Bentuk dada normal simetris, retraksi (-), gerakan paru simetris, benjolan (-), jejas (-), lesi (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), retraksi (-)

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

: Vesikular normal, wheezing (-)

13. Punggung

: skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

14. Abdomen

:

Inspeksi

: Datar, asites (-), benjolan (-), lesi (-), jejas (-), tanda radang (-)

Auskultasi

: Peristaltik sedikit meningkat

10

Palpasi

: Nyeri tekan pada ulu hati (+), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani normal

15. Genitalia

: Tidak dilakukan

16. Anorektal

: Tidak dilakukan

17. Ekstremitas

:

Superior

: Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)

Inferior

: Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)

18. Pemeriksaan Neurologik Fungsi Luhur

: Dalam batas normal

Fungsi Vegetatif

: Dalam batas normal

Fungsi Sensorik

: hipestesi ujung-ujung jari tangan kiri

Fungsi motorik

:

KM

5

5

5

5

T

N

N

N

N

RF +

+

+ +

RP

-

-

-

-

19. Pemeriksaan Psikiatrik Penampilan

: Sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran

: Kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek

: Appropriate

Psikomotor

: Normoaktif

Insight

: Baik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang: 1. Cek GDS teratur untuk monitor kadar gula darah. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu terakhir tanggal 10 Juni 2014 adalah sebesar 236 mg/dl. 2. Cek GDP, GD2PP, HbA1c 3. Tes lab fungsi jantung dan ginjal.

11

F. RESUME Penderita Ny. K usia 51 tahun, tinggal dalam satu rumah bersama suami, sehingga bentuk keluarga disebut nuclear family. Diagnosis pasien adalah Diabetes Melitus tipe 2. Kondisi psikologi keluarga cukup baik, yang terlihat dari antusias suami dari pasien yang menemani saat pasien sakit. Status ekonomi pasien termasuk kelas menengah. cukup memenuhi kriteria rumah sehat dengan jumlah ventilasi yang cukup, kelembaban yang baik, pencahayaan yang baik, memiliki lantai dan atap yang mudah dibersihkan, serta memiliki sumber air bersih dan jamban sendiri, namun hewan ternaknya masih dibiarkan berada di dapur. Pasien cukup dekat dengan suaminya. Pasien dan suaminya bekerja sebagai petani.

G. DIAGNOSTIK HOLISTIK 1. Aspek Personal Pasien mengeluh baal pada ujung-ujung jari tangan kiri yang sudah berlangsung selama 1 minggu yang dirasa mengganggu aktivitas. Idea

: Pasien berharap penyakitnya dapat segera sembuh.

Concern

: Pasien menginginkan perhatian dari keluarganya untuk mendukung pengobatan dan mengendalikan penyakitnya.

Expectacy

:

Pasien mempunyai harapan penyakitnya dapat segera disembuhkan dan mendapatkan obat yang efisien untuk terapi penyakit Diabetes Melitusnya sehingga apabila kesehatannya sudah pulih pasien dapat beraktivitas seperti sediakala.

Anxiety

: Pasien merasa takut akan kondisi kesehatanya yang belum stabil. Pasien merasa perubahan pengobatan hanya terjadi sedikit demi sedikit. Keadaan ini sangat mengganggu aktifitasnya dalam kehidupannya sehari-hari.

2. Aspek Klinis Diagnosa

: Diabetes Melitus Tipe II dengan Neuropati Diabetik

Gejala klinis : lemes, hipostesi, dan poliuri

12

3. Aspek Faktor Resiko Intrinsik Individu Penyakit tampak mengganggu psikologis pasien, hal itu dapat diketahui dari pasien yang menceritakan jika terdapat banyak masalah dapat mempengaruhi keadaan kesehatannya. Apabila ditinjau dari faktor usia, usia pasien merupakan usia yang sudah memasuki masa rentan untuk mengidap penyakit DM tipe II. Usia seseorang yang telah memasuki usia 50 tahun keatas memiliki kecenderungan mengidap penyakit DM tipe II lebih tinggi dari pada yang berusia kurang dari 50 tahun. Ayah pasien adalah penderita DM, dan meninggal dengan diagnosa stroke dan DM. Kebiasaan hidup pasien yang tidak baik seperti jarang berolah raga dan dulu gemar makan berlebih juga merupakan faktor resiko intrinsik untuk munculnya penyakit DM tipe II. 4. Aspek Faktor Resiko Ekstrinsik Individu Pelayanan kesehatan di sekitar rumah pasien cukup mudah dijangkau, hal ini dikarenakan rumah pasien dekat dari sarana pelayanan kesehatan seperti dokter umum dan puskesmas. Pasien menyelesaikan pendidikan sampai jenjang sekolah dasar (SD) sehingga tingkat pengetahuan yang rendah dapat mempengaruhi penyakit pasien, namun pasien memiliki kesadaran untuk mengubah pola makan semenjak sering kontrol ke pelayanan kesehatan dan bertemu pasien DM yang lain yang menceritakan komplikasi-komplikasi yang mereka derita, dan gaya hidup sehat untuk mengendalikan gula darahnya. Pasien berasal dari golongan ekonomi kelas menengah. Hal tersebut membuat pasien terkadang terlambat dalam mengakses pelayanan kesehatan. 5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial Pasien mengeluh baal, lemas, poliuri dan penyakit DM-nya dirasa cukup mengganggu pekerjaan pasien sebagai petani. Skala penilaian fungsi sosial adalah 2, pasien membatasi aktivitas bekerja sebagai petani, namun aktivitas perawatan diri tidak terganggu.

13

F. PENATALAKSANAAN 1. Non Medikamentosa a. Olah raga secara teratur minimal 3 kali dalam seminggu selama kurang lebih 15 menit. b. Diet makanan dengan indeks gula rendah atau membatasi asupan gula dan kolesterol. c. Menghindari stress. d. Bed rest atau cukup istirahat. 2. Dukungan Psikologis Selama menjalani pengobatan dan kontrol di puskesmas, pasien mendapat dukungan psikologis dari keluarga terutama suami yang sering mengingatkan pasien untuk teratur minum obat dan kontrol ke puskesmas. Anak-anaknya yang merantau juga rutin mengirimkan biaya hidup untuk menunjang orangtuanya Selain itu, pasien juga mendapatkan dukungan psikologis dari sesama pasien DM, dokter dan tenaga medis lainnya. 3. Medika mentosa a. Glibenclamide 5 mg tablet 1-0-0 b. Metformin 500 mg tablet 3x1 c. Vitamin B compleks tablet 2x1 4. Promosi Kesehatan a.

Menghimbau untuk rutin berolah raga

b.

Konseling mengenai penyakit yang diderita pasien.

c.

Kiat-kiat diet yang baik sesuai kebutuhan pasien.

5. Modifikasi Gaya Hidup a. Hindari atau mengurangi makanan yang memiliki indeks gula tinggi seperti mengganti nasi putih dengan nasi merah, mengganti gula dengan pemanis buatan, dsb. b. Menghindari stress. c. Berolahraga secara teratur (3 kali seminggu selama 30 menit). d. Bila terdapat masalah konsultasikan kepada orang yang dapat dipercaya.

14

e. Jangan menyimpan masalah sendiri dan lebih bersifat terbuka

H. FOLLOW UP Jumat 13 Juni 2014 S : keluhan baal belum berkurang, lemes (-), poliuri (-) O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah, tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan pada bagian ulu hati (-), VS

: Tensi Nadi

:

130/70

: 72

mmHg

x/mnt

RR

: 20 x/mnt, reguler

Suhu : 36.6° C

A : baal ujung-ujung jari tangan kiri P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi, berolahraga secara teratur, penderita dianjurkan istirahat cukup dan kontrol ke pelayanan kesehatan jika obat habis atau ada keluhan. Minggu, 15 April 2014 S : baal sudah berkurang, hilang timbul O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah, tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan perut (-), anemia (-). VS : Tensi : 130/90 mmHg Nadi : 68 x/mnt

RR

: 20 x/mnt, reguler

Suhu : 36,5° C

A : Keluhan baal sudah berkurang, P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi, berolahraga secara teratur, penderita dianjurkan istirahat cukup dan kontrol ke pelayanan kesehatan jika obat habis atau ada keluhan.

15

Selasa, 17 Juni 2014 S : baal minimal O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah, tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan perut (-), anemia (-). VS : Tensi : 130/90 mmHg

RR

: 20 x/mnt, reguler

Nadi : 68 x/mnt

Suhu : 36,5° C

GDP: 104 mg/dL

GD2PP: 385mg/dL

A : baal minimal P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi, berolahraga secara teratur, penderita dianjurkan istirahat cukup kontrol ke pelayanan kesehatan jika obat habis atau ada keluhan. Kesimpulan : Dari follow up yang telah dilakukan pada hari Jumat 13 Juni 2014, Minggu 15 Juni 2014, dan Selasa 17 Juni 2014 pasien mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik.

I. FLOW SHEET Nama

: Ny. K

Diagnosis : Diabetes Melitus tipe 2 Tabel 2. Flow Sheet No

Tgl

Problem

1.

13/ 06/ 14

Baal pada ujungujung jari tangan kiri

T mmHg 130/70

N x/1 72

BB kg 40

TB Lab 150

Planning

Target

Habiskan Baal obat yang berkurang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi, berolahraga secara teratur,

16

2.

15/ 06/ 14

baal sudah berkura ng, hilang timbul

130/90

68

40

150

3.

17/ 06/ 14

Baal minimal

130/90

68

40

150 GDP 104 GD2 PP 385

Problem Number 1.

Approx. Date of Onset 3-06-14

penderita dianjurkan istirahat cukup Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi, berolahraga secara teratur, penderita dianjurkan istirahat cukup Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi, berolahraga secara teratur, penderita dianjurkan istirahat cukup

MASTER PROBLEM LIST Date Active Problems Inactive/Resolved Problem Problems Recorded 10-06-14 Hipestesi, Hipestesi, poliuri, poliuri, lemes, lemes DM

Gula darah terkontrol, gejala baal hilang

Gula darah terkontrol, gejala baal hilang

Date Resolved 17-06-14

17

BAB III IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI HOLISTIK 1. Fungsi Biologis Keluarga terdiri dari penderita (Ibu K), yang merupakan seorang ibu rumah tangga dan Tn. HS adalah suami dari Ibu K, berumur 80 tahun. Tn HS dan Ny.K mempunyai 2 orang anak MK (25 tahun) dan N (21 tahun) yang telah meninggalkan rumah untuk merantau. Keluarga Ibu K merupakan keluarga yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan. Pada awal diketahui menderita DM 4 tahun lalu, pasien mengeluhkan gejala klasik DM (polidipsi, polifagi, poliuri) dan ditemani suaminya memeriksakan diri, dan kemudian didiagnosis menderita DM. Setelah itu pasien rajin minum obat DM dan kontrol ke playanan kesehatan, namun 3 bulan terakhir pasien tidak datang kontrol karena merasa sehat, sampai akhirnya dia merasa baal pada ujung-ujung jari tangan kirinya yang terus-menerus dirasakan 1 minggu tidak kunjung sembuh dan mengganggu aktivitasnya. Selama ini, setiap kali kontrol pasien selalu diantarkan oleh Tn. HS suaminya. 2. Fungsi Psikologis Hubungan pasien dan keluarga secara umum terjalin cukup baik, terbukti dengan permasalahan-permasalahan yang ada diatasi dengan bersama-sama dalam keluarga ini. Hubungan di antara mereka cukup dekat satu sama lain. Ibu K tinggal serumah dengan suaminya. Ibu K berkumpul dengan anak-anaknya 5 bulan sekali karena keduanya merantau di Jakarta. 3. Fungsi Sosial Ibu K senang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Namun karena kondisi kesehatannya yang menuntut beliau harus banyak beristirahat mengakibatkan terkadang Ibu K tidak menghadiri kumpul-kumpul dengan

18

warga. Namun sejauh ini hubungan sosial Ibu K dengan tetangga dan masyarakat sekitar masih dapat dibilang baik. 4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan Penghasilan keluarga berasal dari bertani palawija Tn. Hs dan Ny. K yaitu sebesar Rp 800.000 sebulan. Penghasilan ini dirasa masih mencukupi untuk keperluan hidup sehari-hari, karena anak-anaknya setiap bulan mengirimkan uang. Biaya pengobatan pasien di Puskesmas dan Rumah Sakit menggunakan fasilitas BPJS. Kesimpulan : Ibu K merupakan seorang petani dan hanya tinggal di rumah dengan suaminya. Ibu K memiliki 2 orang anak. Keluarga ibu K nampak saling menyayangi, terbukti dengan Tn. Hs yang selalu menemaninya kontrol, dan anak-anaknya yang 5 bulan sekali pulang menjenguk dan setiap bulan mengirimi sebagian penghasilannya untuk orangtua mereka. Ibu K masih sering terlibat dalam kegiatan ke masyarakat. Ibu K berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Penghasilan berasal dari hasil pertanian yang dikerjakannya bersama suaminya. Akan tetapi, penghasilan suami dirasakan masih bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi ditunjang oleh anak-anak Ibu K yang sering mengirimi Ibu K uang bulanan.

B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE) Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0. A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik. ADAPTATION Dalam menghadapi masalah selama ini penderita selalu mendapatkan dukungan berupa nasehat dari keluarganya. Jika penderita menghadapi suatu

19

masalah selalu menceritakan kepada suaminya. Penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. PARTNERSHIP Komunikasi terjalin satu sama lain, meskipun waktu kebersamaan dirasa singkat. Setiap ada permasalahan didiskusikan bersama dengan anggota keluarga lainnya, komunikasi dengan suami dan anggota keluarga lainnya berjalan dengan baik. GROWTH Pasien merasa bersyukur masih dapat mengurusi kebutuhan rumah tangganya. AFFECTION Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan suami, anak-anaknya dan cucu-cucunya berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya. RESOLVE Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga maupun dari saudara-saudara.

A.P.G.A.R Ibu K Terhadap Keluarga A

P

G

A

R

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin = 9

Hampir selalu 

Kadang -kadang

Hampir tidak pernah

 





Ibu K merupakan seorang petani, hasil penilaian APGAR didapatkan point 9.

20

A.P.G.A.R Tn. HS Terhadap Keluarga A

P

G

A

R

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin = 7

Hampir selalu 

Kadang -kadang

Hampir tidak pernah

 





Tn. HS merupakan seorang kepala keluarga, hasil penilaian APGAR didapatkan point 7. A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (9+7)/2 =8 Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 16, sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 8. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien berada dalam tingkatan baik.

C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M) Fungsi patologis dari keluarga Ibu R dinilai dengan menggunakan S.C.R.E.E.M sebagai berikut :

21

SUMBER PATOLOGI Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara, Social partisipasi mereka dalam kegiatan kemasyarakatan kurang aktif. Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, yasinan, mauludan, dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan. Religion Pemahaman agama cukup. Penerapan ajaran juga baik, hal ini dapat dilihat dari penderita dan keluarga yang rutin menjalankan sholat lima waktu. Economic Ekonomi keluarga ini tergolong rendah, untuk kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder. Rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup Education Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Pendidikan dan pengetahuan penderita kurang. Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas pendidikan seperti buku dan koran terbatas. Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan pelayanan Medical puskesmas dan tidak menggunakan kartu ASKIN untuk berobat.

KET -

-

+

-

-

Keterangan :  Social (-) artinya keluarga Ibu K sudah berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.  Cultural (-) artinya keluarga Ibu K masih aktif dalam pergaulan sehari-hari. Keluarga Ibu K masih menganut tradisi jawa, hal ini terbukti keluarga Ibu R masih mengikuti tradisi yasinan, mauludan, menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan.  Religion (-) artinya keluarga Ibu K sudah memiliki pemahaman agama yang cukup, hal tersebut dapat dilihat dari keaktifan Ibu K dalam mengikuti pengajian sebelum Ibu K sering sakit-sakitan.  Economic (+) artinya ekonomi keluarga pasien masih tergolong rendah, namun untuk memenuhi kebutuhan primer sudah bisa tercukupi.  Education (-) artinya keluarga Ny. K telah memiliki pengetahuan yang cukup, khususnya mengenai permasalahan kesehatan

22

 Medical (-) artinya dalam mencari pelayanan kesehatan pasien sudah baik, yaitu dengan langsung mengunjungi Puskesmas terdekat, tidak berobat ke dukun atau yang semisalnya. Kesimpulan : Dalam keluarga Ibu K fungsi patologis yang positif adalah fungsi Fungsi Ekonomi.

D. GENOGRAM Alamat

: Sidamulya RT/RW : 06/03 Kec : Kemranjen Kab : Banyumas Prop : Jawa Tengah

Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Diagram 1. Genogram Keluarga Ibu K DM, HT, sroke 80

70

60

52 stroke

51

DM 51

Keterangan : Warna Kuning

= Penderita DM

Garis Bawah

= Keturunan

Sumber : Data Primer, 7 Agustus 2009 Kesimpulan : Dari genogram di atas nampak bahwa dalam silsilah keluarga Ibu K terdapat riwayat penyakit DM yaitu pada ayah Ny. K.

23

E. Informasi Pola Interaksi Keluarga Diagram 2. Pola Interaksi Keluarga Ibu K

Tn. HS

Ibu K

N

MK

Sumber : Data Primer, 10 Juni 2014 Keterangan :

hubungan baik

Kesimpulan : Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Ibu K dinilai cukup harmonis dan saling mendukung.

24

BAB IV IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga 1. Faktor Perilaku Perilaku di dalam keluarga ini sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat pendidikan pada anggota keluarga, terutama perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Keluarga ini menyadari arti penting kesehatan, namun belum memiliki standar hidup sehat. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan di bidang kesehatan. Menurut anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan terbebas dari sakit yang dapat menghalangi aktivitasnya. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan berkurang. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman atau bakteri, bukan dari guna-guna, sihir, supranatural atau takhayul. Mereka tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada dokter umum atau kadang datang ke Puskesmas yang terletak dekat dengan rumah. Ibu K adalah seorang ibu yang melepas hari tuanya dengan tinggal hanya berdua dengan suaminya. Pola makan Ibu K sebelum mengetahui jika dia mengidap DM merupakan salah satu faktor resiko yang bisa mencetuskan penyakit yang sekarang beliau derita yaitu Diabetes Melitus. Sebelum sakit, setiap harinya Ibu K termasuk tipikal orang yang banyak makan. Selain itu, setiap harinya Ibu K gemar mengkonsumsi teh manis. Beliau mengkonsumsi teh kurang lebih 3-4 gelas per harinya. Keluarga ini menjaga kebersihan lingkungan rumahnya dengan baik. Menyapu rumah dan halaman dilakukan sendiri setiap hari, sedangkan untuk membersihkan kamar mandi atau aktivitas yang lebih berat dikerjakan oleh Tn. HS. Sampah rumah tangga dibuang di tong sampah yang kemudian akan

25

diambil oleh petugas kebersihan di kampungnya. Keluarga ini sudah melakukan kegiatan sanitasi dengan cukup baik, terbukti dengan penggunaan jamban, penggunaan air bersih (air sumur) namun tempat sumber air bersih dan tempat pembuangan kotoran yang berdekatan kurang diperhatikan oleh keluarga ini, selain itu ternak-ternaknya dibiarkannya berkeliaran di dapur. 2. Faktor Non Perilaku Faktor genetik merupakan salah satu faktor non perilaku yang memiliki andil paling besar terhadap kejadian penyakit diabetes mellitus yang sekarang diderita oleh Ibu K. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa ada riwayat orang tua Ibu K mengidap penyakit diabetes mellitus. Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah ke bawah. Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu dari hasil kerja pasien dan suaminya dan dari kiriman anak serta menantunya yang sering memberi uang. Rumah yang dihuni keluarga ini cukup dikatakan sebagai rumah sehat. dengan jumlah ventilasi yang cukup, kelembaban yang baik, pencahayaan yang baik, memiliki lantai dan atap yang mudah dibersihkan, serta memiliki sumber air bersih dan jamban sendiri, namun hewan ternaknya masih dibiarkan berada di dapur.

26

Diagram 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku Pengetahuan : Kurangnya pengetahuan baik pasien itu sendiri maupun keluarga mengenai penyakit diabetes melitus (dimasa lampau).

Lingkungan: Cukup padat dan dari faktor lingkungan tidak didapatkan suatu faktor resiko yang berpengaruh pada penyakit pasien

Sikap: Penderita mematuhi pola diet DM, namun tidak membiasakan berolahraga teratur, tidak patuh kontrol dan minum obat

Pelayanan Kesehatan: Keluarga Ibu K

Jika sakit menunda berobat ke dokter dan puskesmas

Tindakan:

Keturunan:

Keluarga tidak mengontrol makan dan pengobatan penderita secara rutin.

Ada faktor keturunan yaitu ayah pasien yang menderita penyakit yang sama.

: Faktor Perilaku : Faktor Non Perilaku

27

B. Identifikasi Lingkungan Rumah 1. Gambaran Lingkungan Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 7x12 m2. Rumah pasien dekat dengan rumah tetangganya dan menghadap ke selatan. Memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas. Rumah ini mempunyai 1 lantai dan terdiri dari ruang tamu, kamar tamu, ruang tv, 3 kamar tidur, dan kamar mandi beserta dapur. Atap rumah memakai genteng dan bagian dalam sudah menggunakan langit-langit. Memiliki sumber air bersih dari sumur timba milik pribadi, dan memiliki jamban leher angsa, dan septic tank yang berjarak 10 meter dari sumur. Jendela rumah ditutup dengan kaca dan menggunakan gorden. 2. Denah Rumah wc Ruang cuci

dapur

gudang Kamar 3

Kamar 2

Ruang tamu

Ruang keluarga

Kamar 1

T

28

BAB V DAFTAR MASALAH & PEMBINAAN KELUARGA

A. Masalah medis : Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Neurop[ati Diabetik B. Masalah non medis : 1. Ibu K merupakan tipikal orang yang malas atau bahkan hampir tidak pernah berolahraga. 2. Ibu K kurang memiliki kesadaran untuk kontrol tepat waktu, dan minum obat sesuai aturan 3. Kondisi ekonomi keluarga adalah menengah ke bawah, untuk kebutuhan primer dapat tercukupi tapi kebutuhan sekunder belum. C. Diagram Permasalahan Pasien (Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien). 2. Kondisi ekonomi menengah kebawah

Ibu K 51 tahun Diabetes Melitus Tipe 2

3. Aktivitas ↓↓↓ atau jarang berolahraga

1. Ibu K kurang memiliki kesadaran untuk kontrol dan minum obat DM sesuai waktu yang disarankan

29

D. Matrikulasi Masalah Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul, 1996). No.

Daftar Masalah

I P

1.

2.

3.

S

T SB

R

Jumlah

Mn

Mo

Ma

IxTxR

Ibu K kurang memiliki kesadaran untuk kontrol dan minum obat DM sesuai waktu yang disarankan Kondisi ekonomi menengah kebawah

5

5

5

3

4

4

5

585

4

4

4

3

4

3

3

360

Ibu K tidak berolahraga secara teratur

5

4

4

3

4

4

5

507

Keterangan : I

: Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah) S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah) SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah) T : Technology (teknologi yang tersedia) R : Resources (sumber daya yang tersedia) Mn : Man (tenaga yang tersedia) Mo : Money (sarana yang tersedia) Ma : Material (pentingnya masalah) Kriteria penilaian : 1

: tidak penting

2

: agak penting

3

: cukup penting

4

: penting

5

: sangat penting

30

E. Prioritas Masalah Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Ibu K adalah sebagai berikut : 1. Ibu K kurang memiliki kesadaran untuk kontrol tepat waktu, dan minum obat sesuai aturan 2. Ibu K merupakan tipikal orang yang malas atau bahkan hampir tidak pernah berolahraga. 3. Kondisi ekonomi keluarga adalah menengah ke bawah, untuk kebutuhan primer dapat tercukupi tapi kebutuhan sekunder belum. Kesimpulan : Prioritas masalah yang diambil dalam kasus DM tidak terkontrol yang dialami oleh Ny K adalah kebiasaan Ibu K untuk menunda pergi ke pelayanan kesehatan untuk kontrol, dan minum obat tidak sesuai aturan. F. Rencana Pembinaan Keluarga 1.

Tujuan Tujuan Umum Setelah diberikan penyuluhan diharapkan penderita dan keluarga lebih memahami mengenai Diabetes Mellitus dan mengerti tentang dukungan dari pihak keluarga sangatlah penting guna proses perawatan Ny. K yang membutuhkan kedisiplinan dalam mengontrol penyakitnya. Tujuan Khusus Tujuan dari pembinaan keluarga ini adalah untuk memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga agar lebih memperhatikan pola hidup yang sehat agar dapat mempertahankan kualitas hidup pasien dan mencegah timbulnya penyakit DM pada anggota keluarga yang lain. Selain itu pembinaan ini bertujuan agar pasien dan keluarga mengerti tentang penyakit DM, apa saja faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit DM dan bagaimana cara penatalaksanaan DM serta cara pembinaan tetang pentingnya kedisiplinan mengontrol gula darah dan minum obat serta pola hidup yang sehat.

31

2.

Materi Materi yang akan diberikan kepada penderita dan keluarga pasien adalah dalam bentuk penyuluhan dan edukasi mengenai modifikasi pengertian, gejala dan tanda, faktor risiko timbulnya penyakit DM, kegunaan/efek samping obat OHO dan cara pembinaan bagaimana pentingnya pola hidup sehat bagi penderita DM. Kunjungan pembinaan pembinaan keluarga :  Penjelasan dari penyakit DM? Menjelaskan bahwa DM adalah penyakit yang tidak menular dan merupakan penyakit keturunan, serta menjelaskan bahwa DM tidak dapat disembuhkan namun bisa dikontrol.  Gejala dan tanda penyakit DM? Menjelaskan bahwa penyakit memiliki tanda dan gejala yang khas yaitu polidipsi (sering minum), polifagi (sering makan), dan poliuri (sering kencing).  Apa saja faktor risiko penyakit DM? Menjelaskan bahwa penyakit DM memiliki factor risiko antara lain memiliki anggota keluarga yang menderita DM, melakukan pola hidup yang salah yaitu pola makan yang salah dan juga jarang melakukan aktivitas fisik dan olahraga.  Bagaimana mengontrol penyakit DM? Menjelaskan bahwa penyakit DM bisa dikontrol oleh penderita. Tindakan pengelolaan yang bisa dilakukan antara lain menormalkan kadar glukosa, lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan pengobatan penyakit kronis lainnya. Langkah yang dilakukan adalah diet, mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin. aktivitas fisik, dan olahraga teratur.  Pentingnya melakukan pengobatan rutin? Pasien dianjurkan pentingnya kedisiplinan dalam pengobatan DM terutama jika sudah lama menderita DM (lebih dari 10 tahun). Hal ini

32

diperlukan untuk mengontrol kadar gula dalam darah. Bila telah dilalui dengan baik, maka kemungkinan penyakit DM dapat dikontrol.  Komplikasi penyakit DM ? Pasien diberi edukasi bahwa komplikasi dapat terjadi jika penyakit DM tersebut tidak terkontrol dengan baik. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah gangguan pembuluh darah otak (stroke), gangguan penglihatan (retinopati diabetic), penyakit jantung koroner, gagal ginjal (nefropati diabetic), gangrene, dan impotensi. 3.

Cara Pembinaan Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang telah ditentukan bersama. Pembinaan dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan dan edukasi pada penderita dan keluarga, dalam suatu pembicaraan santai sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima.

4.

Sasaran Individu Sasaran dari pembinaan keluarga ini adalah pasien dan keluarganya.

5.

6.

Target Waktu 1.

Hari

: Jumat, dan Selasa

2.

Tanggal

: 10 Juni 2014 dan 17 Juni 2014

3.

Tempat

: Desa Sidamulya RT6/3 Kec. Kemranjen

4.

Waktu

: 16:30 WIB

Cara Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan memberikan post test. Evaluasi 1. Apa yang saudara ketahui tentang penyakit DM? a. Penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah melebihi normal. b. Penyakit yang ditandai dengan menurunnya kadar gula darah hingga di bawah normal. c. Penyakit yang ditandai dengan keinginan mengkonsumsi gula yang berlebihan.

33

2. Tanda dan gejala penyakit DM ? a. Pusing kepala b. Mual dan Muntah c. Banyak minum, banyak makan dan banyak kencing 3. Menurut saudara apa saja factor risiko yang menyebabkan DM? a. Keturunan, jarang olahraga, dan pola makan yang salah b. Mengkonsumsi gula secara berlebihan c. Merokok 4. Bagaimana cara mengontrol penyakit DM? a. Berhenti merokok b.

Istirahat

c. Olahraga, diet yang benar dan minum obat 5. Komplikasi penyakit DM antara lain ? a. Nefropati, retinopati dan gangren b. Penyakit jantung koroner dan impotensi c. Semua jawaban diatas benar

Kunci Jawaban 1. A 2.C 3.A 4.C 5.C

34

Pembinaan Keluarga Yang Telah Dilakukan Tanggal

Kegiatan yang dilakukan

Anggota

Hasil kegiatan

keluarga yang terlibat 10 Juni 1. Mengkaji 2014

pengetahuan

pasien

tentang penyakit diabetes melitus

Pasien dan suami

2. Memberikan penjelasan tentang :

Pasien memahami apa yang

telah



Pengertian DM

disampaikan



Faktor resiko dan penyebab DM

tentang diabtes



Tanda dan gejala

melitus



Akibat DM



Cara pencegahan DM

3. Menganjurkan pasien untuk periksa rutin ke Puskesmas

17 Juni 2014

1. Menanyakan ulang apa saja yang telah dijelaskan. 2. Menjelaskan

kembali

Pasien dan suami

apa

yang

Pasien

dan

keluarga sudah jelas

tentang

belum atau pasien lupa tentang yang

apa

yang

sudah dijelaskan

anjurkan

di

35

Kesimpulan Pembinaan Keluarga Tanggal Tingkat

Faktor Penyulit

pemahaman

Faktor

Rencana

Pendukung

Selanjutnya

10 Juni Lumayan baik

Tingkat pemahaman Pasien

Melakukan

2014

pasien cukup baik

evaluasi

memiliki

motivasi untuk tentang sembuh

yang

apa sudah

dijelaskan 17 Juni Lumayan baik

Daya ingat pasien Suami

2014

cukup baik

pasien

membantu mengingatkan dalam pengobatan pasien

36

BAB VI TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. B. Kadar Gula Dalam Darah Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl. Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal. Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila diatas 200 mg/dl. Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah seseorang menderita DM atau tidak. Tabel berikut menunjukkan kriteria DM atau bukan : Bukan DM Gangguan Toleransi Glukosa DM

Puasa Vena < 100 Kapiler < 80 Vena 100 - 140 Kapiler 80 - 120 Vena > 140 Kapiler > 120

2 Jam PP Vena 100 - 140 Kapiler 80 – 120 Vena > 200 Kapiler > 200

37

C. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes yaitu: 1. Banyak minum (Polidipsi) 2. Banyak kencing (Poliuri) 3. Banyak makan (Polifagi) Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita : 1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) 3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) 4. Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) 5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya 6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki 7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu 8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba 9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya 10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit. Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita diabetes naik. Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila keinginan minum kita terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus. Berat badan yang pada awalnya terus melejit naik lalu tiba-tiba turun terus tanpa diet. Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan.

38

D. Jenis Diabetes Melitus Jenis Diabetes Mellitus secara garis besar dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian

therapi

insulin

yang

dilakukan

secara

terus

menerus

berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anakanak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit. Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot. Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel beta pankreas. 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.

39

Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan pelbagai komplikasi. Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan. E. Komplikasi Diabetes Melitus Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Maka bagi penderita diabetes jangan sampai lengah untuk selalu mengukur kadar gula darahnya, baik ke laboratorium atau menggunakan alat sendiri. Bila tidak waspada maka bisa

berakibat pada

gangguan pembuluh darah a.l: - Gangguan pembuluh darah otak (stroke), - Pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), - Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), - Pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta - Pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren). Selain itu penderita diabetes melitus juga rentan terhadap infeksi, mudah terkena infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran kemih.

40

Komplikasi lain yang sangat mungkin terjadi pada pasien diabetes mellitus adalah: 1. Kardiopati diabetik Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida darah. Lama-kelamaan akan terjadi aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah. Maka bagi para penderita diabetes perlu pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida darah secara rutin. Penyempitan pembuluh darah koroner menyebabkan infark jantung dengan gejala antara lain nyeri dada. Karena diabetes juga merusak sistem saraf, rasa nyeri kadang-kadang tidak terasa. Serangan yang tidak terasa ini disebut silent infraction atau silent heart attack. Kematian akibat kelainan jantung dan pembuluh darah pada penderita diabetes kira-kira dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibanding bukan penderita diabetes., pengendalian kadar gula dalam darah belum cukup untuk mencegah gangguan jantung pada penderita diabetes. Sebagaimana rekomendasi Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) serta perkumpulan sejenis di Eropa atau Indonesia (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia/Perkeni), penderita diabetes diharapkan mengendalikan semua faktor secara bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang optimal. Tekanan darah harus diturunkan secara agresif di bawah 130/80 mmHg, trigliserida di bawah 150 mg/dl, LDL (kolesterol buruk) kurang dari 100 mg/dl, HDL (kolesterol baik) di atas 40 mg/dl. Hal ini memberi proteksi lebih baik pada jantung. 2. Gangren dan impotensi Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terkontrol respons imunnya menurun. Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi, seperti infeksi saluran kencing, infeksi paru serta infeksi kaki. Banyak hal yang menyebabkan kaki penderita diabetes mudah kena infeksi, terkena knalpot, lecet akibat sepatu sesak, luka kecil saat memotong

41

kuku, kompres kaki yang terlalu panas. Infeksi kaki mudah timbul pada penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai penyulit gangren atau ulkus. Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan pembusukan pada bagian luka karena tidak mendapat aliran darah. Pasalnya, pembuluh darah penderita diabetes banyak tersumbat atau menyempit. Jika luka membusuk, mau tidak mau bagian yang terinfeksi harus diamputasi. Penderita diabetes yang terkena gangren perlu dikontrol ketat gula darahnya serta diberi antibiotika. Penanganan gangren perlu kerja sama dengan dokter bedah. Untuk mencegah gangren, penderita diabetes perlu mendapat informasi mengenai cara aman memotong kuku serta cara memilih sepatu. Impotensi juga menjadi momok bagi penderita diabetes, impotensi disebabkan pembuluh darah mengalami kebocoran sehingga penis tidak bisa ereksi. Impotensi pada penderita diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor psikologis atau gabungan organis dan psikologis. 3. Nefropati diabetik Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput penyaring. Kadar gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput penyaring ini. Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal. Menurut situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai dengan keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama 24 jam. Jika diabaikan, kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap gagal ginjal terminal. Karena itu, penderita diabetes harus diperiksa kadar mikroalbuminurianya setiap tahun.

42

Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada kondisi nefropati diabetik atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar 5 sampai 15 persen diabetes tipe 2 juga berisiko mengalami kondisi ini. Gangguan ginjal, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan hormonal ginjal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin, zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan timbul risiko kematian. Ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang berfungsi mematangkan sel darah merah. Gangguan pada ginjal menyebabkan penderita mengalami anemia. Pengobatan progresif sejak dini bisa menunda bahkan menghentikan progresivitas penyakit. Repotnya penderita umumnya baru berobat saat gangguan ginjal sudah lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urin per 24 jam). Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap paling penting untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan penghambat enzim pengonversi angiotensin (ACE inhibitors) dan atau penghambat reseptor angiotensin (ARBs). Selain itu dilakukan pengendalian kadar gula darah dan pembatasan asupan protein (0,6-0,8 gram per kilogram berat badan per hari). Penderita yang telah sampai tahap gagal ginjal memerlukan hemodialisis atau transplantasi ginjal. Gejala nefropati diabetes baru terasa saat kerusakan ginjal telah parah berupa bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal, sering cegukan, mengalami penurunan berat badan. Penderita nefropati harus menghindari zat yang bisa memperparah kerusakan ginjal, misalnya pewarna kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti-inflamasi nonsteroid serta obat-obatan yang belum diketahui efek sampingnya. 4. Retinopati diabetik Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama adalah retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi makan retina.

43

Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau darah yang membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut eksudat. Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang rapuh menerjang daerah yang sehat. Retina adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah melewati lensa mata. Cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan yang akan dibawa ke otak oleh saraf optik. Bila pembuluh darah mata bocor atau terbentuk jaringan parut di retina, bayangan yang dikirim ke otak menjadi kabur. Gangguan penglihatan makin berat jika cairan yang bocor mengumpul di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan sentral. Akibatnya, penglihatan kabur saat membaca, melihat obyek yang dekat serta obyek yang lurus di depan mata. Pembuluh darah yang rapuh bisa pecah, sehingga darah mengaburkan vitreus, materi jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Hal ini menyebabkan cahaya yang menembus lensa terhalang dan tidak sampai ke retina atau mengalami distorsi. Jaringan parut yang terbentuk dari pembuluh darah yang pecah di korpus vitreum dapat mengerut dan menarik retina, sehingga retina lepas dari bagian belakang mata. Pembuluh darah bisa muncul di iris (selaput pelangi mata) menyebabkan glaukoma. Risiko terjadinya retinopati diabetik cukup tinggi. Sekitar 60 persen orang yang menderita diabetes 15 tahun atau lebih mengalami kerusakan pembuluh darah pada mata. Pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop serta angiografi fluoresen yaitu foto rontgen mata menggunakan zat fluoresen untuk mengetahui kebocoran pembuluh darah. Pengobatan dilakukan dengan bedah laser oftalmologi. Yaitu, penggunaan sinar laser untuk menutup pembuluh darah yang bocor, sehingga tidak terbentuk pembuluh darah abnormal yang rapuh. Selain itu bisa dilakukan vitrektomi yaitu tindakan mengeluarkan vitreus yang dipenuhi darah dan menggantinya dengan cairan jernih. Penderita retinopati hanya

44

boleh berolahraga ringan dan harus menghindari gerakan membungkuk sampai kepala di bawah.

F. Pengobatan dan Perawatan Pengobatan Diabetes Melitus yang secara langsung terhadap kerusakan pulaupulau Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan untuk menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin (gejala DM) dan untuk mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dsb. Tindakan pengelolaan yang bisa dilakukan diantaranya: Menormalkan kadar glukosa, lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan pengobatan penyakit kronis lainnya. Langkah yang dilakukan terutama : Diet; Mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin. aktivitas fisik; olahraga teratur, pengelolaan glukosa dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet). Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah. Obat hipoglikemik Oral yang tersedia di Indonesia diantaranya: 1. Biguanid (Metformin, Metformin XR) 2. Tiazolidindon/ Glitazon (Rosiglitazon, Pioglitazon)

45

3. Sulfonilurea (Klorpropamid, Glibenklamid, Glipizid, Gliklazid, Glikuidon, Glimepirid) 4. Glinid (REpaglinid, Nateglinid) 5. Penghambat Glukosidase α (Acarbose) Meskipun terdapat berbagai cara penatalaksanaan DM, diet masih tetap merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan DM terutama pada diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM) (Suyono, 1996). Menurut Blanchette,1999, diet untuk DM harus mengandung 10- 20 % kalori berasal dari protein, 30 % dari lemak, dan 50-60 % kalori berasal dari karbohidrat. Untuk penderita dengan kolesterol tinggi direkomendasikan mengkonsumsi rendah lemak dan lemak tidak jenuh. Untuk penderita DM dengan hipertensi, dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium tidak lebih dari 3000 mg/hari (Blanchette, 1999). Berbeda dengan diet diabetes di negara-negara barat, di Indonesia digunakan diet B dengan komposisi karbohidrat 68 %, lemak 20% dan protein 12%. Hal tersebut berdasarkan penelitian di Surabaya, bahwa diet tinggi karbohidrat bentuk kompleks (bukan disakarida atau monosakarida) dan dalam dosis terbagi dapat meningkatkan atau memperbaiki pembakaran glukosa di jaringan perifer dan memperbaiki kepekaan sel beta pankreas. Selain itu diet B juga mengandung serat dimana serat ini dapat menekan kenaikan Glukosa darah sesudah makan, dan juga dapat menekan kadar kenaikan kolesterol darah (Askandar, 1999). Penatalaksanaan diet pada DM dapat disajikan dalam susunan yang bermacam – macam, tujuan dari diet pada diabetes menurut Suyono, 1999, antara lain: 1. Mencapai dan kemudian memperbaiki kadar glukosa darah mendekati kadar normal 2. Memperbaiki kesehatan umum penderita 3. Mengarahkan penderita ke berat badan normal 4. Menormalkan pertumbuhan DM anak atau dewasa muda 5. Menekan atau menunda terjadinya komplikasi akut meupun kronik 6. Meningkatkan kualitas hidup penderita

46

7. Memberikan modifikasi diet diabetes sesuai dengan keadaan penderita Selain itu dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya mengikuti pedoman 3J (jumlah, jadual, jenis), artinya : J1 : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah J2 : Jadwal diet harus diikuti sesuai intervalnya J3 : Jenis makanan yang manis harus dihindari termasuk pantang buah golongan A ( Buah yang manis ) dan makanan lain yang manis (Askandar, 1999). G. Penentuan Jumlah Kalori Diet Diabetes Melitus Penentuan jumlah kalori diet diabetes disesuaikan dengan status gizi penderita. Penentuan gizi penderita dilakukan dengan menghitung precentage of relative body weight (BBR = Berat Badan Relatif) dengan rumus : BBR = (BB = kg, TB = cm ) Kriteria berat badan relatif yang didapat dari rumus : 1. Kurus (underweeight) : BBR <90 % 2. Normal (Ideal)

: BBR 90 – 110 %

3. Gemuk (overweight) : BBR > 110 % 4. Obesitas apabila BBR > 120 % -

Obesitas ringan 120-130 %

-

Obesitas sedang 130 – 140 %

-

Obesitas berat 140-200 %

-

Obesitas Morbid > 200%

Setelah diketahui BBR kemudian dihitung jumlah kalori yang dibutuhkan. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh pasien diabetes melitus (Mansjoer, 1999) : 1. Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan berat badan ideal dengan 30 laki-laki dan 25 untuk wanita, kemudian untuk ditambah dengan kalori yang sesuai dengan kegiatan sehari-hari.

47

Daftar kalori yang dikeluarkan pada berbagai aktifitas Ringan 100-200 kkal / jam Mengendarai mobil Memancing Kerja laboratorium Sekertaris Mengajar

Sedang 200-350 kkal/ jam Rumah tangga Bersepeda Bowling Jalan cepat Berkebun Golf Sepatu roda

Berat 400-900 kkal/jam Aerobik Bersepeda Memanjat Menari Lari Sepak bola Tenis

2. Kebutuhan basal dihitung seperti point 1, tetapi ditambah kalori berdasarlan presentase kalori basal. a. Kerja ringan, ditambah 10 % dari kalori basal b. Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal c. Kerja berat, ditambah 40-100 % kalori basal d. Pasien kurus, masih tumbuh kembang, terdapat infeksi, hamil atau menyusui, ditambah 20 – 30 % dari kalori basal. 3. Kebutuhan kalori berdasarkan jenis kerja Kebutuhan kalori berdasarkan BB jenis kerja Dewasa Gemuk Normal Kurus

Kerja santai 25 30 35

Kkal /kg BB idaman Kerja sedang Kerja berat 30 35 35 40 40 40-50

4. Untuk lebih mudahnya dapat dibuat pegangan kasar sebagai berikut : Pasien kurus : 2300-2500 kkal Pasien normal : 1700-2100 kkal Pasien gemuk : 1300-1500 kkal

48

F. Perhatian Antar Anggota KeluargaTerhadap Kesehatan 1. Patient Centered Management a. Suport Psikologis Suport psikologis perlu diberikan bagi keluarga pasien, hal tersebut penting untuk keluarga pasien ketahui karena penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dan pengobatan harus dilakukan terus-menerus. Pentingnya edukasi mengenai hal tersebut agar keluarga pasien tidak memiliki harapan palsu bahwa penyakit tersebut dapat hilang atau sembuh. Akan tetapi dengan pemberitahuan sedini mungkin akan membuat keluarga pasien mengerti mengenai keadaan penyakit pasien. Sehingga lambat laun keluarga akan bisa menerima dan dengan segenap hati akan memberikan dorongan baik semangat maupun bantuan kepada pasien. b. Penentraman Hati Menentramkan hati sangat diperlukan untuk Ibu K dan keluarga, hal ini berkaitan manakala terjadi keputus asaan pengobatan penyakit diabetes yang cukup lama bahkan selamanya. Tenaga kesehatan harus mampu menentramkan jiwa pasien dan keluarga mengenai penyakit dan pengobatan diabetes yang memerlukan ketelatenan. Tenaga medis juga harus menjelaskan prosedur pemberian obat yang benar dan jangan sampai berhenti karena berhentinya minum obat dapat menyebabkan suatu kefatalan. Selain edukasi dalam hal pengobatan, pasien juga perlu diedukasi untuk menjaga pola makan. Diet yang dianjurkan adalah dengan mengkonsumsi makanan yang memiliki indeks gula (kalori) rendah dan beraktivitas fisik minimal 3 kali seminggu selama 30 menit. c. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien. Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang diabetes melitus. Pasien dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit, pengobatannya dan pencegahannya. Sehingga persepsi yang salah dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling

49

setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter maupun oleh petugas Yankes kepada pasien dan keluarganya. Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu : a. Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit menular. b. Penyakit diabetes melitus dapat sembuh hanya dengan minum obat. Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah penderita termasuk akibat penyakitnya (diabetes melitus) terhadap hubungan dengan keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet atau konsumsi makanannya yang benar dalam rangka meminimalisir konsumsi makanan yang memiliki indeks kalori (gula) tinggi. Penjelasan yang perlu diberikan kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya berobat secara teratur, diet makanan yang sesuai dan olah raga secara teratur adalah untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi, diantaranya: - Penglihatan kabur - Penyakit jantung - Penyakit ginjal - Gangguan kulit dan syaraf - Pembusukan - Gangguan pada pembuluh darah - Dll. d. Pengobatan Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang telah tertera dalam penatalaksanaan. e. Pencegahan dan Promosi Kesehatan

50

Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi kesehatan berupa perubahan pola hidup sehat, diet makanan yang sesuai, istirahat yang cukup dan olahraga teratur sesuai kebutuhan. 2. Prevensi Bebas Diabetes Melitus Untuk Keluarga Lainnya (Suami, Anakanak dan Keluarga Lainnya). Langkah-langkah yang dapat dikerjakan Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan

pasien

diabetes

yang

terutama

disebabkan

oleh

karena

komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu: Pencegahan Primer Semua

aktivitas

yang

ditujukan

untuk

pencegah

timbulnya

hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. Pencegahan Sekunder Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien diabtes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalupun sudah ada komplikasi masih reversible. Pencegahan Tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi: a. Mencegah timbulnya komplikasi b. Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ. c. Mencegah kecacatan tubuh.

51

Strategi Pencegahan Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi yang efisien dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti juga pada pencegahan penyakit menular, ada 2 macam strategi untuk dijalankan, antara lain: Pendekatan populasi / masyarakat (Population/ Community approach) Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup berisiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja oleh profesi tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta (LSM< pemuka masyarakat dan agama). Pendekatan individu berisiko tinggi Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang berisiko untuk menderita diabetespada suatu saat kelak. Pada golongan ini termasuk individu yang berumur > 40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi > 4 Kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dislipidemia. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah cara paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Caupannya menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab bukan hanyap rofessi tetapaiseluruh masyarakat termasuk pemerintah. Semua pihak harus mempropagandakanpola hidup sehat dan menghindari pola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah alternative terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah

52

sejak taman kanak-kanak. Tempe misalnya adalah makanan tradisional kita yang selain sangat bergizi, ternyata juga banyak khasiatnya misalnya sifat anti bakteri dan menurunkan kadar kolesterol. Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio atau televise. Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga beratbadan agar tidak gemuk, dengan olahraga teratur. Dengan mengnjurkan oleh raga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes, merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat efektif dan murah. Motto memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat sangat menunjang upaya pencegahan primer. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konsekuensi, yaitu penyediaan sarana olah raga yang merata sampi ke pelosok, misalnya di tiap sekolahan harus ada sarana olahraga yang memadai. Pencegahan Sekunder Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena populasinya lebih kecil, yaitu pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi kenyataannya tidka demikian. Tidak gampang memotivasi pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di samping itu seperti tadi sudah dibicarakan, tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid itu harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis dulu secara maksimal, misalnya dengan diet dan olahraga, tidak merokok dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin. Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaknsakan, ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan

53

mulai dari Rumah Sakit kelas A sampai unit paling depan yaitu Puskesmas. Di samping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaknsaan dan pencegahan komplikasi. Penyuluhan ini dilakukan oleh tenaga yang terampil baik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang sudah dapat pelatihan untuk itu (diabeter educator). Usaha ini akan lebih berhasil bilacakupan pasien diabetesnya juga luas, artinya selain pasien yang selama ini sudah berobat juga harus dapat mencakup pasien diabetes yang belum berobat atau terdiagnosis, misalnya kelompok penduduk dengan risiko tinggi. Kelompok yang tidak terdiagnosis ini rupanya tidak sedikit. Di AS saja kelompok ini sama besar dengan yang terdiagnosis, bisa diabayangkan di Indonesia. Oleh karena itupada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara screening dimasukkan ke dalam upaya pencegahan sekunder agar bila diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena masih reversible. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal. Peran profesi sangat ditantang untuk menekan angka pasien yang tidak terdiagnosis ini, supaya pasien jangan datang minta pertolongan kalau sudah sangat terlambat dengan berbagai komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian yang sangat tinggi. Dari sekarang harus sudah dilakukan upaya bagaimana caranya menjaring pasien yang tidak terdiagnosis itu agar mereka dapat melakukan upaya pencegahan baik primer maupun sekunder. Pencegahan Tersier Upaya pencegahan komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya termasuk ke dalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap: d. Pencegahan komplikasi diabtes, yang pada consensus dimasukkan sebagai pencegahan sekunder. e. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ.

54

f. Mencegah terjadniya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan. Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali antara pasien dnegan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Dalam hal peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya. Peran ini tentu saja akanmerepotkan dokter yang jumlah terbatas.oleh karena itu dia harus dibantu oleh orang yang sudah dididik untuk keperluan itu yaitu penyuluh diabetes (diabetes educator). PENYULUH DIABETES Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien diabetes dan meningkatnya komplikasi terutama PJK, tadi sudah diuraikan upaya pencegahan baik primer, sekunder, maupun tersier adalah yang paling baik. Karena upaya itu sangat berat, adalah tidak mungkin dilakukan hanya oleh ahli diabetes atau endokrinologis.oleh karena itu diperlukan tenaga terampil yang dapat berperan sebagai perpanjangan tangan dokter endokrinologis itu. Di luar negeri tenaga itu sudah lama ada yang disebut diabetes educator yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi atau pekerja social dan lain-lain yang berminat. Di Indonesia atau tepatnya di Jakarta olehPusat Diabetes dan Lipid FKUI/RSCM melalui SIDL-nya (Sentral Informasi Diabetes dan Lipid) sejak tahun 1993 telah diselenggarakan kursus penyuluh diabtes yang sampai saat ini masih berlangsung secara teratur. Dalam pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan secara terpadu dalam suatu instansi misalnya dalam bentuk sentral informasi yang bekerja 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang ingin menanyakan seluk-beluk tentang diabetes terutama sekali tentang penatalaknsaannya termasuk diet dan komplikasinya.

55

BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa Ibu K adalah pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan Neuropati Diabetik. Penderita menjalani terapi nonmedikamentosa dengan baik, akan tetapi terapi medikamentosa tidak dijalankan dengan baik, sehingga kadar gula darah penderita sering naik. Ibu K mengaku sudah jarang datang ke pelayanan kesehatan untuk mengontrol gula darah dan tidak minum obat DM secara teratur. 1. Segi Biologis  Ibu K menderita diabetes mellitus tidak terkontrol sejak 4 tahun yang lalu  Saat Ibu K mengalami baal dan tiga tanda khas DM (Polidipsi, Polifagi, Poliuri) namun pasien tidak langsung memeriksakan keadaannya ke dokter atau ke Puskesmas. Selama ini pasien hanya melakukan pemeriksaan gula darah sewaktu secra mandiri 2-3 minggu sekali, dan jika dia tidak mendapati suatu keluhan dan gula darahnya tidak tinggi dia tidak datang kepelayanan kesehatan untuk meminta obat DM, sehingga dia tidak mengkonsumsi obat DM dengan teratur.  Pelaksanaan diit DM sudah dilakukan oleh pasien.  Pelaksanaan hidup sehat dengan berolahraga teratur 3 kali seminggu selama 30 menit tidak dilakukannya 2. Segi Psikologis  Hubungan keluarga Ibu K secara umum terjalin cukup baik. Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain.  Suatu permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan sendiri terlebih dahulu baru kemudian ketika tidak bisa diselesaikan secara bersama-sama secara musyawarah dan dicari jalan tengah.

56

3. Segi Sosial  Ibu K senang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Namun karena kondisi kesehatannya yang menuntut beliau harus banyak beristirahat mengakibatkan terkadang Ibu K tidak menghadiri kumpul-kumpul dengan warga. Namun sejauh ini hubungan sosial Ibu K dengan tetangga dan masyarakat sekitar masih dapat dibilang baik.  Ibu K dalam lingkungan masyarakat termasuk aktif dalam kegiatan sosial, terlebih tetangga satu RWnya didominasi oleh sanak saudaranya.

B. Saran 1. Promotif : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit DM serta perlunya pengendalian dan pemantauan DM. Mengenalkan pola hidup sehat, meliputi pola makan dan olahraga teratur untuk penderita DM dan keluarga karena faktor keturunan sangat mempengaruhi timbulnya DM. 2. Preventif : Makan makanan yang cukup bergizi dan diet diabetes yang harus dilaksanakan, rutin control gula darah, merawat luka sehingga tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dari penyakit DM. 3. Kuratif : Pasien minum OAD (Obat Anti Diabetes) yang diberikan dokter secara rutin dan teratur. Suaminya harus selalu mengingatkan dan mengawasi untuk minum obat dan mengontrol pola makan penderita dan ikut mendukung dengan mengantarkan berobat ke pelayanan kesehatan. 4. Rehabilitatif : Penyesuaian aktivitas sehari-hari sangatlah penting dan membantu penderita memiliki kembali rasa percaya diri untuk percaya terhadap intervensi medis dan memberikan motivasi untuk terus merubah sikap dan prilaku yang tidak sehat menjadi lebih sehat.

57

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2005. Bahaya Mengintip dari Pola Makan Tak Seimbang. Available at: http://www.kompas.com/kesehatan/news/0412/27/051039.htm 2. Anonim,

2009.

Penyakit

Diabetes

Melitus

(DM).

Available

at:

http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-diabetes-mellitus-dm.html on 18 August 2009. 3. Askandar, 1999. Diabetes Melitus klasifikasi, Diagnosis dan Terapi.ed 3. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 4. Blanchette, K. 1999. The Diabetic Diet. 5. SudoyoW. Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Diabetes Melitus di Indonesia. Hal 1874-1940. Balai Penerbit FKUI. Jilid III. Edisi IV. EGC. Jakarta 6. Mansjoer, A.1999. Kapita selekta Kedokteran. ed ketiga. Media Aesculapius Facultas Kedokteran UI. Jakarta.

58

LAMPIRAN

FOTO 1

59

60

Related Documents


More Documents from "Faiqotul Himmah"