MELACAK AKAR SEJARAH ALIRAN LIBERAL DALAM HUKUM ISLAM Oleh: PROF. DR. ADANG DJUMHUR SALIKIN Guru Besar dalam Hukum Islam Disajikan dalam Diskusi Jurusan Syariah STAIN Cirebon dengan Majelis Mujahidin Cirebon Senin, 02 Agustus 2004
Islam liberal & liberalisme Islam, “Islam macam apa itu?”
ISLAM LIBERAL ? Produk “impor” dari Barat ? Perkembangan tradisi pemikiran Islam? Hasil ijtihad pemikir Islam Indonesia setelah bergumul dg pemikiran Timur, Barat dan budaya lokal
Liberal dan liberalisme muncul awal abad ke-19. Dlm konteks politik, awal abad ke-17, sbg faham/ gerakan perlawanan rakyat (parlemen) atas penguasa dan agamawan (status quo), sebagai penguasa mutlak
John Lock (1632-1704), manusia mempunyai hak asasi dalam hubungannya dg kebebasan & kehormatan mereka. Karena itu, hubungan penguasa dg rakyat harus diatur berdasar kontrak sosial (social contract) yg datang dari rakyak. Lahirlah demokrasi
Islam liberal Sudah hadir dlm sejarah pemikiran Islam periode awal, yakni mazhab Umari, alias mazhab ijtihadi, mazhab ra’yi, atau mazhab kontekstual sebagai “lawan” dari mazhab Alawi, alias mazhab ta’abudi, mazhab hadits, atau mazhab tekstual.
Ajaran Islam meliputi: 1. Masalah Ibadah (huqûq Allâh), sifatnya ta’abbudi/ tauqifi 2. Masalah Muamalah (huquq al-ibad), sifatnya ta’aquli/ijtihadi
Karakteristik Mazhab Ra’yu: 1. perhatian utamanya kepada al-Quran. “Hasbunâ kitâb Allâh” kata Umar. 2. lebih mengutamakan ra’yu drpd Sunnah, 3. lebih menekankan maqâshid al-syarî’ah kurang terikat pada zhahir nash. 4. hukum syara’ dikaitkan dg illat (sebab).
Dua aliran tafsir: 1. tafsir riwayah (tafsir bi al-riwayah/ bi al-ma’tsûr). Dasarnya al-Quran, al-Hadits, qaul shahabat dan tabi’in; 2. tafsir dirayah (tafsir bil-dirayah atau bi al-ra’yi). Dasarnya ra’yu/ ijtihad mufasir Islam Liberal Penganut Tafsir dirayah/ bi al-ra’yi
MU’TAZILAH : TEOLOGI ISLAM LIBERAL WASIL IBN ATHA’ (81-131 H)
KARAKTERISTIKNYA: 1.
menempatkan akal dlm posisi tinggi, karenanya mereka tdk mau tunduk pd wahyu secara harfiah yg tdk sejalan dg pemikiran filosofis dan ilmiah 2. menganut faham qadariah: free-will & free-act 3. menganut prinsip keadilan Tuhan, yg membawa
HARUN NASUTION: (23 SEPT 1919 - 19 SEPT 1998 M) TEOLOGI RASIONAL MU’TAZILAH, • MEYAKINI TINGGINYA KEDUDUKAN AKAL, • KEBEBASAN MANUSIA DLM BERPIKIR &BERBUAT, • MEYAKINI ADANYA HUKUM ALAM CIPTAAN TUHAN, • MEYAKINI BAHWA TEOLOGI INI TELAH MEMBAWA KEMAJUAN ISLAM PADA ABAD VIII-XIII MASEHI.
Charles Kurzman: Kelompok Islam Liberal
antara lain: Muhammad Iqbal, Ali Abd al-Raziq, Muhammad Natsir, Mehdi Bazargan, Benazir Bhutto, Fatima Mernissi, Amina Wadud Muhsin, Muhammad Shahrour, Chandra Muzaffar, Ali Shariati, Yusuf al-Qardlawi, Mohammad Arkoun, Mahmoud Mohammed Taha, Abdullahi Ahmed an-Na’im, Fazlur Rahman, dan Nurcholish Madjid, meskipun mereka sendiri tidak menganggap dirinya sebagai kaum liberal.
Gagasan “liberal” Ahmed An-Na’im: Reformasi Syariah (Islamic reformation) Ajakan untuk merekonstruksi dasar pijakan Syariah dari ayat-ayat madaniyah, yang dianggap diskriminatif, tidak demokratis, tidak egaliter, dan bertentangan dengan norma-norma HAM universal, dirubah dengan ayat-ayat makiyah, yang dianggap sepenuhnya relevan dan kondusif dengan norma-norma universal tersebut.
Metodenya nasakh terbalik: Nasakh Mutaqadimun: Madaniyah menasakh makkiyah Nasakh An-Na’im: Makkiyah menasakh madaniyah
Pemikiran “Islam liberal” Munawir Sjadzali (Klaten, 7 Nov l925, Wafat, 23 Juli 2004) “reaktualisasi ajaran Islam” Berisi tawaran agar ajaran Islam diaktualkan dg cara memahaminya secara kontekstual. Contohnya, bagian warits perempuan tidak mesti separoh bagian laki-laki, karena konteksnya sdh berubah
Pemikir Islam liberal
Gus Dur: Pribumisasi Islam. Ajaran Islam disesuaikan dengan kultur lokal. Contohnya: Asslamualaikum sama artinya dg ahlan wa sahlan dan shabâh al-khair. Karena itu, dapat saja diganti dengan “apa kabar” dan “selamat pagi”, toh isi pesannya sama.
Gagasan liberal Ibrahim Hosen: antara lain : (1) tinggalkan pemahaman harfiah terhadap al-Quran, ganti dengan berdasarkan semangat dan jiwanya, (2) untuk tasyri ahkam, sunnah Rasul diambil segi jiwanya, (3) dalam memahami nash, ganti pendekatan ta’abbudi dengan pendekatan ta’aqquli, rasional. (4) ganti masalik al-illah lama dg illat hukum yang baru, (5) berikan hak kapada pemerintah untuk mentakhshish dan membatasi nash yang umum dan muthlaq.
KELOMPOK ISLAM LIBERAL DI DUNIA Muhammad Iqbal: Rekonstruksi Pemikiran Keagamaan, Asaf A.A. Fyzee: Penafsiran Kembali Islam, Musthafa al-Siba’i: Sosialisme Islam, Abul A’la al-Maududi: Nasionalisme dan Islam, Hasan Hanafi: Islam Kiri, Muhammad Arkoun: Rethinking Islam, Fazlur Rahman: Islam dan Modernitas,
KELOMPOK “ISLAM LIBERAL” DI INDONESIA Nurcholish Madjid: Sekularisasi, atau Keislaman dan Keindonesiaan, Syafruddin Prawiranegara: Reinterpretasi Ajaran Islam, Jalaluddin Rakhmat: Islam Aktual, Azyumardi Azra: Islam Substantif, Budhy Munawar Rachman: Islam Pluralis, Ali Yafie: Menggagas Fiqh Sosial, Quraish Shihab: Membumikan Al-Quran Masdar F. Mas’udi: Islam Transformatif Ulil Abshar Abdalla: Jaringan Islam Liberal (JIL).
Kesimpulan: Islam liberal, satu perspektif dan corak Islam. Tidak memonopoli kebenaran tentang Islam, tetapi, bukan juga suatu kesesatan. Ia memiliki akar historis yg panjang, dengan misi: membumikan, mengaktualkan, melaksanakan Islam sesuai dengan keadaan waktu, tempat dan zaman, untuk kemajuan Islam dan umatnya. Tentu saja, menurut perspektifnya; dan sangat mungkin berbeda bahkan dianggap keliru, bila dilihat dari perspektif lain.
Saran: Biarlah Islam hidup dan berkembang dalam perspektif yg beragam. Keragaman itulah yang telah membawa kebesaran dan keemasan Islam zaman dahulu. Diskusi pengembangan wacana tetap perlu, untuk mengenal dan memahami perspektif masing2. Dengan ketentuan, tidak atau jangan merasa dosa untuk menolak atau pun menerima perspektif yang lain. Ikhtiar untuk menyamakan persepsi boleh saja, tapi jangan terlalu berharap akan berhasil.
Kesamaan pendapat merupakan idaman yang sulit terjadi, atau tidak akan pernah terjadi. Terlebih lagi, untuk masa sekarang, ketika umat Islam meluas ke seluruh pelosok dunia, dengan segala kebinekaan latarbelakang sejarahnya, kondisi alam dan budaya daerahnya, juga kepentingannya. Karena itu, perbedaan penafsiran tentang Islam, tentang benar dan kebenaran, tdk perlu terlalu dirisaukan. Ia adalah sunnatullah, suatu dinamika Islam yang tidak dapat dihindari; suatu rahmah yang dapat memperkaya khazanah Islam.
Mungkin, sebaiknya kita berbuat saja apa yg terbaik bagi Islam dan umatnya. Fastabiqul khairat menurut ijtihad kita masing2. Mudah2an di ujung upaya itu kita dapat bertemu untuk menikmati hasilnya.
إعملواعلىمكانتكمفإنىعامل
Wa Allahu ‘alam