LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG ICU RSUD KOTA SEMARANG
Oleh : Dwi Purwanti, S.Kep NIM : 1508087
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2016
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG ICU RSUD KOTA SEMARANG
A. PENGERTIAN Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006, hlm. 1110) Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000, hlm. 17) Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130) B. ETIOLOGI Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebral. 1. Emboli a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher. b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: 1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel 2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis. 3) Fibrilasi atrium 4) Infarksio kordis akut 5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang
pada
kardiomiopati,
fibrosis
endrokardial,
jantung
miksomatosus sistemik c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai: 1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis 2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru. 3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”). Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari rightsided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard. 2. Thrombosis Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis). C. PATOFISIOLOGI Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara: 1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah. 2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli. 4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek. Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak: 1.
Keadaan pembuluh darah.
2.
Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
3.
Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
4.
Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosissering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti
thrombosis dan
hypertensi
pembuluh
darah.
Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest. D. KLASIFIKASI Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik (kausal): 1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit
Neurologik
Deficit (RIND)
Iskemik
Sepintas/Reversible
Ischemic
Neurological
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi. 2. Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis. b. Stroke Emboli/Non Trombotik Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 139) yaitu: 1) CT Scan (Computer Tomografi Scan) Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak. 2) Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur. 3) Pungsi Lumbal Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan. 4) Magnatik Resonan Imaging (MRI): Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 5) Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena. 6) Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal. 7) Elektro Encephalografi (EEG) Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. b. Pemeriksaan Laboratorium 1) Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari – hari pertama. 2) Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum. G. KOMPLIKASI Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001, hlm. 2137) 1. Hipoksia serebral Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
2. Penurunan darah serebral Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. 3. Luasnya area cidera Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal. H. PENATALAKSANAAN Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi: 1. Pengobatan Konservatif Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk. (2001, hlm. 2137) pengobatan konservatif meliputi: a) Diuretika: Untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. b) Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari tempat lain dalam kardiovaskuler. c) Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. 2. Pengobatan pembedahan Menurut Arif Muttaqin, (2008, hlm. 142) tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral a) Endosteroktomi karotis (lihat pada gambar 2.7)membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. b) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN a. Pengkajian Primer 1.
Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
2.
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi 3.
Circulation TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
b. Pengkajian Sekunder 1.
Aktivitas dan istirahat. Gejala : Kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot) Tanda : Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau spastis), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan
2.
Sirkulasi Gejala : Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bakterial). Tanda : Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG. Pulsasi : kemungkinan bervariasi, denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
3.
Integritas ego Gejala : Perasaan tidak berdaya, hilang harapan. Tanda : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediaan, kegembiraan, kesulitan berekspresi diri.
4.
Eliminasi Gejala : Inkontinensia, anuria. Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus (ileus paralitik)
5.
Makan / minum Gejala : Nafsu makan hilang. Nausea / vomitus menandakan adanya Peningkatan Tekanan Intra Kranial. Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia. Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah. Tanda : Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring). Obesitas.
6.
Sensori Neural Gejala : Pusing, Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati. Penglihatan berkurang. Sentuhan: kehilangan sensor pada
sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama). Gangguan rasa pengecapan dan penciuman. Tanda : Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif. Ekstremitas: kelemahan/paraliysis pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam. Wajah: paralisis/paraparese. Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif, global/ kombinasi dari keduanya. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendenga. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral. 7.
Nyeri / kenyamanan Gejala : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya. Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
8.
Respirasi Gejala : Perokok (faktor resiko).
9.
Keamanan Tanda : Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
10. Interaksi sosial Gejala : Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi. J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.
Diagnosa keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah: penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral. b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid / paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.
c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus / kontrol otot fasial / oral, kelemahan/kelelahan umum. d. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan persepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit). Strees psikologis. e. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot. f. Gangguan harga diri b.d perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif g. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan b.d kerusakan neuromuskuler h. Kurang pengetahuan, mengenai kondisi dan pengobatan b.d kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpestasi informasi. 2.
Rencana Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan oklusif, edema serebral. Tujuan : -
Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori.
-
Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan Tekana Intra Kranial.
-
Menunjukan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan kembali.
Perencanaan tindakan : -
Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
-
Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi jaringan serebral dan potensial terjadinya peningkatan Tekanan Intra Kranial.
-
Pantau tanda-tanda vital seperti adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
-
Catat frekuensi dan irama dari pernapasan, auskultasi adanya murmur.
-
Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutuhan, gangguan lapang pandang atau kedalam persepsi.
-
Letakan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
-
Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai dengan indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
-
Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
-
Cegah terjadinya mengejan saat defikasi dan pernapasan yang memaksa (batuk terus-menerus).
-
Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protrombin, kadar dilatin.
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia,
flaksid/paralysis
hipotonik,
paralysis
spastis.
Kerusakan
perceptual/kognitif. Tujuan : -
Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, foot drop.
-
Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.
-
Mendemontrasikan tehnik/prilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas, dan mempertahankan integritas kulit.
Perencanaan tindakan: -
Kaji kemampuan secara fungsionalnya/luasnya kerusakan awal dan dengan cara teratur.
-
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakan dalam posisi bagian yang terganggu.
-
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan lakukan latihan seperti latihan kuadrisep/gluteal, meremas bola karet, melakukan jari-jari dan kaki/telapak.
-
Tinggikan tangan dan kepala.
-
Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
-
Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur. Lakukan massage secara hati-hati pada daerah kemerahan dan beriakan alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai dengan kebutuhan.
-
Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan mengguanakan
ekstremitas
yang
tidak
sakit
untuk
menyokong/menggerakan daerah tubuh yang mengalami kelemahan. -
Konsultasikan dengan ahli fisiotrapi secara aktif, latihan resestif, dan ambulasi pasien.
3. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuscular,
kehilangan
tonus/kontrol
otot
fasial/oral,
kelemahan/kelelahan umum. Tujuan : -
Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
-
Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
-
Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Perencanaan tindakan : -
Kaji tipe atau derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
-
Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan memberikan umpan balik.
-
Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
-
Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti SH atau pus.
-
Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
-
Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.
-
Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, (trauma neurologis atau defisit), strees psikologis (penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh ansietas). Tujuan : -
Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual
-
Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.
-
Mendemonstrasikan prilaku untuk mengkompensasi terhadap/defisit hasil.
Perencana tindakan: -
Lihat kembali proses patologis kondisi individual
-
Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplopia atau pandangan ganda.
-
Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot
yang
membahayakan. -
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti berikan pasien suatu benda
untuk
menyentuh,
meraba.
Biarkan
pasien
menyentuh
dinding/batas – batas yang lain. -
Bicara dengan tenang, perlahan, enggan menggunakan kalimat yang pendek. Pertahankan kontak mata.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan. Tujuan : -
Mendemonstrasikan tekhnik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
-
Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
Perencanaan tindakan: -
Kaji kemampun dari tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari – hari.
-
Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan
-
Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari atau kemampuan untuk menggunakan urinal, bedpen. Bawa pasien ke kamar mandi dengan teratur interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan.
-
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial perseptual kognitif.
Tujuan : -
Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat situasi dan perubahan yang telah terjadi.
-
Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi
-
Mengenali dan menghubungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative
Perencana tindakan: -
Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuanya.
-
Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaanya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
-
Dorong orang terdekat agar memberikan kesempatan untuk melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
-
Berikan
dukungan
terhadap
prilaku/usaha
seperti
peningkatan
minat/partisipasi pasien dalam kegiatan dalam rehabilitasi. -
Rujuk pada evaluasi neuropsikologis atau konseling sesuai dengan kebutuhan.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi kurang mengingat. Tujuan : -
Berpartisipasi dalam belajar
-
Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik.
-
Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Perencana tindakan: -
Kaji ulang tingkat pemahaman klien tentang penyakit
-
Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu
-
Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
-
Berikan informasi mengenai penyebab penyakit stroke, penyebab dan pencegahan, dan makan yang berpengaruh
-
Rujuk atau tegaskan perlu evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi, seperti ahli fisioterapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Muttaqin,
Arif.
2008. Asuhan
Keperawatan
Klien
dengan
Gangguan
Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC