SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
BAB. I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Kanker paru merupakan penyebab kematian utama pada pria dan wanita. Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru yang mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasus baru dalam tahun 1987 dan 136.000 meninggal. Prevalensi dinegara maju sangat tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan 173.000/tahun, di inggris 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat ke-4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dharmis Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki urutan ke-3 setelah kanker payudara dan leher rahim. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%), karena faktor kebiasaan merokok yang lebih banyak pada pria dimana insiden puncak kanker paru terjadi antara usia 55-65 tahun. Untuk itu sebagai perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden kanker paru melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitative.1 Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.2 Menurut Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001, penyakit saluran napas merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak kedua di Indonesia setelah penyakit gangguan pembuluh darah. Penyakit tumor paru ini merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di rumah. Namun demikian, tumor paru dapat dimulai pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita tanpa kecuali, dan bisa terjadi pada setiap orang pada segala etnis.1,2
STIKES BATARA GURU AMPANA
1
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
BAB. II PEMBAHASAN
Gambar 1. CA paru-paru
A. DEFINISI KANKER PARU Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).1 Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasidalam paru (Underwood, Patologi, 2000).1 Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo, 2010).1 Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). Namun dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kanker paru adalah kanker paru primer, yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).
2
1. Epidemiologi Kanker Paru Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering, berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Di Inggris rata-rata
STIKES BATARA GURU AMPANA
2
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
40.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun. Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki tahun 2005 di Amerika Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker. American Cancer Society mengestimasikan kanker paru di Amerika Serikat pada tahun 2010 sebagai berikut : Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750 orang laki-laki dan 105.770 orang perempuan). 2 Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 157.300 kasus (86.220 pada laki-laki dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua kasus kematian karena kanker. 2 Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia: di Eropa insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan pada usia 35 tahun, tetapi pada pasien >75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki dan 72 pada perempuan. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang bervariasi di seluruh dunia.2 Di Indonesia data epidemiologi belum ada. Di Rumah Sakit Persahabatan jumlah kasus tumor ganas intratoraks cukup sering ditemukan. Kekerapan kanker paru di rumah sakit itu merupakan 0.06% dari jumlah seluruh penderita rawat jalan dan 1.6% dari seluruh penderita rawat inap.2
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.1 a. Merokok Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).1 Banyak penelitian menyatakan bahwa merokok merupakan penyebab utama kanker paru, dengan periode laten antara dimulainya merokok dengan terjadinya kanker paru adalah 15-50 tahun. Selain itu, jumlah pack rokok dalam 1 tahun yang dihabiskan dan usia dimulainya merokok, sangat erat dihubungkan dengan risiko terjadinya kanker paru. Variasi geografik dan pola dari insidensi kanker paru baik pada laki-laki maupun perempuan berhubungan dengan kebiasaan merokok. Di Asia kebiasaan merokok masih tinggi, tetapi angka kebiasaan merokok pada laki-laki berkurang. Angka kebiasaan merokok pada
STIKES BATARA GURU AMPANA
3
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
perempuan Asia masih rendah, tetapi sekarang semakin meningkat pada perempuanperempuan usia muda.1 Penyebab lain dari kanker paru adalah polusi udara, paparan terhadap arsen, asbestos, radon, chloromethyl ethers, chromium, mustard gas, penghalusan nikel, hidrokarbon polisiklik, beryllium, cadmium, dan vinyl chloride. Insidensi kanker paru yang lebih tinggi juga ditemukan pada industri-industri gas-batu bara, proses penghalusan logam. Predisposisi genetik juga memegang peranan dalam etiologi kanker paru.2 b. Polusi udara Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.1 c. Paparan zat karsinogen Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.1 d. Diet Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).1 e. Genetik Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).1
STIKES BATARA GURU AMPANA
4
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
f. Penyakit paru Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).1
Faktor Risiko Kanker Paru Laki-laki Usia lebih dari 40 tahun Pengguna tembakau (perokok putih, kretek atau cerutu) Hidup atau kontal erat dengan lingkungan asap tembakau (perokok pasif) Radon dan asbes Lingkungan industri tertentu Zat kimia, seperti arsenic Beberapa zat kimia organic Radiasi dari pekerjaan, obat-obatan, lingkungan Polusi udara Kekurangan vitamin A dan C.2
C. KLASIFIKASI KANKER PARU Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidemoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.2 a. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan (Wilson, 2005).1 b. Adenokarsinoma Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadangkadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik.
STIKES BATARA GURU AMPANA
5
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.1
c. Karsinoma bronkoalveolus Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempattempat yang jauh.1 d. Karsinoma sel kecil Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).1,2 e. Karsinoma sel besar Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.1
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.2
Gambar 2. karsinoma
STIKES BATARA GURU AMPANA
6
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
D. GAMBARAN KLINIS KANKER PARU Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti psien dalam stadium lanjut.2 Gejala-gejala dapat bersifat : 1.
Lokal (tumor setempat)
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
lektasis
2.
Invasi local :
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke pericardium terjadi temponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara sesak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis.
3.
Gejala penyakit metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis
Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala
Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi : osteoartropati
Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologi : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
4.
Asimtomatik dengan kelainan radiologist : Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara radiologis
Kelainan berupa nodul soliter
STIKES BATARA GURU AMPANA
7
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
E. MANIFESTASI KLINIS KANKER PARU Gejala-gejala kanker paru yaitu: 1.
Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi
pada bronkus.1 2. Gejala umum. a.
Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b.
Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
F.
PATOFISIOLOGI KANKER PARU
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.3
G. TINGKATAN KANKER PARU Tingkatan (staging) Kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kalenjer getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (poto polos dada). Jika pasien membawa foto yang lebih dari 1 minggu pada umumnya akan dibuat foto yang baru. Foto toraks hanya dapat menentukan lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya cairan. Foto toraks belum dapat dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan kalenjer getah bening dan metastasis luar paru.3 Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang bnayak, paru kolaps, bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinkan pada foto tidak terlihat. Sama seperti pada pencarian jenis histologis Kanker, pemeriksaan untuk menentukan staging juga tidak
STIKES BATARA GURU AMPANA
8
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
harus sama pada semua pasien tetapi masing-masing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan yang berbeda yang harus segera dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat datang.3 Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis Kanker paru, apakah SLCC atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/ dinding dada (T), penyebaran kalenjer getah bening (N), atau penyebaran jauh (M).3
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu : a. Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC)
Tahap terbatas Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada
jaringan disekitanya.3
Tahap ekstensif Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru tempat asalnya,
atau Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh jauh.3 b. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
Tahap tersembunyi Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum) pasien dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor diparu-paru.
Stadium 0. Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya pada lapisan terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
Stadium I
Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan belum menyebar kekalenjer getah bening sekitarnya.3
Stadium II
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kalenjer getah bening di dekatnya.
Stasium III
Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke daerah disekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kalenjer getah bening di sisi yang sama ataupun sisi berlawanan dari tumor tersebut.
Stadium IV
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-paru yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel –sel Kanker telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer adrenalin , hati dan tulang.3
STIKES BATARA GURU AMPANA
9
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.
Radiologi.
Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2.
Laboratorium.
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).1 3. Histopatologi.
Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.2 4. Pencitraan.
CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
MR
STIKES BATARA GURU AMPANA
10
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
Gambar 3. Foto thorax pasien ca paru
I.
PENATALAKSANAAN KANKER PARU
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa : Kuratif Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien. Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga. Supotif. Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000) Pembedahan. Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru –paru yang tidak terkena kanker. Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy
Pneumonektomi (pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
Lobektomi (pengangkatan lobus paru). Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois. Resesi segmental. Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru. STIKES BATARA GURU AMPANA
11
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
Resesi baji. Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).1
Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris) l) Radiasi Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi. J. PATHWAY KANKER PARU
STIKES BATARA GURU AMPANA
12
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).1.2 Penyebab tumor paru yakni dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.3
3.2. Saran Dengan mempelajari paper ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mampu menjelaskan mengenai asma, hal apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya asma dan tindakan apa yang dilakukan untuk mengobati penyakit asma dan cara pencegahannya.1
STIKES BATARA GURU AMPANA
13
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
DAFTAR PUSTAKA
1. http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-ca-kanker-paru.html 2. http://askepcaparusridamayanti.blogspot.com/2011/11/askep-ca-paru.html 3. Marilyn E. doenges. Mary frances Moorhouse. Alice C. Geissler. RencanaAsuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Penerbit buku kedokteran. EGC.
STIKES BATARA GURU AMPANA
14
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU A. Pengkajian Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti merupakan kunci terhadap diagnosis yang tepat. Untuk itu beberapa faktor perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru yaitu : faktor umur, kebiasaan merokok, adanya riwayat kanker dalam keluarga, terpapar zat karsinogen, dan infeksi yang dapat menyebabkan nodul soliter paru. 1. Pengkajian preoperasi o Aktivitas/istirahat . Gejala : kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispneu karena aktifitas dan lesu. o Sirkulasi Gejala : obstruksi vena kava, bunyi jantung (gesekan pericardial) menunjukkan efusi, takikardia/distritmia. o Integritas ego Gejala : rasa takut terhadap proses pembedahan, menolak kondisi yang berat, gelisah, insomnia, dan pertanyaan yang diulang-ulang. o Eliminasi Gejala : diare yang hilang timbul, peningkatan frekwensi jumalh urine (ketidak seimbangan hormonal)
Makanan atau cairan
Gejala : penurunan berat badan, anoreksia, o Nyeri/kenyamanan Gejala : nyeri dada Pernapasan Gejala : batuk ringan atau perubahan pola batuk, produksi sputum, dispneu, mengi pada inspirasi atau ekspirasi dan hemoptisis. 2. Pengkajian pascaoperasi o Aktifitas atau istirahat Gejala : perubahan aktifitas, dan frekwensi tidur berkurang o Sirkulasi Tanda : denyut nadi cepat dan tekanan darah meningkat o Eliminasi Gejala : menurunnya frekwensi eliminasi BAB. Tandanya kateter urinarius terpasang atau tidak, karakyeristik urine, bising usus o Makana dan cairan Gejala : mual atau muntah STIKES BATARA GURU AMPANA
15
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
o Neurosensori Gejala : gangguan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anastesi. o Nyeri dan ketidaknyaman
B. Diagnosa keperawatan o Preoperasi 1) Kerusakan pertukaran gas b/d hipoventilasi 2)
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan jumlah secret paru, meningkatnya
tahanan jalan napas 3) Ansietas b/d perubahan status kesehatan, takut mati 4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan b/d kurang informasi o Pascaoperasi 1) Kerusakan pertukaran gas b/d pengangkatan jaringan paru, gangguan suplai oksigen, 2)
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d viskositas secret, keterbatasan gerakan dada,
kelemahan 3) Nyeri akut b/d trauma jaringan, insisi bedah 4) Ansietas b/d perubahan status kesehatan, ancaman kematian
C. Intervensi keperawatan o Preoperasi
DX 1 Kriteria hasil :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan GDA dalam rentang normaldan bebas gejala distress pernapasan.
Klien berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
Kaji status pernapasan, catat peningkatan frekwensi. Rasionalnya dispneu merupakan kompensasi adanya tahan jalan napas
Catat ada tidaknya bunyi tambahan. Rasionalnya bunyi napas dapat menurun. Krekles adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan mucus atau edema serta tumor.
Kaji adanya sianosis. Rasionalnya penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis.
Kolaborasi pemberian oksigen. Rasionalnya memaksimalkan sediaan oksigen sesuai kebutuhan tubuh.
STIKES BATARA GURU AMPANA
16
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
Dx.2 Kriteria hasil :
Hilangnya dispneu
Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih
Mengeluarkan secret tanpa kesulitan
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki atau mempertahankan jalan napas
Intervensi :
Catat perubahan dan upaya pola napas. Rasionalnya penggunaan otot interkostal/abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernapas.
Obserfasi
penurunan
ekspansi
dinding
dada.
Rasionalnya
ekspansiadada sehubungan dengan akumulasi cairan, edema dan secret pada lobus.
Catat karakteristik batuk juga produksi dan karakteristik sputum. Rasionalnya karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebebnya, sputum bila ada mungkin banyak, merah atau purulen.
Pertahankan posisi tubuh atau kepala dan gunakan alat bantu napas sesuai kebutuhan. Rasionalnya menudahkan memelihara jalan napas atas paten.
Kolaborasi pemberian bronkodilator (aminofilin, albuterol dll). Awasi untuk efek samping merugikan dari obat (takikardi, hipertensi, insommnia
dan
tremor).
Rasionalnya
obat
diberkan
untuk
menghialngkan spasme bronkus, menurunkan viskositas secret, memperbaiki venrilasi dan memudahkan pengeluaran secret. DX. 3 Kriteria Hasil :
Mengakui dan mendiskusikan rasa takutnya
Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun
Menunjukkan pemecahan masalah
Intervensi Obserfasi peningkatan gelisah, emosi labil. Rasional memburuknya penyakit dapat menyebabkan / meningkatkan ansietas. Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan. Rasionalnya menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energy.
STIKES BATARA GURU AMPANA
17
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
Tunjukkan/bantu dengan teknik relaksasi . rasionalnya memberikan kesempatan bagi pasien untuk menangani ansietasnya sendir idan merasa terkontrol. Identifikasi presepsi klien terhadap ancaman yang ada. Rasionalnya membantu pengenalan ansietas/takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu klien. Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan. Rasionalnya merupakan langkah awal dalam mengatasi perasaan Dx. 4 Kriteria hasil :
Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi
Menggambarkan/ menyatakan diet, obat dan program aktifitas
Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medic.
Intervensi :
Bantu klien untuk belajar memenuhi kebutuhannya. Berikan informasi yang jelas dan ringkas pada klien. Rasionalnya untuk meningkatkan konsentrasi dan energy untuk penerimaan tugas baru.
Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat. Rasionalnya pemberian instruksi penggunaan obat yang aman membantu pasien untuk mengikuti dengan tepet program pengobatan.
Kaji konseling nutrisi tentang kebutuhan makanan dan kalori klien. Rasionalnya pasien dengan pernapasan berat biasanya mengalami penurunan
berat
badan
dan
anoreksia
sehingga
memerlukan
peningkatan nutrisis untuk proses penyembuhan. Berikan pedoman untuk aktifitas. Rasionalnya pasien tidak boleh terlalau lelah dan mengimbangi periode istirahat dan aktifitas untuk meningkatkan stamina
dan menjegak kebutuhan oksigen yang
berlebihan.
Pasca operasi
Dx. 1 Kriteria hasil :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan dalam rentang normal
Bebas gejala distress pernapasan
STIKES BATARA GURU AMPANA
18
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
Intervensi :
Catat frekwensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan. Obserfasi penggunaan otot bantu napas dan perubahan kulit. Rasionalnya pernapasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai akibat mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi napas tidak normal. Rasionalnya konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi noemal pada pasien pneumonoktomi. Namun pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
Pertahankan kepatenan jalan napas pasien dengan memberikan posisi, pengisapan dan penggunaan alat bantu pernapasan. Rasionalnya obstruksi jalan napas mempengaruhi ventilasi yang dapat mengganggu pertukaran gas.
Ubah posisi sesering mungkin, letakkan pasien pada posisi duduk juga terlentang sampai posisi miring. Rasionalnya : memaksimalken ekspansi paru dan drainase secret.
Bantu dengan latihan napas dalam dan napas mulut dengan tepat. Rasionalnya meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi serta mencegah atelektasis.
Dx. 2 Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi napas dengan cairan secret mudah dikeluarkan, bunyi napas jelas dan pernapasan tidak bising.
Intervensi :
Auskultasi dada untuk karakterisitik bunyi napas dan adanya secret. Rasionalnya pernapasan bising, rinki dan mengi menunjukkan tertahannya secret dan obstruksi jalan napas
Bantu pasien /instruksikan untuk napas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk dan menekan daerah insisi. Rasionalnya posisis duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menguatkan upaya batuk untuk mobilisasi dan pembuangan secret.
Obserfasi jumlah dan karakteristik sputum. Rasionalnya peningkatan jumalah secret tidak berwarna/berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
Dorong masikan cairan peroral (2500 ml/hari). Rasionalnya hidrasi adekuat untuk mempertahankan secret hilang/peningkatan pengeluaran
STIKES BATARA GURU AMPANA
19
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran dan analgetik sesuai indikasi. Rasionalnya menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas secret.
Dx. 3 Kriteria hasil :
Klien melaporkan nyeri hilang/terkontrol
Tampak rileks dan istirahat dengan baik
Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan
Intervensi :
Tanyakan pasien tentang nyeri, tentukan karakteristik nyeri (skala 010). Rasionalnya membantu evaluasi gejala nyeri karana kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaliasi keefektifan analgesic dan meningkatkan control nyeri.
Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien. Rasionalnya ketidaksesuaian antara petunjuk verbal /nonverbal dapat memberikan pentunjuk derajat nyeri, kebutuhan/kekefektifan intervensi.
Catat kemungkinan penyebab nyeri. Rasionalnya insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Dorong
klien
untuk
menyatakan
perasaannya
tentang
nyeri.
Rasionalnya takut dapat meningkatkan tegangan otot dan meningkatkan ambang presepsi nyeri Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi. Dx.4 Kriteria hasil :
Mengakui dan mendiskusikan masalah
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan tampak rileks
Intervensi :
Evaluasi tingkat pemahaman pasien atau orang terdekat tentang penyakit klien. Rasionalnya pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi adanya perubahan pola hidup
Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan. Rasionalnya bila penyangkalan
ekstrim
atau
ansietas
mempengaruhi
kemajuan
penyembuhan
STIKES BATARA GURU AMPANA
20
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
Berikan kesempatan untuk bertanya da jawab dengan jujur. Rasionalnya menurunkan presepsi kesalahan interpretasi terhadap informasi.
Libatkan pasien dan orang terdekat dalam perencanana perawatan. Rasionalnya dapat membantu memperbaiki perasaan/kemandirian pasien yang merasa tak berdaya.
N O
DX. KEPERAWATAN
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya eksudat di alveolus
2.
Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
TUJUAN & KRITERIA HASIL (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mampu mempertahankan kebersihan jalan nafas dengan kriteria : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah) Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mampu mempertahankan kebersihan jalan nafas dengan kriteria
STIKES BATARA GURU AMPANA
INTERVENSI (NIC) Airwey suction Auskultasi suara nafas sebulum dan sesudah suctioning Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suktionnasotrakeal Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasatrakeal Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan bradikardi, peningkatan saturasi O2,dll. Airway management Posisikan pasien u/ memaksimalkan ventilsi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Lakukan fisioterpi dada jika perlu Keluarkan sekret Dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Terapi oksigen Bersihkan mulut, hidung, dan seckret trakea Pertahankan jalan napas yang paten Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi klien Monitor TD, nadi, dan RR
21
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
: Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah) Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda-tanda vital dalam rentang normal 3.
Gangguan pertukaran gas b/d hipoventilasi
Respiratory status : Manajemen Asam Basa gas exchange Kegiatan : Keseimbangan asam Dapatkan / pertahankan jalur basa, elektrolit intravena Respiratory status: Pertahankan kepatenan jalan nafas ventilation Monitor AGD dan elektrolit Vital sign Monitor status hemodinamik Setelah dilakukan Beri posisi ventilasi adekuat tindakan Monitor tanda gagal nafas keperawatan selama Monitor kepatenan respirasi 3X24 jam gangguan pertukaran gas pasien teratasi dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Memehara kebersiha paru-paru dan bebas dari tanda- tanda distres pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis, dan dispneu, mampu bernafas dengan mudah,. Tanda – tanda vital dalam batas normal AGD dalam batas normal
STIKES BATARA GURU AMPANA
22
SISTEM RESPIRASI
4.
Status neurologis dalam batas normal Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan nutrisi: kurang dari keperawatan selama kebutuhan tubuh b/d x jam Status nutrisi meningkat, dengan ketidakmampuan kriteria : intake makan dan pemasukan/ minuman mencerna/ intake nutrisi control BB mengabsorbsi zatmasa tubuh zat gizi karena factor biochemical measures biologis dan energy psikologi
STIKES BATARA GURU AMPANA
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
a. Monitoring Gizi Timbang berat badan pasien pada interval tertentu Amati kecenderungan pengurangan dan penambahan berat badan Monitor jenis dan jumlah latihan yang dilaksanakan Monitor respon emosional pasien ketika ditempatkan pada suatu keadaan yang ada makanan Monitor lingkungan tempat makanan Amati rambut yang kering dan mudah rontok Monitor mual dan muntah Amati tingkat albumin, protein total, hemoglobin dan hematokrit Monitor tingkat energi, rasa tidak enak badan, keletihan dan kelemahan Amati jaringan penghubung yang pucat, kemerahan, dan kering Monitor masukan kalori dan bahan makanan b. Manajemen Nutrisi Kaji apakah pasien ada alergi makanan Kerjasama dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah kalori, protein dan lemak secara tepat sesuai dengan kebutuhan pasien Anjurkan masukan kalori sesuai kebutuhan Ajari pasien tentang diet yang benar sesuai kebutuhan tubuh Monitor catatan makanan yang masuk atas kandungan gizi dan jumlah kalori Timbang berat badan secara teratur Anjurkan penambahan intake protein, zat besi dan vit C yang sesuai Pastikan bahwa diet mengandung makanan yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit Beri makanan protein tinggi , kalori tinggi dan makanan bergizi yang sesuai Pastikan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizinya. c. Manajemen hiperglikemia Monitor Gula darah sesuai indikasi Monitor tanda dan gejala poliuri,polydipsi,poliphagia,keletihan, pandangan kabur atau sakit kepala. Monitor tanda vital sesuai indikasi Kolaborasi dokter untuk pemberian insulin Pertahankan terapi IV line Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
23
SISTEM RESPIRASI
KEGANASAN PENYAKIT PADA PARU
Konsultasi dokter jika ada tanda hiperglikemi menetap atau memburuk Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine
STIKES BATARA GURU AMPANA
24