Laporan Pendahuluan Ca Serviks Fix.docx

  • Uploaded by: al kutbi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Ca Serviks Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,570
  • Pages: 22
A. Pengertian Kanker Cerviks yaitu keganasan pada leher rahim yang merupakan keganasan pada bagian terendah rahim yang menonjol ke liang sanggama / vagina ( Depkes RI, 2006). Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan terluar permukaan serviks. Kanker leher rahim/Kanker serviks termasuk dalam kategori tumor ganas yang timbul di leher rahim wanita. Kanker ini dapat meluas ke vagina, rahim hingga indung telur (Shadine, 2012). Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim, yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina) (Wijaya, 2010). B. Etiologi Menurut Wijaya (2010), ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan peluang seorang wanita untuk terkena kanker serviks. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Infeksi Virus Human Papilloma (HVP) Faktor resiko dari infeksi HPV adalah factor yang terpenting dalam timbulnya penyakit kanker serviks ini. Human Papilloma Virus adalah sekelompok lebih dari 100 virus yang berhubungan yang dapat menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit, ditularkan melalui kontak kulit seperti vaginal, anal, atau oral seks. Virus ini berasal dari familia Papovaridaedan genus Papilloma virus. Hubungan seks yang tidak aman terutama pada usia muda atau melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan, memungkinkan terjadinya infeksi HPV. Organ reproduksi wanita pada usia remaja (12-20 tahun) sedang aktif berkembang. Bila terjadi rangsangan oleh penis/sperma dapat memicu perubahan sifat sel menjadi tidak normal, apalagi bila terjadi luka saat berhubungan seksual dan kemudian terjadi infeksi virus HPV. 2. Pasangan Seksual yang Berganti-ganti Dari berbagai penelitian yang dilakukan timbulnya penyakit kanker serviks berkaitan erat dengan perilaku seksual seperti mitra seks yang bergantiganti. Resiko kanker serviks lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6 atau lebih mitra seks. 3. Usia Pertama Melakukan Hubungan Seks Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada umur dibawah 17 tahun hampir selalu 3x ;lebih mungkin terkena kanker serviks di usia tuanya. Semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seks maka semakin besar resiko terkena kanker serviks. Hal ini disebabkan karena alat reproduksi wanita pada usia ini belum matang dan sangat sensitif. 4. Merokok Tembakau atau rokok mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dikunyah atau dihisap sebagai rokok atau sigaret. Penelitian menunjukkan lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya terdapat di dalam rokok. Produk sampingan rokok seringkali ditemukan pada mukosa serviks dari wanita perokok.

5. Jumlah Anak Wanita yang sering melahirkan mempunyai resiko 3-5 x lebih besar terkena kanker leher rahim. Terjadinya trauma pada bagian leher rahim yang tipis dapat merupakan penyebab timbulnya suatu peradangan dan selanjutnya berubah menjadi kanker. Menurut berapa pakar, jumlah kelahiran yang lebih dari 3 akan meningkatkan resiko wanita terkena kanker serviks. 6. Kontrasepsi Pil KB yang dipakai dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko terkena kanker serviks. Beberapa penelitian menemukan bahwa resiko kanker serviks meningkat berkaitan dengan semakin lama wanita tersebut menggunakan pil KB, dan cenderung akan menurun pada saat pil tersebut dihentikan. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pemakaian pil KB akan menyebabkan wanita lebih sensitif terhadap HPV sehingga makin meningkatkan resiko terkena kanker serviks. 7. Riwayat Keluarga Sama seperti jenis kanker lainnya, maka pada kanker leher rahim juga akan meningkatkan resiko lebih besar terkena pada wanita yang mempunyai keluarga (ibu atau kakak perempuan) terkena kanker leher rahim. 8. Kekebalan Tubuh Seseorang yang melakukan diet ketat, diet rendah sayuran dan buahbuahan, rendahnya konsumsi vitamin A,C, dan E setiap hari dapat menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh, sehingga orang tersebut gampang terinfeksi oleh berbagai kuman, termasuk HPV. Penurunan kekebalan tubuh dapat juga mempercepat pertumbuhan sel kanker dari noninvasive menjadi invasif. C. Patofisiologi Serviks mempunyai dua jenis sel epitel yang melapisi nektoserviks dan endoserviks, yaitu sel epitel kolumner dan sel epitel squamosa yang disatukan oleh Sambungan Squamosa Kolumner (SSK). Proses metaplasia adalah proses pergantian epitel kolumner dan squamosa. Epitel kolumner akan digantikan oleh squamosa baru sehingga SSK akan berubah menjadi Sambungan Squamosa Squamosa (SSS)/ squamosa berlapis. Pada awalnya metaplasia berlangsung fisiologis akan tetapi dengan adanya mutagen dari agen yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti sperma, virus herpes simplek tipe II, maka yang semula fisiologis berubah menjadi displasia. Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas. Hampir semua ca. serviks didahului dengan derajat pertumbuhan prakanker yaitu displasia dan karsinoma insitu. Proses perubahan yang terjadi dimulai di daerah SquamosaColumner Junction (SCJ) atau SSK dari selaput lendir portio. Pada awal perkembangannya, ca. serviks tidak memberikan tandatanda dan keluhan. Pada pemeriksaan speculum, tampak sebagai portio yang erosive (metaplasia squamosa) yang fisiologik atau patologik. Tumor dapat tumbuh sebagai berikut:

1. Eksofitik, mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferasi yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. 2. Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untukmengadakan infiltrasi menjadi ulkus. 3. Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Displasia pada serviks disebut Neoplasia Servikal Intraepitelial (CIN). CIN ada tiga tingkatan yaitu: 1. CIN I : Displasia ringan, terjadi di epitel basal lapisan ketiga, perubahan sitoplasmik terjadi di atas sel epitel kedua dan ketiga. 2. CIN II : Displasia sedang, perubahan ditemukan pada epitel yang lebih rendah dan pertengahan, perubahan sitoplasmik terjadi di atas sel epitel ketiga. 3. CIN III : Displasia berat, terjadi perubahan nucleus, termasuk pada semua lapis sel epitel, diferensiasi sel minimal dan karsinoma insitu.

E. Manifestasi Klinis Menurut Sukaca (2009), gejala penderita kanker serviks diklasifikasikan menjadi dua yaitu gejala pra kanker serviks dan gejala kanker serviks. 1. Gejala pra kanker serviks ditandai dengan gejala : a. Keluar cairan encer dari vagina(keputihan) b. Pendarahan setelah sanggama yang kemudian dapat berlanjut menjadi pendarahan yang abnormal. c. Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah. d. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi pendarahan kronis e. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau diperut bagian bawah bila ada radang panggul 2. Bila sel-sel tidak normal ini berkembang menjadi kanker serviks, maka muncul gejala-gejala sebagai berikut: a. Pendarahan pada vagina yang tidak normal. Ditandai dengan pendarahan diantara periode menstruasi yang regular, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, pendarahan setelah hubungan seksual. b. Rasa sakit saat berhubungan seksual. c. Bila kanker telah berkembang makin lanjut maka dapat timbul gejalagejala seperti penurunan berat badan, nyeri panggul, kelelehan, berkurangnya nafsu makan, keluar tinja dari vagina, dll. F. Klasifikasi Menurut FIGO (Federation Internationale de Gynecologic et Obstetrigue), 1988 : 1. Karsinoma Pra invasive Stadium 0 : Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel. 2. Karsinoma Invasif a. Stadium I : Proses terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri tidakdinilai). Stadium I a : Karsinoma serviks preklinis hanya dapat didiagnostik secara mikroskopis, lesi tidak lebih dari 3 mm atau secara mikroskopik kedalamannya > 3-5 mm dari epitel basal dan memanjang tidak lebih dari 7 mm. Stadium I b : Lesi invasif > 5, dibagi atas lesi < 4 Cm dan > 4 Cm. b. Stadium II : Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi tidak sampai dinding panggul. Stadium II a : Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor. Stadium II b : Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral tetapi belum sampai dinding panggul. b. Stadium III : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul. Stadium III a : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina namun tidak sampai ke dinding panggul.

Stadium III b : Penyebaran sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul atau proses pada tingkat I atau II tetapi sudah ada gangguan faal ginjal/hidronefrosis. c. Stadium IV :Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar panggul atau ketempat yang jauh. Stadium IV a : Telah bermetastasis ke organ sekitar. Stadium IV b : Telah bermetastasis jauh. G. Komplikasi 1. Komplikasi yang terjadi karena radiasi Waktu fase akut terapi radiasi pelvik, jaringan-jaringan sekitarnya juga terlibat seperti intestines, kandung kemih, perineum dan kulit. Efek samping gastrointestinal secara akut termasuk diare, kejang abdominal, rasa tidak enak pada rektal dan perdarahan pada GI. Diare biasanya dikontrol oleh loperamide atau atropin sulfate. Sistouretritis bisa terjadi dan menyebabkan disuria, nokturia dan frekuensi. Antispasmodik bisa mengurangi gejala ini. Pemeriksaan urin harus dilakukan untuk mencegah infeksi saluran kemih. Bila infeksi saluran kemih didiagnosa, terapi harus dilakukan segera. Kebersihan kulit harus dijaga dan kulit harus diberi salep dengan pelembap bila terjadi eritema dan desquamasi. Squele jangka panjang (1 – 4 tahun setelah terapi) seperti : stenosis pada rektal dan vaginal, obstruksi usus kecil, malabsorpsi dan sistitis kronis. 2. Komplikasi akibat tindakan bedah Komplikasi yang paling sering akibat bedah histerektomi secara radikal adalah disfungsi urin akibat denervasi partial otot detrusor. Komplikasi yang lain seperti vagina dipendekkan, fistula ureterovaginal, pendarahan, infeksi, obstruksi usus, striktur dan fibrosis intestinal atau kolon rektosigmoid, serta fistula kandung kemih dan rektovaginal. H. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pap smear Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yg tidak memberikan keluhan.Sel kanker dapat diketahui pada secret yg diambil dari posio serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah 3x hasil pemeriksaan pap smear setiap 3 tahun sekali sampai usia 65 tahun. 2. Pemeriksaan DNA HPV Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan pap’s smear untuk wanita diatas 30 tahun. Deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan kemudian dianggap sebagai HPV yg persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yg lebih tua maka akan terjadi peningkatan resiko kanker serviks.

3. Biopsy

4.

5.

6.

7.

I.

Biopsy dilakukan jika pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anastesi & teknik cone biopsy yang menggunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsy akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasive atau hanya tumor saja. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar) Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yg terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear karena kolposkopi memerlukan ketrampilan & kemampuan kolpokospi dalam mengetes darah yang abnormal. Tes schiller Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan iodium. Pada serviks yang normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen. Radiologi Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih & rectum yg meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, & sigmoidoskopi. Magnetic resonance imaging (MRI) atau CT scan abdomen/pelvis digunakan untuk menilai penyebaran local tumor &/atau terkenanya nodus limpa regional. Pelvic limphangiografi  dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvic atau peroartik limfe

Penatalaksanaan 1. Pembedahan Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). 2. Terapi penyinaran (radioterapi) Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. 3. Kemoterapi Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya.

Tujuan pengobatan menggunakan kemoterapi tergantung jenis kanker dan fase saat diagnosis. Kemoterapi disebut sebagai pengobatan adjuvant ketika kemoterapi digunakan untuk mencegah kanker kambuh. Kemoterapi sebagai pengobatan paliatif ketika kanker sudah menyebar luas dan dalam fase akhir, sehingga dapat memberikan kualitas hidup yang baik. (Galle, 2000). Kemoterapi bekerja saat sel aktif membelah, namun kerugian dari kemoterapi adalah tidak dapat membedakan sel kanker dan sel sehat yang aktif membelah seperti folikel rambut, sel disaluran pencernaan dan sel batang sumsum tulang. Pengaruh yang terjadi dari kerja kemoterapi pada sel yang sehat dan aktif membelah menyebabkan efek samping yang umum terlihat adalah kerontokan rambut, kerusakan mukosa gastrointestinal dan mielosupresi. Sel normal dapat pulih kembali dari trauma yang disebabkan oleh kemoterapi, jadi efek samping ini biasanya terjadi dalam waktu singkat. Macam-Macam kemoterapi : a. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obat golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi. b. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA. c. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel. d. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut. 4. Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu : a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid) b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid d. kuat seperti morfin dan fentanil 5. Penatalaksanaan Keperawatan Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi radiasi eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang digunakan untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik dengan menganjurkan menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant. Pertahankan keadekuatan kulit dalam perawatan post pengobatan antara lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan, dan melakukan perawatan kulit dan mulut. Terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam perawatan umum adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas, sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan kebutuhan untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari, memasang kateter sesuai indikasi,

latihan nafas panjan dan latihan rom dan jelaskan pada keluarga tentang pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi perawatannya yaitu monitor tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan posisi semi fowler, berikan makanan berserat dan cairan parenteral sampai 300ml dan memberikan support mental. Perawatan post pengobatan antara lain menghindari komplikasi post pengobatan (tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia), monitor intake dan output cairan. (Bambang sarwiji, 2011) J. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut b/d agens cidera biologis 2. Risiko kekurangan volume cairan 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan mencerna makanan 4. Risiko Infeksi 5. Ansietas b.d perubahan status kesehatan 6. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, tirah baring 7. Gangguan citra tubuh b.d tahapan perkembangan penyakit dan terapi penyakit (post kemoterapi). 8. Kerusakan Integritas Kulit b.d terapi radiasi 9. Hambatan mobilitas Fisik b.d gangguan metabolisme 10. Defisit perawatan diri b.d kelemahan 11. Konstipasi b.d penurunan mortalitas gastrointestinal 12. Gangguan pola tidur b.d penyakit 13. Kelebihan Volume Cairan b.d gangguan mekanisme regulasi K. Perencanaan Keperawatan No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi . Keperawatan Nyeri akut b/d agens NOC NIC 1 injury biologis, Setelah dilakukan tindakan Pain management keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri Batasan Karakteristik : diharapkan nyeri dapat teratasi secara komprehensif 1. Meringis dengan kriteria hasil : termasuk lokasi,  Pain control : 2. Mengeluh nyeri karakteristik, durasi, 3. Gelisah 1. Mampu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas, dan 4. Dilatasi pupil 2. Melaporkan bahwa nyeri faktor presipitasi berkurang dengan 2. Observasi reaksi nonverbal menggunakan manajemen dari ketidaknyamanan nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi  Pain level terapeutik untuk 1. Mampu mengenali nyeri mengetahui pengalaman (skala, intensitas, frekuensi nyeri pasien dan tanda nyeri) 4. Kontrol lingkungan yang  Comfort level dapat mempengaruhi nyeri 1. Menyatakan rasa nyaman seperti suhu ruangan,

setelah nyeri berkurang

pencahayaan, kebisingan 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi, dan inter personal) 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 10. Tingkatkan istirahat 11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dam tindakan nyeri tidak berhasil Analgesic administration 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi 3. Cek riwayat alergi 4. Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih dari satu 5. Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri 6. Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal 7. Pilih rute pemberian secara IV, Im untuk pengobatan nyeri secara teratur 8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali 9. Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri

hebat 10. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala 2.

Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, tirah baring i. Keletihan ii. Dispneu iii. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas iv. Tekanan darah abnormal

3.

Gangguan citra tubuh b.d tahapan perkembangan penyakit dan terapi penyakit (post kemoterapi) Batasan Karakteristik : 1. Gangguan tubuh 2. Gangguan tubuh

struktur fungsi

NOC NIC Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy keperawatan selama 3x24 jam 1. Kolaborasikan dengan diharapkan Intoleransi aktivitas Tenaga Rehabilitasi Medik dapat teratasi dengan kriteria dalam merencanakan hasil : program terapi yang tepat  Energy conservation 2. Bantu klien untk 1. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi aktivitas aktivitas fisik tanpa disertai yang mampu dilakukan peningkatan tekanan darah, 3. Bantu untuk memilih nadi dan RR aktivitas konsisten yang  Activity torelance sesuai dengan kemampuan 1. Mampu melakukan aktivitas fisik, psikologi, dan sosial aktivitas sehari-hari secara 4. Bantu untuk mandiri mengidentifikasi dan 2. TTV normal mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda 6. Bantu klien utnuk membuat jadwal latihan di waktu luang 7. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 8. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual NOC NIC Setelah dilakukan tindakan Body image enhancement keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji secara verbal dan non diharapkan Gangguan Citra verbal Tubuh dapat teratasi dengan 2. Monitor frekuensi mengkritik kriteria hasil : klien  Body Image 3. Jelaskan tentang 1. Body image positif pengobatan, perawatan, 2. Mampu mengidentifikasi kemajuan dan prognosis kekuatan personal penyakit  Self esteem 4. Dorong klien 1. Mendiskripsikan secara mengungkapkan

4.

3. Perubahan lingkungan sosial 4. Depersonalisasi kehilangan melalui penggunaan kata ganti impersonal

factual perubahan fungsi tubuh 2. Mempertahankan interaksi social

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah sekunder terhadap penyakit dan pengobatan (kemo) Batasan Karakteristik : 1. Berat badan di RS berkurang 20 % atau lebih dibawah rentang BB ideal 2. Diare 3. Keengganan untuk makan 4. Kelemahan otot 5. Bising usus hiperaktif

NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria hasil :  Nutritional status: food and fluid intake 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan  Nutritional status: nutrient intake 1. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 3. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapandari menelan.  Weight control 1. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

perasaannya 5. Fasilitasi kontak individu lain kelompok kecil

dengan dalam

NIC Nutrition management 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, ptotein, dan vitamin C 4. Berikan substansi gula 5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 8. Beri makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 9. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition monitoring 1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor lingkungan selama makan 5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 6. Monitor kulit kering dan

5.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan : Eksternal : 1. Hipertermia atau hipotermia 2. Substansi kimia 3. Kelembaban 4. Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint) 5. Immobilitas fisik 6. Radiasi 7. Usia yang ekstrim 8. Kelembaban kulit 9. Obat-obatan Internal : 1. Perubahan status metabolik 2. Tonjolan tulang 3. Defisit imunologi 4. Berhubungan dengan dengan perkembangan 5. Perubahan sensasi 6. Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) 7. Perubahan status cairan 8. Perubahan sirkulasi

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:  Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit  Wound Healing : primer dan sekunder 1. Perfusi jaringan baik 2. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang 3. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami 4. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

perubahan pigmentasi 7. Monitor mual dan muntah 8. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht 9. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva 10. Monitor kalori dan intake nutrisi 11. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral NIC : Pressure Management 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan 5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 6. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat 7. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus 8. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka 9. Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin

9. Perubahan turgor (elastisitas kulit)

6.

DO: 1. Gangguan pada bagian tubuh 2. Kerusakan lapisan kulit (dermis) Gangguan permukaan kulit (epidermis) Risiko infeksi NOC : NIC : Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif Faktor-faktor risiko : keperawatan selama…… pasien 2. Batasi pengunjung bila 1. Prosedur Infasif tidak mengalami infeksi dengan perlu 2. Kerusakan jaringan kriteria hasil: 3. Cuci tangan setiap sebelum dan peningkatan  Immune Status dan sesudah tindakan paparan lingkungan 1. Status imun, keperawatan 3. Malnutrisi gastrointestinal, 4. Gunakan baju, sarung 4. Peningkatan genitourinaria dalam tangan sebagai alat paparan lingkungan batas normal pelindung patogen  Knowledge : Infection control 5. Ganti letak IV perifer dan 5. Imonusupresi 1. Klien bebas dari tanda dressing sesuai dengan 6. Tidak adekuat dan gejala infeksi petunjuk umum pertahanan 2. Menunjukkan kemampuan 6. Gunakan kateter intermiten sekunder untuk mencegah untuk menurunkan infeksi (penurunan Hb, timbulnya infeksi kandung kencing Leukopenia,  Risk control 7. Tingkatkan intake nutrisi penekanan respon 1. Jumlah leukosit dalam 8. Berikan terapi inflamasi) batas normal antibiotik:............................. 7. Penyakit kronik 2. Menunjukkan perilaku .... 8. Imunosupresi hidup sehat 9. Monitor tanda dan gejala 9. Malnutrisi infeksi sistemik dan lokal 10. Pertahan primer 10. Pertahankan teknik isolasi tidak adekuat k/p (kerusakan kulit, 11. Inspeksi kulit dan membran trauma jaringan, mukosa terhadap gangguan kemerahan, panas, peristaltik) drainase 12. Monitor adanya luka 13. Dorong masukan cairan 14. Dorong istirahat 15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 16. Kaji suhu badan pada

pasien neutropenia setiap 4 jam 7.

8.

Ansietas berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi DO/DS: 1. Insomnia 2. Kontak mata kurang 3. Kurang istirahat 4. Berfokus pada diri sendiri 5. Iritabilitas 6. Takut 7. Nyeri perut 8. Penurunan TD dan denyut nadi 9. Diare, mual, kelelahan 10. Gangguan tidur 11. Gemetar 12. Anoreksia, mulut kering 13. Peningkatan TD, denyut nadi, RR 14. Kesulitan bernafas 15. Bingung 16. Bloking dalam pembicaraan 17. Sulit berkonsentrasi Risiko Kekurangan Volume cairan Batasan Karakteristik : 1. Kelemahan 2. Haus 3. Penurunan turgor

NOC : NIC : Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction selama 1x20 menit klien (penurunan kecemasan) kecemasan teratasi dgn kriteria 1. Gunakan pendekatan yang hasil: menenangkan  Kontrol kecemasan 2. Nyatakan dengan jelas 1. Klien mampu harapan terhadap pelaku mengidentifikasi dan pasien mengungkapkan gejala 3. Jelaskan semua prosedur cemas dan apa yang dirasakan 2. Mengidentifikasi, selama prosedur mengungkapkan dan 4. Temani pasien untuk menunjukkan tehnik untuk memberikan keamanan dan mengontol cemas mengurangi takut 3. Vital sign dalam batas 5. Berikan informasi faktual normal mengenai diagnosis,  Koping tindakan prognosis 1. Postur tubuh, ekspresi 6. Libatkan keluarga untuk wajah, bahasa tubuh dan mendampingi klien tingkat aktivitas 7. Instruksikan pada pasien menunjukkan untuk menggunakan tehnik berkurangnya relaksasi kecemasan 8. Dengarkan dengan penuh perhatian 9. Identifikasi tingkat kecemasan 10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi 12. Kelola pemberian obat anti cemas:........ NOC: NIC: Setelah dilakukan asuhan selama 1 x 24 jam klien Fluid management kecemasan teratasi dgn kriteria 1. Timbang popok/pembalut hasil: jika diperlukan  Fluid balance 2. Pertahankan catatan intake 1. Mempertahankan urine

kulit/lidah 4. Membran mukosa/kulit kering 5. Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi 6. Pengisian vena menurun 7. Perubahan status mental 8. Konsentrasi urine meningkat 9. Temperatur tubuh meningkat 10. Hematokrit meninggi 11. Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)

output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal  Nutritional Status : Food and Fluid Intake 1. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 2. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

6. 7. 8. 9.

12. 13. 14.

v. Kehilangan volume cairan secara aktif vi. Kegagalan mekanisme pengaturan

Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan : 1. Gangguan metabolisme sel 2. Keterlembatan perkembangan 3. Pengobatan 4. Kurang support lingkungan 5. Keterbatasan ketahan kardiovaskuler 6. Kehilangan

4. 5.

10. 11.

Faktor-faktor yang berhubungan:

9.

3.

15. 16.

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama gangguan mobilitas 3 x 24 jam fisik teratasi dengan kriteria hasil:  Joint Movement : Active 1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik  Mobility Level 1. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas  Self care : ADLs 1. Memverbalisasikan perasaan dalam

dan output yang akurat Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan Monitor vital sign Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian Lakukan terapi IV Monitor status nutrisi Berikan cairan Berikan cairan IV pada suhu ruangan Dorong masukan oral Berikan penggantian nesogatrik sesuai output Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Tawarkan snack ( jus buah, buah segar ) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi

NIC : Exercise therapy : ambulation 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

integritas struktur tulang 7. Terapi pembatasan gerak 8. Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik 9. Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia 10. Kerusakan persepsi sensori 11. Tidak nyaman, nyeri 12. Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler 13. Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina 14. Depresi mood atau cemas 15. Kerusakan kognitif 16. Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa 17. Keengganan untuk memulai gerak 18. Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning 19. Malnutrisi selektif atau umum DO: 1. Penurunan waktu reaksi 2. Kesulitan merubah posisi 3. Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai

meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah  Transfer performance 1. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

4. Ajarkan pasien atau tenaga

5. 6.

7.

8. 9.

kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

10.

langkah pendek) 4. Keterbatasan motorik kasar dan halus 5. Keterbatasan ROM 6. Gerakan disertai nafas pendek atau tremor. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting b.d kerusakan neurovaskuler Batasan Karakteristik : 1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sehingga menyebab-kan : 2. Ketidakmampuan dalam menyuap, memegang alat makan 3. Ketidakmampuan dalam membasuh badan, mongeringkan, keluar masuk kamar mandi 4. Ketidakmampuan pergi ke kamar mandi, menggunakan pispot

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan mandiri klien terpenuhi dengan kriteria hasil : 1. Klien dapat makan dengan bantuan orang lain / mandiri 2. Klien dapat mandi dengan bantuan orang lain 3. Klien dapat memakai pakaian dengan bantuan orang lain / mandiri 4. Klien dapat toileting dengan bantuan alat

NIC:Membantu perawatn pasien mandi dan toileting

diri

Aktifitas: 1. Tempatkan alat-alat mandi ditempat yang mudah dikenali dan mudah dijangkau klien 2. Libatkan klien dan danpingi 3. Berikan bantuan selama klien tidak mampu mengerjakan sendiri NIC : ADL berpakaian Aktifitas : 1. Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama perawatan 2. Sediakan pakaian ditempat yang mudah dijangkau 3. Bantu berpakaian yang sesuai 4. Jaga privasi klien 5. Berikan pakaian pribadi yang digemari dan sesuai NIC : ADL Makan Aktifitas : 1. Anjurkan klien duduk dan berdoa bersama teman 2. Dampingi saat makan 3. Bantu jika klien belum mampu dan beri contoh 4. Beri rasa nyaman saat

makan 11.

Konstipasi berhubungan dengan 1. Fungsi:kelemahan otot abdominal, Aktivitas fisik tidak mencukupi 2. Perilaku defekasi tidak teratur 3. Perubahan lingkungan 4. Toileting tidak adekuat: posisi defekasi, privasi 5. Psikologis: depresi, stress emosi, gangguan mental 6. Farmakologi: antasid, antikolinergis, antikonvulsan, antidepresan, kalsium karbonat,diuretik, besi, overdosis laksatif, NSAID, opiat, sedatif. 7. Mekanis: ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid, gangguan neurologis, obesitas, obstruksi pasca bedah, abses rektum, tumor 8. Fisiologis: perubahan pola makan dan jenis makanan, penurunan motilitas gastrointestnal, dehidrasi, intake serat dan cairan kurang, perilaku makan yang buruk

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Jam konstipasi pasien teratasi dengan kriteria hasil:  Bowl Elimination 1. Pola BAB dalam batas normal 2. Feses lunak 3. Cairan dan serat adekuat 4. Aktivitas adekuat  Hidration  Hidrasi adekuat

NIC : Manajemen konstipasi 1. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi 2. Monitor tanda-tanda ruptur bowel/peritonitis 3. Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien 4. Konsultasikan dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan bising usus 5. Kolaburasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang menetap 6. Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap eliminasi 7. Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan laxative dalam waktu yang lama 8. Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan 9. Dorong peningkatan aktivitas yang optimal 10. Sediakan privacy dan keamanan selama BAB

DS: Nyeri perut Ketegangan perut Anoreksia Perasaan tekanan pada rektum 5. Nyeri kepala 6. Peningkatan tekanan abdominal 7. Mual 8. Defekasi dengan nyeri DO: 1. Feses dengan darah segar 2. Perubahan pola BAB 3. Feses berwarna gelap 4. Penurunan frekuensi BAB 5. Penurunan volume feses 6. Distensi abdomen 7. Feses keras 8. Bising usus hipo/hiperaktif 9. Teraba massa abdomen atau rektal 10. Perkusi tumpul 11. Sering flatus 12. Muntah 1. 2. 3. 4.

12.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan: 1. Psikologis : usia tua, kecemasan, agen biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi, kelelahan, takut, kesendirian. 2. Lingkungan :kelembaban, kurangnya privacy/kontrol tidur,

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil:  Anxiety Control 1. Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat  Comfort Level 1. Pola tidur,kualitas dalam batas normal  Rest : Extent and Pattern

NIC : Sleep Enhancement 1. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur 2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat 3. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca) 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman

13.

pencahayaan, medikasi (depresan, stimulan),kebisingan . Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin. DS: 1. Bangun lebih awal/lebih lambat 2. Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah tidur DO : 1. Penurunan kemempuan fungsi 2. Penurunan proporsi tidur REM 3. Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur. 4. Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur 5. Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia Kelebihan Volume Cairan Berhubungan dengan : 1. Mekanisme pengaturan melemah 2. Asupan cairan berlebihan DO/DS : 1. Berat badan meningkat pada waktu yang singkat 2. Asupan berlebihan dibanding output 3. Distensi vena jugularis 4. Perubahan pada

1. Jumlah jam tidur dalam batas normal  Sleep : Extent ang Pattern 1. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur

5. Kolaburasi pemberian obat

tidur

NOC : NIC : Setelah dilakukan tindakan 1. Memonitor level abnormal keperawatan selama 1 x 24 jam elektrolit serum. ( o ) Kelebihan volume cairan 2. Memonitor hasil teratasi dengan kriteria: pemeriksaan Laboratorium  Electrolit and acid base yang berkaitan dengan balance keseimbangandan retensi 1. Terbebas dari edema, cairan. ( o ) efusi, anaskara 3. Menjelaskan prosedur  Fluid balance hemodialisa dan tujuannya 1. Bunyi nafas bersih, tidak (e) ada dyspneu/ortopneu 4. Ajarkan pasien untuk 2. Terbebas dari distensi memonitor diri sendiri tanda vena jugularis, dan gejala yang 3. Memelihara tekanan vena memerlukan pengobatan sentral, tekanan kapiler medis. ( n ) paru, output jantung dan 5. Kolaborasi untuk vital sign DBN pemberian obat diuretic dan

pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales atau crakles), , pleural effusion 5. Oliguria, azotemia

4. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung

antihipertensi sesuai indikasi. ( c )

Daftar Pustaka Arif.Mansjoer, dkk. (2000), Kapita Selekta Kedokteran , Edisi 3 , Jilid 1. EGC : Jakarta Bagian

Obstetri

dan

Ginekologi

FK

Unpad

Bandung.(2000).

Obstetri

Fisiology.Bandung : Elemen. Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa : Monica Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta. Doengoes, Marilynn E. (2001). Rencana Perawatan Maternal / Bayi Edisi 2.Jakarta : EGC. G.W Garland and Joan M.E, 1999, Quickly Obstetric and ginekology of Nurses, English University Press, London Haen Forer. (1999). Perawatan Maternitas Edisi 2.Jakarta : EGC. Hinchliff, Sue. (1996). Kamus Keperawatan.Edisi; 17.EGC : Jakarta Lynda Jual Carpenito, 2001, Buku Saku Diagnosa keperawatan edisi 8,EGC : Jakarta Manuaba. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC. Muchtar Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi Edisi: 2. Jakarta : EGC.

Related Documents


More Documents from "Usnadi Muhamad"

Bab I Anc.docx
December 2019 10
Bab Iv
June 2020 62
B A B I
June 2020 42