BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Setiap hari manusia terlibat pada suatu kondisi lingkungan kerja yang berbeda-beda dimana perbedaan kondisi tersebut sangat mempengaruhi terhadap kemampuan manusia. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik dan mencapai hasil yang optimal apabila lingkungan kerjanya mendukung. Ketidakberesan lingkungan kerja dapat terlihat akibatnya dalam waktu yang lama. Lebih jauh lagi keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak yang tentunya tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien dan produktif. Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif, oleh karena itu lingkungan kerja harus ditangani dan atau di desain sedemikian sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman. Evaluasi lingkungan dilakukan dengan cara pengukuran kondisi tempat kerja dan mengetahui respon pekerja terhadap paparan lingkungan kerja. Di dalam perencanaan dan perancangan sistem kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan kerja seperti, pencahayaan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila dalam kondisi tertentu manusia dapat melaksanakan kegiatannya dengan optimal. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja pada lingkungan tersebut dapat terlihat dampaknya dalam jangka waktu tertentu.
1.2. Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengoperasikan alat pengukur pencahayaan. 2. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran pencahayaan suatu ruang. 3. Mahasiswa dapat menghitung tingkat pencahayaan.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Intensitas Pencahayaan
2.1.1
Pengertian Pencahayaan Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Menurut Suma’mur (2014), Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Pencahayaan umum adalah Pencahayaan diseluruh area tempat keja dan Pencahayaan setempat adalah Pencahayaan di tempat obyek kerja, baik berupa meja kerja maupun perlatan (SNI 16-7062-2004). Intensitas Pencahayaan adalah suatu cahaya yang mengenai suatu permukaan benda atau obyek yang menyebabkan terang permukaan tersebut dan obyek benda-benda yang berada disekitarnya dan berpengaruh terhadap kesehatan (Gempur, 2004).
2.1.2
Jenis Pencahayaan Secara umum jenis Pencahayaan dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Pencahayaan Alamiah Sumber Pencahayaan alamiah hanya berasal dari sinar matahari (Tarwaka, 2013). Pencahayaan dengan cahayanya yang kuat tetap bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang kurangnya 1/6 daripada luas ruangan. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif disbanding dengan penggunaan pencahayaan buatan. Selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari (Padmanaba, 2006).
2) Pencahayaan Buatan Pencahayaan yang dihasilkan oleh elemen-elemen buatan, dimana kualitas dan kuantitas cahaya yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari jenisnya. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi (Padmanaba, 2006). Sumber Pencahayaan buatan/artifisial yang utama adalah bersumber dari energi listrik (Tarwaka, 2010). Pencahayaan buatan umumnya digunakan pada waktu malam hari, tetapi terkadang juga digunakan pada siang hari sebagai Pencahayaan tambahan bila sinar matahari tidak mencukupi (Soeripto, 2008). Menurut Tarwaka (2013), Pencahayaan buatan terdiri dari tiga jenis Pencahayaan, yaitu : a) Pencahayaan umum Pencahayaan umum merupakan jenis Pencahayaan yang didesain untuk keperluan pencahayaan bagi seluruh area tempat kerja. b) Pencahayaan lokal Pencahayaan lokal atau Pencahayaan untuk pekerjaan tertentu sangat diperlukan untuk meningkatkan intensitas Pencahayaan pada pekerjaan tertentu yang memerlukan ketelitian. Pencahayaan lokal harus memungkinkan pemakai dapat dengan mudah mengatur
dan
mengendalikan
pencahayaan
sesuai
dengan
keperluannya. c) Pencahayaan kombinasi Pencahayaan kombinasi adalah Pencahayaan kombinasi antara Pencahayaan umum dan Pencahayaan lokal, yang diperlukan jika Pencahayaan umum tidak memberikan kecukupan intensitas terhadap pekerjaan tertentu sehingga harus ditambah dengan Pencahayaan lokal. Pencahayaan lokal dan Pencahayaan umum dipasang di atas kepala secara permanen untuk meningkatkan intensitas cahaya sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
2.1.3
Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Pencahayaan Menurut Subaris dan Haryono (2008), terdapat berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi intensitas Pencahayaan, antara lain : 1) Sumber cahaya Berbagai jenis sumber cahaya yang dapat dipakai dan pada saat ini banyak dipergunakan
adalah
lampu
pijar/bolam,
lampu
TL
(lampu
pelepasan
listrik/flourescent lamp) dan sumber cahaya alami. 2) Daya pantul (Reflektifitas) Bila cahaya mengenai suatu permukaan yang kasar dan hitam maka semua ‘cahaya akan diserap, tetapi bila permukaan halus dan mengkilap maka cahaya akan dipantulkan sejajar, sedangkan bila permukaan tidak rata maka pantulan cahaya akan diffuse. 3) Ketajaman penglihatan Kemampuan mata untuk melihat sesuatu benda dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 2.1.1
Ukuran objek/benda, seperti besar kecilnya objek tersebut.
2.1.2
Luminensi/brightness yang merupakan tingkat terangnya lapangan
penglihatan yang tergantung dari Pencahayaan dan pemantulan objek/Pencahayaan. 2.1.3
Waktu pengamatan, yaitu lamanya melihat.
2.1.4
Derajat kontras yang merupakan perbedaan derajat terang antara
objek dan sekelilingnya atau derajat terang antara 2 permukaan.
2.1.5
Dampak Pencahayaan Pencahayaan yang buruk dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan menurut Tarwaka (2013), yaitu : 1) Kelelahan mata sebagai akibat dari berkurangnya daya dan efisiensi kerja 2) Memperpanjang waktu kerja 3) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata 4) Kerusakan indera mata 5) Kelelahan mental 6) Kehilangan produktivitas
7) Kualitas kerja rendah 8) Banyak terjadi kesalahan 9) Menimbulkan terjadinya kecelakaan
2.1.5
Standar Pencahayaan Kekuatan intensitas pencahayaan berdasarkan besar dan kecilnya barang
menurut Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan, kebersihan serta pencahayaan dalam tempat kerja, yaitu :
Tabel 2.1 Kekuatan Intensitas Pencahayaan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 Intensitas Penerangan (Lux)
Keterangan
Pekerjaan membedakan barang kasar
50
Mengerjakan bahan-bahan yang besar, menyisihkan baramg-barang yang besar, gudang-gudang untuk menyimpan barang-barang besar dan kasar
Pekerjaan membedakan barang kecil
100
Penggilingan padi, pengupasan, pengambilan, dan penyisihan bahan kapas, kamar mesin dan uap
200
Menjahit tekstil atau kulit yang berwarna muda, pemasukan dan pengawetan bahan-bahan makanan dalam kaleng, pembungkusan daging, mengerjakan kayu
300
Pekerjaan mesin yang teliti, pembuatan tepung, penyelesaian kulit dan penemuan bahan-bahan katun atas wol berwarna muda, pekerjaan kantor yang bergantiganti menulis dan membaca, pekerjaan arsip dan seleksi surat-seurat
Jenis Kegiatan
Pekerjaan membedakan barang kecil yang agak teliti
Pekerjaan membedakan barang kecil dan halus
Pekerjaan membedakan halus dan kontrast
Pekerjaan membedakan barang halus dan kontrast yang agak lama
500 – 1000
Pemasangan yang halus, penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca, pekerjaan kayu yang halus (ukirukiran), menjahit bahan-bahan wol yang berwarna tua
≥ 1000
Pemasangan yang extra halus (arloji, dll.), pemeriksaan yang ekstra halus (ampul obat), penilaian dan penyisihan hasil-hasil tembakau
Sumber : Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 Standar intensitas Pencahayaan
menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Tabel 2.2 Standar intensitas Pencahayaan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Intensitas Penerangan (Lux)
Keterangan
Pekerjaan kasar dan tidak terus-menerus
100
Ruang penyimpanan/ruang peralatan yang memerlukan pekerjaan yang kontiyu
Pekerjaan kasar dan terus-menerus
200
Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
Pekerjaan rutin
300
Pekerjaan kantor/administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin dan perakitan/penyusunan
500
Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin, kantor, pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin
1000
Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin
Jenis Kegiatan
Pekerjaan agak halus
Pekerjaan halus
Pekerjaan amat halus
1500 tidak menimbulkan bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus
3000 tidak Pemeriksaan pekerjaan, perakitan Pekerjaan detail menimbulkan sangat halus bayangan Sumber : Kemenkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 Besarnya intensitas Pencahayaan yang baik secara umum menurut Suma’mur (2014), dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.3 Intensitas Pencahayaan yang baik menurut Suma’mur (2014)
Pekerjaan
Contoh-contoh
Intensitas Pencahayaan (Lux)
Tidak teliti
Penimbunan barang
80 – 170
Tidak teliti
Pemasangan (tidak teliti)
170 – 350
Teliti
Membaca, menggambar
350 – 700
Sangat teliti
Pemasangan (teliti)
700 - 10.000
Sumber : Suma’mur (2014)
2.1.6
Pengukuran Pencahayaan Pengukuran intensitas Pencahayaan di tempat kerja berdasarkan SNI 16-
7062-2004, yaitu metode pengukuran intensitas Pencahayaan di tempat kerja dengan menggunakan lux meter. Pada pengukuran Pencahayaan menggunakan alat Lux meter. Prinsip kerja alat ini merupakan sebuah photo cell yang bila terkena cahaya akan menghasilkan arus listrik. Makin kuat intensitas cahaya akan besar pula arus yang dihasilkan. Besarnya intensitas cahaya dapat dilihat pada level meter. Dalam penelitian ini hasil pengukuran dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu sesuai standar dan di bawah standar dengan satuan lux.
2.1.7
Pengendalian Pencahayaan Terdapat dua cara pengendalian Pencahayaan menurut Budiono (2003),
yaitu : 1. Pengendalian secara teknis a) Memperbesar ukuran obyek (sudut penglihatan) dapat dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar dan layar monitor. b) Memperbesar intensitas Pencahayaan. c) Menambah waktu yang diperlukan untuk melihat obyek. d) Bila menggunakan Pencahayaan alami, harus diperhatikan agar jalan masuknya sinar tidak terhalang. e) Mencegah kesilauan dengan : (1) Memperbesar kekontrasan antara obyek dengan latar belakang. (2) Tidak melapisi permukaan mesin dengan bahan yang mengkilat. (3) Meletakkan lampu di atas kepala tenaga kerja, sebelah kiri belakang. (4) Menata warna dinding dan langit-langit. 2. Pengendalian secara secara administratif a) Untuk pekerjaan malam atau pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi, memperkerjakan tenaga kerja yang berusia relatif masih muda dan tidak menggunakan kacamata adalah lebih baik. b) Menjaga kebersihan dinding, langit-langit, lampu dan perangkatnya penting untuk diperhatikan. Perawatan tersebut sebaiknya dilakukan minimal 2 kali dalam 1 tahun, karena kotoran/debu yang ada teryata dapat mengurangi intensitas pencahayaan hingga 35 %.
2.1.8
Kelelahan Kerja
A. Pengertian Kelelahan Kerja Kelelahan kerja adalah kondisi seseorang mengalami penurunan performansi akibat dari perpanjangan kerja (Nurmianto, 2004). Kelelahan adalah keadaan seseorang mengalami efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh yang disebabkan oleh karena intensitas, lama kerja, lingkungan, sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2013).
Menurut Suma’mur (2014) kata lelah (fatigue) merupakan keadaan tubuh fisik dan mental yang berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Kelelahan kerja merupakan perasaan lelah dan adanya penurunan kesiagaan (Grandjean, 1993). Mengingat kelelahan kerja tidak dapat didefinisikan secara jelas tetapi dapat dirasakan sebagai perasaan kelelahan kerja disertai adanya perubahan waktu reaksi yang menonjol maka indikator perasaan kelelahan kerja dan waktu reaksi dapat dipergunakan untuk mengetahui adanya kelelahan kerja. Perasaan kelelahan kerja adalah gejala subjektif kelelahan kerja yang dikeluhkan pekerja yang merupakan semua perasaan yang tidak menyenangkan (Setyawati, 2011). Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satusatunya gejala (Budiono dkk, 2003).
B. Jenis Kelelahan Kerja Kelelahan kerja dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Berdasarkan proses dalam otot a) Kelelahan Otot, merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot. b) Kelelahan Umum, biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang penyebabnya adalah keadaan persyarafan sentral atau kondisi sosio psikologis. Akar masalah kelelahan umum adalah monotoninya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja yang bersangkutan, keadaan lingkungan, tidak jelasnya tanggung jawab, dan konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. 2. Berdasarkan waktu terjadinya Menurut Setyawati (2011), berdasarkan waktu terjadinya kelelahan dibagi menjadi 2 macam, yaitu: a) Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan.
b) Kelelahan kronis, terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari dan berkepanjangan. 3. Berdasarkan penyebab kelelahan Menurut Setyawati tahun 2011, terdapat dua macam kelelahan, yaitu: a) Kelelahan fisiologis, disebabkan oleh faktor fisik di tempat kerja antara lain oleh suhu dan kebisingan. b) Kelelahan psikologis, merupakan kelelahan yang disebabkan oleh faktor psikologis.
C. Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Kerja Faktor yang mempengaruhi kelelahan yaitu faktor internal dan faktor eksternal, sebagai berikut : 1) Internal a) Usia Usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang yang berakibat pada kelelahan. Salah satu indikator dari kapasitas kerja adalah kekuatan otot seseorang. Semakin tua umur seseorang, maka semakin menurun kekuatan ototnya. Kekuatan otot yang dipengaruhi oleh umur akan berakibat pada kemampuan fisik tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya. Laki-laki maupun wanita pada umur sekitar 20 tahun merupakan puncak dari kekuatan otot seseorang, dan pada umur sekitar 50 – 60 tahun kekuatan otot mulai menurun sekitar 15 – 25% (Setyowati dkk, 2014). Usia seseorang semakin tua maka daya tahan tubuh terhadap sumber penyebab penyakit akan semakin berkurang, sehingga tidak tertutup kemungkinan apabila terkena sumber penyakit, akan menjadi lebih parah (Astuti, 2009). b) Jenis Kelamin Perbedaan secara fisik antara jenis kelamin wanita dan laki-laki terletak pada ukuran tubuh dan kekuatan ototnya. Kekuatan otot wanita relatif kurang jika dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki. Kekuatan otot ini akan mempengaruhi kemampuan kerja seseorang yang merupakan
penentu dari terjadinya kelelahan. Permasalahan wanita lebih kompleks dibandingkan laki-laki, salah satunya adalah haid. Wanita yang sedang mengalami haid cenderung cepat lelah dibandingkan wanita yang tidak mengalami haid (Suma’mur, 2014). c) Riwayat penyakit (1) Diabetes Mellitus Penyakit
Diabetes
Mellitus
merupakan
penyakit
yang
menyebabkan gangguan perubahan dalam hal ini glukosa menjadi energi secara efisien oleh tubuh kita dengan akibat kadar gula darah menjadi lebih tinggi dari normal. Kadar glukosa yang berlebihan ini akan memberi gangguan bermacam-macam khususnya pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar sehingga lama kelamaan akan menimbulkan komplikasi. Komlikasi ini dapat berupa komplikasi pada mata yang berakibat katarak lebih dini, kabur karena retinanya rusak. Pada penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol dengan baik dapat menjadi peradangan pada selaput retina, serabut-serabut yang ke pupil dan otot siliar akan mengalami atrofi dan penglihatan makin lama makin kabur dan jika sering dipaksakan untuk melihat akan menyebabkan kelelahan mata (Sidarta Ilyas, 1991) (2) Hypertensi Risiko akibat Hypertensi berupa terjadi kerusakan-kerusakan pada jantung karena harus bekerja keras dan pembuluh-pembuluh darah yang mengeras untuk menahan tekanan darah yang meningkat. Risiko Hypertensi juga dapat mengenai mata yaitu pada bagian selaput jala mata atau retina sebagai akibat dari penciutan pembuluh-pembuluh darah mata dan komplikasinya sering berifat fatal. Hypertensi yang sistemik yang menetap dapat berpengaruh pada mata yang berupa pendarahan retina, odema retina, exudasi yang menyebabkan hilangnya penglihatan (Sidarta Ilyas, 1991). (3) Gangguan refraksi mata Melihat dalam waktu yang lama berisiko terkena mata lelah atau astenopia (Afandi, 2002). Ketegangan pada mata akibat gangguan
refraksi mata disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant, 1991). d) Status Gizi Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang pekerja dengan status gizi yang baik akan memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang lebih baik, sedangkan seorang pekerja dengan status gizi yang tidak baik akan memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang tidak baik juga (Budiono, dkk, 2003). Menurut Dewa tahun 2001, Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhna untuk memantau status gizi seseorang khususnya yang berkaitan dengan kekerungan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Menurut Departemen Kesehatan (1994) kategori ambang batas IMT untuk Indonesia sebagai berikut : (1) Kriteria Kurus dengan IMT < 17,0 (2) Kriteria Normal dengan IMT 18,5-25,0 (3) Kriteria Gemuk dengan IMT >27,0 2) Eksternal a) Masa Kerja Masa kerja adalah waktu yang dihitung berdasarkan tahun pertama bekerja hingga saat penelitian dilakukan dihitung dalam tahun. Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan, karena semakin lama bekerja menimbulkan perasaaan jenuh akibat kerja monoton yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan yang dialami (Setyawati, 2010). Menurut Nurmianto (2012), masa kerja adalah salah satu faktor pada karakteristik tenaga kerja yang mempengaruhi pembentukan perilaku, semakin lama masa kerja tenaga kerja maka membuat tenaga kerja lebih mengenal tempat kerja serta terbiasa dengan lingkungan kerjanya.
Menurut gempur santoso tahun 2004, masa keja berkaitan dengan proses aklimatisasi tenaga kerja terhadap iklim kerja tertentu sehingga menjadi terbiasa terhadap iklim kerja tersebut dan kondisi fisik, faal dan psikis tidak mengalami efek buruk dari iklim kerja yang dimaksud, proses aklimatisasi ini biasanya memerlukan waktu 7 - 10 hari. b) Beban kerja Beban kerja adalah keadaan tenaga kerja dihadapkan pada tugas individu atau kelompok yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan masing-masing (Suma’mur, 2014). Menurut Nurmianto (2004) pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat
kontraksi
otot
tubuh,
sehingga
hal
ini
dapat
meningkatkatkan penimbunan asam laktat pada seseorang. Beban kerja dapat dikategorikan bedasarkan denyut jantung seperti tabel berikut : Beban Kerja Ringan : 75-100 denyut/permenit Beban Kerja Sedang : 101-125 denyut/permenit Beban Kerja Berat : 126-150 denyut/permenit Beban Kerja Sangat Berat :151-175 denyut/permit Beban Kerja Sangat Berat Sekali : >175 denyut/permit c) Keadaan fisik lingkungan kerja (Setyowati dkk, 2014) Lingkungan kerja yang buruk dapat mempengaruhi kelelahan seseorang. Kebisingan (> 85 dB) merupakan beban tambahan tenaga kerja yang dapat mempengaruhi tingkat ketelitian atau konsentrasi seseorang dalam melakukan aktivitasnya dan dapat menyebabkan gangguan psikis seseorang misalnya susah tidur atau kurang istirahat sehingga berdampak pada peningkatan kelelahan. Menurut Setyawati (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja adalah : (1) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi, masa kerja. (2) Cuaca ruang kerja: pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan kerja lain yang tidak memadai.
(3) Faktor psikologis: rasa tanggung jawab, ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik. (4) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan status gizi. (5) Circadian rhythm yang terganggu akibat shift kerja. Kelelahan kerja dan gangguan pada mata dapat dipengaruhi oleh berbagai hal menurut Tarwaka (2013), antara lain: (1) Saat melakukan pekerjaan yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi untuk jangka waktu yang lama. (2) Apabila terdapat kesilauan, cahaya pantulan dan bayangan. (3) Membaca teks pada tulisan yang tidak jelas. (4) Intensitas penerangan yang tidak sesuai dengan standar. (5) Melihat untuk waktu yang lama pada obyek yang sama dan berulangulang. (6) Fokus yang berlebihan terhadap suatu obyek.
D. Fisiologis Kelelahan Kerja Penumpukan asam laktat di otot-otot dan di dalam aliran darah menyebabkan menurunnya kerja otot-otot dan kemungkinan saraf tepi dan sentral yang berpengaruh terhadap proses terjadinya kelelahan. Asam laktat ini merupakan hasil perubahan glukosa pada saat otot berkontraksi dan menyebabkan kelelahan. Memulihkan kondisi tubuh yang mengalami kelelahan, sebagian asam laktat yang terdapat dalam tubuh diproses kembali menjadi glikogen sehingga dapat menormalkan kembali kerja otot-otot yang menurun. Perubahan sebagian asam laktat menjadi glikogen kembali memerlukan oksigen yang cukup dalam prosesnya. Beban kerja seseorag berpengaruh dalam terjadinya penumpukkan asam laktat. Beban kerja yang semakin berat makan kadar asam laktat dalam tubuh akan semakin meningkat dan tubuh akan kekurangan oksigen, namun apabila beban kerja seseorang tidak terlalu berat maka tidak terjadi penumpukkan asam laktat dan tidak kekurangan oksigen sehingga kinerja otot-otot kembali normal (Setyawati, 2011).
Kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (Budiono dkk, 2003).
E. Gejala Kelelahan Kerja Menurut Setyawati (2011) menyebutkan bahwa gejala-gejala kelelahan kerja adalah sebagai berikut : 1) Gejala-gejala yang mungkin berakibat pada pekerjaan seperti penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan lingkungan, depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif. 2) Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala diatas adalah sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan serta gangguan pencernaan. Disamping gejala-gejala di atas pada kelelahan kerja kronis terdapat pula gejala-gejala yang tidak spesifik berupa kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur. Perasaan adanya kelelahan kerja ditandai dengan berbagai kondisi Nurmianto (2004), antara lain: 1) Kelelahan visual (indera penglihatan) 2) Kelelahan seluruh tubuh 3) Kelelahan mental 4) Kelelahan urat syaraf 5) Stres (pikiran tegang), dan 6) Rasa malas bekerja. Gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan menurut Suma’mur (2014), antara lain: 1) Perasaan berat di kepala 2) Menjadi lelah seluruh badan 3) Kaki merasa berat 4) Menguap
5) Pikiran kacau 6) Mengantuk 7) Merasakan beban di kepala 8) Kaku dan canggung dalam gerakan 9) Tidak seimbang dalam berdiri
BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA