Laporan Problem Based Learning Modul 2 “Penyakit/ Masalah Kesehatan dalam Keluarga” Disusun oleh: Kelompok 12
Ahmad Fauzan N.
C111 13 536
Muhammad Fiqhi H. C111 13 317
A.Intan Itarahayu
C111 13 546
Nasrudin Efendi
C111 13 032
Annisa Vigilanty P. C111 13 003
Nur Irma Safitri
C111 13 039
Beny Firmansyah
Nurul Ilmi A.D.
C111 13 352
Dwi Nurviana Basri C111 13 510
Rahmawati
C111 13 328
Fathimah Azzahra H.C111 13 354
Robby Rajatul A.
C111 13 036
I Wayan Gde Krisna C111 13 113
Suci Dewi Putri
C111 13 336
Itzar Chaidir Islam C111 13 037
Wa Ode Nuzul Fitrah C111 13 112
C111 13 016
Megawati Ananda
C111 13 318
SISTEM KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan anugerahNya sehingga dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Problem Based Learning Modul I Mata Kuliah Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. dr. Muh. Rum Rahim selaku dosen pembimbing yang telah memberikan berbagai bimbingan dan pengarahan dalam proses Problem Based Learning hingga penyusunan laporan ini. 2. Kepala Puskesmas Minasa Upa Kota Makassar beserta tenaga kesehatan, staf dan warga sekitar yang memberikan masukan serta sumber informasi bagi kegiatan Problem Based Learning. 3. Pihak-pihak yang turut mendukung baik secara moral maupun material, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Seperti peribahasa “Tak ada gading yang tak retak”, maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa gagasan tertulis ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan rasa tulus penulis akan menerima kritik dan saran serta koreksi membangun dari semua pihak.
Makassar, 12 September 2016
Penulis
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama dikalangan usia menengah keatas, maka diperlukan upaya kesehatan seperti upaya pencegahan suatu penyakit dan peningkatan pelayanan kesehatan. Untuk memenuhi tujuan tersebut,dibutuhkan peran pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik. Untuk mewujudkan peningkatan kesehatan terutama dikalangan usia menengah keatas diperlukan adanya sumber daya manusia yaitu dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang professional. Sarana dan prasarana yang memadai serta alat-alat yang tersedia sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk pelayanan kesehatan. Apabila komponen salah satu diatas kurang, maka pelayanan kesehatan yang diberikan juga akan kurang berkualitas. Hipertensi mengenai seluruh bangsa di dunia dengan insidensi yang bervariasi. Akhir-akhir ini insidensi dan prevalensi meningkat dengan makin bertambahnya usia harapan hidup. Di Amerika Serikat dikatakan bahwa pada populasi kulit putih usia 50-69 tahun prevalensinya sekitar 35% yang meningkat menjadi 50% pada usia diatas 69 tahun. Penelitian pada 300.000 populasi berusia 65-115 tahun (rata-rata 82,7 tahun) yang dirawat di institusi lanjut usia didapatkan prevalensi hipertensi pada saat mulai dirawat sebesar 32%. Dari penderita ini 70% diberikan obat anti hipertensi dan sudah mengalami komplikasi akibat penyakitnya, diantaranya, penyakit jantung koroner (26%), penyakit jantung kongestif (22%), dan penyakit serebrovaskuler (29%).
B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana mengetahui masalah hipertensi yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa Makassar dan menyelesaikan masalah dengan pendekatan kedokteran keluarga.
C. TUJUAN PENELITIAN Mengidentifikasii masalah hipertensi yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa Makassar dan menyelesaikan masalah dengan pendekatan kedokteran keluarga.
D. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. BAGI PUSKESMAS Meningkatkan upaya pelayanan dan penanggulangan masalah hipertensi yang terjadi di wilayah kerjanya terutama dengan metode kedokteran keluarga. 2. BAGI MAHASISWA Memperoleh pengalaman sehingga dapat menjelaskan konsep public health khususnya pendekatan Kedokteran Keluarga dalam kasus tertentu dengan cara membuat laporan modul 2 di Puskesmas Minasa Upa Makassar. 3. BAGI MASYARAKAT Memperoleh pengetahuan dan pelayanan mengenai pentingnya hipertensi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005). Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output (Wexler, 2002)
B. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu: Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999). Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi (Sheps, 2005). Berdasarkan bentuk hipertensi, yaitu hipertensi diastolic,campuran,dan sistolik. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik.
Umumnya
ditemukan pada usia lanjut (Gunawan, 2001).
C. Etiologi hipertensi Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai
keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi (Astawan,2002) Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir,2002) Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Peripherial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Hayens, 2003).
D. Patofisiologi hipertensi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin,2001). Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Dekker, 1996). Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin,2001).
E. Tanda dan Gejala Hipertensi Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahuntahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang
bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma, 2000). Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa : Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo, 2002).
F. Faktor-faktor Resiko Hipertensi Faktor resiko hipertensi meliputi: Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005). Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001). Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Astawan, 2002). Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004). Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2000). Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika asupan
garam
5-15
gram
perhari,
akan meningkat
prevalensinya
15-20%
(Wiryowidagdo, 2004). Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berkebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi batasi (Wijayakusuma, 2000). Merokok merupaka salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan member sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokokmenggantikan iksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekana darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam orga dan jaringan tubuh (Astawan, 2002). Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang yang kuan aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tingi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Amir, 2002). Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Dunitz, 2001).
G. Komplikasi Hipertensi Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteriarteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006). Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000). Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapilerkepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000). Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Amir, 2002)
Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).
H. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi sres, olahraga, dan istirahat (Amir, 2002). Merokok sangat besar perananya meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekana darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang sempit. Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan, disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat (Santoso, 2001). Mengurangi berat badan juga menurunkan resiko diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker .Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol. Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormone–hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium dan air. Minumminuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium.Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg. Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan
tekana darah, yakni: diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat baadan (Astawan, 2002). Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na).Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium (Gunawan, 2001). Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu: kolestrol, trigeserida, dan pospolipid. Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari – hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan (Amir, 2002). Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude fiber) dan serat kasar banyak terdapat pada sayuran dan buah – buahan, sedangkan serat makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu: kentang, beras, singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi (Mayo, 2005). Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat badan.Kelebihan berat badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena hipertensi. Demikian juga dengan orang yang berusia 40 tahun mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan hal – hal berikut: 1.
Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk
penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu. 2. Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi. 3. Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan. Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stress berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang nersifat sementara yang sangat tinggi. Jika periode stress sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap (Amir, 2002).
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu menyusutkan hormone noradrenalin dan hormone – hormone lain penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga Isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah (Mayer, 1980). Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh, istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waku istirahat perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja sehari – hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan, tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh (Amir, 2002).
BAB III KASUS DAN ANALISIS KASUS
A. KASUS 1. Identitas Puskesmas
: Minasa Upa
Data Pasien Nama pasien
: Alepu
Umur
: 84 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan TNI
Alamat
: BTN Minasa Upa blok G 10 No.9, Makassar
Tanggal kunjungan
: 31 Agustus 2016
2. Anamnesis Keluhan Utama
: tekanan darah darah tinggi, biasa pusing
Keluhan Tambahan
: nyeri lutut, reumatik, asam urat, maag
Riwayat Penyakit Sekarang
: pasien sering mengalami nyeri ulu hati, nyeri lutut,.
Riwayat Penyakit Dahulu
: pasien ada riwayat hipertensi sejak masih kerja, ±20 tahun lalu. Pasien pernah jatuh dan mengalami dislokasi hip. Pasien pernah menjadi perokok berat di usia muda. Gula darah pernah tinggi (DM)
Riwayat Penyakit Keluarga
: Tidak tahu, karena orang tua dulu jarang ke dokter.
Riwayat pengobatan
: Obat yang dikonsumsi saat ini adalah Amlodipine 10 mg, Natrium Diklovenak 50 mg, Neurodex, Diazepam 2 mg, Ranitidine 150mg, Furosemide, Cilexetil 16 mg. Kadang juga konsumsi air rebusan kulit pohon “coppeng” untuk kurangi gejala akibat tekanan darah tinggi.
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum
: Baik
Kesadaran : Compos mentis Tekanan darah
: 150/90 mmHg
4. Diagnosis Hipertensi stage I, berdasarkan JNC VII
5. Terapi a. Promotif: Menghimbau kepada orang tua lain yang berusia di atas 60 tahun dan yang berisiko tinggi untuk memiliki hipertensi, agar dapat menjalankan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, tidak tinggi kolesterol, menghindari rokok, melakukan olahraga ringan dan mengurangi aktivitas yang berat dan menyita banyak pikiran.
b. Preventif: Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan mengkonsumsi makanan yang tidak tinggi kandungan kolesterolnya, mengurangi konsumsi kacang-kacangan, menghindari rokok, berolahraga ringan, mengurangi aktivitas yang membutuhkan banyak pikiran, menghindari stress, hindari makanan mengandung asam urat, membatasi aktivitas fisik. Selain itu dengan adanya maag/ nyeri ulu hati, pasien sebaiknya makan secara teratur, porsi kecil tapi sering. Dan dengan adanya riwayat jatuh, yang menyebabkan dislokasi hip, pasein harus dijaga agar tidak jatuh lagi.
c. Kuratif : Terapi medika mentosa :
Amlodipine 10 mg, jenis obat : Calcium Channle Blockers, Umumnya dosis awal amlodipine adalah 5 mg per hari. Ini bisa ditingkatkan ke dosis maksimum yaitu 10 mg per hari. Dosis akan disesuaikan dengan keadaan dan respons pasien terhadap obat ini. Indikasi : hipertensi,gagal jantung dan gangguan pada ginjal
Furosemide, jenis obat : diuretik, indikasi : hipertensi karena retensi cairan. Dosis yang umum diresepkan dokter adalah antara 20-80 mg per hari.
Cilexetil 16 mg, jenis obat : penghambat reseptor angiotensin II, untuk penanganan hipertensi, umumnya dosis diberikan sebesar 8 mg per hari
Diazepam 2 mg, jenis obat : benzodiazepin. Indikasi : kecamasan, insomnia.
Ranitidin 150mg, jenis obat : H2 agonis, untuk keluhan nyeri ulu hati
Natrium Diklofenak 50 mg, jenis obat : golongan NSAID, indikasi : peradangan dan kekakuan sendi, dalm hal ini nyeri lutut yang dialami pasien.
Neurodex, vitamin B kompleks
Terapi non medika mentosa 1. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan kebiasaan makan penderita hipertensi. 2. Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien penderita hipertensi. 3. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien penderita hipertensi untuk melakukan olahraga ringan, misalnya jogging atau jalan-jalan santai disekitar rumah. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok.
d. Rehabilitatif:
Kontrol penyakit ke dokter minimal sebulan sekali.
Monitoring : Tekanan darah
Kerusakan target organ : -
Mata (Retinopati hipertensi)
-
Ginjal (Nefropati hipertensi)
-
Jantung (HHD)
-
Otak (Stroke)
Interaksi obat dan efek samping
Kepatuhan minum obat
6. Kunjungan Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada hari Rabu, 31 Agustus 2016, didapatkan bahwa pasien adalah penderita Hipertensi derajat I kronik terkontrol. Pasien telah memiliki pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang baik, berhenti merokok, sering olahraga dan berobat teratur. Selain itu istri pasien juga sangat membantu dalam memberikan informasi serta mendukung pengobatan suaminya. Rumah pasien tergolong rumah yang cukup sehat dan nyaman, meskipun kurangnya ventilasi. Oleh karena itu pasien disarankan untuk melakukan pencegahan sekunder untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan minum obat secara teratur, kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan olahraga secara teratur, memperbaiki pola makan dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat. Bagi keluarga pasien sebagai kelompok resiko tinggi, dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat sedini mungkin dan mengontrol tekanan darah secara teratur dan hidup dengan pola makan yang sehat. Untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh hendaknya didukung pula oleh kondisi rumah yang sehat, oleh karena itu pasien disarankan untuk memperbaiki ventilasi ruangan.
B. ANALISIS KASUS FAKTOR INTERNAL 1. Genogram
2. Struktur Keluarga Bapak Alepu merupakan salah satu pasien hipertensi dari Puskesmas Minasa Upa. Istrinya bernama Siti Allang yang berusia 82 tahun. Kedua orang tua dari Bapak Alepu dan Ibu Siti Allang sudah meninggal, saat ditanyakan mengenai penyebab dari meninggalnya atau riwayat penyakitnya, beliau mengatakan karena sudah tua dan penyakit orang tua yang tidak diketahui penyakit medis seperti apa, karena dulu orang tua tidak paham tentang medis serta pandangan masyarakat awam yag dulunya takut ke dokter, takut disuntik. Bapak Alepu dan Ibu Siti Allang dikaruniai 8 orang anak, 4 diantaranya sudah meninggal dunia. Anak pertama bernama Rustam, laki-laki, lahir tahun 1959, meninggal sekitar usia 18 tahun, saat itu sudha kuliah di Unhas selama 3 bulan. Anak kedua Rosmini, perempuan, lahir pada tahun 1962, yang saat ini berusia 54 tahun. Anak ketiga dan keempat meninggal dunia saat masih bayi. Anak kelima Ny.C sudah berkeluarga, tinggal di Balikpapan, sudah punya anak. Anak keenam sudah meninggal, masih berusia beberapa hari. Anak ketujuh Tn. E, sudah berkeluarga, punya istri dan anak. Anak kedelapan Tn.F sudah berkeluarga, punya istri dan anak, berdomisili di Makassar.
3. Family Circle
4. Siklus Keluarga Pada pasien ini, dari hasil wawancara kepada pasien langsung, diketahui bahwa pasien berada dalam tahap kedelapan yakni Keluarga Usia Jompo. Hal ini dapat diketahui dari pasien yang telah berusia lanjut dan tinggal berdua bersama dengan istrinya.
5. Family Assessment Dilakukan dengan pendekatan metode APGAR No. Pernyataan
Sering/Selalu
Kadangkadang
1
Saya puas bahwa saya dapat kembali kepada keluarga saya, bila saya
√
menghadapi masalah 2
Saya puas dengan cara2 keluarga saya membahas serta membagi masalah
√
dengan saya 3
Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan mendukung keinginan
√
Jarang/Tidak
saya melaksanakan kegiatan dan ataupun arah hidup yang baru 4
Saya puas dengan cara2 keluarga saya menyatakan rasa kasih sayang dan
√
menanggapi emosi 5
Saya puas dengan cara2 keluarga saya membagi
√
waktu bersama Adaptasi
:2
Kemitraan
:1
Pertumbuhan
:1
Kasih Sayang
:2
Kebersamaan
:2
Hasil
: 8 = SEHAT
FAKTOR EKSTERNAL Data-data berupa faktor eksternal yang dapat diperoleh dari pasien: 1. Faktor Biologi: Dari segi faktor biologi, faktor genetik tidak jelas karena pasien tidak mengetahui riwayat hipertensi pada orangtua pasien. 2. Faktor Gaya Hidup: Pasien memiliki riwayat merokok pada usia muda, beliau dulu termasuk perokok berat. Dan suda berhenti sejak 20 tahun yang lalu, yaitu pada usia 60an. Pasien dulunya rajin melakukan aktivitas fisik, karena profesi beliau yang dulunya seorang tentara dan sekarang sudah jarang melakukannya. 3. Faktor Perilaku Kesehatan: Pasien rajin mengontrol tekanan darah, baik di puskesmas maupun di rumah sakit dan mengkonsumsi obat secara teratur. 4. Faktor Pelayanan Kesehatan:
Pasien lebih suka melakukan pemeriksaan di rumah sakit, biasanya ke puskesmas hanya untuk minta rujukan. Beliau lebih menyukai pelayanan di rumah sakit. 5. Faktor Psiko-Sosio-Ekonomi: Pasien memiliki tidak memiliki faktor stress dari keluarga. Kehidupan sosial dengan masyarakat sekitar baik. Pemenuhan kebutuhan dan pendapatan keluarga cukup. 6. Faktor Lingkungan Kerja: Pasien tidak memiliki masalah dengan lingkungan kerjanya. 7. Faktor Lingkungan Fisik: Ventilasi dan penerangan di dalam tempat tinggal pasien tidak terlalu baik.
C. Penatalaksanaan Keluarga Penderita adalah seorang laki-laki usia lanjut dan sudah tidak bekerja (pensiun), maka biaya kehidupan sehari-hari serta kebutuhan hidup lainnya ditanggung oleh pemberian anak dan ada juga dari dana pensiun dari pekerjaan sebelumnya. Penderita bertempat tinggal di pemukiman yang padat penduduk,dengan lingkungan sekitar yang cukup bersih. Rumah pasien tergolong rumah yang kurang sehat dilihat dari kurangnya ventilasi dan penerangan yang kurang memadai.
Penderita diketahui menderita hipertensi sejak beberapa tahun yang lalu. Pada pengukuran terakhir, tekanan darah pasien mencapai 150/90 mmHg. Pada anggota keluarga yang lain tidak ada riwayat hipertensi. Sebelumnya saat muda ada riwayat merokok, namun sekarang sudah berhenti. Untuk menanggulangi agar tekanan darah pasien tetap dalam rentang normal, maka diperlukan pendekatan dan pelaksanaan hal-hal khusus bagi penderita serta keluarga secara disiplin, yakni: 1. Pasien
Pasien disarankan agar selalu rutin memeriksakan dirinya dan mengontrol tekana darahnya di puskesmas minimal seminggu sekali.
Pasien diberikan edukasi untuk teratur meminum obat hipertensi yang diberikan.
Pasien disarankan untuk berperilaku hidup sehat, berolahraga/ melakukan aktivitas fisik yang ringan, mengonsumsi makanan yang bergizi, kurang asupan garam pada makanan, makan yang teratur agar maag tidak kambuh, istirahat yang cukup.
Pasien disarankan agar berhati-hati supaya tidak jatuh, karena ada riwayat jatuh sebelumnya.
2. Keluarga
Selain penderita, anggota keluarga diharapkan untuk mendukung pasien dalam pengontrolan tekanan darah pasien dengan cara mengingatkan untuk rajin kontrol tekanan darah ke puskesmas/ rumah sakit dan patuh minum obat.
Menyarankan/menyajikan hidangan yang kurang mengandung garam, sebagai salah satu faktor predisposisi yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Menyarankan pasien untuk mengurangi aktivitas yang tidak perlu dilakukan.
Rencana mengenai hal-hal yang akan dilakukan selanjutnya dapat dirangkum dalam suatu program perencanaan: 1. Pengukuran tekanan darah pasien secara berkala. 2. Pemeriksaan berkala, baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. 3. Memberikan edukasi serta masukan bagi penderita serta keluarga mengenai Hipertensi dan bagaimana cara menanggulanginya secara komprehensif. 4. Menyarankan pasien untuk menjauhi faktor-faktor yang dapat memicu peningkatan
tekanan darah seperti lingkungan yang kurang bersih dan kurang ventilasi, lifestyle yang buruk seperti merokok, serta mengontrol tingkat stress.
DAFTAR PUSTAKA Amir,N.(2002). Diagnosis dan Pelaksanaan Depresi Pasca Stroke. http://tulisan-bebas.com Diakses pada tanggal 21 April 2014. Astawan,
(2002).
Cegah
Hipertensi
dengan
Pola
Makan.http://www.tekanandarah.com/content/view/41/9/, diakses pada tanggal 21 April 2014. Basha, A. (2004). Hipertensi: Faktor Resiko Dan Penatalaksanaan. http://www.pjnhk.go.id/, diakses tanggal 23 Nopember 2011 Corwin,E,J(2001).Buku saku Patofisiologi. Jakarta:EGC. Dunitz,M. (2001). Treatment of Hypertension In General Practice, Dallas: Blok Well Science Inc. Gunawan,L, (2001). Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Percetakan Kanisus. Hayens, B, dkk. (2003). Buku Pintar Menaklukkan Hipertensi. Jakarta: Ladang Pustaka. Julianti, E.D, Nurjana, dan Soetrisno. (2005). Bebas Hipertensi dengan Terapi Jus. Jakarta; Puspa Suara. Mayo. (2005). Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT Duta Prima.
Santoso, S.S.Prasoedjo, & Zalbawi, (2001). Artikel Faktor – Faktor yang Mendorong Penderita
Hipertensi
ke Pengobatan
Tradisional.
Jakarta
:
Puslitbang
Ekologi Kesehatan. Sheps, (2005). Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Intisari Mediatama Wijayakusuma,H.M (2000). Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi. Jakarta: Swadaya. Wexler, (2002). The Gale Encylopedia of Nursing and Alied Health: Hypertension. Jakarta: EGC Wiryowidagdo,S.(2002). Obat Tradisional untuk Penyakit Jantung, Darah Tinggi dan Kolesterol. Jakarta: Agromedia Pustaka.