LAPORAN TUTORIAL BLOK SISTEM REPRODUKSI MODUL 2 “ BAYI BERAT LAHIR RENDAH”
Disusun Oleh: KELOMPOK 6 Tutor : dr.Nesyana Nurmadillah,M.Gizi
Faathi Ma Ruf Chomo
11020130159
Putri Yunan Chaerunnisya
11020160011
A.Nadia Sulistia Ningsih
11020160012
Nur aisyah
11020160028
Muhammad Syarifullah Hidayat A
11020160042
Nurul Fitriah Junaid
11020160046
Resky Asfiani Rahman
11020160051
Indah Dian Larasati Husada
11020160061
Hasmau Husna Amin
11020160081
S. Ahmad Gufran Idrus
11020160125
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2019
SKENARIO 1 Seorang bayi perempuan, berusia 2 hari dirujuk ke unit gawat darurat RS dengan keterangan bayi tampak kuningpada wajah dan dadanya. Dari Allaoanamnesis di dapatkan riwayat ibu dengan anemia berat dan partus premature pada usia kehamilan 33 minggu, dengan berat lahir 2000 gram.
KALIMAT KUNCI
Bayi perempuan berusia 2 hari di rujuk ke RS
Bayi tampak kuning pada wajah dan dada
Allaoanamnesis riwayat ibu anemia berat dan partus premature
Usia kehamilan 33 minggu dengan BL 2000 gram
PERTANYAAN 1. Jelaskan definisi dan etiologi BBLR ! 2. Jelaskan mengenai Klasifikasi BBLR ! 3. Jelaskan Ikterus yang terjadi pada premature normal atau tidak. Dan jelaskan lokasinya dimana saja yang di katakan normal atau tidak normal pada bayi premature ! 4. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi BBKR ! 5. Mekanisme masalah-masalah yang terjadi pada BBLR dan Bagaimana penanganannya? 6. Pencegahan BBLR! 7. Bagaimana penatalaksanaan pada BBLR dan ibu ? 8. Apa saja pemeriksaan bayi baru lahir ! 9. Jelaskan perspektif islam yang berkaitan dengan skenario
1. DEFINISI BBLR DAN ETIOLOGI BBLR Definisi Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang umur kehamilan. Etiologi Faktor ibu 1) Penyakit Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, pre eklampsia, eklampsia, hipoksia ibu, trauma fisis dan psikologis. Penyakit lainnya ialah nefritis akut, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus, hemoglobinopati, penyakit paru kronik,infeksi akut atau tindakan operatif. 2) Gizi ibu hamil Keadaan gizi ibu hamil sebelum hamil sangat berpengaruh pada berat badan bayi yang dilahirkan. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada bayi, mati dalam kandungan dan lahir dengan BBLR. Oleh karena itu, supaya dapat melahirkan bayi yang normal, ibu perlu mendapatkan asupan gizi yang cukup. 3) Anemia Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari 12 gram %. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar Hb dibawah 11 gram % pada trimester I dan III atau kadar Hb kurang 10,5 gram % pada trimester II (Latief et al., 2007). Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan resiko kematian ibu, BBLR dan angka kematian bayi. Anemia dalam kehamilan disebabkan kekurangan zat besi yang
dapat
menimbulkan
gangguan
atau
hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Hal ini dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortilitas ibu dan bayi. Kemungkinan melahirkan BBLR juga lebih besar. 4) Keadaan sosial-ekonomi Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial-ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang. Faktor janin 1) Hidroamnion Hidroamnion adalah cairan amnion yang lebih dari 2000 ml. Pada sebagian besar kasus, yang terjadi adalah hidroamnion kronik yaitu peningkatan cairan berlebihan secara bertahap. Pada hidroamnion akut, uterus mengalami peregangan yang jelas dalam beberapa hari. Hidroamnion dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR.6 2) Kehamilan ganda/kembar Kehamilan ganda dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus. Kehamilan ganda dibagi menjadi dua yaitu, kehamilan dizigotik dan monozigotik. Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama. Kehamilan ganda dapat memberikan resiko yang tinggi terhadap ibu dan janin. Oleh karena itu, harus dilakukan perawatan antenatal yang intensif untuk menghadapi kehamilan ganda. 2. Infeksi dalam kandungan (toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, sifillis, TORCH ).
Referensi: Latief, A., Napitupulu, P., Pudjiadi A., Ghazali VM. (2007). Buku Ilmu Kesehatan Anak 3rd ed. Jakarta: FKUI Suwoyo, Antono, S. D., dan Triagusanik. (2011). Hubungan pre eklampsia pada kehamilan dengan kejadian BBLR di RSUD dr Hardjono Ponorogo. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume II. Latief, A., Napitupulu, P., Pudjiadi A., Ghazali VM. (2007). Buku Ilmu Kesehatan Anak 3rd ed. Jakarta: FKUI
Arista, E. (2012). Kesehatan Ibu Dan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika. Proverawati, A. (2010). BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta: Nuha Medika. Chandra, S. (2011). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Mandriawati, G. A. (2008). Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Jakarta: Monica Ester.
2. KLASIFIKASI DARI BBLR Klasifikasi berat badan bayi baru lahir dapat dibedakan atas1 : Bayi berat badan normal, yaitu 2.500-4.000 gram Bayi berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu 1.500 – 2.500 gram Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu bayi dengan berat lahir <1.500 gram Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER), yaitu bayi dengan berat lahir <1.000 gram Berdasarkan umur kehamilan1 Berdasarkan umur kehamilan atau masa gestasi bayi baru lahir dikelompokkan menjadi 3 kelompok antara lain : Preterm infant atau bayi premature adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan <37 minggu (kurang dari 259 hari) Term infant atau bayi cukup bulan (mature, atau aterm) adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan 37-42 minggu (259-293 hari) Postterm infant atau bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih) Berdasarkan umur kehamilan dan berat badan1 Klasifikasi bayi baru lahir ditinjau dari hubungan antara berat badan dan umur kehamilan, yang dikelompokkan menjadi : Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau disebut Small for gestational age (SGA), yaitu bayi yang lahir dengan keterlambatan pertumbuhan intrauteri dengan berat badan terletak di bawah persentil ke-10 dalam grafik pertumbuhan intrauterine Bayi sesuai masa kehamilan (SMK) atau disebut Appropriate for Gestational Age (AGA), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan untuk masa kehamilan yang berat
badannya terletak antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam grafik pertumbuhan intrauterine Bayi besar untuk masa kehamilan atau disebut Large for Gestational Age (LGA), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan lebih besar untuk usia kehamilan dengan berat badan terletak di atas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan intrauterine.
Referensi: Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3. IKTERUS PADA BAYI PREMATURE NORMAL ATAU TIDAK DAN LOKASI DIMANA DIKATAKAN NORMAL
HIPERBILIRUBINEMIA DAN IKTERUS Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah >5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab fisiologik dan non-fisiologik. a. Ikterus fisiologik Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang diberi susu formula, kadar bilirubin akan men-capai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai 6 minggu.
Tabel 1. Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologik. Dasar
Penyebab
Peningkatan bilirubin yang tersedia Peningkatan produksi bilirubin
Peningkatan jumlah sel darah merah Penurunan umur sel darah merah Peningkatan early bilirubin Peningkatan aktivitas ß-glukoronidase
Peningkatan
resirkulasi
melalui
entero-
hepatic
Tidak adanya flora bakteri
Shunt Pengeluaran mekonium yang terlambat Defisiensi protein karier Penurunan aktifitas UDPGT Penurunan klirens bilirubin Penurunan klirens dari plasma Penurunan metabolisme hati
Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan terjadi peningkatan kadar bilirubun dengan kadar puncak yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama, demikian pula dengan penurunannya bila tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan kadar billirubin sampai 10-12 mg/dl masih dalam kisaran fisiologik, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolism bilirubin. Frekuensi ikterus pada bayi cukup bulan dan kurang bulan ialah secara berurut 5060% dan 80%. Umumnya fenomena ikterus ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologik tidak disebabkan oleh faktor tunggal tetapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologik bayi baru lahir.
Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi pening-katan ketersediaan bilirubin dan penurunan klirens bilirubin. b. Ikterus patologis Jenis ikterus ini dahulu dikenal sebagai ikterus patologik, yang tidak mudah dibedakan dengan ikterus fisiologik. Terdapatnya hal-hal di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut, yaitu: ikterus yang terjadi sebelum usia 24 jam; setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi; peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dL/jam; adanya tanda-tanda penyakit yang men-dasar pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil); ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
Metabolisme Bilirubin Sebagian besar produksi bilirubin merupakan akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin pada neonatus lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Sekitar 1 g hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek, yaitu bilirubin yang larut dalam lemak tetapi tidak larut dalam air. Transportasi bilirubin indirek melalui ikatan dengan albumin. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak. Di dalam sel, bilirubin akan terikat pada ligandin, serta sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentra-si dan afinitas albumin plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Di dalam sitosol hepatosit, ligandin mengikat biliru-bin sedangkan albumin tidak. Di dalam hepatosit terjadi konjugasi lanjut dari bilirubin menjadi bilirubin diglukoronid. Sebagian kecil bilirubin ter-dapat dalam bentuk monoglukoronid, yang akan diubah oleh glukoronil-transferase menjadi diglukorinid. Enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukorinid, yaitu uridin difosfat -glukoronid transferase (UDPG-T), yang mengatalisis pembentuk-an bilirubin monoglukoronid. Sintesis dan ekskresi diglukoronid terjadi di kanalikuli empedu. Isomer bilirubin yang dapat mem-bentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi, misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar. Setelah konjugasi
bilirubin menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, terjadi ekskresi segera ke sistem empedu kemu-dian ke usus. Di dalam usus, bilirubin direk ini tidak di absorbsi; sebagian bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi, siklus ini disebut siklus enterohepatik. Etiologi Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan polisitemia/hiperviskositas. Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit Crigler -Najjar, hipo-tiroid, dan hemoglobinopati. Patofisiologi Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Pada langkah pertama oksidasi, biliverdin terbentuk dari heme melalui kerja heme oksigenase, dan terjadi pelepasan besi dan karbon monoksi-da. Besi dapat digunakan kembali, sedangkan karbon monoksida diekskresikan melalui paru-paru. Biliverdin yang larut dalam air direduksi menjadi bilirubin yang hampir tidak larut dalam air dalam bentuk isomerik (oleh karena ikatan hidro-gen intramolekul). Bilirubin tak terkonjugasi yang hidrofobik diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Bila terjadi gangguan pada ikatan bilirubin tak ter-konjugasi dengan albumin baik oleh faktor endogen maupun eksogen (misalnya obatobatan), bilirubin yang bebas dapat me-lewati membran yang mengandung lemak (double lipid layer), termasuk penghalang darah otak, yang dapat mengarah ke neuro-toksisitas. Bilirubin yang mencapai hati akan di-angkut ke dalam hepatosit, dimana biliru-bin terikat ke ligandin. Masuknya bilirubin ke hepatosit akan meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin ditemukan rendah pada saat lahir namun akan meningkat pesat selama beberapa minggu kehidupan. Bilirubin terikat menjadi asam gluku-ronat di retikulum endoplasmik retikulum melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil transferase (UDPGT). Konjugasi bilirubin mengubah molekul bilirubin yang tidak larut air menjadi molekul yang larut air. Setelah diekskresi-kan kedalam empedu dan masuk ke usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian
dekonjugasi terjadi di dalam usus kecil proksimal melalui kerja B-glukuronidase. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, kon-jugasi, ekskresi, dekonjugasi, dan reabsorb-si ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung sangat panjang pada neonatus, oleh karena asupan gizi yang ter-batas pada hari-hari pertama kehidupan.
Faktor Resiko a. ASI yang kurang Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada bayi prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI. b. Peningkatan jumlah sel darah merah Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami hiperbilirubinemia. c. Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis. Gejala Klinis Sebagian besar kasus hiperbilirubin-emia tidak berbahaya, tetapi kadang-kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (Kern icterus). Gejala klinis yang tampak ialah rasa kantuk, tidak kuat menghisap ASI/susu formula, muntah, opistotonus, mata ter-putar-putar keatas, kejang, dan yang paling parah bisa
menyebabkan kematian. Efek jangka panjang Kern icterus ialah retardasi mental, kelumpuhan serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan ke atas. c. Kern Kern mengacu pada enserfalopati bilirubin yang berasal dari deposit bilirubin terutama pada batang otak brainsten dan nucleus serebrobasal. Warna kuning jauindis pada jaringan otak dan nekrosis neuron akibat toksit bilirubin tidak terkonjugasi unconjugated bilirubin yang mampu melewati sawar darah otak kerena kemudahannya larut dalam lemak high lipid solublity. Kern ikterus bisa terjadi pada bayi tertentu tanpa disertai juindis klinis, tetapi umumnya berhubungan langsung pada kadar bilirubin total dalam serum. Kern ikterus biasanya dikaitkan dengan kadar bilirubin serum lebih tinggi dari 340 µmol/L (20 mg/dl). Namun, meskipun baru-baru ini terdapat kemajuan mengenai efek bilirubin pada otak, masih ada keraguan mengenai ambang kritis bilirubin terkait dengan morbiditas jangka panjang. Diduga bahwa jika terdapat anoksia, infeksi, hipotermi, dan dehidrasisawar darah otak memungkinkan bilirubin memasuki otak. Faktor-faktor ini lebih cenderung terjadi pada bayi premature dan bayi aterm yang sakit. Kern ikterus jarang terjadi pada bayi aterm yang sehat dan mendapat ASI. Namun, yang penting diperhatikan oleh bidan adalah kern ikterus benar-benar terjadi. Tidak ada penyebab
yang
ditemukan
pada
hiperbiirubinemia
selain
mendapatkan
ASI.
Dipertimbangkan bahwa pemberian ASI yang tidak adekuat dapat menyebabkan hiperbilirubinemia pada beberapa bayi yang mengalami kern icterus dan juga menemukan subpopulasi kecil bayi yang mendapat ASI dengan ikterus, yang terutama rentan terhadap ensefalopati bilirubin jika bayi lapar. Pada kern-ikterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas, anatara lain dapat disebutkan yaitu : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar, gerakan tidak menentu (invountarry movements), kejang, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Diagnosis a. Visual Metode visual memiliki angka ke-salahan yang cukup tinggi, namun masih dapat digunakan bila tidak tersedia alat yang memadai. Panduan WHO mengemukakan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:
1) Pemeriksaan dilakukan pada pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. 2) Kulit bayi ditekan dengan jari secara lembut untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. 3) Keparahan ikterus ditentukan berdasar-kan usia bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
Gambar.1. Derajat Ikterus Menurut Kramer
Gambar diatas merupakan gambar yang menentukan derajat kekuningan dengan melihat luasnya penyebaran warna kuning pada tubuh bayi.
b. Bilirubin serum Pemeriksaan bilirubin serum merupa-kan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentu-kan perlu-nya intervensi lebih lanjut. Pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin total perlu dipertimbangkan karena hal ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.
c. Bilirubinometer transkutan Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan prinsip kerja memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya (panjang gelombang 450 nm). Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pencegahan dan penanganan a.
Mempercepat metabolism dan pengeluaran bilirubin
a. Early Feeding Pemberian makanan dini pada neonatus dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus,karena dengan pemberian makanan yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus an mekonium lebih cepat dikeluarkan,sehingga peredaran enterohepatik bilirubin berkurang. b. Pemberian Agar-agar. Mekanisme ialah dengan menghalangi atau mengurangi peredaran bilirubin enterpehatik. c. Pemberian fenobarbital. Phenobarbital dapat merangsang hati untuk menghasilkan enzim mikrosoma yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif diberikan pada ibu hamil selama beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan phenobarbital post natal masih menjadi pertentangan oleh karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya melalui urin sehingga dapat menu-runkan kerja siklus enterohepatika. d. Menyusui bayi dengan ASI (air susu ibu) .Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine.Untuk itu bayi harus mendepatkan cukup ASI.Seperti diketahui ,ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar BAB dan BAK.Akan tetapi pemberian ASI juga harus dibawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya.
b.
Terapi sinar matahari Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan.Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di Rumah sakit. Caranya bisa dijemur selama
setengah jam dengan posisi yag berbeda – beda.Lakukan antara jam 07.00-09.00 karena inilah waktu dimana sinar ultrafiolet belum cukup efektif mengurangi kadar bilirubin.Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. c.
Terapi sinar Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke ambang batas normal.Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati,terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal,sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi,seluruh pakaiannya dilepas kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan kain yang berwarna hitam yang bertujuan untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut. d.
Transfusi tukar (exchange transfusion) Cara yang paling tepat untuk mengobati hiperbilirubinemia pada neonatus adalah
transfer tukar. Dalam beberapa hal transfer sinar dapat mengganti transfuse tukar darah akan tetapi dalam penyakit hemolitik neonatus transfusi tukar darah merupakan tindakan yang paling tepat. Referensi: Mathindas, Stevry.
Hiperbilirubin Pada Neonatus. Manado : Universitas Sam
Ratulangi Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010
4. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BBLR Penyebab dari BBLR dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain faktor ibu dan faktor janin: Faktor ibu Faktor dari ibu meliputi berat badan sebelum hamil rendah, penambahan berat badan yang tidak adekuat selama kehamilan, malnutrisi, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir rendah,remaja, tubuh pendek, sudah sering hamil,dan anemia. Infeksi pada ibu selama kehamilan, sosial ekonomi rendah, dan stress maternal, juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran BBLR. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum,pre eklampsia, eklampsia,hipoksia ibu, trauma fisis dan psikologis.Penyakit lainnya ialah nefritis akut, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus, hemoglobinopati, penyakit paru kronik,infeksi akut atau tindakan operatif. Gizi ibu hamil Keadaan gizi ibu hamil sebelum hamil sangat berpengaruh pada berat badan bayi yang dilahirkan.Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada bayi, mati dalam kandungan dan lahir dengan BBLR. Olehkarena itu, supayadapat melahirkan bayi yang normal, ibu perlu mendapatkan asupan gizi yang cukup. Anemia Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari 12 gram %. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadarHb dibawah 11 gram % pada trimester I dan III atau kadar Hb kurang 10,5 gram % pada trimester II. Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan resiko kematian ibu, BBLR dan angka kematian bayi.Anemia dalam kehamilan disebabkan kekurangan zat besi yang dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.Hal ini dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortilitas ibu dan bayi.Kemungkinan melahirkan BBLR juga lebih besar. Keadaan sosial-ekonomi Keadaan ini sangat berperanterhadap timbulnya prematuritas.Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial-ekonomi yang rendah.Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang. Faktor janin dan plasenta Hidroamnion Hidroamnion adalah cairan amnion yang lebih dari 2000 ml. Pada sebagian besar kasus, yang terjadi adalah hidroamnion kronik yaitu peningkatan cairan berlebihan secara bertahap.Pada hidroamnion akut, uterus mengalami peregangan yang jelasdalam beberapa hari.Hidroamnion dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR.
Kehamilan ganda/kembar Kehamilan ganda dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus. Kehamilan ganda dibagi menjadidua yaitu,kehamilan dizigotik dan monozigotik.Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama. Kehamilan ganda dapat memberikan resiko yang tinggi terhadap ibu dan janin.Oleh karena itu, harus dilakukan perawatan antenatal yang intensif untuk menghadapi kehamilan ganda. Status pelayanan antenatal (frekuensi dan kualitas pelayanan antenatal, tenaga kesehatan tempat periksa hamil, umur kandungan saat pertama kali pemeriksaan kehamilan) juga dapat beresiko untuk melahirkan BBLR. Referensi: Santoso O,AdityaW, Retnoningrum D.2009. Hubungan kebersihan mulut dan gingivitis ibu hamil terhadap kejadian bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan jejaringnya. Media Medika Indonesia.43 (6): 288– 94 Suwoyo, et.al. 2011. Hubungan Preeklampsia pada Kehamilan dengan kejadian BBLR di RSUD dr Hardjono Ponorogo. Volume II Nomor Khusus Hari Kesehatan Indonesia April 2011 Latief, A. et al., 2007. Ilmu Kesehatan Anak. In R. Hasan & H. Alatas. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,Jakarta. Proverawati A, RahmawatiE. 2010.Kapita selekta ASI dan menyusui.Yogyakarta: Nuha Medika. Surasmi A,Handayani S, Kusuma HN. 2003.Perawatan bayi risiko tinggi.Jakarta: EGC. Mandriwati. (2008). Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Jakarta: EGC Sistiarani C. 2008. Faktor maternal dan kualitas pelayanan antenatal yang berisiko terhadap kejadian BBLR (Studi pada ibu yang periksa hamil ke tenaga kesehatan dan melahirkan Di RSUD Banyumas Minat) tahun 2008. Tesis. Universitas Diponegoro.
5.
MASALAH-MASALAH YANG TIMBUL PADA BAYI PREMATURE DAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH
1. Hipotermia
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil yaitu 36oC. Segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan ini member pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi.Selain itu, hipotermia dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya system saraf pengatur suhu tubuh sehingga mudah kehilangan panas. Tanda klinis Hipotermia
Suhu tubuh dibawah normal
Kulit dingin
Akral dingin
Sianosis
2. Sindrom Gawat Napas Kesukaran pernapasan pada bayi premature disebabkan belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum pada minggu ke-35 kehamilan. Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat. Tanda klinis sindrom gawat napas
Pernapasan cepat
Sianosis perioral
Merintih waktu ekspirasi
Retraksi substernal dan intercostals
Hipoglikemia Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan bahwa hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi prematur. Glukosa merupakan sumber utama energy selama masa janin. Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dLselama 27 jam pertama, sedangkan bayi berat badan
lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan atau kurang dari 20 mg/dL. Tanda-tanda klinis hipoglikemia
Gemetar atau tremor
Sianosis
Apatis
Kejang
Apnea intermiten
Tangisan lemah atau melengking
Kelumpuhan atau letargi
Kesulitan minum
Terdapat gerakan putar mata
Keringat dingin
Hipotermia
Gagal jantung dan henti jantung (sering berbagai gejala muncul bersama-sama)
Rentan terhadap infeksi Pemindahan substansi kekebalan dariibu kejanin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Bayi premature mudah menderita infeksi karena imunitas humoral dan seluler masih kurang hingga bayi mudah menderita infeksi.Selain itu, karenakulit dan selaput lender membrane tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan. Hiperbilirubinemia Hal ini dapat terjadi karena imaturnya fungsi hepar. Kurangnya enzim glukorinil transfrase sehingga konjugasi bilirubin inderek menjadi bilirubin direk belumsempurna, dan kadar albumin darah berperan dalam transportasi bilirubin dan jaringan ke hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi premature 10 mg/dL.Hiperbilirubinemiapada premature bila tidak segera diatasi dapat terjadi kern icterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang permanen. Tanda klinis hiperbilirubinemia
Sclera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna kuning
Letargi
Kemampuan mengisap menurun
Kejang
Referensi: Surasmi, Asrining dkk. 2013. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 42-45.
6.
PENCEGAHAN BBLR
Upaya mencegah persalinan prematuritas atau bayi berat lahir rendah yaitu:
Upayakan agar melakukan asuhan antenatal care yang baik, segera melakukan konsultasi – merujuk penderita bila ada kelainan.
Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan BBLR
Tingkat penerimaan keluarga berencana
Anjuran untuk lebih banyak beristirahat bila kehamilan mendekati aterm.
Mengkonsumsi tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tableet perhari. Lakukan minimal sebanyak 90 tablet , mintalah tablet zat besi saat berkonsultasi
Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam Rahim, tanda bahaya selama kehamilan, dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung baik
Memeberikan pengarahan kepada ibu hamil dan keluarganya untuk mengenali tandatanda bahaya selama kehamilan dan mendapatkan pengobatan terhadap masalahmasalah selama pengobatan.
Referensi: Dewi Lestari. 2013. Asuhan kebidanan bayi. Universitas Sumatera Utara
7. PENATALAKSANAAN PADA BAYI BBLR DAN IBU Pada ibu Pencegahan Anemia pada kehamilan:11
Setiap wanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrous 1 tablet sehari
Konsumsi sayur
Diberikan suplemen asam folat 1-5mg/hari + zat besi
Makan daging dan kacang-kacangan
Penatalaksanaan Anemia pada kehamilan Terapi Non Medikamentosa;
Konsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi (hati daging merah sayuran hijau)
Konsumsi buah-buahan dan sayuran
Menghindari penghambat penyerapan besi, seperti kopi dan teh
Terapi Medikamentosa:
Pemberian preparat besi oral; fero sulfat fero fumarat atau fero glukonat.
Apabila preparat oral tidak bisa ditoleransi, dapat diberikan secara IV: fero sukrosa fero dekstran. Preparat intravena juga diberikan pada pasien anemia berat (Hb kurang dari 8g/dl)
Pemberian tablet vitamin C
Apabila Anemia Defisiensi asam folat diberi suplemen asam folat. Wanita tidak hamil 50-100 ug oral/parenteral. Wanita hamil 1-5 mg/hari + bersama dengan zat besi. Jika defisiensi vit B12 diberikan 1000ug/ minggu sampe 6 minggu
Penatalaksanaan BBLR Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi : a. Dukungan respirasi Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity. b. Termoregulasi Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang
melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: 1. Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya. Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya. 2. Pemancar pemanas 3. Ruangan yang hangat 4. Inkubator , Bayi berat badan di bawah 2 kg 350C, Bayi berat badan 2 kg sampai 2,5 kg 340C
c. Perlindungan terhadap infeksi Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain : 1. Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci tangan terlebih dahulu. 2. Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur. Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya. 3. Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan. d. Hidrasi Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan.
e. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya. Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian makan dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi yang berhubungan dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada evaluasi status respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi normal dapat menunjukkan stress dan keletihan. Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi oksigen. Pada bayi dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen. Kebutuhan pertumbuhan/sintesis,
energi
yang
cadangan
dan
dihitung ekskresi,
berdasarkan diperkirakan
ekspenditur, sebesar
90-120
kkal/kgbb/hari. Adanya variasi individual, anjuran asupan energi untuk nutrisi enteral sebesar 105-130 kkal/kgbb/hari agaknya mampu untuk BBLR mencapai pertumbuhan yang memuaskan. Panduan pemberian minum berdasarkan BB Berat lahir
<1000 g
1000-1500 g
Minum melalui Pemberian pipa lambung.
2000-2500 g
Pemberian
Apabila mampu
minum melalui minum melalui sebaiknya pipa
Pemberian
1500-2000 g
lambung pipa
lambung diberikan
(gavage
(gavage
feeding).
feeding).
minum per oral.
minum awal : < 10 mL/kg/hari
ASI perah/ term Pemberian
Pemberian
minum awal : < minum awal : <
formula.
ASI perah/ term 10 mL/kg/hari. formula/
10 mL/kg/hari.
half
strength preterm ASI perah/ term ASI perah/ term
formula.
formula/
half formula/
half
strength preterm strength preterm Selanjutnya
formula.
formula.
Selanjutnya
Selanjutnya
minum ditingkatkan jika memberikan toleransi
yang minum
minum
baik: tambahan ditingkatkan jika ditingkatkan jika 0,5-1
mL, memberikan
interval 1 jam, toleransi setiap > 24 jam.
memberikan
yang toleransi
yang
baik: tambahan baik: tambahan 1-2 mL, interval 2-4 mL, interval 2 jam, setiap > 3 jam, setiap >
Setelah minggu:
2 24 jam.
12-24 jam.
ASI
perah + HMF (human fortifier)/
milk Setelah full minggu:
2 Setelah ASI minggu:
2 ASI
strength preterm perah + HMF perah + HMF formula.sampai berat
(human
badan fortifier)/
milk (human full fortifier)/
milk full
mencapai 2000 strength preterm strength preterm g.
formula.sampai berat
formula.sampai
badan berat
badan
mencapai 2000 mencapai 2000 g.
g
Referensi: Wong Dona, L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong.Volume 1. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Pilliteri Adele. (2003). Maternal and Child Health Nursing: Care of The Childbearing Family. Fourth Edition . Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Kosim Sholeh, M. (2003). Buku panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit. Jakarta: IDAI Depkes RI. Jones, E., King, C., Spenser, A.(2005). Feeding and Nutrition in the Preterm Infant. Philadelphia: Elsevier. Nasar, Sri Sudaryati. Tata laksana Nutrisi pada Bayi Berat Lahir Rendah. Sari Pediatri: Ikatan Dokter Anak Indonesia’s journal. 2004;5(4): 165-170. [cited 2013 May’11
19.22
p.m.].
Available
at:
http://www.idai.or.id/saripediatri/abstrak.asp?q=266. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S. Idris NS, dkk. Berat Bayi Lahir Rendah. Pedoman Pelayanan Medis: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1st edition. Indonesia: IDAI. 2010; 1: 23-9. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002. Jakarta. Halaman 377-378.
8. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR DENGAN BERAT NORMAL Memberikan asuhan aman dan bersih segera setelah bayi baru lahir merupakan bagian esensial dari asuhan pada bayi baru lahir seperti jaga bayi tetap hangat, isap lender dari mulut dan hidung bayi (hanya jika perlu), keringkan, pemantauan tanda bahaya, klem dan potong tali pusat, IMD, beri suntikan Vit K, 1 mg intramuskular, beri salep mata antibiotika pada keduamata, pemeriksaan fisik, imunisasi hepatitis B 0.5 ml intramuscular. 1. Pencegahan infeksi Bayi lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir. Sebelum menangani bayi, pastikan penolong persalinan telah menerapkan upaya pencegahan infeksi, antara lain: a. Cuci tangan secara efektif sebelum bersentuhan dengan bayi. b. Gunakan sarung tangan yang bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan. c. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting, penghisap lender Delee dan benang tali pusat telah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril. Gunakan bola karet yang baru dan bersih jika akan melakukan penghisapan lendir dengan alat tersebut (jangan bola karet penghisap yang sama untuk lebih dari satu bayi). d. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi sudah dalam keadaan bersih. Demikian pula halnya timbangan, pita pengukur, thermometer, stetoskop, dan benda-benda lain yang akanbersentuhan dengan bayi. Dokumentasi dan cuci setiap kali setelah digunakan.
2. Penilaian Segera setelah lahir, lakukan penilaian awal pada bayi baru lahir: a. Apakah bayi bernapas atau menangis kuat tanpa kesulitan ? b. Apakah bayi bergerak aktif ? c. Bagaimana warna kulit, apakah berwarna kemerahan ataukah ada sianosis?
3. Perlindungan termal (termoregulasi) Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali suhu tubuhnya.Oleh karena itu, upaya pencegahan
kehilangan
panas
merupakan
prioritas
utama
dan
berkewajiban
untuk
meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir. Suhu tubuh normal pada neonatus adalah 36,5-37,5oC melalui pengukuran di aksila dan rektum, jika nilainya turun dibawah 36,5oC maka bayi mengalami hipotermia. a. Mekanisme kehilangan panas Mekanisme pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas dari tubuh bayi karena bayi beresiko mengalami hipotermia.Bayi dengan hipotermia sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian.Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan di selimuti walaupun di dalam ruangan yang relatif hangat.
b. Proses adaptasi Dalam proses adaptasi kehilangan panas, bayi mengalami 3) Stress pada BBL menyebabkan hipotermia 4) BBL mudah kehilangan panas 5) Bayi menggunakan timbunan lemak coklat untuk meningkatkan suhu tubuhnya 6) Lemak coklat terbatas sehingga apabila habis akan menyebabkan adanya stress dingin.
c. Mencegah kehilangan panas Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan panas dari tubuh bayi adalah: 5) Keringkan bayi secara seksama 6) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat 7) Tutup bagian kepala bayi 8) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya 9) Perhatikan cara menimbang bayi atau jangan segera memandikan bayi baru lahir a. Menimbang bayi tanpa alas timbangan dapat menyebabkan bayi mengalami kehilangan panas secara konduksi. Jangan biarkan bayi ditimbang telanjang. Gunakan selimut atau kain bersih. b. Bayi baru lahir rentan mengalami hipotermi untuk itu tunda memandikan bayi hingga 6 jam setelah lahir.
d. Merawat tali pusat Setelah plasenta lahir dan kondisi ibu dinilai sudah stabil maka lakukan pengikatan tali pusat atau jepit dengan klem plastik tali pusat (bila tersedia).
e. Pemberian ASI Rangsangan hisapan bayi pada puting susu ibu akan diteruskan oleh serabut syaraf ke hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Prolaktin akan mempengaruhi kelenjar ASI untuk memproduksi ASI di alveoli. Semakin sering bayi menghisap puting susu maka akan semakin banyak prolaktin dan ASI yang di produksi. Penerapan inisiasi menyusui dini (IMD) akan memberikan dampak positif bagi bayi, antara lain menjalin / memperkuat ikatan emosional antara ibu dan bayi melalui kolostrum, merangsang kontraksi uterus, dan lain sebagainya. Melihat begitu unggulnya ASI, maka sangat disayangkan bahwa di Indonesia pada kenyataannya penggunaan ASI belum seperti yang dianjurkan.Pemberian ASI yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 1) ASI eksklusif selama 6 bulan karena ASI saja dapat memenuhi 100% kebutuhan bayi. 2) Dari 6-12 bulan ASI masih merupakan makanan utama bayi karena dapat memenuhi 60-79% kebutuhan bayi dan perlu ditambahkan makanan pendamping ASI berupa makanan lumat sampai lunak sesuai dengan usia bayi. 3) Diatas 12 bulan ASI saja hanya memenuhi sekitar 30% kebutuhan bayi dan makanan padat sudah menjadi makanan utama. Namun, ASI tetap dianjurkan pemberianya sampai paling kurang 2 tahun untuk manfaat lainnya.
f. Pencegahan infeksi pada mata Pencegahan infeksi mata dapat diberikan kepada bayi baru lahir.Pencegahan infeksi tersebut di lakukan dengan menggunakan salep mata tetrasiklin 1%.Salep antibiotika tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam setelah kelahiran. Upaya profilaksis infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari satu jam setelah kelahiran.
g. Profilaksis perdarahan pada bayi baru lahir Semua bayi baru lahir harus segera diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intramuskuler di paha kiri sesegera mungkin untuk mencegah perdarahan pada
bayi baru lahir akibat defesiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir.
h. Pemberian imunisasi hepatitis B Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah terjadinya infeksi disebabkan oleh virus Hepatitis B terhadap bayi. Terdapat 2 jadwal pemberian imunisasi Hepatitis B. jadwal pertama, imunisasi hepatitis B sebanyak 3 kali pemberian, yaitu usia 0 hari (segera setelah lahir menggunakan uniject), 1 dan 6 bulan. Jadwal kedua, imunisasi hepatitis B sebanyak 4 kali pemberian, yaitu pada 0 hari (segera setelah lahir) dan DPT+ Hepatitis B pada 2, 3 dan 4 bulan usia bayi. Penanganan bayi baru lahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan Berat Badan lahir Rendah (BBLR) meliputi : 1. Mempertahankan suhu tubuh bayi Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,karena pusat pengaturan panas bayi belum berfugnsi dengan baik. Bayi dengan berat badan lahir rendah dirawat didalam inkubator. Perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah, yaitu a. Berat badan 2000 gr sunu inkubator 35oC b. Berat badan 2000 2500 gram suhu inkubator 33-34oC c. Suhu inkubator diturunkan 1oC setiap minggu sampai bayi dapat ditempatkan pads suhu sekitar 24-270C
2. Pengaturan dan pengawasan intake Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI merupakan pilihan pertama jika bayi dapat difasilitasi. ASI merupakan makanan paling utama yang dibuat ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk diberikan.
3. Kebutuhan nutrisi Kebutuhan nutrisi pada bayi dengan zat berat badan yang rendah, yaitu d. Timbang berat setiap hari dalam waktu yang sama e. Berikam enteral tube memberi makan kecil
f. Berikarn ASI / PASl pers oral jika reflek hisap baik, g. jika oral dan enteral kurang memberikan nutrisi orangtua sesuai program. h. Berikan vitamin dan mineral sesuai sesuai Manajemen kelahiran untuk bayi dengan berat badan lahir rendah, yaitu : 4) Setelah lahir Umum : d. Membersihkan jalan nafas e. Mengusahakan nafas pertama dan seterusnya f. Perawatan tali pusat dan perawatan mata Khusus d. Suhu tubuh dijaga pada suhu aksila 36,5- 37,55oC e. Beri O2 sesuai dengan masalah pernafasan, pantau dengan oksimetri f. Sirkulasi dipantau dengan ketat g. Awasi keseimbangan cairan h. Awasi keseimbangan cairan i. Pemberian cairan dan nuyrisi j. Pencegahan infeksi k. Mencegah perdarahan: vitamin K mg/pemberian 5) Prinsip umum pemberian cairan dan nutrisi e. Prinsip diberikan minum peroral sesegera mungkin f. Periksa reflek hisap dan menelan g. Motivasi ASI h. Pemberian nutrisi intravena jika ada indikası i. Berikan multivitamin jika minum enteral bisa diberikan secara kontinyu. 6) Pencegahan infeksi Infeksi maksudnya adalah masuknya bibit penyakıt atau kuman ke dalam tubuh khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Referensi :
Jenny J. S. Sondakh 2013, Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir.
Penerbit : Erlangga 9. PERSPEKTIF ISLAM Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menjelaskan tentang hak menyusu bagi seorang anak dan kewajiban seorang ibu untuk menyusuinya serta kewajiban bagi seorang
ayah untuk mencukupi kebutuhan mereka baik mereka dalam kondisi belum bercerai atau telah bercerai. Allah Ta’ala berfirman… َّس َوت ُ ُهن َ الرضَاعَةَ َو ِ َوا ْل َوا ِلدَاتُ يُ ْر ِض ْعنَ أ َ ْوالَ َدهُنَّ ح َْولَي ِْن ك ْ علَى ا ْل َم ْولُو ِد لَهُ ِر ْزقُ ُهنَّ َو ِك َّ َاملَي ِْن ِل َم ْن أ َ َرا َد أَن يُتِ َّم ث ِمثْ ُل ذَ ِلكَ فَ ِإ ْن أَ َرادَا َ َآر َوا ِل َدةُ ِب َولَ ِد َها َوالَ َم ْولُودُُُ َّلهُ ِب َو َل ِد ِه َو ِ ع َلى ا ْل َو ِار ْ س إِالَّ ُو ِ ِبا ْل َم ْع ُر ُ َّوف الَ ت ُ َكل َّ سعَهَا الَ تُض ٌ ف نَ ْف سلَّ ْمت ُم َ ست َ ْر ِضعُوا أ َ ْوالَ َد ُك ْم فَالَ ُجنَا َح َ َاو ٍر فَالَ ُجنَا َح ٍ فِصَاالً عَن ت َ َر ْ َ علَي ِْه َما َو ِإ ْن أ َ َر ْدت ُ ْم أَن ت َ علَ ْي ُك ْم ِإذَا ُ اض ِم ْن ُه َما َوتَش }233{ ُُير ِ َّمآ َءات َ ْيت ُم ِبا ْل َم ْع ُر ُ وف َواتَّقُوا هللاَ َوا ْعلَ ُموا أَنَّ هللاَ ِب َما ت َ ْع َملُونَ َب ِص
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (AlBaqarah:
233).
Tafsir Ayat : 233 Ayat yang mulia ini adalah kabar tapi maknanya adalah perintah sebagai suatu penempatan baginya pada suatu kedudukan yang telah diakui dan tetap yang tidak butuh kepada perintah, ialah hendaklah (ibu-ibu), { ض ْعنَ أَ ْوالَدَه َُّن َح ْولَي ِْن ِ " } ي ُْرmenyusukan anak-anaknya selama dua tahun". Dan ketika tahun itu diartikan sebagai yang sempurna dan sebagian besar tahun, Allah berfirman, {َعة ِ " } كdua tahun penuh yaitu bagi َّ َاملَي ِْن ِل َم ْن أَ َراد َ أَن يُ ِت َّم َ ضا َ الر yang ingin menyempurnakan penyusuan". Apabila seorang bayi telah sempurna dua tahun menyusu, maka telah selesailah masa menyusunya dan air susu yang ada setelah itu berfungsi sama dengan segala macam makanan. Karena itu penyusuan yang terjadi setelah dua tahun itu tidaklah dianggap dan tidak mengharamkan (baca: tidak menjadikan teman sesusuannya mahram baginya, ed.). Dan dapat dijadikan dalil dari ayat ini dan firman Allah yang lain, }15{..… شه ًْرا َ َ َو َح ْملُهُ َوفِصَالُهُ ثَالَثُون.… "Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (Al-Ahqaf: 15)
DAFTAR PUSTAKA 1. Latief, A., Napitupulu, P., Pudjiadi A., Ghazali VM. (2007). Buku Ilmu Kesehatan Anak 3rd ed. Jakarta: FKUI 2. Suwoyo, Antono, S. D., dan Triagusanik. (2011). Hubungan pre eklampsia pada kehamilan dengan kejadian BBLR di RSUD dr Hardjono Ponorogo. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume II. 3. Latief, A., Napitupulu, P., Pudjiadi A., Ghazali VM. (2007). Buku Ilmu Kesehatan Anak 3rd ed. Jakarta: FKUI 4. Arista, E. (2012). Kesehatan Ibu Dan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika. 5. Proverawati, A. (2010). BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta: Nuha Medika. 6. Chandra, S. (2011). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 7. Mandriawati, G. A. (2008). Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Jakarta: Monica Ester 8. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 9. Mathindas, Stevry. Hiperbilirubin Pada Neonatus. Manado : Universitas Sam Ratulangi 10. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010
11. Santoso O,AdityaW, Retnoningrum D.2009. Hubungan kebersihan mulut dan gingivitis ibu hamil terhadap kejadian bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan jejaringnya. Media Medika Indonesia.43 (6): 288–94 12. Suwoyo, et.al. 2011. Hubungan Preeklampsia pada Kehamilan dengan kejadian BBLR di RSUD dr Hardjono Ponorogo. Volume II Nomor Khusus Hari Kesehatan Indonesia April 2011 13. Latief, A. et al., 2007. Ilmu Kesehatan Anak. In R. Hasan & H. Alatas. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,Jakarta. 14. Proverawati A, RahmawatiE. 2010.Kapita selekta ASI dan menyusui.Yogyakarta: Nuha Medika. 15. Surasmi A,Handayani S, Kusuma HN. 2003.Perawatan bayi risiko tinggi.Jakarta: EGC. 16. Mandriwati. (2008). Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Jakarta: EGC 17. Sistiarani C. 2008. Faktor maternal dan kualitas pelayanan antenatal yang berisiko terhadap kejadian BBLR (Studi pada ibu yang periksa hamil ke tenaga kesehatan dan melahirkan Di RSUD Banyumas Minat) tahun 2008. Tesis. Universitas Diponegoro.
18. Surasmi, Asrining dkk. 2013. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 42-45. 19. Dewi Lestari. 2013. Asuhan kebidanan bayi. Universitas Sumatera Utara 20. Wong Dona, L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong.Volume 1. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. 21. Pilliteri Adele. (2003). Maternal and Child Health Nursing: Care of The Childbearing Family. Fourth Edition . Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 22. Kosim Sholeh, M. (2003). Buku panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit. Jakarta: IDAI Depkes RI. 23. Jones, E., King, C., Spenser, A.(2005). Feeding and Nutrition in the Preterm Infant. Philadelphia: Elsevier. 24. Nasar, Sri Sudaryati. Tata laksana Nutrisi pada Bayi Berat Lahir Rendah. Sari Pediatri: Ikatan Dokter Anak Indonesia’s journal. 2004;5(4): 165-170. [cited
2013
May’11
19.22
p.m.].
Available
at:
http://www.idai.or.id/saripediatri/abstrak.asp?q=266. 25. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S. Idris NS, dkk. Berat Bayi Lahir Rendah. Pedoman Pelayanan Medis: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1st edition. Indonesia: IDAI. 2010; 1: 23-9. 26. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002. Jakarta. Halaman 377-378. 27. Jenny J. S. Sondakh 2013, Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Penerbit : ErlanggA