Laporan Kkl Feromon.docx

  • Uploaded by: gogo prayogo
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kkl Feromon.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,963
  • Pages: 24
LAPORAN KELOMPOK KUNJUNGAN MATA KULIAH BIOTEKNOLOGI

Disusun oleh : 1. Gogo Prayogo

(0402517003)

2. Fatimatus Zahroh

(0402517002)

PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSISTAS NEGERI SEMARANG 2018

1

BAB I PENDAHULUAN BB biogen merupakan balai besar yang dibawah naungan kementrian pertanian yang beralamat di Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor. Sejarah berdirinya BB biogen sudah mengalami beberapa kali perubahan nama yaitu Algemeen Proefstation voor den Landbouw (Balai Besar Penyelidikan Pertanian) di tahun 1918 – 1949, Jawatan Penyelidikan Pertanian di tahun 1949 – 1952, Algemeen Proefstation voor den Landbouw (Balai Besar Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station) di tahun 1952 – 1966, Lembaga Pusat Penelitian Pertanian di tahun 1966 – 1980, Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan) pada tahun 1980 – 1994, Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (Balitbio) di tahun 1994 – 2002, Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen) di tahun 2002 – 2003, dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) dari tahun 2003 sampai sekarang. BB biogen memiliki lingkup mandat yang harus dijalankan yaitu sebagai komisi nasional SDG, inovasi teknologi tanaman pangan, inovasi teknologi hortikultura, inovasi teknologi perkebunan, inovasi teknologi peternakan, dan pusat unggulan bioteknologi molekuler pertanian tropika (PU-BIMOPETRO). BB biogen juga sudah menjadi pusat genom pertanian Indonesia. Balai ini sudah melacak beberapa variasi genom di beberapa tanaman seperti tanaman palma, tanaman pangan, tanaman industri, dan tanaman hortikultura. Untuk menjalankan mandat serta peran sebagai pusat genom indonesia, BB biogen memiliki kelompok-kelompok peneliti di beberapa bidang seperti biokimia, biologi molekuler, biologi sel dan jaringan, dan pengelolaan sumberdaya genetika pertanian. Masing masing kelompok peneliti memiliki laboratorium masing-masing yang sesuai dengan bidang penelitian. Adapun fasilitas laboratorium yang ada di BB biogen adalah laboratorium mikrobiologi, laboratorium biologi molekuler, laboratorium kultur jaringan tumbuhan, dan tempat penyimpanan benih atau gen bank. BB biogen sebagai pusat genom indonesia sudah memiliki beberapa produk yang sudah dihasilkan seperti biopestisida, feromon, tanaman transgenik, kit marka deteksi, koleksi benih

2

2

pangan (padi, gandum, dll), dan lain sebagainya. Produk-produk tersebut dihasilkan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat terutama di bidang pertanian. Ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan IPTEK memberi manfaat baik secara langsung dan tidak langsung pada kehidupan manusia. Perkembangan IPTEK memiliki banyak manfaat dalam berbagai bidang kehidupan diantaranya bidang lingkungan, bidang kesehatan, bidang forensik, bidang pangan, bidang pertanian, perikanan, dan bidang peternakan dll. Aplikasi perkembangan IPTEK diantaranya Bioteknologi merupakan salah satu aplikasi perkembangan IPTEK yang mempelajari pemanfaatan mikroorganisme untuk menghasilkan produk, barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan manusia. Indonesia melalui kementrian pertanian khususnya di Kota Bogor terdapat balai besar yang memang sudah menggunakan bioteknologi sebagai fokus yang dikerjakan. Balai tersebut adalah Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (BB Biogen). BB Biogen secara umum memiliki fokus untuk produksi berbagai tanaman pertanian yang tentunya melibatkan peran bioteknologi terhadap tanaman pertanian.

Gambar 1. Mahasiswa KKL Program Pascasarjana Pendidikan IPA Dan Biologi Universitas Negeri Semarang Berfoto Didepan Balai Besar Litbang Bioteknologi Dan Sumber Daya Genetika Pertanian (BB Biogen) Bogor

3

BB Biogen memiliki tugas pokok Melaksanakan kegiatan penelitian bioteknologi dan sumber daya genetik pertanian. Selain itu fungsi BB Biogen merupakan unit pelaksana teknis di bawah Badan Litbang Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 33/Permentan/OT.140/03/2013 antara lain: 1. penyusunan program dan evaluasi penelitian dan pengembangan bioteknologi dan sumberdaya genetik pertanian 2. pelaksanaan penelitian konservasi dan karakterisasi yang meliputi fisik, kimia, biokimia, metabolisme biologis dan biomolekuler sumberdaya genetik pertanian 3. pelaksanaan penelitian bioteknologi sel, bioteknologi jaringan, rekayasa genetik, dan bioprospeksi sumberdaya genetik 4. Pelaksanaan penpertanianelitian keamanan hayati dan keamanan pangan produk bioteknologi 5. Pelaksanaan pengembangan sistem informasi hasil penelitian dan pengembangan bioteknologi dan sumberdaya genetik pertanian 6. Pelaksanaan pengembangan komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis produk bioteknologi pertanian 7. Pelaksanaan

kerjasama

dan

pendayagunaan

hasil

penelitian

bioteknologi dan sumberdaya genetik pertanian 8. Pengelolaan tata usaha dan rumah tangga BB-Biogen Fasilitas-fasilitas BB Biogen diantaranya ada bank nutfah, laboratorium biokimia, laboratorium biologi sel dan jaringan, biologi molekuler dan fasilitas uji terbatas (FUT). BB Biogen telah banyak mengeluarkan produk-produk hasil penelitian, salah satu produk yang telah di hasilkan adalah berbagai jenis feromon untuk mengatasi hama serangga.

4

Gambar 2. Mahasiswa Pascasarjana Mendengarkan Penjelasan Aplikasi Pembuatan Perangkap Feromon Di Laboratorium Biokimia BB Biogen Feromon pertama kali digunakan oleh Karlson dan Luscher (1959). Feromon berasal dari bahasa Yunani yakni pherein yang berarti membawa dan hormon yang berarti membangkitkan gairah. Feromon diproduksi oleh kelenjarkelenjar eksokrin dan termasuk golongan semiochemical (Semeon dalam bahasa Yunani berarti suatu signal) atau signal kimia. Signal kimia dibagi dua, yakni feromon dan allelokimia atau substansi kimia yang dilepaskan oleh suatu organisme

ke

lingkungannya

yang

memampukan

organisme

tersebut

berkomunikasi secara interspesifik. Feromon pada awalnya disebut ektohormon karena dikeluarkan oleh kelenjar dan memiliki pengaruh fisiologi seperti hormon. Istilah tersebut bersifat kontradiksi dengan feromon karena hormon adalah substansi yang dikeluarkan secara internal untuk mempengaruhi organisme lain sedangkan feromon dikeluarkan secara eksternal untuk bisa mempengaruhi serangga lain. Budimarwati (1997). Beberapa produk feromon yang telah di kembangkan dan telah di komersilkan dari BB Biogen antara lain feromon exi, fero PBPK, fero ostri, fero lanas dan fero grayak.

5

Gambar 3. Produk Feromon BB Biogen Perangkap feromon seks mampu menurunkan jumlah serangga melalui mekanisme gangguan perkawinan atau pembuahan. Feromon yang diambil dari serangga betina akan di ekstrak di jadikan produk feromon. Feromon akan menarik serangga jantan sehingga mengakibatkan fertilisasi atau proses perkembiakan menjadi terganggu. Ketika banyak serangga jantan yang terperangkap dan mati maka proses reproduksi juga terganggu. Selain itu keunggulan dari perangkap feromon ini tidak menyebabkan resistensi terhadap serangga dan aman bagi lingkungan.

6

BAB II PEMBAHASAN ( FEROMON ) 2.1 Ekstraksi Feromon Feromon terdiri atas asam-asam lemak tak jenuh. Senyawa kimia dengan berat molekul rendah seperti ester, alkohol, aldehida, ketone, epoxida, lactone, hidrokarbon, terpen dan sesquiterpene adalah komponen umum dalam feromon. Sintesa feromon dapat terjadi sepanjang kehidupan imago serangga, tetapi pengeluarannya hanya terjadi pada saat-saat tertentu sesuai kondisi lingkungan dan fisiologi serangga. Produksi feromon oleh sejumlah serangga berada di bawah pengendalian hormon. Hormon polipeptida yang mengendalikan biosintesis feromon sex pada serangga ngengat disebut PBAN (Pheromone Biosynthesis Activating Neuropeptide). Alouw (2007). Ekstrak feromon C. formicarius yang di lakukan di BB Biogen dengan beberapa tahapan: 1. Serangga diisolasi dan identifikasi 2. Pupa dipisahkan antara janan dan betina, proses ekstrak feromon diperoleh dari serangga betina 3. Imago muda ditempatkan pada ruang gelap C. formicarius (hama boleng ubi) serangga nocturnal 4. Mengekstrak seluruh tubuh serangga atau hanya kelenjar-kelenjar yang mengandung feromon saja seperti di ujung abdomen 5. Feromon diekstrak menggunakan metil klorida atau metanol 6. Ekstrak

dianalisis

dengan

menggunakan

gas-liquid

chromatography. Feromon sebagai penjebak serangga jantan, dalam hal ini feromon berfungsi sebagai penarik seks. Feromon dalam jumlah yang sangat kccil dapat menimbulkan rangsangan yang diinginkan. Seekor serangga betina yang mengeluarkan hanya 10-8 gram feromon dapat menarik lebih dari satu milyar serangga jantan yang bermil-mil jauhnya. Guenther, 1950 dalam Budimarwati (1997) 7

7

2.2 Sintesis Feromon dari semut Tapinoma niggerium dan Tapinoma simrothi Senyawa 2-metil-4-heptanon merupakan salah satu feromon. senyawa kimia yang dihasilkan oleh jenis semut Tapinoma niggerium dan Tapinoma simrothi yang berada di daerah Mediterania. Feromon ini dikeluarkan melalui 5

kelenjar yang terdapat dalam dubur (analglarul) yang terletak pada ujung perut semut. Feromon 2-metil-4-heptanon, selain dihasilkan oleh jenis semut Tapinoma niggerium dan Tapinoma simrothi juga telah berhasil disintesis oleh long dan Feringa (1991). Long dan Feringa melakukan tiga tahap reaksi, yaitu pembuatan pereaksi Grignard, mereaksikan pereaksi Grignard dengan suatu aldehid menjadi alkohol sekunder, dan selanjutnya adalah oksidasi alkohol sekunder menjadi keton. Reaksi kimianya dapat dituliskan sebagai berikut:

Gambar 4. Sintesis Feromon 2-metil-4-heptanon Sintesis melalui cara 1m sedikit memberikan hasil samping dan hasilnya banyak (83% untuk pembuatan 2-metil-4-heptanol dan 91% untuk pembuatan 2metil-4-heptanon). senyawa 2-metil-4-heptanol dibuat melalui reaksi antara pereaksi Grignard dcngan butanal. Pereaksi Grignard dibuat dari l-kIoro-2metilpropana dengan logam magnesium. Dalam hal ini digunakan alkil halida primer untuk mengurangi terjadinya reaksi kopling Grignard. Alkil halida yang digunakan adalah alkil klorida dan bukan alkil bromida, karena alkil k10rida kurang reaktif dibandingkan dengan alkil bromida. Senyawa 2-metil-4-heptanol selanjutnya dapat dioksidasi untuk menghasilkan senyawa 2-metil-4-heptanon.

8

Hasil 2-metil-4-heptanol dapat diidentifikasi dengan mengukur indeks bias, analisis spektrum JR, NMR 1H dan NMR

13

C. Posisi signal OH dalam

spektrum NMR diyakinkan dengan menambahkan beberapa tetes D 2O pada sampel dan mengocoknya dengan kuat, maka spektrum NMR tidak menunjukkan signal OH. Demikian juga untuk senyawa 2-metil-4-heptanon yang dihasilkan dari reaksi oksidasi alkohol sekunder menggunakan natrium hipoklorid, dapat diidentifikasi dengan mengukur indeks biasnya, analisis spektrum JR, NMR 1H dan NMR 13C. Sintesis feromon 2-metil-4-heptanon dibagi menjadi dua langkah reaksi, yaitu pertama adalah sintesis senyawa 2-metil-4-heptanol, dan kedua adalah reaksi oksidasi senyawa 2-metil-4-heptanol menjadi senyawa 2-metil-4-heptanon. (Long dan Feringa, 1991) 1.

Prosedur sintesis senyawa 2-metil-4-heptanon ke dalam labu leher tiga kapasitas 250 mL. yang dilengkapi dengan pendingin bola, corong penetes, pengaduk magnet, tabung CaCl2 dan pipa pengalir gas nitrogen dimasukkan 1,9 gram (78 mmol) Mg yang telah diaktifkan dan sedikit kristal I2. Ke dalam corong penetes dimasukkan 4,81 gram (5,45 mL; 52 mmol) l-kloro-2metilpropana dalam 30 mL eter kering. Kemudian dialirkan gas N2 sampai diperkirakan semua udara dalam sistem reaksi keluar, setelah itu aliran gas N2 dihentikan. Labu dipanaskan secara perlahan-Iahan untuk mempercepat penyubliman I2. pada permukaan logam Mg. Setelah semua permukaan logam Mg tertutupi uap I2, pemanasan dihentikan. Kemudian larutan l-kloro2-metilpropana dimasukkan tetes demi tetes lee dalam labu sambil refluks dijalankan. Reaksi awal ditunjukkan oleh adanya busa mengkilap/terang pada permukaan logam Mg. Campuran reaksi berwarna abu-abu atau coklat. Apabila semua logam Mg dalam labu sudah terendam cairan, pengadukan dimulai. Setelah semual-kloro-2-metilpropana masuk (lama penetesan sekitar 20 menit) refluks dilanjutkan selama 20 menit dengan menggunakan pemanas listrik. Kemudian larutan didinginkan pada suhu kamar. Setelah larutan dingin dimasukkan 2,4 gram (2,94 mL; 33,3 mmol) butanal yang dilarutkan dalam 10 mL eter kering ke dalam corong penetes. Gas N2 dialirkan sampai diperkirakan semua udara dalam sistem reaksi keluar. Kemudian butanal 9

dalam corong penetes dimasukkan tetes demi tetes ke dalam labu yang mengandung larutan pereaksi Grignard sambil diaduk dan direfluks. Setelah semua butanal masuk refluks diteruskan selama 20 menit. Setelah itu sambil diaduk, dengan hati-hati dimasukkan tetes demi tetes 5 mL air, kemudian ditambahkan juga tetes demi tetes 35 mL Hcl 5%. Larutan hasil reaksi didekantasi, logam magnesium yang tersisa dicuci dengan eter, filtrat dipisahkan dengan menggunakan penyaring gravitasi. Larutan hasil dekantasi disatukan dengan filtrat hasil penyaringn gravitasi, kemudian lapisan atas dipisahkan. Lapisan eter dicuci dengan 30 mL NaOH 5% dan dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous. Eter diuapkan dengan evaporator secara hati-hati. cairan tak berwarna yang tersisa merupakan 2-metil-4-heptanol. 2.

Sintesis 2-metil-4-heptanon ke dalam labu alas bulat kapasitas l00mL yang dilengkapi corong penetes, tabung CaCl2, pengaduk magnet dimasukkan 2 gram (15,3 mmol) larutan 2-metil-4-heptanol dalam 10mL asetat. Kemudian labu ditutup dengan tutup gelas dan ditempatkan dalam penangas air dingin. Kemudian dimasukkan tetes demi tetes 14,5 ml larutan NaOCI 2,1 M (2 ekivalen) melalui corong penetes bertekanan sarna selama 30 menit pada suhu 15-25oC sambil diaduk. Sesudah semua larutan NaOCI ditambahkan, penangas air dingin dipindah dan pengadukan diteruskan selama 1,5 jam. Larutan hasil reaksi akan berwarna kuning, kemudian ditambahkan 50 mL air dan diekstrak dengan 2x60 mL diklorometana. Hasil dari kedua ekstraksi dicampur, kemudian diekstrak dengan larutan NaHCO3 jenuh sebanyak dua kali (hati:hati karena akan timbul busa). Ekstrasi dilanjutkan menggunakan larutan NaHSO3 5% sebanyak dua kali. Setelah itu dites dengan larutan kalium iodida-amilum, apabila negatif larutan dikeringkan dengan Na 2SO4 anhidrous. Diklorometana diuapkan dengan evaporator secara hali-hati. cairan tak berwarna yang tertinggal merupakan 2-metil-4-heptanon.

10

2.3 Alat dan Bahan Alat Laboratorium Kimia/ Biokimia Laboratorium Kimia/Biokimia mempunyai tugas melakukan kegiatan penelitian untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kelti Biokimia khususnya di bidang biokimia/kimia. Dalam melakukan tugas tersebut Laboratorium Kimia/Biokimia mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Melakukan

pengkajian

tentang

mekanisme

interaksi

serangga

hama/patogen dengan tanaman dan lingkungan yang mencakup interaksi biokimia, fitokimia dan fisik 2. Melakukan penelusuran senyawa bioaktif

dari

tanaman dan/atau

mikroba (bioprospeksi) 3. Melakukan pengembangan metode analisis biokimia 4. Melakukan studi proteomik dan/atau metabolomik tanaman dan mikroba 5. Melakukan pengembangan teknik dan perakitan perangkat (kit) deteksi/identifikasi serangga hama, nematoda dan mikroba secara biokimia 6. Melakukan uji kesepadanan substansial tanaman dan mikroba hasil rekayasa genetik 7. Memberikan pelatihan, pelayanan dan konsultasi dibidang analisis biokimia tanaman serta penggunaan perangkat deteksi/identifikasi Peralatan utama yang tersedia meliputi: 

GCMS



Mikroskop



PCR



AAS



Spektrofotometer

Analisis yang bisa dilakukan: 

Analisis residu pestisida dan formulasi dengan GCMS



Analisis hara tanah dan tanaman

11



Analisis deteksi dengan serologi dan PCR

Alat 

Alat Pembuatan Perangkap o Toples o Tali o Bambu o kawat o Air sabun, air perekat insektisida o Gunting atau yang lainnya

Fungsi Feromon. 

Menarik

klaper/kupu-kupu/ngengat

Spodoptera

jantan

agar

terperangkap di dalam toples sehingga klaper betina tidak dapat kawin dan bertelur. Satu klaper betina mampu menghasilkan 500-1.000 telur yang akan menetas dalam 2-3 hari menjadi ulat. 

Mengurangi biaya insektisida hingga 60-80% (dari 12 menjadi 3 kali semprot). Lebih ramah lingkungan dan aman bagi konsumen.



Memperlambat

timbulnya

resistensi

atau

kekebalan

terhadap

insektisida. 2.4 Aplikasi Feromon Dalam Bidang Pertanian Pengunaan feromon untuk mengendalikan hama dapat dilakukan dengan mengunakan perangkap toples yang dirancang khusus seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. Perangkap Feromon

12

Gambar 6. Aplikasi Perangkap Feromon Dalam Pertanian Cabai Cara aplikasi pengunaan perangkap feromon: 1. Dinding toples diberi lubang dengan menggunakan kawat dan peniti pada tutup toples 2. Pelet berferomon diisi air sabun atau minyak, atau lem kurang lebih 5-10 cm 3. Feromon perangkap di tempatkan pada daerah pertanian 4. Pemasangan perangkap feromon dilakukan saat mulai tanam atau paling tidak 10 hari setelah tanam 5. Di tempatkan 50-75 cm diatas permukaan tanah/ berada diatas tajuk tanaman (Biogen, 2018) 2.5 Produk-produk yang dihasilkan oleh BB Biogen feromon ada beberapa jenis diantaranya Beberapa

produk feromon yang telah di kembangkan dan telah di

komersilkan dari BB Biogen antara lain feromon exi, fero PBPK, fero ostri, fero lanas dan fero grayak.

13

Gambar 7. Produk Feromon BB Biogen 1. Feromon Exi Bioinsektisida ramah lingkungan untuk mengendalikan serangan ulat bawang, Spodoptera exigua yang merupakan salah satu hama utama yang merusak tanaman bawang merah. BB Biogen menelitian feromon seks Spodoptera exigua dimulai pada tahun 2004. Hasil awal uji lapang menunjukkan bahwa formulasi yang ditemukan peneliti BB Biogen lebih kuat menarik serangga jantan dibandingkan dengan betina virgin atau formulasi komersial yang diproduksi Jepang. Hal ini mungkin terjadi karena komposisi formulasi yang dihasilkan BB Biogen sesuai dengan populasi Indonesia yang mungkin berbeda dengan serangga hama yang sama yang ada di Jepang. Di samping itu, BB Biogen mengembangkan perangkap sederhana yang terbukti pada pengujian terbatas lebih efektif dibandingkan dengan perangkap komersial asal Jepang atau Taiwan. Sedangkan diseminasi Feromon-Exi mulai dilakukan pada tahun 2006-2010 seperti terlihat dalam tabel berikut.

14

Tahun

Juni 2006

Kegiatan

Instansi terkait

Demplot aplikasi Feromon-Exi seluas 1 ha di

Dinas

Desa Limbangan Kulon, Kecamatan Brebes,

Kehutanan, dan Konservasi

Kabupaten Brebes.

Tanah Kabupaten Brebes

Pertanian,

Pemasangan perangkap Feromon-Exi di lahan bawang merah seluas 25 ha yang lokasinya di Juni 2007

Desa Sukorejo, Desa Bagor Kulon, Desa

Dinas Pertanian Tanaman

Banaran Kulon, Desa Kendalrejo, dan Desa

Pangan dan Pengembangan

Mungkung pada lahan seluas 25 ha

Lahan Kabupaten Nganjuk

Demplot aplikasi Feromon-Exi pada lahan Juli 2007

bawang merah Kelompok Tani Berkah Tani

Dinas

Pertanian,

seluas 20 ha di Desa Glonggong, Kecamatan

Kehutanan, dan Konservasi

Wanasari, Kabupaten Brebes

Tanah Kabupaten Brebes

Dukungan teknologi pada kegiatan Prima Tani Mei 2007

di Desa Playangan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon pada lahan bawang merah

BPTP

Jawa

Barat

dan

seluas 25 ha

Dinas Pertanian Cirebon

Dukungan teknologi pada kegiatan Prima Tani Juni 2007

Juli 2007

di

Haranggaol,

Kabupaten

Simalungun,

Provinsi Sumatera Utara pada lahan bawang merah seluas 5000 m2

BPTP Sumatera Utara

Dukungan teknologi pada kegiatan Prima Tani

BPTP

di Desa Songan, Kecamatan Kintamani,

Pertanian, Perkebunan, dan

Kabupaten Bangli pada lahan bawang merah

Kehutanan

seluas 5 ha

Bangli

Mengaplikasikan perangkap berferomon Exi Juli 2010

di Desa Argapura, Kabupaten Majalengka pada

lahan

bawang

merah

Kelompok

Bali

dan

Dinas

Kabupaten

BPTP Jawa Barat dan BPP Kecamatan Argapura

15

Mekarguna I dan Kelompok Tani Cikareo seluas 5 ha

Juli 2010

Mengaplikasikan perangkap berferomon Exi

BPTP Jawa Tengah dan

di

Dinas

Desa

Pamaron,

Kecamatan

Brebes,

Kabupaten Brebes pada lahan pada lahan

Kehutanan, dan Konservasi

bawang merah seluas 25 ha

Tanah Kabupaten Brebes BPTP

Agustus 2010

Pertanian,

Jawa

Barat

dan

Mengaplikasikan perangkap berferomon Exi

Dinas

Pertanian,

di Desa Babakan Losari Lor, Kecamatan

Perkebunan,

Pabedilan, Kabupaten Cirebon pada lahan

dan Kehutanan Kabupaten

pada lahan bawang merah seluas 25 ha

Cirebon

Tabel 1. Diseminasi Feromon-Exi. Untuk mengetahui respon petani terhadap aplikasi teknologi Feromon-Exi, selama kegiatan diseminasi telah dilakukan tiga kali Temu wicara/Temu Lapang yang diselenggarakan di Kabupaten Brebes pada tanggal 20 Juli 2006 dan 30 Agustus 2007 serta di Kabupaten Nganjuk pada 9 Agustus 2007. Pada tanggal 29 April 2009, BB Biogen mengajukan invensi untuk perlindungan HKI melalui Balai Pengelola Alih Teknologi dan pada tanggal 31 Mei 2013 telah dilakukan penandatanganan lisensi antara Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dengan CV NUSAGRI. 2. Fero PBPK Fero-PBPK bermanfaat untuk menanggulangi hama penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas semaian hingga tanaman. Feromon ini mengandung bahan aktif Z-11 dan Z-9, -heksadecenal, dan bersifat seks atraktan terhadap imago penggerek batang padi kuning. FeroPBPK dapat digunakan sebagai umpan pada alat perangkap berair, maupun sebagai alat monitoring dan pengendali masal serangga hama

16

Peternakan,

tersebut. Teknologi ini dipasang mulai saat tanam, 12-18 buah per hektar tanaman padi. Fero-PBPK adalah efektif menurunkan populasi hama, efisien, ramah lingkungan, tidak beracun, tidak membunuh musuh alami, mudah digunakan, dan tidak membahayakan organisme bukan sasaran. Penurunan populasi serangga penggerek batang padi kuning dengan teknologi FeroPBPK nyata menurunkan kerusakan padi.

Gambar 8. Produk Fero PBPK 3. Fero Ostri Feromon-Ostri merupakan biopestisida dari senyawa sintetik yang berfungsi sebagai feromon seks untuk memikat serangga jantan dewasa. Daya tarik feromon seks sintetik ini lebih kuat dibandingkan betina virgin, sehingga sangat baik untuk umpan pemikat pada alat perangkap. Feromonostri dapat juga digunakan sebagai alat pemantau populasi dan menekan penggerek jagung Ostrinia furnacalis, dan dapat bekerja aktif hingga 2-3 bulan. Keunggulannya ialah dapat memantau dan mengendalikan populasi serangga penggerek jagung Ostrinia furnacalis yang tidak bersifat meracuni dan aman terhadap lingkungan. Potensial dikembangkan secara komersial oleh agroindustri pestisida untuk mengendalikan populasi

17

serangga penggerek jagung Ostrinia furnacalis. Status Perlindungan HKI : Merek D002009017208

Gambar 9. Produk feromon ostri BB Biogen 4. Fero Lanas Hama boleng atau lanas merupakan salah satu masalah yang dialami petani ubi jalar di Indonesia, termasuk petani di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Untuk itu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui BB Biogen mengenalkan alat perangkap feromon seks bernama Fero-Lanas (Bakti, 2018) Menurut Peneliti BB Biogen, Dr. I Made Samudra, Fero-Lanas tidak bersifat racun sehingga aman digunakan dan ramah lingkungan. Saat pengendali hama ini diterapkan di daerah Kuningan Jawa Barat yang merupakan pusat ubi jalar, Fero-Lanas mampu menurunkan hama sebesar hingga 40 persen dalam dua kali penggunaan. Pengembangan feromon serangga ini dikarenakan Di Indonesia, ubijalar sudah dikenal dan dibudidayakan secara turun menurun oleh sebagian masyarakat. Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar merupakan tanaman bahan makanan yang sering dimanfaatkan sebagai pengganti beras. Selain sebagai bahan pangan, ubijalar berpeluang untuk digunakan bahan industri dan pakan ternak.

18

Pada tahun 2008, luas panen ubijalar di Indonesia mencapai 174.561 ha dengan total produksi 1.881.761 ton dan rata-rata hasil 10,78 t/ha (BPS, 2009). Sentra produksi ubijalar antara lain provinsi Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas ubijalar adalah karena serangan hama boleng dan sejauh ini petani belum melakukan pengendalian hama boleng secara optimal. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan nilai komoditas ubijalar, dan harga pestisida. Untuk mengatasi masalah tersebut perpaduan antara dua atau lebih komponen pengendalian sangat diperlukan sehingga hasil dapat ditingkatkan, pendapatan petani meningkat serta kelestarian dan kesehatan lingkungan tetap terjaga. Hama ubi jalar Cylas formicarius (hama boleng) memiliki morfologi menyerupai semut,kecuali antenanya yang besar yang membedakan antara jantan dan betina. Panjang tubuh serangga dewasa lebih kurang 6–7 mm, dengan bagian kepala dan elitra berwarna biru kehitam-an, sedangkan kaki, thorak, dan antena berwarna merah kecoklatan. Serangga tersebut paling aktif menjelang matahari terbenam dan menjelang matahari terbit. Apabila diganggu, mereka menjatuhkan diri dan berpura-pura mati. Serangga ini mampu terbang dalam jarak yang tidak terlalu jauh. Oleh karena itu cara penyebaran hama tersebut terutama melalui batang dan umbi yang terinfestasi hama atau dibantu oleh kegiatan manusia (Indiati,2010). Imago betina meletakkan telurnya satu per-satu pada cekungan di dalam batang atau umbi. Karena imago betina tidak bisa menggali/ masuk kedalam tanah, maka untuk meletakkan telur dalam umbi, imago harus masuk ke dalam tanah melalui tanah yang retak untuk meletakkan telurnya. Telur tidak mudah dilihat karena ditutup dengan bahan semacam gelatin yang berwarna abu-abu. Larva yang baru menetas langsung menggerek umbi atau batang dan tinggal di dalam gerekan tersebut. Warna jaringan di sekitar lubang gerekan akan berubah menjadi lebih gelap dan

19

membusuk, sehingga tidak layak dikonsumsi karena rasanya pahit. Pupa terjadi dalam lubang gerekan yang dibuat larva. Imago akan muncul dari batang atau umbi beberapa hari kemudian.

Gambar 10. larva hama boleng, imago dan kerusakan umbi jalar Russo, (1973) melaporkan bahwa imago C. formicarius betina menghasilkan feromon yang dapat memikat imago jantan. Selanjutnya dilakukan isolasi, identifikasi dan sintesa feromon tersebut dan dikembangkan

sebagai

alat

untuk

memantau

populasiC.

formicarius(Coffelt et al. 1978; Heath et al. 1986; Proshold et al. 1986). Sejak itu feromon telah disintesa di beberapa negara. Pengujian Fero Lanas lab biogen 20

Gambr 11. Pengujian Fero Lanas di Laboratorium Biogen Penggunaan feromon seks untuk pengendalian hama boleng tidak bisa berdiri sendiri. Kombinasinya dengan perendaman stek ke dalam insektisida memberikan hasil yang baik (Talekar 1991). Perangkap feromon seks dapat menurunkan jumlah C. formicarius secara nyata melalui gangguan perkawinan kumbang betina, sehingga fertilitas kumbang betina akan menurun. Penggunaan feromon seks secara massal telah dilakukan di Bangladesh, dan memberikan hasil yang baik (Islam et al. 1989) Penelitian penggunaan feromon seks sintetik (2)-3-dodecen-101(e)-2-butenoate telah dilaku-kan di Muneng dan Genteng pada musim tanam 1996 hingga 1997 (Supriyatin 1999b). Letak ketinggian pemasangan feromon seks yang terbaik adalah setinggi tajuk ubi jalar, dan hasil terbaik dilakukan pada malam hari antara jam 18.00–06.00. Hal ini karena C. formicarius serangga nocturnal

Gambar 12. Perangkap feromon di atas tajuk ubi jalar

21

5. Fero Grayak Feromon Grayak merupakan biopestisida dari senyawa sintetik yang berfungsi sebagai feromon seks utnuk mengendalikan hama ulat grayak poliphagus S litura yang menyerang tanaman cabai, juga dapat digunakan pada hama serupa tanaman kubis, tomat, sayuran, kedelai, bawang, tembakau. Untuk produk feromon grayak, telah terjual setelah dapat hak paten dari Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kemenkumhan, terlisensi, dan ijin edar (Biogen, 2018)

Gambar 13. Data Penyakit Belang Cabai di Indonesia

Gambar 14. Penggunaan Fero Grayak 22

BAB III PENUTUP 3. 1 Simpulan 1. Ekstrak feromon dari C. formicarius (hama boleng ubi) antara lain: Serangga diisolasi dan identifikasi, Pupa dipisahkan antara janan dan betina, proses ekstrak feromon diperoleh dari serangga betina, Imago muda ditempatkan pada ruang gelap C. formicarius (hama boleng ubi) serangga nocturnal, Mengekstrak seluruh tubuh serangga atau hanya kelenjar-kelenjar yang mengandung feromon saja seperti di ujung abdomen, Feromon diekstrak menggunakan metil klorida atau metanol, Ekstrak dianalisis dengan menggunakan gas-liquid chromatography. 2. Cara pengunaan perangkap feromon: Dinding toples diberi lubang dengan menggunakan kawat dan peniti pada tutup toples, Pelet berferomon diisi air sabun atau minyak, atau lem kurang lebih 5-10 cm, Feromon perangkap di tempatkan pada daerah pertanian, Pemasangan perangkap feromon dilakukan saat mulai tanam atau paling tidak 10 hari setelah tanah, dan di tempatkan 50-75 cm diatas permukaan tanah/ berada diatas tajuk tanaman 3. Produk feromon yang telah di kembangkan dan telah di komersilkan dari BB Biogen antara lain feromon exi, fero PBPK, fero ostri, fero lanas dan fero grayak

23

23

.DAFTAR PUSTAKA Alouw, C.,J.2007. Feromon dan Pemanfaatannya Dalam Pengendalian Hama

Kumbang Kelapa. Buletin Palma. No. 32 Budimarwati, Cornelia.1997. Feromon Dan Metileugenol, Pengendali Hama

Tanpa Merusak Lingkungan. Cakrawala Pendidikan. No. 1. Tahun XVI Indiati , Sri Wahyuni dan Saleh , Nasir. 2010. Hama Boleng Pada Tanaman Ubijalar Dan Pengendaliannya. Buletin Palawija No. 19: 27–37 Nadesul, Handrawan. Mengintip Rahasia Seksual Si Doi. Gradien Books, Yogyakarta. Januari 2006. Hal 114. Roelofs, W.L. 1995. Chemistry of sex attraction. Proc. Natl. Acad. Sci. USA https://kabartani.com/perangkap-berferomon-teknologi-pengendalianpenggerek-batang-padi-kuning.html http://biogen.litbang.pertanian.go.id/2018/02/tanaman-bebas-gangguanhama-dengan-perangkap-feromon/ http://www.litbang.pertanian.go.id/download/one/72/file/PerangkapBerferomon-Penge.pdf http://biogen.litbang.pertanian.go.id/publikasi/jurnal-agrobio/ http://biogen.litbang.pertanian.go.id/2018/11/petani-ubi-jalar-dipurwakarta-mulai-terapkan-teknologi-feromon-balitbangtan/

24

Related Documents

Laporan Kkl
November 2019 33
Laporan Kkl Tekim.docx
April 2020 13
Laporan Kkl Feromon.docx
December 2019 24
Sistematika Kkl
June 2020 15

More Documents from ""

Nama.docx
December 2019 15
Doc1.docx
December 2019 14
Doc1.docx
December 2019 10
Doc1.docx
December 2019 13
Laporan Kkl Feromon.docx
December 2019 24
Tgs 1 Statistik.docx
December 2019 18