LAPORAN FIELD TRIP GEOLOGI DASAR
OLEH :
NAMA
: ARFANDI
NIM
: 180910512
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
KOLAKA 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan rahmat karunia serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaika laporan field trip Geologi Dasar ini tepat pada waktunya. Dalam proses penyusunan laporan ini penulis banyak mengalami kesulitan. Namun berkat bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak terutama kepada yaang terhormat dosen pembimbing Geologi Dasar. Serta kepada para asisten yang telah memberikan bimbingan dan koreksi sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapakan banyak terimah kasih serta penghargaan sebesarbesarnya, dan semoga Tuhan yang maha Esa dapat melimpahkan rahmat-Nya atas segalah amal yang dilakukan . Fieldtrip adalah kegiatan rutin jurusan Teknik Pertambangan Universitas sembialan belas november. Kegiatan ini dilaksanakan agar para mahasiswa Teknik pertambangan yang kelaka akan menjadi Geologist maupun mengetahui kedua geologi secara langsung Gunung karena keadaan geologi di alam tidak selalu sama dengan yang ada di teorinya. Laporan ini tentunya sangat jauh dari kata sempurna,untuk itu kami sebagai penulis ingin mengatakan mohon maaf apabila ada pernyataan dari penulis yang kurang berkenan.karean kesempurnaan adalah milik tuhan.
Kolaka, januari 2019
Penulis
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa
geologi
dituntut
untuk
dapat
mengaplikasikan
pengetahuaanya di lapangan Kegiatan pembelajaran baik diruang kelas maupun dilaoratorium tidaklah cukup, karena keadaan dan dalam teori tidak selalau sama mahsiswa teknik pertambangan harus dapat mengerti dan terbiasa dengan kondisi di lapangan. Pentinya kegiatan lapangan ini adalah untuk melatih mahasiswa dalam megaplikasikan keseluruhan ilmu-ilmu yang telah didapatkannya. Kegiatan lapangan juga memberi peranan penting bagi mahasiswa dalam membangun kereatifitas, kesigapan,ketelitiaan,ketepatan, dan keahlian sehingga dapat belajar untuk memiliki mental sebagai seorang anak Tambang. Sehingga kegiatan Field trip yang merupakan bagian dari kulia lapangan ini perlu dilaksanakan.
1.2 Maksud dan Tujuan Adapun Maksud dan Tujuan dari Field trip ini adalah untuk mengembangkan pengetahuan yang telah didapatkan dari dosen dan praktkum mengenai pencarian dan pendeskripsian meneral,singkapan.
1.3 Manfaat Manfaat fieldtrip sebagai pembelajaran dan ilmu tambahan dilapangan dan dari pada pengenalan lingkungan geologi sekkitar sulawesi tenggara
2. METODOLOGI
1. Lokasi Pelaksanaan Field Trip Pelaksanaan Field trip Geologi Dasar bertempat di guba kecamatan Baula, dengan tata urutan perjalanan mulai dari kampus USN KOLAKA – Gunung Batu – menelusuri sungai – langori – kampus USN KOLAKA. Perjalanan ke gunung batu ditempuh mengguakan bus sedangkan untuk menempuh tiap-tiap stasiun ditempuh dengan berjalan kaki.
2. Perlengkapan Lapangan A. Peralatan Kelompok Kamera Digunakan untuk mengambil kenampakan hasil pengamatan maupun batuan atau mineral yang di temui selama field trip. Kompas Geologi Digunakan untuk menentukan Strike dan Dip di batuan. Palu Geologi Untuk mengtahui kekompakan batuan, Membuka kesingkapan, memecah batuan pada objek pengamatan untuk mendapatkan sampel yang akan di jadikan bahan dalam pendeskripsiaan dan sebagai pembanding dalam mengambil foto singkapan batuan. Plastik Sempel Digunakan sebagai tempat batuan dan mineral yang djadikan sempel.
3. Peralatan Pribadi
Pensil diguanakan untuk menulis data pengamatan pada buku catatan lapangan dan menggambar sketsa dan tempat pengamatan.
OHP
Marker
diguanakan
untuk
memberi
keterangan
berupa
nomor,tanggal,dan lokasi pengambilan pada plastik sempel. Karet Penghapus digunakan sebagai catatan atau atau sketsa yang salah.
Buku
catatan
lapagan
(flend
note)
digunakan
untuk
pengamatan,analisis,deskripsi dan menggambar sketsa dari tempat pengamatan.
Clip board digunakan sebgai papan alas untuk menulis dan membantu pengukuran strike dan dip.
Topi lapangan di gunakan untuk melindungi wajah dan kepla dari sinar matahari.
Tas ransel digunakan untuk membawa perlengkapan dan peralatan yang diperlukan sama field trip. Minum dan maknan untuk menjaga stamina di lapangan. Obat-obatan bagi yang membutuhkan.
Jas hujan di gunakan untuk melindungi diri dari hujan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sulawesi dan daerah sekitarnya terletak pada pertemuan tiga lempeng yang salig bertabrakan,Lepeng benua Eurasia yang realatif diam,Lepeng pasifik yang bergerak ke barat dan Lempeng Autralia-Hindia yang bergerak ke utara,sehingga kondisi tektoniknya sangat kompleks,dimanah kumpulan batuan dari busur kepulauan,batuan bancuh,ofiolit,dan bongkah dari mikrokontinen terbawa barsama proses penunjaman,tubrakan,serta proses tektonik lainya.Adapun struktur geologi sulawesi bis adi jelaskan dengan model simple shear. Pulau sulawesi adalah pulau di negara Indonesia yang mempunyai batuan penyusun paling komplex diantara batuan penyusun pulau-pulau lainya.Dari beberapa provinsi di wilaya itu sendiri,salah satu daerah yang memilii striktur geologi yang komplex adalah sulawesi tenggara.Daerah sulawesi tenggara merupakan bagian dari kepingan benua kepulauan.Meskipun demikian ada beberapa daerah yang termaksud dalam Sulawesi Tenggara yang struktur geologinya masi berkaitn eratdengan proses-proses geologi yang ada di mandala timur yang terkenal dengan komplex ofiolitnya.
Telah bayak para ilmuwan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang memiliki rasa imgin tau yang besar tentang batuan penyusun daerah sulawesi Tenggara.Hal ini tidak terlepas dari pengetahuan awal dari asumsi bahwa daerahdaerah yang di lalui atau dekat dengan jarung ring of fire pasti memiliki batuan penyusun
serta
kandungan
mineral
ekonomis
yang
beragam,Olehnya
itu,mahasiswa kebumian yang baru harus pula mengikuti jejak para penulis terdahulu salah satunya dengan meneliti jejak para peneliti terdahulu salah satunya
dengan
menelitih
lansung
batuan
penyusun
daerah
Sulawesi
Tenggara.Dilakukanya praktikum lapangan. Geologi Regional Lembar Kolaka, Sulawesi Berikut penjelasan peta geologi regional lembar Kolaka, Sulawesi yang meliputi
fisiografi,
stratigrafi,
struktur
geologi
dan
tektonik
regional.
Fisiografi Lembar Kolaka Van bemmelen (1945) membagi lengan tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian: ujung utara, bagian tengah, dan ujung selatan. Lembar Kolaka menempati bagian tengah
dan
ujung
selatan
dari
lengan
tenggara
Sulawesi.
Ada lima satuan morfologi pada bagian tengah dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi, yaitu morfologi pegunungan, morfologi perbukitan tinggi, morfologi perbukitan rendah, morfologi pedataran dan morfologi karst. Morfologi pegunungan Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini, terdiri atas Pegunungan Mekongga, Pegunungan Tangkelemboke, Pegunungan Mendoke dan Pegunungan Rumbia yang terpisah di ujung selatan Lengan Tenggara. Puncak tertinggi pada rangkaian pegunungan Mekongga adalah Gunung Mekongga yang mempunyai ketinggian 2790 mdpl. Pegunungan Tangkelamboke mempunyai puncak Gunung Tangkelamboke dengan ketinggian 1500 mdpl. Satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar dengan kemiringan lereng tinggi. Rangkaian pegunungan dalam satuan ini mempunyai pola yang hampir sejajar berarah barat laut–tenggara. Arah ini sejajar dengan pola struktur sesar regional di kawasan ini. Pola ini mengindikasikan bahwa pembentukan morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar
regional. Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat oleh batuan ofiolit. Ada perbedaan yang khas di antara kedua penyusun batuan itu. Pegunungan yang disusun oleh batuan ofiolit mempunyai punggung gunung yang panjang dan lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu, pegunungan yang dibentuk oleh batuan malihan, punggung gunungnya terputus pendek-pendek dengan lereng yang tidak rata walaupun bersudut
tajam.
Morfologi perbukitan tinggi Morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan Tenggara, terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 mdpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa
batuan
sediman
klastika
Mesozoikum
dan
Tersier.
Morfologi perbukitan rendah Morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen
klastika
Mesozoikum
dan
Tersier.
Morfologi pedataran Morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara berbatasan langsung dengan morfologi pegunungan. Penyebaran morfologi ini tampak sangat dipengaruhi oleh sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konaweha). Kedua sistem ini diduga masih aktif, yang ditunjukkan oleh adanya torehan pada endapan aluvial dalam kedua dataran tersebut (Surono dkk, 1997). Sehingga sangat mungkin kedua dataran itu terus mengalami penurunan. Akibat dari penurunan ini tentu berdampak buruk pada dataran tersebut, di antaranya pemukiman dan pertanian di kedua dataran itu akan mengalami banjir yang semakin parah setiap tahunnya.Dataran Langkowala yang melampar luas di ujung selatan Lengan Tenggara, merupakan dataran rendah. Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa Formasi Langkowala. Dalam dataran ini mengalir sungai-sungai yang pada musim hujan berair melimpah
sedang pada musim kemarau kering. Hal ini mungkin disebabkan batupasir dan konglomerat sebagai dasar sungai masih lepas, sehingga air dengan mudah merembes masuk ke dalam tanah. Sungai tersebut di antaranya Sungai Langkowala dan Sungai Tinanggea. Batas selatan antara Dataran Langkowala dan Pegunungan Rumbia merupakan tebing terjal yang dibentuk oleh sesar berarah hampir
barat-timur.
Morfologi karst Morfologi karst melampar di beberapa tempat secara terpisah. Satuan ini dicirikan perbukitan kecil dengan sungai di bawah permukaan tanah. Sebagian besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi oleh batugamping berumur Paleogen dan selebihnya batugamping Mesozoikum. Batugamping ini merupakan bagian Formasi Eemoiko, Formasi Laonti, Formasi Buara dan bagian atas dari Formasi Meluhu. Sebagian dari batugamping penyusun satuan morfologi ini sudah terubah menjadi marmer. Perubahan ini erat hubungannya dengan pensesar-naikkan
ofiolit
ke
atas
kepingan
benua.
Stratigrafi Regional Lembar Kolaka Formasi batuan penyusun peta geologi regional lembar Kolaka diuraikan dari termuda sebagai berikut:
Aluvium (Qa) terdiri atas lumpur, lempung, pasir kerikil dan kerakal. Satuan ini merupakan endapan sungai, rawa dan endapan pantai. Umur satuan ini adalah Holosen.
Formasi Alangga (Qpa) terdiri atas konglomerat dan batupasir. Umur dari formasi ini adalah Plistosen dan lingkungan pengendapannya pada daerah darat-payau. Formasi ini menindih tak selaras formasi yang lebih tua yang masuk kedalam kelompok molasa sulawesi.
Formasi Buara (Ql) terdiri atas terumbu koral, konglomerat dan batupasir. Umur dari formasi ini adalah Plistosen-Holosen dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal.
Formasi Boepinang (Tmpb) terdiri atas lempung pasiran, napal pasiran dan batupasir. Batuan ini berlapis dengan kemiringan perlapisan relatif kecil yaitu < 15o yang dijumpai membentuk antiklin dengan sumbu antiklin berarah barat daya – timur laut. Umur formasi ini diperkirakan Pliosen dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal (neritik).
Formasi Eemoiko (Tmpe) terdiri atas kalkarenit, batugamping koral, batupasir dan napal. Formasi ini berumur Pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal, hubungan menjemari dengan formasi Boepinang.
Formasi Langkowala (Tml) terdiri atas konglomerat, batupasir, serpih dan setempat kalkarenit. Konglomerat mempunyai fragmen beragam yang umumnya berasal dari kuarsa dan kuarsit, dan selebihnya berupa batu pasir malih, sekis dan ultrabasa. Ukuran fragmen berkisar 2 cm sampai 15 cm, setempat terutama dibagian bawah sampai 25 cm. Bentuk fragmen membulat – membulat baik, dengan sortasi menengah. Formasi ini banyak dibatasi oleh kontak struktur dengan batuan lainnya dan bagian atas menjemari dengan bagian bawah batuan sedimen Formasi Boepinang (Tmpb). Hasil penanggalan umur menunjukkan bahwa batuan ini terbentuk pada Miosen Tengah.
Kompleks Pompangeo (MTpm) terdiri atas sekis mika, sekis glaukofan, sekis amphibolit, sekis klorit, rijang, pualam dan batugamping meta. Sekis berwarna putih, kuning kecoklatan, kehijauan kelabu; kurang padat sampai sangat padat serta memperlihatkan perdaunan. Setempat menunjukkan struktur chevron, lajur tekuk (kink banding) dan augen serta di beberapa tempat perdaunan terlipat. Rijang berwarna kelabu sampai coklat; agak padat sampai padat, setempat tampak struktur perlapisan halus (perarian). Pualam berwarna kehijauan, kelabu sampai kelabu gelap, coklat sampai merah coklat, dan hitam bergaris putih; sangat padat dengan persekisan, tekstur
umumnya
nematoblas
yang
memperlihatkan
pengarahan.
Persekisan dalam batuan ini didukung oleh adanya pengarahan kalsit hablur yaag tergabung dengan mineral lempung dan mineral kedap (opak). Batuan terutama tersusun oleh kalsit, dolomit dan piroksen; mineral lempung dan mineral bijih dalam bentuk garis. Wolastonit dan apatit terdapat dalam jumlah sangat kecil. Plagioklas jenis albit mengalami penghabluran ulang dengan piroksen. Satuan ini mempunyai kontak struktur geser dengan satuan yang lebih tua di bagian utara yaitu Kompleks Mekongga (Pzm). Berdasarkan penarikan umur oleh Kompleks Pompangeo mempunyai umur Kapur Akhir – Paleosen bagian bawah.
Formasi Matano (Km) terdiri atas batugamping hablur, rijang dan batusabak. Batugamping berwarna putih kotor sampai kelabu; berupa endapan kalsilutit yang telah menghablur ulang dan berbutir halus (lutit); perlapisán sangat baik dengan ketebalan lapisan antara 10-15 cm; di beberapa tempat dolomitan; di tempat lain mengandung lensa rijang setempat perdaunan. Rijang berwarna kelabu sampai kebiruan dan coklat kemerahan; pejal dan padat. Berupa lensa atau sisipan dalam batugamping dan napal; ketebalan sampai 10 cm. Batusabak barwarna coklat kemerahan; padat dan setempat gampingan; berupa sisipan dalam serpih dan napal, ketebalan sampai 10 cm. Berdasarkan kandungan fosil batugamping,
yaitu Globotruncana sp
dan Heterohelix sp,
serta Radiolaria dalam rijang (Budiman, 1980), Formasi Matano diduga berumur Kapur Atas dengan lingkungan pengendapan pada laut dalam.
Kompleks Ultramafik (Ku) terdiri atas harzburgit, dunit, wherlit, serpentinit, gabbro, basal, dolerit, diorit, mafik meta, amphibolit, magnesit dan setempat rodingit. Satuan ini diperkirakan berumur Kapur.
Formasi Meluhu (TRJm) terdiri atas batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau, dan batulumpur di bagian bawah; dan perselingan serpih hitam, batupasir, dan batugamping di bagian atas. Formasi ini mengalami tektonik kuat yang ditandai oleh kemiringan perlapisan batuan hingga 80o dan adanya puncak antiklin yang memanjang utara barat daya – tenggara. Umur dari formasi ini diperkirakan Trias
Formasi Laonti (TRJt) terdiri atas batugamping malih, pualam dan kuarsit. Kuarsit, putih sampai coklat muda; pejal dan keras; berbutir (granular), terdiri atas mineral granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang. Batuan sebagian besar terdini dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%. Oksida besi bercelah diantara kuarsa, jumlahnya sekitar 3%. Umur dari formasi ini adalah Trias.
Kompleks Mekongga (Pzm) terdiri atas sekis, gneiss dan kuarsit. Gneiss berwarna kelabu sampai kelabu kehijauan; bertekstur heteroblas, xenomorf sama butiran, terdiri dari mineral granoblas berbutir halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri atas gneiss kuarsa biotit dan gneiss muskovit. Bersifat kurang padat sampai padat.
Gambar : Korelasi Satuan Peta Geologi Regional Lembar Kolaka, Sulawesi
Struktur Geologi Regional dan Tektonik Lembar Kolaka Pada lengan tenggara Sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah tumbukan adalah sesar geser mengiri, termasuk sesar matarombeo, sistem sesar Lawanopo, sistem sesar Konaweha, sesar Kolaka, dan banyak sesar lainnya serta liniasi. Sesar dan liniasi menunjukkan sepasang arah utama tenggara-barat laut (332o), dan timur laut barat daya (42o). Arah tenggara barat laut merupakan arah umum dari sesar geser mengiri dilengan tenggara sulawesi. Sistem sesar Lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat laut-tenggara yang memanjang sekitar 260 Km dari Utara Malili sampai tanjung Toronipa. Ujung barat laut sesar ini menyambung dengan sesar Matano, sementara ujung tenggaranya bersambung dengan sesar Hamilton yang memotong sesar naik Tolo. Sistem sesar ini diberi nama sesar Lawanopo oleh Hamilton (1979) bedasarkan dataran Lawanopo yang ditorehnya. Analisis stereografi orientasi bodin, yang diukur
pada
tiga
lokasi,
menunjukan
rata/plunge: 30o/44o, 356.3o/49o, dan 208.7o/21o.
keberagaman
azimuth
rata-
Adanya mata air panas di Desa Toreo, sebelah tenggara Tinobu serta pergeseran pada bangunan dinding rumah dan jalan sepanjang sesar ini menunjukan bahwa sistem sesar Lawanopo masih aktif sampai sekarang. Lengan Sulawesi tenggara juga merupakan kawasan pertemuan lempeng, yakni lempeng benua yang berasal dari Australia dan lempeng samudra dari Pasifik. Kepingan benua di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Mintakat Benua Sulawesi Tenggara (South East Sulawesi Continental Terrane) dan Mintakat Matarambeo. Kedua lempeng dari jenis yang berbeda ini bertabrakan dan kemudian ditindih oleh endapan Molasa Sulawesi.
Peta Struktur Regional Pulau Sulawesi. Sebagai akibat subduksi dan tumbukan lempeng pada Oligosen AkhirMiosen Awal, kompleks ofiolit tersesar–naikkan ke atas mintakat benua. Molasa sulawesi yang terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat terendapkan selama akhir dan sesudah tumbukan, sehingga molasa ini menindih tak selaras Mintakat Benua Sulawesi Tenggara dan Kompleks Ofiolit tersebut. Pada akhir kenozoikum lengan ini di koyak oleh Sesar Lawanopo dan beberapa pasangannya termasuk Sesar Kolaka.
A. Pembahasan 1. Stasiun 1
Pada stasiun pertama kami di tuntun untuk mendeskripsikan singkapan batuan. Dan hasil yang kami dapatkan yaitu warna dari batuan yang telah kami ambil sebagai sampel yaitu coklat keabu-abuan dengan cerat hitam, kilap dull (tanah), transparansi yaitu opaque,dan tenacity brittle, belahan pada batu ini yaitu belahan tidak ada, serta pecahan pada batu ini yaitu uneven. Mineral utama pembentuk batuan ini adalah kuarsa dan biotit, dan mineral tambahanya yaitu feldspar. Dan dapat di simpulkan bahwa batuan ini termasuk batuan beku ultramafic. Pada stasiun ini kami juga menentukan strike dan dip pada singkapan ini dengan menggunakan kompas. Dan hasil yang didapat yaitu S 16°W/60°NW. Setelah mengukur strike dan dip, kami kemudian mengukur panjang dan tinggi dari singkapan tersebut.
2. Stasiun 2
Selanjutnya kita bergerak menuju stasiun kedua, dimana kita mendapat rekahan yang mana rekahan itu saling memotong dan rekahan itu telah berisi. 3. Stasiun 3
Pada stasiun ketiga kami mendapat sebuah singkapan batuan beku yang berkisar panjang 35 m dan tinggi 19 m. Singkapan ini terbentuk karena adanya proses obduksi dimana lapisan kerak samudra mengalami kenaikan di atas kerak benua. Setelah itu kami menelusuri sungai, selama di perjalanan kami menemukan jenis batuan metamorf yaitu batu sekis mica. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju langori, disana kami mendapati sebuah sungai yang mana di pinggiran sungai itu terdapat batuan sedimen yaitu batu konglomerat. Batuan ini bentuknya sudah agak membundar dimana yang telah dijelaskan bahwa semakin membundar sebuah batu maka semakin jauh q nil
PENUTUP A.Kesimpulan Pada pelaksanaan field trip dapat disimpulkan bahwa batuan yang kami temukan ada tiga macam yakni batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. Dan kami menemukan rekahan dan urat (vein).
B Saran Semoga dalam pelaksanaan field trip selanjutnya alat – alat yang digunakan sudah memadai sehingga praktikan bisa lebih baik dalam melakukan praktikum dan tidak terburu – buru dalam menggamati sampel dikarenakan waktu yang sangat singkat akibat terbatasnya alat yang digunakan.
LAMPIRAN