LAPORAN KASUS PANSITOPENIA ET CAUSA MYELODYSPLASTIC SYNDROME
Disusun oleh: M Rifqi Patta Ariq 030.13.115
Pembimbing: dr. Budowin, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA PERIODE 27 AGUSTUS – 3 NOVEMBER 2018
Laporan Kasus: Pansitopenia et causa Myeloyisplastic Syndrome Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang periode 27 Agustus– 3 November 2018
Disusun oleh: M. Rifqi Patta Ariq 030.13.115
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Budowin, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang
Karawang, Oktober 2018
dr. Budowin, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Pansitopenia et causa Myelodysplastic Syndrome” dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang Periode 27 Agustus – 3 November 2018. Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Budowin, Sp.PD selaku pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang 2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Karawang 3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Karawang Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.
Karawang, Oktober 2018
M Rifqi Patta Ariq
BAB I LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama
: Tn. E
Nomor Rekam Medis
: 00.74.62.83
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 18 Tahun
Tempat, Tanggal Lahir
: Karawang, 08 April 2000
Alamat
: Dusun Tengah, Batu Jaya
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Sunda
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Pendidikan Terakhir
: SMP
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Tanggal Masuk
: Selasa, 16 Oktober 2018
Ruangan
: 134 - Rengasdengklok
DPJP
: dr. Budowin, Sp.PD
1.2 Anamnesis Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Oktober 2018, pukul 13.00 WIB Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang lalu SMRS. Keluhan disertai keluar keringat pada siang maupun malam hari. Pasien juga mengeluh batuk kering. Selain itu juga pasien mengeluh nyeri dada kanan dan adanya bintik hitam di kedua
Keluhan Tambahan
tangan dan kedua kaki. Bintik awalnya merah dan menjadi hitam. Keluhan tidak disertai dengan sesak nafas, pusing, mual maupun muntah. BAK dan BAB normal. Keluhan mimisan dan bintik kemerahan di kulit disangkal. Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang lalu SMRS. Keluhan disertai keluar keringat pada siang maupun malam hari. Pasien juga mengeluh batuk kering. Selain
Riwayat Penyakit Sekarang
itu juga pasien mengeluh nyeri dada kanan dan adanya bintik hitam di kedua tangan dan kedua kaki. Bintik awalnya merah dan menjadi hitam.
Keluhan tidak disertai dengan sesak nafas,
pusing, mual maupun muntah. BAK dan BAB normal. Keluhan mimisan dan bintik kemerahan di kulit disangkal. Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak memiliki riwayat Hipertensi, Penyakit Diabetes Melitus, Penyakit Jantung, Penyakit Paru, Penyakit Ginjal dan Penyakit Hati. Pasien tidak mengetahui ada alergi makanan maupun riwayat alergi obat. Dalam anggota keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang
Riwayat Penyakit Keluarga
sama. Penyakit Diabetes Melitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, Penyakit Paru, Penyakit Ginjal dan Penyakit Hati pada keluarga disangkal.
Sebelumnya pasien pernah ke puskesmas. Pasien datang dengan Riwayat Pengobatan
keluhan demam dan diberikan obat parasetamol namun tidak
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), konsumsi alkohol dan NAPZA disangkal.
membaik.
1.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan
Kesadaran: Compos Mentis
umum
Kesan sakit: Tampak sakit sedang Tekanan darah: 120/70 mmHg Nadi: 87 x/menit
Tanda vital
Respirasi: 24 x/menit Suhu: 38,8 °C SpO2: 99% Kepala: Normosefali Rambut: Hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut Mata: Oedem palpebra (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-), konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+ Telinga: Bentuk (normotia), hiperemis (-), oedem (-), serumen (-),
Kepala
nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik auricula(-), liang telinga (-/-), serumen (-/-) Hidung: Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), napas cuping hidung (-) Tenggorokan: Uvula di tengah, arcus faring simetris, Tonsil T1/T1, hiperemis (-) Mulut: Sianosis (-), mulut kering (+), gusi berdarah (-), gusi
hiperemis (-), lidah tidak kotor, plak gigi (-) Bentuk tidak tampak kelainan, trakea teraba di tengah, tidak Leher
terdapat pembesaran KGB maupun tiroid, JVP dalam batas normal Paru-paru: Inspeksi: bentuk dada fusiformis, bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-), kelainan kulit (-), tipe pernapasan thoracoabdominal Palpasi: gerak dinding dada simetris, nyeri tekan (-), benjolan (-), vocal fremitus tidak melemah atau meningkat di kedua lapang paru depan dan belakang Perkusi: Hemitoraks kanan dan kiri sonor, batas paru hepar setinggi ICS VI linea midclavicularis dextra dan batas paru lambung setinggi ICS VIII linea axillaris anterior sinistra
Thorax
Auskultasi: Suara nafas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung: Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak Palpasi: thrill (-), ictus cordis teraba Perkusi: batas jantung kanan setinggi ICS VI linea sternalis dextra, batas jantung kiri setinggi ICS VI linea medioclavicularis sinistra, batas atas jantung setinggi ICS II linea parasternalis sinistra Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-) Inspeksi: Simetris, supel, ikterik (-), hiperemis (-), spider nevi (-), Abdomen
benjolan (-), jejas (-), gerak dinding perut saat bernapas simetris Auskultasi: bising usus (+) 2-3x/menit, arterial bruit (-) Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
membesar 3 cm dibawah arcus costae dan garis schuffner: 4 ballottement ginjal (-), undulasi (-), turgor kulit kembali cepat Perkusi: shifting dullness (-), timpani seluruh kuadran Genitalia
♀ Ekstremitas Atas Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, Capillary Refill Time < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/- , jejas -/-
Ekstremitas Ekstremitas Bawah Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, Capillary Refill Time < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-, jejas -/Kuning langsat, purpura (+) di kedua tangan dan kaki
Kulit
1.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium (16/10/2018) PARAMETER
HASIL
SATUAN
NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI Hemoglobin
7,2
g/dL
13,2 – 17,3
Eritrosit
2,93
x106/µl
4,5 – 5,9
Leukosit
1,99
x103/µl
4,5 – 12,5
Trombosit
17
x103/µl
150 – 400
Hematokrit
22,4
%
40 – 52
Retikulosit
0,6
%
0,8 – 2,5
MCV
77
fl
80 – 100
MCH
25
pg
26 – 34
MCHC
32
g/dl
32 – 36
21,3
%
12,2 – 15,3
HASIL
SATUAN
NILAI RUJUKAN
RDW-CV
PARAMETER
IMUNOLOGI S. Thyposa H
Negatif
Negatif
S. H Paratyphi A
Negatif
Negatif
S. H Parathphi B
Negatif
Negatif
S. H Paratyphi C
1/80
Negatif
S. Thyposa O
1/80
Negatif
S. O Paratyphi A
1/80
Negatif
S. O Paratyphi B
Negatif
Negatif
S. O Parathphi C
1/80
KIMIA Glukosa Darah Sewaktu
98
mg/dl
70 – 110
Morfologi Darah Tepi (16/10/2018) o Eritrosit: Mikrositik Hipokrom o Leukosit: Kesan jumlah menurun, ditemukan blast 2%, mielosit 4%, neutrophil batang 39%, neutrophil segmen 35%, limfosit 8%, monosit 10 % o Trombosit: kesan jumlah menurun, morfologi dalam batas normal o Kesan: Pansitopenia
Pemeriksaan Foto Thorax (16/10/2018)
Jantung kesan normal, aorta baik
Corakan paru-paru baik, tidak ada infiltrat/fibrosis/kalsifikasi
Sinus kostrofremitus kanan kiri tajam
Tulang-tulang dan jaringan lunak, dinding dada baik
Tampak pelbaran mediastinum superior kanan
Kesan: pelebaran mediastinum superior kanan suspect ec. massa
1.5 Diagnosis Working Diagnosis : Prolonged Fever Pansitopenia ec susp. Myelodysplastic Syndrome Susp. Tumor Mediastinum Dekstra
Differential Diagnosis : Prolonged fever. Pansitopenia ec Anemia Aplastik. Susp Tumor Mediastinum Dekstra Prolonged fever. Acute Myeloid Leukemia. Susp Tumor Mediastinum Dekstra Prolonged fever. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Susp tumor mediastinum dekstra
1.6
1.7
Tatalaksana
IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Parasetamol 3 x 1 amp
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g
Transfusi Packed Red Cell 2 unit
Prognosis
Ad vitam
: Dubia ad malam
Ad functionam
: ad malam
Ad sanationam
: ad malam
1.8
Follow Up Hari 1 (17/09/2018) S
Batuk kering semakin memberat dimalam hari. Keringat dingin disiang hari, dan pasien masih demam. Pasien juga mengeluh nyeri dada bagian kanan, perut kembung dan mual.
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis TD : 110/50 mmHg T
: 38,4 0C
HR : 81 x/menit
SpO2 : 94%
RR : 19 x/menit
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/Leher: Kelenjar Getah Bening dalam batas normal Thorax: Pul: Suara Nafas Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Cor: S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen: BU (+), NT (-), Supel, Hepatomegali (+) Splenomegali (+) Ekstremitas: Akral Hangat + + A
+ Oedem -
- purpura (+)
+
-
-
Prolonged Fever Pansitopenia ec susp. Myelodysplastic Syndrome Susp. Tumor Mediastinum Dekstra
P
IVFD NaCl 0.9% 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 amp Inj. Parasetamol 3 x 1 amp Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g Inj. Metronidazol 3 x 1
Hari 2 (18/09/2018) S
Pasien masih mengeluh batuk, keringat dingin dan demam. Pasien juga mengeluh nyeri dada bagian kanan dan mual.
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis TD : 110/60 mmHg T
: 38,0 0C
HR : 122 x/menit
SpO2 : 95%
RR : 24 x/menit
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/Leher: Kelenjar Getah Bening dalam batas normal Thorax: Pul: Suara Nafas Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Cor: S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen: BU (+), NT (-), Supel , Hepatomegali (+) Splenomegali (+)
A
Ekstremitas: Akral Hangat +
+
Oedem -
+
+
-
- purpura (+) -
Prolonged Fever Pansitopenia ec susp. Myelodysplastic Syndrome Susp. Tumor Mediastinum Dekstra
P
IVFD NaCl 0.9% 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 amp Inj. Parasetamol 3 x 1 amp Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g Inj. Metronidazol 3 x 1 Inj. Methyl Prednisolon 2 x 125 mg Itraconazole 1 x 100 mg
Hari 3 (19/10/2018) S
Pasien masih mengeluh batuk kering dan demam. Pasien juga masih mengeluh nyeri dada bagian kanan. keringat dingin sudah berkurang.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan Kesadaran: Compos mentis TD : 110/60 mmHg T
: 39,9 C
HR : 128 x/menit
SpO2 : 94%
RR : 22 x/menit
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/Leher: Kelenjar Getah Bening dalam batas normal Thorax: Pul: Suara Nafas Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Cor: S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen: BU (+), NT (-), Supel, Hepatomegali (+) Splenomegali (+) Ekstremitas: Akral Hangat + + A
+ Oedem -
-
+
-
-
Purpura (+)
Prolonged Fever Pansitopenia ec susp. Myelodysplastic Syndrome Susp. Tumor Mediastinum Dekstra
P
Inj. Ranitidin 2x1 amp Inj. Parasetamol 3 x 1 amp Inj. Levofloxacin 1 x 500 mg Inj. Metronidazol 3 x 1 Inj. Methyl Prednisolon 2 x 125 mg Itraconazole 1 x 100 mg
Hari 4 (20/11/2018) S
Pasien masih mengeluh batuk kering terus menerus. Pasien tidak mengeluh demam dan nyeri dada.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan Kesadaran: Compos Mentis TD : 140/80 mmHg
HR : 88 x/menit
T : 36.3˚C
RR : 20 x/menit
SpO2 : 99%
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/Leher: Kelenjar Getah Bening dalam batas normal Thorax: Pul: Suara Nafas Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Cor: S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen: BU (+), NT (-), Supel, Hepatomegali (+) Splenomegali (+) Ekstremitas: Akral Hangat +
+ Oedem -
+ + A
-
-
Prolonged Fever Pansitopenia ec Myelodysplastic Syndrome Susp. Tumor Mediastinum Dekstra
P
Inj. Ranitidin 2x1 amp Inj. Parasetamol 3 x 1 amp Inj. Levofloxacin 1 x 500 mg Inj. Metronidazol 3 x 1 Inj. Methyl Prednisolon 2 x 125 mg Itraconazole 1 x 100 mg
Purpura (+)
Hari 5 (21/10/2018) S
Pasien mengeluh demam kembali, demam dirasakan tinggi saat malam hari. Pasien juga mangeluh pusing dan batuk kering sampai tidak bisa tidur.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan Kesadaran: Compos Mentis TD : 130/60 mmHg
HR : 103 x/menit
T : 38.0˚C
RR : 20 x/menit
SpO2 : 96%
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/Leher: Kelenjar Getah Bening dalam batas normal Thorax: Pul: Suara Nafas Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Cor: S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen: BU (+), NT (-), Supel, Hepatomegali (+) Splenomegali (+) Ekstremitas: Akral Hangat +
+ Oedem -
+ + A
-
- Purpura (+) -
Prolonged Fever Pansitopenia ec susp. Myelodysplastic Syndrome Susp. Tumor Mediastinum Dekstra
P
Inj. Ranitidin 2x1 amp Inj. Parasetamol 3 x 1 amp Inj. Levofloxacin 1 x 500 mg Inj. Metronidazol 3 x 1 Inj. Methyl Prednisolon 2 x 125 mg Itraconazole 1 x 100 mg Transfusi PRC 1 kolf
Hari 6 (22/10/2018) S
Pasien masih mengeluh batuk kering dan pusing bila duduk. Pasien tidak mengeluh demam.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan Kesadaran: Compos Mentis TD : 110/60 mmHg
HR : 90 x/menit
T : 36.5˚C
RR : 20 x/menit
SpO2 : 99%
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/Leher: Kelenjar Getah Bening dalam batas normal Thorax: Pul: Suara Nafas Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Cor: S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen: BU (+), NT (-), Supel, Hepatomegali (+) Splenomegali (+) Ekstremitas: Akral Hangat +
+ Oedem -
+ + A
-
- Purpura (+) -
Prolonged Fever Pansitopenia ec susp. Myelodysplasric Syndrome Susp. Tumor Mediastinum Dekstra
P
Inj. Ranitidin 2x1 amp Inj. Parasetamol 3 x 1 amp Inj. Levofloxacin 1 x 500 mg Inj. Metronidazol 3 x 1 Inj. Methyl Prednisolon 2 x 125 mg Itraconazole 1 x 100 mg Transfusi PRC 1 kolf
PARAMETER
16/10/18
17/10/18
21/10/18
SATUAN
NILAI RUJUKAN
mm/jam
0 - 10
HEMATOLOGI LED
80
Eritrosit
2,93
3,04
3,19
x106/µl
4,5 – 5,9
Leukosit
1,99
1,17
2,46
x103/µl
4,5 – 12,5
Trombosit
17
37
62
x103/µl
150 – 400
Hematokrit
22,4
23,3
24,2
%
40 – 52
Retikulosit
0,6
%
0,8-2,5
MCV
77
77
76
fl
80 – 100
MCH
25
26
26
pg
26 – 34
MCHC
32
35
34
g/dl
32 – 36
RDW-CV
21,3
19,7
18,1
%
12,2 – 15,3
Neutrofil
18
%
54 - 62
Limfosit
78
%
25 - 33
Monosit
3
%
2-8
KIMIA Gula Darah Sewaktu
98
-
-
mg/dl
700 - 110
BAB II ANALISIS KASUS
Tn. E usia 18 tahun, datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang lalu SMRS. Keluhan disertai keluar keringat pada siang maupun malam hari. Pasien juga mengeluh batuk kering. Selain itu juga pasien mengeluh nyeri dada kanan dan adanya bintik hitam di kedua tangan dan kedua kaki. Bintik awalnya merah dan menjadi hitam. Keluhan tidak disertai dengan sesak nafaas, pusing, mual maupun muntah. BAK dan BAB normal. Keluhan mimisan dan bintik kemerahan di kulit disangkal. Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Tidak memiliki riwayat Hipertensi, Penyakit Diabetes Melitus, Penyakit Jantung, Penyakit Paru, Penyakit Ginjal dan Penyakit Hati. Pasien tidak mengetahui ada alergi makanan maupun riwayat alergi obat. Dalam anggota keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama. Penyakit Diabetes Melitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, Penyakit Paru, Penyakit Ginjal dan Penyakit Hati pada keluarga disangkal.
Dasar Diagnosis a) Anamnesis Pada anamnesis didapatkan: Pasien datang demam sejak 2 minggu yang lalu SMRS Keluhan disertai keringat pada siang maupun malam hari Pasien mengeluh batuk kering Pasien juga mengeluh nyeri dada kanan Dan pasien mengeluh adanya bintik hitam di kedua tangan dan kedua kaki
b) Pemeriksaan Fisik Tekanan darah 120/70 mmHg Nadi 87 x/menit Suhu 38,8°C Respirasi 24 x/menit Saturasi oksigen 99 % Hepatomegali (+) splenomegaly (+) purpura (+) di kedua tangan dan kaki
c) Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan hematologi rutin dan kimia, ditemukan kadar : Hb 7,2 g/dL
RDW-CV 21,3 %
Eritrosit 2,93 x106/µl
Neutrofil batang 39 %
Leukosit 1,99 x103/µl
Neutrofil segmen 35%
Trombosit 17 x103/µl
Limfosit 8 %
Retikulosit 0,6%
Monosit 10 %
Hematokrit 22,4 %
Gula Darah Sewaktu 98
MCV 77 fL
mg/dl
MCH 25 pg
Pemeriksaan Foto Thorax, ditemukan: Kesan: Pelebaran mediastinum superior kanan.
3.1 Rencana Penjajakan
Pemeriksaan sumsung tulang
Pemeriksaan CT-Scan thorax dengan kontras
Pemeriksaan pewarnaan sitokimia
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sindrom mielodiplastik (MDS; myelodyplastic syndrome) merupakan kelompok kelainan sel tunas klonal yang ditandai oleh hematopoiesis yang tidak efektif dan peningkatan resiko transformasi menjadi AML (Acute Myeloid Leukimia). Sebagian atau seluruh sumsum tulang digantikan oleh progeni klonal sebuah sel tunas multipoten yang mutan tetapi masih mempertahankan kemampuannya untuk berdiferensiasi menjadi sel darah darah merah, granulosit dan trombosit kendati dengan cara yang tidak efektif dan menyimpang. Biasanya sumsum tulang tersebut tampak hiperseluler atau normoseluler tetapi darah tepinya memperlihatkan pansitopenia. Sindrom myelodiplastik (myelodyplastic syndrome) adalah kelainan darah langka dan berpotensi fatal yang terjadi karena produksi abnormal sel-sel darah di sumsum tulang. Sel darah yang dihasilkan menjadi mati dan abnormal begitu mereka memasuki aliran darah, sehingga tidak dapat menjalankan fungsi normal dan penting seperti mengangkut oksigen melalui tubuh (eritrosit) dan melawan infeksi (leukosit). Pada tahap awal pemyakit, hanya ada sedikit gejala. Seiring waktu, perdarahan yang tidak biasa, bintik-bintik kulit merah dan anemia dapat terjadi. Individu dengan sindrom myelodiplastik cenderung memiliki infeksi berulang.
2.2 Epidemiologi Kebanyakan terjadi pada umur diatas 60 tahun. Laki-laki lebih banyak dari wanita. 1 dari3 pasien MDS berkembang menjadi AML dalam bulan maupun tahun. Jumlah penderita tidak diketahui karena tidak terdiagnosa. Di Amerika diperkirakan 10.000-20.000 kasusper tahun. insiden ini mungkin meningkat pada populasi yang umurnya meningkat dandilaporkan bahwa insiden pada pasien dibawah 70 tahun dapat setinggi 15 kasus setiap100.000 orang per tahun.
2.3 Klasifikasi Anemia Aplastik Penggolongan MDS menurut kriteria FAB adalah: 1. Refractory Anemia (RA) 2. Refractory Anemia with Ringed Sideroblast (RARS) 3. Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB) 4. RAEB in Transformation to Leukemia (RAEBt) 5. Chronic Myelo-Monocytic Leukemia (CMML). Darah tepi
Sumsum tulang
Harapan hidup rata2 (bulan)
Anemia refrakter
Blas <1%
Blas <5%
50
RA dengan cincin sideroblas (RARS)
Blas <1%
Blas <5% Sideroblas cincin >15% eritroblas total
50
RA dengan kelebihan blas (RAEB)
Blas <5%
Blas 20%
11
RAEB dalam transformasi (RAEB-t)
Blas >5%
Blas 2030% atau terdapat batang Auer
5
Leukimia mielomonositik kronik (CMML)
Seperti salah satu diatas deng an monosit >1 x109/L
Seperti salah satu diatas dengan promonosit
11
Jenis MDS
5-
2.4 Etiologi MDS timbul dalam dua keadaan yang berbeda: 1. MDS idiopatik atau primer terutama terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan sindrom ini sering berkembang secara perlahan. 2. MDS yang berkaitan dengan terapi merupakan komplikasi terapi dengan obat yang bersifat mielosupresif atau radioterapi dan biasanya sindrom ini baru muncul dalam waktu 2 hingga 8 tahun sesudah terapi. Semua bentuk MDS dapat bertransformasi menjadi AML; transformasi terjadi paling cepat dan dengan frekuensi paling tinggi pada apsien MDS yang terkait terpai. Perubahan morfologi yang khas terlihat dalam sumsum tulang dan darah tepi; analisis sitogenik dapat membantu menegakkan diagnosis. Meskipun patogenesisnya sebagian besar masih belum diketahui, namun MDS secara khas muncul dengan latar belakang kerusakan sel tunas. Baik MDS primer maupun MDS yang terkait terapi memiliki korelasi dengan kelainan kroosom klonal yang sama, termasuk monosomi 5 dan monosomi 7, delesi 5q dan 7q, trisomi 8 dan delesi 20q.
2.5 Patofisiologi MDS disebabkan paparan lingkungan seperti radiasi dan benzene yang merupakan faktor resikonya. MDS sekunder terjadi pada toksisitas lama akibat pengobatan kanker biasanya dengan kombinasi radiasi dan radiomimetik alkylating agent seperti bisulfan, nitrosourea atau procarbazine ( dengan masa laten 5-7 tahun) atau DNA topoisomerase inhibitor (2tahun). Baik anemia aplastik yang didapat yang diikuti dengan pengobatan imunosupresif maupun anemia Fanconi’s dapat berubah menjadi MDS. MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang yang multipoten tetapi defek spesifiknya belum diketahui. Diferensiasi dari sel prekursor darah tidak seimbang dan ada peningkatan aktivitas apoptosis sel di sumsum tulang. Ekspansi klonal dari sel abnormal mengakibatkan sel yang telah
kehilangan kemampuan untuk berdiferensiasi. Jika keseluruhan persentasi dari blas sumsum berkembang melebihi batas (20-30%) maka ia akan bertransformasi menjadi AML. Pasien MDS akan menderita sitopenia pada umumnya seperti anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun pasien akan menderita kelebihan besi. Komplikasi yang berbahaya bagi mereka adalah pendarahan karena kurangnya trombosit atau infeksi karena kurangnya leukosit. Beberapa penlitian menyebutkan bahwa hilangnya fungsi mitokondria mengakibatkan akumulasi dari mutasi DNA pada sel sitem hematopoietik dan meningkatkan insiden MDS pada pasien yang lebih tua. Dan adanya akumulasi dari besi mitokondria yang berupa cincin sideroblas merupakan bukti dari disfungsi mitokondria pada MDS. 2.6 Gejala Klinis MDS sering ditemukan pada pasien usia lanjut antara umur 60-75 tahun, dan pada sebagian kasus pada umur < 50 tahun; laki-laki sedikit lebih sering daripada perempuan. Keluhan dan gejala secara umum: -
Cepat lelah, lesu yang disebabkan anemia.
-
Perdarahan dan mudah memar karena trombositopenia
-
Infeksi atau demam yang dikaitkan dengan leukopenia/neutropeni.
-
Pada sebagian kecil dan sangat jarang dari pasien terjadi splenomegali atau hepatomegali.
Pada beberapa pasien, anemia yang tergantung transfusi mendominasi perjalanan penyakit sedangkan pada pasien lainnya infeksi rekuren atau memar dan pendarahan spontan merupakan masalah klinis utama. Neutrofil, monosit, dan trombosit seringkali terganggu secara fungsional sehingga dapat terjadi infeksi spontan pada beberapa kasus atau memar/pendarahan yang tidak sebanding dengan beratnya sitopenia. Limpa biasanya tidak membesar kecuali pada CMML pada keadaan ini juga dapat terjadi hipertrofi gusi dan limfadenopati.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium 1. Penurunan kadar Hb, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit. 2. Hasil pemeriksaan yang paling khas adalah kelainan diferensiasi (displasia) yang mengenai ketiga garis-turunan sel darah (eritroid, mieloid dan megakariosit). -
Garis turunan eritroid: Sideroblas bercincin, eritroblas dengan mitokondria yang penuh zat besi dan terlihat sebagai granul perinuklear pada pewarnaan Prussian blue. Maturasi megaloblastoid yang menyerupai gambaran yang terlihat pada defisiensi vitamin B12 atau folat. Kelainan pembentukan tunas nukleus yang memproduksi nukleus salah bentuk dan sering dengan garis polipoid.
-
Garis turunan granulositik: Sel-sel neutrofil dengan berkurangnya jumlah granul sekunder, granulasi toksik atau Dohle bodies (badan Dohle). Sel-sel pseudo-Pelger-Huet (sel-sel neutrofil dengan dua lobus nukleus saja). Mieloblas mungkin meningkat tetapi berdasarkan definisi terdiri kurang dari 20% keseluruhan selularitas sumsum tulang.
-
Garis turunan megakariositik: megakariositik dengan lobus nukleus yang tunggal atau nukleus multiple yang terpisah (megakariosit “pawn ball”).
-
Darah perifer: darah perifer sering mengandung sel-sel pseudo-PelgerHuet, trombosit raksasa, makrosit, poikilosit dan monositosis relatif atau absolut. Biasanya mieloblas membentuk kurang dari 10% leukosit perifer (1).
2.8 Penatalaksanaan Medis Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien MDS, tetapi sebagian besar tidak efektif di dalam merubah perjalanan penyakitnya. Karena itu pengobatan pasien MDS tergantung dari usia, berat ringannya penyakit dan progresivitas penyakitnya. Pasien dengan klasifikasi RA dan RAEB pada umumnya bersifat indolent sehingga tidak perlu pengobatan spesifik, cuma suportif saja. 1. Cangkok Sumsum Tulang (Bone Marrow Transplatation) Cangkok sumsum tulang alogenik merupakan pengobatan utama pada MDS terutama dengan usia < 30 tahun, dan merupakan terapi kuratif, tetapi masih merupakan pilihan < 5% dari pasien. 2. Kemoterapi Pada fase awal dari MDS tidak dianjurkan untuk diberikan kemoterapi, umumnya diberikan pada tipe RAEB, RAEB-T, CMML. Sejak tahun 1968 pengobatan ARA-C dosis rendah yang diberikan pada pasien MDS dapat memberikan response rate antara 50 – 75 % dan respons ini tetap bertahan 2 – 14 bulan setelah pengobatan. Dosis ARA-C yang direkomendasikan adalah 20 mg/m2/hari secara drip atau 10 mg/m2/hari secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari. 3. GM-CSF atau G-CSF Pada pasien MDS yang mengalami pansitopeni dapat diberikan GM-CSF atau G-CSF untuk merangsang diferensiasi dari hematopoetic progenitor cells. GM-CSF diberikan dengan dosis 30 – 500 mcg/m2/hari atau G-CSF 50 – 1600 mcg/m2/hari (0,1 – 0,3 mcg/kgBB/hari/subkutan) selama 7 – 14 hari. Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk pengobatan pasien MDS. Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan kadang-kadang dapat memberikan respon pada tipe RAEB walaupun sangat kecil. Danazol 600 mg/hari/oral dapat memberikan response rate 21 – 33 % setelah 3 minggu
pengobatan. Tujuan pengobatan adalah mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup (Qol), meningkatkan survival, dan mengurangi transformasi menjadi AML. Pada sindrom mielodisplastik resiko rendah Pasien yang memiliki jumlah sel blas kurang dari 5% dalam sumsum tulang didefinisikan sebagai penderita sindrom mielodisplastik resiko rendah. Sehingga ditangani dengan konservatif dengan transfusi eritrosit, trombosit, atau pemberian antibiotik sesuai keperluan. Upaya memperbaiki fungsi sumsum dengan faktor pertumbuhan hemopoietik sedang dilakukan. Eriotropoietin dosis tinggi dapat meningkatkan konsentrasi Hb sehingga transfusi tidak perlu dilakukan. Siklosporin atau globulin antilimfosit (GAL) kadang membuat pasien lebih baik terutama pasien dengan sumsum hiposelular. Untuk jangka panjang penimbunan besi transfusi berulang harus diatasi dengan chelasi besi setelah mendapat transfusi 30-50unit. Pada pasien usia muda kadang transplantasi alogenik dapat memberikan kesembuhan permanen. Perlu diperhatikan pada pasien yang memerlukan banyak transfusi RBC adalah level serum ferritin yang dapat berakibat disfungsi organ dan harus dikontrol <1000mcg/L. Dan ada 2 macam chelasi besi seperti deferoxamine IV dan deferasirox per oral. Pada kasus yang jarang, deferasirox dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati yang berakhir pada kematian. Pada sindrom mielodisplastik resiko tinggi Pada pasien yang memiliki jumlah sel blas lebih dari 5% dalam sumsum dapat diberi beberapa terapi: 1. Perawatan suportif umum sesuai diberikan untuk pasien usia tua dengan masalah medis mayor. Transfusi eritrosit dan trombosit, terapi antibiotik dan obat anti jamur diberikan sesuai kebutuhan. 2. Kemoterapi agen tunggal hidroksiurea, etopasid, merkaptopurin, azasitidin, atau sitosin arabinosida dosis rendah dapat diberikan dengan sedikit manfaat
pada pasien CMML atau anemia refrakter dengan kelebihan sel blas (RAEB) atau RAEB dalam transformasi dengan jumlah leukosit dalam darah yang tinggi. 3. Kemoterapi intensif seperti pada AML. Kombinasi fludarabin dengan sitosin arabinosida (ara-C) dosis tinggi dengan faktor pembentuk koloni granulosit (G-CSF)(FLAG) dapat sangat bermanfaat untuk mencapai remisi pada MDS. Topetecan, ara-C, dan G-CSF(TAG) juga dapat membantu. Remisi lengkap lebih jarang dibandingkan pada AML de novo dan resiko pembeerian kemoterapi intensif seperti untuk AML lebih besar karena dapat terjadi pansitopenia
berkepajangan
pada
beberapa
kasus
tanpa
regenerasi
hemopoietik yang normal, diperkirakan karena tidak terdapat sel induk yang normal. 4. Transplantasi sel induk. Pada pasien berusia lebih muda (kurang dari 5055tahun) dengan saudara laki-laki atau perempuan yang HLA nya sesuai atau donor yang tidak berkerabat tetapi sesuai HLAnya. SCT memberikan prospek kesembuhan yang lengkap dan biasanya dilakukan pada MDS tanpa mencapai remisi lengkap dengan kemoterapi sebelumnya, walaupun pada kasus resiko tinggi dapat dicoba kemoterapi awal untuk mengurangi proporsi sel blas dan resiko kambuhnya MDS. SCT hanya dapat dilaksanakan paa sebagian kecil pasien karena umumnya pasien MDS berusia tua. Tiga agen yang diterima oleh FDA sebagai pengobatan MDS : 1. 5-azacytidine: rata-rata bertahan hidup 21 bulan. 2. Decitabine: Respons komplit dilaporkan setinggi 43% dan pada AML decitabine lebih efektif apabila dikombinasika dengan asam valproat. 3. Lenalidomide: efektif dalam mengurangi transfusi sel eritrosit pada pasien MDS dengan delesi kromosom 5q.
2.9 Prognosis
Kesintasan hidup rata-rata penderita bervariasi dari 9 hingga 29 bulan kendati sebagian pasien dapat hidup selama 5 tahun atau lebih. Faktor-faktor yang menandai hasil akhir yang buruk meliputi: - Perkembangan tumor sesudah terapi sitotoksik. Pasien MDS yang terkait terpai memiliki sitopenia yang lebih berat dan sering berkembang dengan cepat menjadi AML; pasien ini memiliki kesintasan hidup rata-rata hanya 4 hingga 8 bulan. - Peningkatan jumlah blas di dalam sumsum tulang atau darah. - Kelainan kromosom klonal yang multipel. - Trombositopenia yang berat.
DAFTAR PUSTAKA
1. William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: Lee GR, Foerster J, et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9th ed. PhiladelpiaLondon: Lee& Febiger, 1993;911-43. 2. Richard N. Mitchel. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Jakarta : EGC. 3. Wicaksono, Emirza Nur. 6 April 2014. Myelodisplasia Sindrom (Myelodysplastic Syndrome.http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2014/04/06/myelodispla sia-sindrom/ diperoleh tanggal 23 Oktober 2018 pukul 18.30. 4. Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. Hematology : Basic Principles and Practice 3rd ed. Churcil Livingstone, 2013;153-68. 5. Niazzi M, Rafiq F. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia. Available in URL: HYPERLINK http://www.jpmi.org/org_detail.asp 6. Supandiman I. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik 2003. Jakarta. Q-communication, 1997;6. 7.
Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure syndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw Hill, 2007:617-25.
8. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4th ed. New York: Lange McGraw Hill, 2005. 9. Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006;637-43.