Lapkas Anes.docx

  • Uploaded by: MahathirMusfira
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Anes.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,801
  • Pages: 44
Laporan Kasus GENERAL ANESTESI PADA MASTEKTOMI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh : Mahathir Musfira, S.Ked 140611013

Preseptor : dr. Anna Millizia, M.ked(An), Sp.An

BAGIAN ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH RSUD CUT MEUTIA ACEH UTARA 2019

1

2

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulispanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat, karunia dan izinNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “General Anestesi Pada Mastektomi” sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian Anestesi Rumah Sakit UmumCut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dr. Anna Millizia, Sp.An sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di bagian/SMF Anestesi Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasusini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Lhokseumawe, April 2019

Penulis

i

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi berasal dari bahasa Yunani, an- yang berarti “tanpa” dan aisthēsi, yang berarti sensasi. Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total yaitu hilangnya kesadaran secara total, anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya, anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh). Komponen anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.2 Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan dengan pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi.2 . Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis

dan

penatalaksanaan

persiapan anestesi

pada terdiri

pada dari

hari

operasi.

premedikasi,

masa

pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.

1

Sedangkan anestesi

tahap dan

Ca mammae merupakan penyakit neoplasma ganas yang berasal dari parenkima dimana sel-sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang abnormal, cepat, dan tidak terkendali. Salah satu terapi bedah yang dapat dilakukan pada pasien ca mamae adalah total (simple) mastectomy. Pada total (simple) mastectomy seluruh payudara akan diangkat kecuali bagian bawah ketiak. Mastektomi jenis ini biasanya diperuntukkan bagi penderita kanker payudara duktal. Pemilihan jenis anestesi untuk simple mastektomi ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi.

2

BAB II LAPORAN KASUS

2.1

Identitas

Nama

: Ny. R

Umur

: 51 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

MR

: 50.54.20

Alamat

: Bener Meriah

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Ruangan

: Mawar

Tanggal Masuk Rumah sakit : 31 Maret 2019 Tanggal Operasi

2.2

Anamnesis

2.2.1

Keluhan Utama:

: 2 April 2019

Nyeri pada payudara kiri 2.2.2

Keluhan tambahan Benjolan pada payudara kiri, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan

2.2.3

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli Bedah Onkologi dengan keluhan nyeri pada payudara kiri ± 1 tahun ini selain itu pasien merasakan ada benjolan yang semakin lama semakin membesar, benjolan padat dan terfiksir. Keluhan lain pasien mengaku selera makan berkurang dan berat badan pasien terus berkurang dalam 1 tahun terakhir. Pasien sudah menjalani kemoterapi siklus ke IV.

3

2.2.4

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama seperti ini sebelumnya

Riwayat alergi disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat hipertensi ada Riwayat diabetes mellitus disangkal. 2.2.5

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat anggota keluarga yang menderita keluhan serupa disangkal Riwayat alergi pada keluarga disangkal Riwayat asma pada keluarga disangkal Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal Riwayat diabetes mellitus pada keluarga disangkal Riwayat penyakit keganasan disangkal

2.2.6

2.2.7

Riwayat pribadi dan kebiasaan Merokok

: disangkal

Mengkonsumsi alkohol

: disangkal

Riwayat sosial ekonomi Pasien menggunakan BPJS

2.3

Pemeriksaan fisik Status Generalisata 1. Keadaan umum : Baik 2. Kesadaran : Composmentis 3. Tanda vital : TD

: 140/80 mmHg

Nadi

: 70 x/menit

RR

: 20 x/i

Suhu : 36,80 C 4. Status gizi BB

: 60 kg 4

TB

: 155 cm

5. Kepala : normocephali 6. Wajah : simetris 7. Mata : konjungtiva anemis (+/+), konjungtiva hiperemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek pupil (+/+). 8. Leher : Pembesaran KGB (-),pembesaran kelenjar tiroid (-) 9. Telinga : Normotia (+/+) 10. Hidung : Rinore -/11. Mulut

: Bibir kering (+), sianosis (-)

12. Thoraks : Paru

:

Inspeksi: normochest, simetris, jejas (-), Palpasi : stem fremitus (normal/normal) Perkusi: sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi: vesikuler +/+, Rh -/- , Wh -/-

Jantung

:

Inspeksi: Ictus Cordis tidak tampak Palpasi: Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra

Perkusi: Batas jantung kesan normal Auskultasi: Bunyi jantung S1, S2 normal Murmur (-) 13. Abdomen

: Inspeksi: Distensi (-) Palpasi: Soepel, Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tidak ada defans muskuler, nyeri tekan (-) Perkusi: Tympani Auskultasi: Bising usus (+)

14. Ekstremitas : Edem (-/-) , Deformitas (-/-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium 1 April 2019 Pemeriksaan

Hasil ( satuan)

5

Nilai Rujukan

2.5

Hematologi Rutin Hemoglobin Eritrosit Leukosit Hematokrit Index Eritrosit MCV MCH MCHC RDW-CV Trombosit Karbohidrat Glukosa Darah Sewaktu Hemostasis Masa Pendarahan/BT Masa Pembekuan/CT Fungsi Hati Bilirubin Total Bilirubin Direk SGOT SGPT Alkali Phosphat Fungsi Ginjal Ureum Kreatinin Asam Urat Assessment

9,8 (g /dL) 2,92 (juta/ mm3) 5,31 (ribu/mm3) 24,3 (%)

12-16 3,8-5,8 4,0-11,0 42-52

83,4 (fl) 33,5(pg) 40,2(g%) 19,6(%) 237 (ribu/mm3)

79-99 27-32 33-37 11,5-14,5 150-450

175 (mg/dL)

110-200

2,45’ (Menit) 9’ (Menit)

1-3 9-15

0,38 (mg/dL) 0,09 (mg/dL) 22 (IU/L) 21 (IU/L) 108 (IU/L)

0,1-1,2 0,0-0,3 15-37 10-40 21-97

18,28 (mg/dL) 0,65 (mg/dL) 9,2 (mg/dL)

20-40 0,60-1,00 <7,2

Ca Mammae Sinistra 2.6

Penggolongan Status Fisik Pasien Menurut ASA Status fisik ASA 2

2.7

Rencana Tindakan Mastektomi

2.8

Rencana Anestesi: Anestesi umum dengan intubasi Endotracheal Tube (ETT)

2.9

Kesimpulan Pasien seorang perempuan usia 51 tahun status fisik ASA 2 dengan diagnosis Ca Mammae dengan rencana Anestesi Umum dengan intubasi Endotracheal Tube (ETT)

6

2.10

Laporan Anestesi

PERSIAPAN PRA ANESTESI Persiapan pasien Di ruang perawatan Pasien di konsultasikan ke dr. Anna Millizia, M.Ked(An), Sp.An pada tanggal 1 APRIL 2019 untuk persetujuan dilakukan tindakan operasi. Setelah mendapatkan persetujuan, kemudian pasien disiapkan untuk rencana Mastektomi keesokan harinya. Diberikan juga informasi kepada keluarga pasien, antara lain: 

Informed consent: bertujuan untuk memberitahukan kepada keluarga pasien tindakan medis akan apa yang akan dilakukan kepada pasien, bagaimana pelaksanaanya, kemungkinan hasilnya, risiko tindakan yang akan dilakukan.



Surat persetujuan operasi: merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien tidak akan mengajukan tuntutan.

Persiapan operasi yang dianjurkan kepada pasien adalah: 

Pasien dipuasakan 6 jam sebelum operasi, tujuannya untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan membahayakan pasien.



Rencana post-op pasien adalah kembali ke ruangan.

Di Ruang Persiapan 

Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan dan sudah terpasang infus RL.

Persiapan alat anestesi umum: Monitor

Sphygmomanometer

Pulse Oxymetri

Suction

Guedel

Balon pernafasan

Stetoskop

Laringoskop

ETT

7

Sungkup muka

Mesin Anestesi

Gel

Connector

Infus set+abocath

Kasa steril

Plester

Spuit

Persiapan obat-obatan anestesi Anestesi umum : a. Premedikasi

: Fentanyl

b. Obat induksi

: Propofol

c. Maintanance anastesi

: Isoflurane , N2O, O2

d. Relaksan

: Atracurium

e. Obat emergency

: Sulfas atropine, ephedrine

f. Analgetik post op

: Ketorolac 3%

g. Obat reverse

: Prostigmin, Sulfas atropine

Obat Tambahan/ pilihan lain: Ranitidine 25 mg/ml, Ondansetron 4 mg/ml, Ketorolac 10 mg/ml Alat untuk melakukan pembiusan: 

Spuit 3 cc



Spuit 5 cc



Spuit 10 cc

Obat Tambahan/ pilihan lain: Ondansentron 4 mg/2 ml, Ranitidine 25 mg/ml, Ketorolac 30 mg/ml Rencana terapi cairan intraoperatif: Pada pasien, diberikan cairan Ringer Laktat yang setiap kolf nya berisi 500 ml. M (Maintenance) 2 cc/ kgBB/ jam = 2 cc/ 60 kg/ jam  120 cc / jam O (Operasi) Karena operasi ini termasuk operasi besar, maka kebutuhan cairannya adalah: 8 ml x kgBB

 8 ml x 60 kg

 480 ml

P (Puasa) Karena pasien puasa selama 10 jam, maka kebutuhan cairannya adalah: Lama puasa x M

 10 x 120 ml

Total cairan yang dibutuhkan:

8

 1200 ml

M+O+½P

Jam pertama

 (120 + 480 + 600) ml = 1200 ml

2 April 2018 pukul 11.00 WIB Airway

: Clear

Breathing

: RR 19 x/ menit, stidor (-) snorring (-) gargling (-)

Circulation

: HR 68 x/ menit regular

Disability

: GCS kesadaran

ASA

: E4V6M5 = 15, : compos mentis

:2

Intra Operatif 2 April pukul 10.45 WIB 1. Pasien masuk kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi dengan posisi supine kemudian dilakukan pemasangan manset dan oksimeter. 2. Menilai keadaan umum dan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital di awal atau penilaian pra induksi: Kesadaran: Compos Mentis, TD= 180/90 mmHg, nadi= 105 x/menit, saturasi O2: 99%. 3. Pasien diberitahukan bahwa akan dilakukan tindakan pembiusan. 4. Pasien diberikan efedrin 1 cc 5. Pemberian premedikasi dengan Fentanyl 100 mcg iv 6. Pemberian atracurium 10 mg iv 7. Induksi dengan Propofol 100 mg iv 8. Dilakukan preoksigenasi dengan sungkup muka menggunakan O2 sebanyak 5 liter / menit 9. Setelah relaksasi pasien diintubaasi dengan ETT non kingkin nomor 7.0 10. Auskultasi dengan steteskop bahwa paru kanan dan kiri sama dan dinding dada kanan dan kiri bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan. 11. ETT dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas alat anestesi, kemudian N2O dibuka 2,5 liter/menit dan O2 2,5 liter/menit (N2O : O2=50% : 50%).

9

Pukul 11.05 WIB 

Tindakan pembedahan dimulai



TD : 118/74 mmHg, Nadi : 90 x/mnt, Saturasi O2 100%

Pukul 12.55 WIB 

TD= 121/81 mmHg , nadi= 65 x/menit, saturasi O2 100%



Injeksi ranitidin 50 mg/2 ml IV (spuit 3 cc), ondansetron 4 mg/2 ml IV dan (spuit 3 cc), Ketorolac 30 mg IV (spuit 3 cc).



Cairan infus Ringer Laktat 1 telah habis sebanyak 500 ml, digantikan dengan infus Ringer Laktat 2.

Pukul 12.35 WIB 

TD= 175/96 , nadi= 80x/menit, saturasi O2 100%



Pembedahan selesai



Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan



Pemberian prostigmin 0,5 mg dan sulfas atropin 0,5 mg



Setelah pasien bangun, lendir dikeluarkan dengan suction, ETT dikeluarkan lalu diberi oksigen murni 5 liter/menit



Manset tensimeter dan saturasi O2 dilepas.



Kemudian pasien dipindahkan ke brancar untuk dibawa ke ruang pemulihan atau recovery room (RR).

Post Operatif Pukul 12.45 WIB Pasien masuk ke ruang pemulihan pada pukul 12.45 WIB. Dilakukan penilaian terhadap tingkat kesadaran, pada pasien kesadarannya adalah compos mentis. Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan tekanan darah 178/85 mmHg, nadi 73 x/menit, respirasi 22 x/menit dan saturasi O2 100%. INSTRUKSI POST OP  IVFD RL 20 gtt/i  Bila muntah : Inj Ondansentrone 4 mg/12 jam/IV  Bila nyeri : Inj Ketorolac 30 mg/8 jam/IV  Terapi lain sesuai bedah

10

Laporan Anestesi  Ahli Anestesiologi

: dr. Anna Millizia, M.Ked(An). Sp.An

 Ahli Bedah

: dr. Mufrizal, Sp.B (K) Onk

Diagnosis prabedah

: Ca mammae sinistra

 Jenis Operasi

: Mastectomy

 Jenis Anestesi

: GA Intubasi Endotracheal Tube

 Lama Operasi

: 90 menit

 Lama Anestesi

: 100 menit

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Anatomi dan Fisiologi Mammae

3.1.1

Anatomi Mammae Payudara wanita dewasa terletak di antara costae II dan Costae III dan di

antara tepi sternum dan garis midaxilla. Payudara terdiri dari kulit, jaringan subkutan, dan jaringan payudara. Jaringan payudara termasuk elemen kedua epitel dan stroma. Setiap payudara memiliki jaringan kelenjar yang terdiri dari 15

11

hingga 20 lobus yang disokong jaringan ikat fibrosa. Ruang antara lobus diisi dengan jaringan adiposa, dan perbedaan jumlah jaringan adiposa ini yang menyebabkan perbedaan ukuran payudara. Pasokan darah payudara berasal dari a.mamae interna dan a.torakal lateral. Drainase limfatik payudara melalui pleksus limfatik superficial dan pleksus limfatik profunda. Lebih dari 90% drainase limfatik payudara melalui kelenjar getah bening aksila dengan sisanya melalui kelenjar mammae interna.

3.1.2

Fisiologi Mammae Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon.

Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.

12

Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi, payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai semuanya berkurang. Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. 3.2

Mastektomi

3.2.1 Pengertian Mastektomi adalah suatu tindakan pembedahan onkologis pada keganasan payudara yaitu dengan mengangkat seluruh jaringan payudara yang terdiri dari seluruh stroma dan parenkhim payudara, areola dan puting susu serta kulit diatas tumornya disertai diseksi kelenjar getah bening aksila ipsilateral level I, II/III tanpa mengangkat m.pektoralis major dan minor. 3.2.2 Etiologi Tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara bergantung pada beberapa faktor meliputi: 13

1. Usia 2. Kesehatan secara menyeluruh 3. Status menopause 4. Dimensi tumor 5. Tahapan tumor dan seberapa luas penyebarannya 6. Stadium tumor dan keganasannya 7. Status reseptor homon tumor 8. Penyebaran tumor telah mencapai simpul limfe atau belum (Barbara, 2006). 3.2.3

Klasifikasi Tipe mastektomi secara umum dapat dikelompokan dalam tiga kategori,

yaitu: 1. Mastektomi radikal yaitu pengangkatan seluruh payudara kulit otot pektoralis mayor dan minor, nodus limfe ketiak, kadang-kadang nodus limfe mammary internal atau supraklavikular. 2. Mastektomi total (sederhana) yaitu mengangkat semua jaringan payudara tetapi kebanyakan nodus limfe dan otot dada tetap utuh. 3. Prosedur terbatas (Lumpektomi) yaitu hanya dapat beberapa jaringan sekitanya diangkat (Barbara, 2006). Ada 3 jenis mastektomi (Hirshaut & Pressman, 1992): 1. Simple Mastectomy (Total Mastektomy): pada prosedur operasi ini, keseluruhan jaringan payudara diangkat, tapi kelenjar getah bening yang berada di bawah ketiak (axillary lymph nodes) tidak diangkat. Kadang-kadang sentinel lymph node, yaitu kelenjar getah bening utama, yang langsung berhubungan

14

dengan payudara, diangkat juga. Untuk mengidentifikasi sentinel lymp node ahli bedah akan menyuntikkan suatu cairan dan / atau radioactive tracer kedalam area sekitar puting payudara. Cairan atau tracer tadi akan mengalir ketitik-titik kelenjar getah bening, yang pertama akan sampai ke sentinel lymp node. Ahli bedah akan menemukan titik-titik pada KGB (kelenjar Getah Bening) yang warnanya berbeda (apabila digunakan cairan) atau pancaran radiasi (bila menggunakan tracer). Cara ini

biasanya

mempunyai

resiko

rendah

akan

terjadinya

lymphedema

(pembengkakan pada lengan) daripada axillary lymp node dissection. Bila ternyata hasilnya sentinel node bebas dari penyebaran kanker, maka tidak ada operasi lanjutan untuk KGB. Apabila sebaliknya, maka dilanjutkan operasi pengangkatan KGB. Operasi ini kadang-kadang dilakukan pada kedua payudara pada penderita yang berharap menjalani mastektomi sebagai pertimbangan pencegahan kanker. Penderita yang menjalani simple mastectomy biasanya dapat meninggalkan rumah sakit setelah dirawat dengan singkat . Seringkali, saluran drainase dimasukkan selama operasi di dada penderita dan menggunakan alat penghisap (suction) kecil untuk memindahkan cairan subcutaneous (cairan di bawah kulit). Alat-alat ini biasanya dipindahkan beberapa hari setelah operasi apabila drainase telah berkurang dari 20-30 ml per hari. 2. Modified Radical Mastectomy: Keseluruhan jaringan payudara diangkat bersama dengan jaringan-jaringan yang ada di bawah ketiak (kelenjar getah bening dan jaringan lemak). Berkebalikan dengan simple mastectomy, m. pectoralis (otot pectoralis) ditinggalkan.

15

Radical Mastectomy atau Halsted Mastectomy: pertama kali ditunjukkan pada tahun 1882, prosedur operasi ini melibatkan pengangkatan keseluruhan jaringan payudara, kelenjar getah bening di bawah ketiak, dan m. pectoralis mayor dan minor (yang berada di bawah payudara). Prosedur ini lebih jelek dari pada modified radical mastectomy dan tidak memberikan keuntungan

pada

kebanyakan tumor untuk bertahan. Operasi ini, saat ini lebih digunakan bagi tumor-tumor yang melibatkan m. pectoralis mayor atau kanker payudara yang kambuh yang melibatkan dinding dada. 3.2.4 Indikasi Operasi Mastektomi 1. Kanker payudara stadium 0 (insitu) 2. Keganasan jaringan lunak pada payudara 3. Tumor jinak payudara yang mengenai seluruh jaringan payudara (misal: phyllodes tumor) (Barbara, 2006). 3.2.5

Kontra Indikasi Operasi Mastektomi

1. Tumor melekat dinding dada 2. Edema lengan 3. Nodul satelit yang luas 4. Mastitis inflamatoar (Barbara, 2006). 3.2.6

Komplikasi Operasi Mastektomi

Dini : 1. Pendarahan, 2. Lesi n. Thoracalis longus wing scapula

16

3. Lesi n. Thoracalis dorsalis. Lambat : 1. Infeksi 2. Nekrosis flap 3. Seroma 4. Edema lengan 5. Kekakuan sendi 6. Bahu kontraktur (Barbara, 2006). 3.2.7

Pemeriksaan Penunjang

1. Mamografi dan/atau USG payudara 2. Foto toraks 3. FNAB tumor payudara 4. USG liver/abdomen 5. Pemeriksaan kimia darah lengkap untuk persiapan operasi (Barbara, 2006).

3.2.8 Post Operatif Mastektomi 1. Fase pasca anesthesia. Setelah dilakukan mastektomi, penderita dipindah ke ruang pemulihan disertai dengan oleh ahli anesthesia dan staf profesional lainnya. 2. Mempertahankan ventilasi pulmoner Menghindari terjadiya obstruksi pada periode anestesi pada saluran pernafasan, diakibatkan penyumbatan oleh lidah yang jatuh, kebelakang dan tumpukan sekret, lendir yang terkumpul dalam faring trakea atau bronkhial ini

17

dapat dicegah dengan posisi yang tepat dengan posisi miring/setengah telungkup dengan kepala ditengadahkan bila klien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak atau lendir, harus dilakukan penghisapan dengan suction. 3. Mempertahankan sirkulasi Pada saat klien sadar, baik dan stabil, maka posisi tidur diatur ”semi fowler” untuk mengurangi oozing venous (keluarnya darah dari pembuluhpembuluh darah halus) lengan diangkat untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya udema, semua masalah ini gangguan rasa nyaman (nyeri) akibat dari sayatan luka operasi merupakan hal yang paling sering terjadi. 4. Masalah psikologis. Payudara merupakan alat vital seseorang ibu dan wanita, kelainan atau kehilangan akibat operasi payudara sangat terasa oleh pasien,haknya seperti dirampas sebagai wanita normal, ada rasa kehilangan tentang hubungannya dengan suami, dan hilangnya daya tarik serta serta pengaruh terhadap anak dari segi menyusui. 5. Mobilisasi fisik. Pada pasien pasca mastektomi perlu adanya latihan-latihan untuk mencegah atropi otot-otot kekakuan dan kontraktur sendi bahu, untuk mencegah kelainan bentuk (diformity) lainnya, maka latihan harus seimbang dengan menggunakan secara bersamaan. 6. Perawatan pasca bedah Pasca bedah penderita dirawat di ruangan dengan mengobservasi produksi drain, memeriksa Hb pasca bedah. Rehabilitasi dilakukan sesegera mungkin

18

dengan melatih pergerakan sendi bahu. Drain dilepas bila produksi masingmasing drain < 20 cc/24 jam. Umumnya drain sebelah medial dilepas lebih awal, karena produksinya lebih sedikit. Jahitan dilepas umumnya hari ke 10 s/d 14. 7. Follow up 1) Tahun 1 dan 2 kontrol tiap 2 bulan 2) Tahun 3 s/d 5 kontrol tiap 3 bulan 3) Setelah tahun 5 kontrol tiap 6 bulan 4) Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol 5) Thorax foto : tiap 6 bulan 6) Lab. Marker : tiap 2-3 bulan 7) Mammografi kontralateral : tiap tahun atau ada indikasi 8) USG abdomen : tiap 6 bulan atau ada indikasi 9) Bone scanning : tiap 2 tahun atau ada indikasi

3.3 General Anestesi a. Definisi Anestesi Umum Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. 11 b. Teori Anestesi Umum Ada beberapa teori yang membicarakan tentang kerja anestesi umum, diantaranya

19

a. Meyer dan Overton (1989) mengemukakan teori kelarutan lipid (Lipid Solubity Theory). Obat anestetika larut dalam lemak. Efeknya berhubungan langsung dengan kelarutan dalam lemak. Makin mudah larut di dalam lemak, makin kuat daya anestesinya. Ini hanya berlaku pada obat inhalasi (volatile anaesthetics), tidak pada obat anestetika parenteral. b. Ferguson (1939) mengemukakan teori efek gas inert (The Inert Gas Effect). Potensi analgesia gas – gas yang lembab dan menguap terbalik terhadap tekanan gas – gas dengan syarat tidak ada reaksi secara kimia. Jadi tergantung dari konsentrasi molekul – molekul bebas aktif. c. Pauling (1961) mengemukakan teori kristal mikrohidrat (The Hidrat Microcrystal Theory). Obat anestetika berpengaruh terutama terhadap interaksi molekul – molekul obatnya dengan molekul – molekul di otak. d. Trudel (1963) mengemukakan molekul obat anestetika mengadakan interaksi dengan membrana lipid meningkatkan keenceran (mengganggu membran). c. Tujuan Anestesi Umum Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi otonom. d. Keuntungan dan kerugian anestesi umum Keuntungan dari penggunaan anestesi ini adalah dapat mencegah terjadinya kesadaran intraoperasi; efek relaksasi otot yang tepat dalam jangka waktu yang lama; memungkinkan untuk pengontrolan jalan, sistem, dan sirkulasi penapasan;

20

dapat digunakan pada kasus pasien hipersensitif terhadap zat anestesi lokal; dapat diberikan tanpa mengubah posisi supinasi pasien; dapat disesuaikan secara mudah apabila waktu operasi perlu diperpanjang; dan dapat diberikan secara cepat dan reversibel. Anestesi umum juga memiliki kerugian, yaitu membutuhkan perawatan yang lebih rumit; membutuhkan persiapan pasien pra operasi; dapat menyebabkan berhubungan

fluktuasi dengan

fisiologi

beberapa

yang

membutuhkan

komplikasi

seperti

intervensi

mual

muntah,

aktif; sakit

tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan terlambatnya pengembalian fungsi mental normal; serta berhubungan dengan hipertermia maligna, kondisi otot yang jarang dan bersifat keturunan apabila terpapar oleh anestesi umum dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh akut dan berpotensi letal, hiperkarbia, asidosis metabolik dan hiperkalemia. e. Syarat, Kontraindikasi Dan Komplikasi Anestesi Umum Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah : a. Memberi induksi yang halus dan cepat. b. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons c. Timbulkan keadaan amnesia d. Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan. e. Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tindakan operasi. f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang berlangsung lama.

21

Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis derajat III – IV, AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA. Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan. Pada pasien dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat yang bersifat hepatotoksik. Pada pasien dengan gangguan jantung, obat – obatan yang mendepresi miokard atau menurunkan aliran koroner harus dihindari atau dosisnya diturunkan. Pasien dengan gangguan ginjal, obat – obatan yang diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang meningkatkan kadar gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada penyakit diabetes basedow karena dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Sedangkan komplikasi kadang – kadang tidak terduga walaupun tindakan anestesi telah dilakukan dengan sebaik – baiknya. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri. Komplikasi dapat timbul pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan – kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau

22

infark apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh. f. Persiapan Untuk Anestesi Umum Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara (anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya, adakah penyakit – penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat. Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi – geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek. Perhatikan pula hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa pembekuan), radiologi, EKG. Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA). -

ASA I

: Pasien dalam keadaan normal dan sehat.

-

ASA II

: Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang

baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan lekositosis dan febris. -

ASA III

: Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang

diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis

23

perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium. -

ASA IV

: Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara

langsung mengancam kehidupannya. Contohnya : Pasien dengan syok atau dekompensasi kordis. -

ASA V

: Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun

dioperasi atau tidak. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik karena ruptur hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena regurgutasi

atau muntah. Pada pembedahan elektif,

pengosongan lambung dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent). Premedikasi sendiri ialah pemberian obat ½ - 1 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, menghilangkan rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan

24

analgesia dan mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva dan saluran napas. Obat – obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain : 

Gol. Antikolinergik Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ – organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah 10 – 15 menit.



Gol. Hipnotik – sedatif Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital). Diberikan untuk sedasi dan mengurangi kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau IM. Dosis dewasa 100 – 200 mg, pada bayi dan anak 3 – 5 mg/kgBB. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.



Gol. Analgetik narkotik Morfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang operasi. Dosis premedikasi dewasa 10 – 20 mg. Kerugian penggunaan morfin ialah pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma, mual dan muntah pasca bedah ada. Pethidin. Dosis premedikasi dewasa 25 – 100 mg IV. Diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Pethidin juga berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca bedah.

25



Gol. Transquilizer Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik.

Dosis

premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB IM. g.

Metode Pemberian Anestesi Umum Obat obat anestesi umum bisa diberikan melalui Perenteral (Intravena, Intramuscular), perektal (melalui anus) biasanya digunakan pada bayi atau anak-anak dalam bentuk suppositoria, tablet, semprotan yang dimasukan ke anus. Perinhalasi melalui isapan, pasien disuruh tarik nafas dalam kemudian berikan anestesi perinhalasi secara perlahan.

h.

Stadium Anestesi Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia

sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4 sampai henti napas dan henti jantung. Stadium I Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata). Stadium II

26

Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata. Stadium III Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadium IV Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan. TANDA REFLEKS PADA MATA Refleks pupil Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/ stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan pasien mati. Refleks bulu mata Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi. Apabila saat dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.

27

Refleks kelopak mata Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah masuk stadium 1 ataupun 2. Refleks cahaya Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita beri rangsangan cahaya. h.

Teknik Anestesi Umum

a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan Indikasi : 

Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)



Keadaan umum baik (ASA I – II)



Lambung harus kosong

Prosedur : 

Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik



Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)



Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang)efek sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll



Induksi



Pemeliharaan

28

b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala) Prosedur : 1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat) 2. Intubasi setelah induksi dan suksinil 3. Pemeliharaan Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS: S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. LaringoScope T = Tubes. Pipa trakea. Usia > 5 tahun dengan balon (cuffed) A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia S = Suction. Penyedot lendir dan ludah Teknik Intubasi 1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap

29

2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+) 3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt 4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit ekstensi → mulut membuka 5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri 6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat epiglotis ( pada bilah lurus ) 7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar ) 8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah 9. Masukan ET melalui rima glottis 10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas ( alat resusitasi )

Klasifikasi Mallampati : Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :

30

c. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol) Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x permenit. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya. 

Teknik sama dengan diatas



Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)



Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya. Obat – Obat dalam Anestesi Umum

i.

Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau inhalasi. 1.

Anestetik intravena 

Penggunaan

:

31





Untuk induksi



Obat tunggal pada operasi singkat



Tambahan pada obat inhalasi lemah



Tambahan pada regional anestesi



Sedasi

Cara pemberian

:



Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat



Suntikan berulang (intermiten)



Diteteskan perinfus

Obat anestetik intravena meliputi : a. Benzodiazepine Sifat : hipnotik – sedative, amnesia anterograd, atropine like effect, pelemas otot ringan, cepat melewati barier plasenta. Kontraindikasi : porfiria dan hamil. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 – 0,45 mg/kg IV. b. Propofol Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol dapat menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan pemberian barbiturat secara intravena, dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Dosis : 2 – 2,5 mg/kg IV. c. Ketamin

32

Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis pemakaian ketamin untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 – 10 mg/kgBB. d. Thiopentone Sodium Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah induksi anestesi umum, operasi singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk mengatasi kejang. Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV. 2. Anestetik inhalasi a. N2O Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa

33

mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain b. Halotan Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen.

Halotan

bereaksi

dengan

perak,

tembaga,

baja,

magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume. c. Isofluran Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan

34

bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial. d. Sevofluran Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi. j.

Skor Pemulihan Pasca Anestesi

Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR). A. Aldrete Score Nilai Warna 

Merah muda, 2 35



Pucat, 1



Sianosis, 0

Pernapasan 

Dapat bernapas dalam dan batuk, 2



Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1



Apnoea atau obstruksi, 0

Sirkulasi 

Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2



Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1



Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0

Kesadaran 

Sadar, siaga dan orientasi, 2



Bangun namun cepat kembali tertidur, 1



Tidak berespons, 0

Aktivitas 

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2



Dua ekstremitas dapat digerakkan,1



Tidak bergerak, 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan B. Steward Score (anak-anak) Pergerakan 

Gerak bertujuan 2



Gerak tak bertujuan 1

36



Tidak bergerak 0

Pernafasan 

Batuk, menangis 2



Pertahankan jalan nafas 1



Perlu bantuan 0

Kesadaran 

Menangis 2



Bereaksi terhadap rangsangan 1



Tidak bereaksi 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

3.4 a.

Intubasi Endotrakeal Tube Definisi Intubasi Trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea kedalam

trakhea melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakhea antara pita suara dan bifurkasio trakhea (Latief, 2007). Tindakan intubasi trakhea merupakan salah satu teknik anestesi umum inhalasi, yaitu memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat/ mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. 11 b.

Ukuran ETT

Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan

37

nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm (Latief, 2007). Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus (Latief, 2007): 

Diameter (mm) = 4 + Umur/4 = tube diameter (mm)



Rumus lain: (umur + 2)/2



Ukuran panjang ET = 12 + Umur/2 = panjang ET (cm)

Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya. c.

Indikasi Intubasi Trakhea

Indikasi intubasi trakhea sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut (Latief, 2007): 11 a. Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan nafas dan lain-lain. b. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang.

38

c. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi (Latief, 2007). 11 d.

Kotraindikasi ETT Menurut Morgan (2006) ada beberapa kondisi yang diperkirakan akan

mengalami kesulitan pada saat dilakukan intubasi, antara lain: a. Tumor : Higroma kistik, hemangioma, hematom b. Infeksi : Abces mandibula, peritonsiler abces, epiglotitis c. Kelainan kongenital : Piere Robin Syndrome, Syndrom Collin teacher, atresi laring, Syndrom Goldenhar, disostosis kraniofasial d. Benda asing e. Trauma : Fraktur laring, fraktur maxila/ mandibula, trauma tulang leher f. Obesitas g. Extensi leher yang tidask maksimal : Artritis rematik, spondilosis arkilosing, halo traction h. Variasi anatomi : Mikrognatia, prognatisme, lidah besar, leher pendek, gigi moncong. e.

Pemasangan Intubasi Endotrakheal

Prosedur pelaksanaan intubasi endotrakheal adalah sebagai berikut (Latief, 2007): a. Persiapan Alat (STATICS) b. Pelaksanaan 1) Mesin siap pakai 2) Cuci tangan

39

3) Memakai sarung tangan steril 4) Periksa balon pipa/ cuff ETT 5) Pasang macintosh blade yang sesuai 6) Anjurkan klien berdoa, karena intubasi/ induksi akan dimulai 7) Beri oksigen 100% dengan masker/ ambu bag 4 liter/ menit 8) Masukkan obat-obat sedasi dan relaksan 9) Lakukan bagging sesuai irama pernafasan 10) Buka mulut dengan teknik cross finger dengan tangan kanan 11) Masukkan laringoskop dengan tangan kiri sampai terlihat epiglotis, dorong blade sampai pangkal epiglotis 12) Berikan anestesi daerah laring dengan xylocain spray 10% 13) Masukkan ETT yang sebelumnya sudah diberi jelly dengan tangan kanan 14) Sambungkan dengan bag/ sirkuit anestesi, berikan oksigen dengan nafas kontrol 8-10 kali/ menit dengan tidal volume 8-10 ml/kgBB 15) Kunci cuff ETT dengan udara ± 4-8 cc, sampai kebocoran tidak terdengar 16) Cek suara nafas/ auskultasi pada seluruh lapangan paru kiri kanan 17) Pasang OPA/NPA sesuai ukuran 18) Lakukan fiksasi ETT dengan plester 19) Lakukan pengisapan lendir bila terdapat banyak lendir 20) Bereskan dan rapikan kembali peralatan 21) Lepaskan sarung tangan, cuci tangan.

40

f.

Komplikasi Intubasi Komplikasi yang sering terjadi pada intubasi antara lain trauma jalan

nafas, salah letak dari ETT, dan tidak berfungsinya ETT. Komplikasi yang biasa terjadi adalah: a. Saat Intubasi 1) Salah letak : Intubasi esofagus, intubasi endobronkhial, posisi balon di laring. 2) Trauma jalan nafas : Kerusakan gigi, laserasi mukosa bibir dan lidah, dislokasi mandibula, luka daerah retrofaring. 3) Reflek fisiologi : Hipertensi, takikardi, hipertense intra kranial dan intra okuler, laringospasme 4) Kebocoran balon. b. Saat ETT di tempatkan 1) Malposisi (kesalahan letak) 2) Trauma jalan nafas : inflamasi dan laserasi mukosa, luka lecet mukosa hidung. 3) Kelainan fungsi : Sumbatan ETT. c. Setelah ekstubasi 1) Trauma jalan nafas : Udema dan stenosis (glotis, subglotis dan trakhea), sesak, aspirasi, nyeri tenggorokan. 2) Laringospasme. 11

41

Related Documents

Lapkas Anes.docx
August 2019 62
Lapkas Korea.docx
April 2020 41
Lapkas Paru.docx
June 2020 40
Lapkas Pterigium.docx
May 2020 25
Lapkas Mds.docx
June 2020 21
Lapkas Ensefalitis.docx
December 2019 45

More Documents from "put zul"

Daftar Pustaka Lapkas
August 2019 34
Lapkas Anes
August 2019 32
Lapkas Anes.docx
August 2019 62
Bab Iv
August 2019 62