Lapkas Hematemesis Melena.docx

  • Uploaded by: Medicinegraphy
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Hematemesis Melena.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,165
  • Pages: 14
BAB I PENYAJIAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. Rachmad Basuki

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 72 tahun

Status

: Menikah

Alamat

: KP. Munajan No. 26/28-B RT 01/02 Cimahi

ANAMNESIS Pasien datang dengan keluhan muntah darah sejak hari selasa tanggal 31 mei 2016 yang lalu. Muntah berwarna hitam, tidak bercampur makanan. Muntah yang keluar kira-kira sebanyak 2 gelas aqua gelas ( 480 ml). Selain itu pasien juga mengeluhkan Buang air besar berwarna hitam. Konsistensinya cair. Keluar darah menetes saat buang air besar disangkal. Riwayat penyakit ambeien (hemoroid) disangkal. Sebelumnya pasien juga mengaku pernah mengalami keluhan yang sama 8 tahun yang lalu dan sembuh. Untuk pemakaian obat jangka lama disangkal dan konsumsi jamu juga disangkal. Pasien memiliki riwayat penyakit maag dan hipertensi. Pesien merasakan nyeri di ulu hati. Diabetes militus, nyeri dada, sesak napas disngkal oleh pasien. Kebiasaan makan makanan pedas dan penurunan berat badan secara drastis juga disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK a. Status Generalis i. Keadaan Umum Baik ii. Kesadaran Compos Mentis. GCS: 15, E4V5M6

b. Tanda-tanda Vital i. Suhu

: 36,10 C

ii. Frekuensi nafas

: 20 x/menit

iii. Frekuensi nadi

: 68 x/menit

iv. TD

: 180/120 mmHg

c. Pemeriksaan Fisik 1. Mata i. Konjungtiva anemis (-/-) ii. Sklera ikterik (-/-)

2. THT i. Tonsil T1/T1 ii. Faring hiperemis (-)

3. Leher: i. KGB tidak membesar ii. JVP dalam batas normal iii. Deviasi trakea (-)

4. Paru: i. Inspeksi: Bentuk dada tidak simetris, dada kanan tertinggal, tak terlihat penggunaan otot bantu nafas ii. Palpasi: Nyeri tekan dada (-), vokal fremitus kanan dan kiri sama iii. Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru iv. Auskultasi: Suara nafas dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

5. Jantung i. Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat ii. Auskultasi: BJ SI, SII reguler, murmur (-), gallop (-)

6. Abdomen i. Inspeksi

: Permukaan abdomen tampak datar

ii. Palpasi

: Hepar, lien tidak teraba, soepel, nyeri tekan

epigastrium (+) iii. Perkusi

: Timpani di seluruh lapang abdomen

iv. Auskultasi

: Bising usus (+) 10 x/menit-normal

7. Ekstremitas i. Edema (-) ii. Akral hangat iii. CRT < 2 detik

IV.

DIAGNOSIS BANDING 1. Hematemesis melena et causa gastritis erosif + Hipertensi grade 2 2. Hematemesis melena et causa varises esofagus + Hipertensi grade 2 3. Hematemesis melena et causa Ulkus Peptikum + Hipertensi grade 2 4. Hematemesis melena et causa Keganasan + Hipertensi grade 2

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah rutin: (31 Mei 2016) a. Hb

: 12,1 gr/dl

b. Eritrosit

: 4,4 x 106 /ul

c. Leukosit

: 8,5 x 103 /ul

d. Hematokrit

: 36,0 %

e. Trombosit

: 262 103 /ul

f. MCV

: 82,6 fl

g. MCH

: 27,8 pq

h. MCHC

: 33,6 g/dl

i. RDW

: 13,6 %

j. Basofil

: 0,7 %

VI.

k. Eosinofil

: 0,8 %

l. Segmen

: 67,5 %

m. Limfosit

: 25,0 %

n. Monosit

: 6,0 %

DIAGNOSIS KERJA Hematemesis melena et causa susp. Gastritis erosiva + Hipertensi grade 2

VII.

USULAN PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan Darah rutin 2. Endoskopi 3. Urea Breath Test 4. EKG 5. Foto Thorax

VIII.

PENGOBATAN

a. Non Farmakologi 1. Bed rest 2. Puasa hingga perdarahan berhenti 3. Diet Cair 4. Diet rendah garam b. Farmakologi

IX.

1. Asam tranexamat

3 x 500 mg

2. Sukralfat

4 x 500 mg

3. Omeprazol

2 x 20 mg

4. Propanolol

2 x 40 mg

PROGNOSIS Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanactionam

: dubia ad bonam

BAB II PEMBAHASAN KASUS

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar berwarna hitam yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas ligamentum treitz, yakni dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. Pada perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) penting untuk dibedakan antara perdarahan yang disebabkan oleh varises esofagus dan non-varises dikarenakan perbedaan tatalaksana dan prognosis. Ada empat penyebab perdarahan SCBA yang paling sering ditemukan, yaitu ulkus peptikum, gastritis erosif, varises esofagus, dan ruptur mukosa esofagogastrika. Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan hematemesis melena et causa suspect gastritis erosive dengan adanya feses hitam seperti ter tanpa disertai gejala dan tanda yang mengarah pada penyakit hati kronis (ikterus, spider nevi, ascites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai). Etiologi dapat berasal dari kelainan esofagus, kelainan lambung, dan kelainan duodenum. Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol, penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau ibuprofen. Pada kasus ini mengarah pada kelainan di lambung yaitu adanya suspek gastritis erosif atas dasar riwayat penyakit gastritis kronik yang telah lama diderita pasien. Untuk memastikan penyebab dari hematemesis melena tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan endoskopi yang merupakan gold standar dalam mendiagnosis etiologi dari perdarahan saluran cerna bagian atas. Selain untuk diagnostik, endoskopi dapat dipakai untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena atau

hematemesis-melena

dapat

ditentukan

lokasi

perdarahan

dan

penyebab

perdarahannya. Selain untuk menentukan lokasi pendarahan, endoskopi juga dapat digunakan untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat klasifikasi perdarahan sebagai berikut: Aktivitas Perdarahan

Kriteria Endoskopi

Forest Ia – Perdarahan aktif

Perdarahan arteri menyembur

Forest Ib – Perdarahan aktif

Perdarahan merembes

Forest II – Perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar tukak atau masih terdapat sisa-sisa perdarahan

terlihat pembuluh darah

Forest III – Perdarahan berhenti tanpa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan sisa

Untuk membedakan sumber perdarah dari saluran cerna bagian atas atau saluran cerna bagian bawah, dapat dilihat pada tabel berikut:

Perdarahan SCBA Manifestasi klinik pada Hematemesis

dan

Perdarahan SCBB

atau Hematokezia

umumnya

melena

Aspirasi Nasogastrik

Berdarah

Jernih

Rasio BUN/Kreatinin

Meningkat > 35

< 35

Auskultasi usus

Hiperaktif

Normal

Gastritis itu sendiri merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis erosif bila terjadi kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas sampai epitel. Gastritis merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan respon mukosa terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti

obat anti inflamasi non steroid (OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa lambung.

Apabila terjadi gangguan satu atau beberapa dari faktor pertahanan mukosa, maka daya tahan mukosa akan menurun sehingga mudah di rusak oleh faktor agresif yang menyebabkan terjadinya tukak duodenum. Ada 3 faktor pertahanan yang berfungsi memelihara daya tahan mukosa gastroduodenal, yaitu: 1. Faktor preepitel terdiri dari: -

Mukus dan bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam lambung/pepsin.

-

Mucoid cap, yaitu suatui struktur yang tediri dari mukus dan fibrin, yang terbentuk sebagai respons terhadap rangsangan inflamasi.

-

Active surface phospholipid yang berguna untuk meningkatkan hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus.

2. Faktor epitel -

Kecepatn perbaikan mukosa yang rusak, di mana terjadi migrasi sel sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan.

-

Pertahanan selular, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient dan mencegah pengasaman sel.

-

Kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat kedalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dn untuk mendorong asam keluar jaringan.

-

Faktor pertumbuhan, prostalgaldin dan nitrit oksida.

3. Faktor subepitel -

Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen dan bikarbonat ke epitel selama.

-

Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang marangsang reaksi inflamasi jaringan.

Faktor-faktor Agresif (etiologi) dari terjadi gastritis tersebut, diantaranya: 1. Helicobater pylori Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi koloni H. Pylori pada lambung sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat sesuai umur, pada mereka yang berumur lebih dari 60 tahun mempunyai tingkat kolonisasi sesuai umur mereka. H. pylori merupakan basil gram-negatif, spiral dengan flagel multipel lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik. H. Pylori tidak menyerang jaringan, menghuni dalam gel lendir yang melapisi epitel. H. pylori mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi amnion dan CO2 sehingga milieu akan menjadi basa dan kuma terlindungi terhadap faktor merusak dari asam lambung. Disamping itu, kuman ini membentuk platelet ectiving faktor yang merupakan pro inflamatory sitokin. Sitokin yang terbentuk mempunyai efek langsung pada sel epitel melalui ATP-ase dan proses transport ion. 2. OAINS dan Alkohol OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan mengubar permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga erosif serin terjadi di antrum. Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung. 3. Stress ulkus Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung yang terjadi akibat stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung lama. Bentuk stress dapat bermacam-macam seperti syok hipotensif setelah trauma dan

operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar hebat (ulkus Curling), atau trauma serebral (ulkus Cushing). Gastritis erosive akibat stress memiliki lesi yang dangkal, ireguler, menonjol keluar, multiple. Lesi dapat mengalami perdarahan lambat menyebabkan melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi ini bersifat superficial. Ulkus stress dibagi menjadi 2, Ulkus cushing karena cedera otak ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai oleh rangsang vagus dan ulkus curling an sepsis ditandai oleh hipersekresi asam lambung. Sebagian besar peneliti setuju bila iskemia mukosa lambung adalah factor etiologi utama yang menyebabkan terjadinya destruksi sawar lambung dan terbentuk ulserasi.

Secara umum gambaran klinis pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu sindrom/ kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi menjadi empat yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas, dyspepsia akibat refluks da dyspepsia tidak spesifik. Pada dyspepsia gangguan motilitas, keluhan yang paling menonjol adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks, keluhan yang menonjol berupa nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis. Pasien tukak memberikan ciri seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai muntah. Rasa sakit gastritis erosive timbul setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenum yang lebih enak setelah makan. Walaupun demikian, rasa nyeri saja tidak cukup menegakkan gastritis erosive, selain itu dapat terjadi juga perdarahan atau perforasi.

Pada pasien ini diberikan terapi non farmakologi dan farmakologi. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan keluhan, menyembuhkan atau memperbaiki erosi, mencegah kekambuhan dan mencegah komplikasi. 4. Non-Farmakologi a. Bed Rest Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkata asam lambung. Sebaiknya pasien hidup tenang dan memerima stres dengan wajar.

b. Diet Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak lebih baik dari makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit.

2. Farmakologi a. Asam tranexamat

Asam traneksamat secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen (melalui mengikat domain kringle), sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), suatu enzim yang mendegradasi fibrin pembekuan, fibrinogen, dan protein plasma lainnya, termasuk faktorfaktor prokoagulan V dan VIII. Asam traneksamat juga langsung menghambat aktivitas plasmin, tetapi dosis yang lebih tinggi diperlukan dari yang dibutuhkan untuk mengurangi pembentukan plasmin. b. Sukralfat Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutup alumunium hidroksida yang berkaitan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi dari asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesis prostglandin dan menambah sekresi bikarbonat dan mukus , meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa. c. Omeprazol (PPI) Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+- ATP ase yang akan memecah K+H+ATP menjadi energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam lambung. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran asam lambun, menyebabkan pengurangan rasa sakit, mengurangi faktor agresif pepsin dengan PH>4. d. Propanolol (Beta Bloker)

Sebagai obat antihipertensi, menurunkan curah jantung dengan membuat kekuatan kontraksi dan frekuensi kontraksi jantung menurun, sehingga juga dapat menurunkan tekanan darah akibat dari curah jantung yang menurun.

DAFTAR PUSTAKA Hirlan, 2006, Gastritis, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Suyono, S. (ed), Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Lindes, G., 2006. Gangguan Lambung dan Duodenum, dalam Patofisiologi. Jakarta: EGC McGuigan, J., 2000. Ulkus Peptikum dan Gastritis, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakata: EGC Tierney, L., dkk.2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba Medika Setiati, S dkk. 2014. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Simadibrata, M., dkk. 2012. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Non Varises di Indonesia. Jakarta. PGI Djumhana, Ali. Tanpa tahun. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bandung. Bagian Ilmu Penyakit Dalam – Rs Dr Hasan Sadikin / Fk Unpad

Lembar Persetujuan

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul : HEMATEMESIS MELENA ET CAUSA SUSPECT GASTRITIS EROSIVA

disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri

Telah disetujui, Cimahi, 16 April 2016 Pembimbing laporan kasus,

Disusun oleh :

dr. Jusron Iriawan, Sp.PD

Ardiyansyah NIM. I11108077

LAPORAN KASUS HEMATEMESIS MELENA ET CAUSA SUSPECT GASTRITIS EROSIVA

OLEH : ARDIYANSYAH I111080777

PEMBIMBING: DR. JUSRON IRIAWAN, SP.PD

SMF ILMU GERIATRI RUMAH SAKIT TINGKAT II DUSTIRA CIMAHI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2016

Related Documents

Lapkas Anes.docx
August 2019 62
Lapkas Korea.docx
April 2020 41
Lapkas Paru.docx
June 2020 40
Lapkas Pterigium.docx
May 2020 25

More Documents from "Maichel Yorgen Wohon"