Klmpk 2. Identifikasi Pengendalian Risiko Rs.docx

  • Uploaded by: Dewi Astuti
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Klmpk 2. Identifikasi Pengendalian Risiko Rs.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,932
  • Pages: 22
TUGAS MAKALAH PRINSIP DAN ALTERNATIF PENGENDALIAN RISIKO RUMAH SAKIT

Oleh:

KELOMPOKII Muhammad Jafran Fatta Sarti Hamid Surianti Nurachmatia Usemahu Surya Engriani Hikmah Yusrianti Novianti T Desi Manapa

DOSEN PENGAMPUH: Era Pratiwi,SKM.,M.Kes (MARS)

S 1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT STIKES MEGAREZKY MAKASSAR TA. 2017/2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan Rahmat-Nyalah sehingga kami dari kelompok (II) dua dapat menyelesaikan penugasan makalah yang berjudul Prinsip Dan Alternatif Pengendalian Risiko Rumah Sakit. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak umumnya maupun pembaca khususnya. Sehingga dalam pembuatan makalah yang selanjutnya dapat lebih baik dari makalah sebelumnya.

Makassar, 07November 2017

Kelompok II

i

DAFTAR ISI Halaman sampul Kata Pengantar ................................................................................................ i Daftar Isi........................................................................................................... ii BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2 C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2 BAB II Pembahasan A. Pengertian Pengendalian Risiko .......................................................... 3 B. Identifkasi risiko di rumah sakit........................................................... 3 C. Jenis-jenis risiko di rumah sakit .......................................................... 4 D. Tindakan Pencegahan Risiko .............................................................. 10 E. Identifikasi Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko ........................ 14 F. Penilaian Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko ........................... 16 G. Rencana Persiapan Pengendalian ......................................................... 16 H. Implementasi Perbaikan Program ........................................................ 17 BAB III Penutup A. Kesimpulan .......................................................................................... 18 B. Saran .................................................................................................... 18 Daftar Pustaka

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep manajemen risiko mulai diperkenalkan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada era tahun 1980-an setelah berkembangnya teori accidentmodel dan juga semakin maraknya isu lingkungan dan kesehatan. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun ‘accident’ (Tantri, 2016).Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien berkewajiban untuk mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh risiko strategis dan operasional, manajemen risiko juga berhubungan erat dengan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dan berdampak kepada pencapaian sasaran mutu rumah sakit (Fachmi, 2010). Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem rumah sakit dalam membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011). Mutu pelayanan sebagai hasil dari sebuah sistem dalam organisasi pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponen struktur dan proses. Organisasi (struktur dan budaya), manajemen, sumber daya manusia, teknologi, peralatan, finansial adalah komponen dari struktur.Proses pelayanan, prosedur tindakan, sistem informasi, sistem administrasi, sistem pengendalian, pedoman merupakan komponen proses. Keselamatan pasien merupakan hasil interaksi antara komponen struktur dan proses. Mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari segi aspek-aspek sebagai berikut: aspek klinis (pelayanan dokter, perawat dan terkait teknis medis), aspek

1

efisiensi dan efektifitas pelayanan, keselamatan pasien dan kepuasan pasien (Donabedian 1988, dalam Cahyono, 2011). Berdasarkan latar belakang di atas, dan mengingat pentingnya manajemen resiko. Maka, oleh karena itu kelompok akan membahas manajemen risiko khususnya tentang bagaimana prinsip dan alternatif pengendalian risiko di dalam Rumah Sakit. B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Pengendalian Risiko ? 2. Apa Identifkasi risiko di rumah sakit? 3. Apa Jenis-jenis risiko di rumah sakit ? 4. Apa Tindakan Pencegahan Risiko ? 5. Apa Identifikasi Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko? 6. Apa Penilaian Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko? 7. Apa Rencana Persiapan Pengendalian? 8. Apa Implementasi Perbaikan Program?

C. Tujuan 1. Untuk MengetahuiPengertian Pengendalian Risiko. 2. Untuk Mengidentifkasi risiko di rumah sakit. 3. Untuk MengetahuiJenis-jenis risiko di rumah sakit. 4. Untuk MengetahuiTindakan Pencegahan Risiko. 5. Untuk Mengidentifkasi Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko. 6. Untuk MengetahuiPenilaian Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko. 7. Untuk MengetahuiRencana Persiapan Pengendalian. 8. Untuk MengetahuiImplementasi Perbaikan Program.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengendalian Risiko Pengendalian risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menurunan derajat probabilitas terjadinya risiko dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode, transfer risiko, dan lain-lain. Pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko yang melibatkan penerapan kebijakan, standar, prosedur perubahan fisik untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang kurang baik. Pengendalian risiko meliputi, identifikasi risiko, identifikasi alternatifalternatif

pengendalian risiko, analisis pilihan-pilihan yang ada, rencana

pengendalian dan pelaksanaan pengendalian.

B. Identifkasi risiko di rumah sakit Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan mendeskripsikan risiko (ISO 31000:2009). Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengelola risiko adalah mengidentifikasinya.Jika kita tidak dapat mengidentifikasi/mengenal/mengetahui, tentu saja kita tidak dapat berbuat apapun terhadapnya.Identifikasi risiko ini terbagi menjadi dua, yaitu identifikasi risiko proaktif dan identifikasi risiko reaktif. Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan dengan cara proaktif mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit mencapai tujuannya. Disebut mencari karena risikonya belum muncul dan bermanifestasi secara nyata. Metode yang dapat dilakukan diantaranya: audit, inspeksi, brainstorming, pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit lain, FMEA, Analisa SWOT, survey, dan lain-lain. Identifikasi risiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan setelah

risiko

muncul

dan

bermanifestasi

dalam

bentuk

insiden/gangguan.Metoda yang dipakai biasanya adalah melalui pelaporan insiden.Tentu saja, lebih baik kita memaksimalkan identifikasi risiko proaktif,

3

karena belum muncul kerugian bagi organisasi. Bagi rumah sakit, cara paling mudah dan terstruktur untuk melakukan identifikasi adalah lewat setiap unit. Setiap unit diminta untuk mengidentifikasi risikonya masing-masing.Setelah terkumpul, seluruh data identifikasi itu dikumpulkan menjadi satu dan menjadi identifikasi risiko rumah sakit. Menurut Matyjewicz (2004), kegiatan pelaksanaan identifikasi risiko yang berhubungan dengan elemen pengendalian perlu diimplementasikan, khususnya di dalam area medis untuk menghindari adanya insiden maupun kelalaian yang dapat menyebabkan kos klinik medis menjadi tinggi. Oleh karena itu, sangat penting bagi rumah sakit untuk mengelola pengendalian risiko dengan mengidentifikasi, menilai dan merespon risikorisiko tersebut.

C. Jenis-jenis risiko di rumah sakit Secara umum risiko di rumah sakit dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok sebagai berikut; 1. Risiko Bahaya Fisik Risiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 risiko bahaya fisik antara lain: a. RisikoBahaya Mekanik Risiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu: 1) Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan risiko bahaya tertusuk, terpotong, tergores, dan lain-lain. Risiko bahaya ini termasuk salah satu yang paling sering menimbulkan kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum jahit bekas pasien. Risiko bahaya ini sebenarnya bukan hanya risiko bahaya fisik karena dimungkinkan jarum bekas yang menusuk tersebut terkontaminasi dengan kuman dari pasien. Mengingat bahaya akibat tertular penyakit tersebut cukup besar, maka harus ada prosedur tindak lanjut paska tertusuk jarum yang akan dibahas dibagian lain dalam pelatihan ini.

4

2) Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui di rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk mengangkut pasien dan barang-barang logistik. Risiko yang dapat muncul adalah pasien jatuh dari brankart/ tempat tidur, terjepit / tertabrak kereta dorong, dan lain-lain. 3) Risiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Risiko ini dapat terjadi dimana saja meskiput kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal yang perlu diperhatikan terutama di ruang perawatan anak dan ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu, jendela atau fasilitas lain yang memiliki risiko untuk terjepit/tenggelam tersebut. 4) Risiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan lain-lain. Risiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring baik di koridor, ramp atau batas lantai dengan halaman. Pastikan area yang berisiko licin sudah ditandai dan jika perlu pasanglah handriil atau pemasangan alat lantai anti licin serta rambu peringatan “awas licin”. 5) Jatuh dari ketinggian berbeda. Risiko ini pada ruang perawatan anak dan jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan konstruksi bangunan atau pembersihan kaca pada posisi yang cukup tinggi. Jika pekerjaan dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter sebaiknya pekerja tersebut menggunakan abuk keselamatan. Pada ruang perawatan anak dan jiwa yang terletak di lantai atas pastikan jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman dan anak-anak selalu dalam pengawasan orang dewasa saat bermain. b. RisikoBahaya Radiasi Risiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi: 1) Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel yang mampu menghasilkan ion langsung atau tidak

5

langsung. Contoh di rumah sakit: di unit radiodiagnostik, radiotherapi dan kedokteran nuklir. 2) Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan energi yang tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau radiasi gelombang mikro. Pengendalian risiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja radiasi, peserta didik, pengunjung dan pasien hamil. Pekerja radiasi harus sudah mendapatkan informasi tentang risiko bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD yang baik, monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan petugas dalam pengendalian bahaya radiasi merupakan hal yang penting. Sebagai indikator tingkat paparan, semua pekerja radiasi harus memakai personal dosimetri untuk mengukur tingkat paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau dan tingkat paparan tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk pengunjung dan pasien hamil hendaknya setiap ruang pemerikasaan atau therapy radiasi terpasang rambu peringatan “Awas bahaya radiasi, bila hamil harus melapor kepada petugas”. c. Risiko Bahaya Akibat Kebisingan Risiko bahaya akibat kebisingan adalah kebisingan akibat alat kerja atau lingkungan kerja yang melebihi ambang batas tertentu. Risiko ini mungkin berada di ruang boiler, generator listrik, dan peralatan yang menggunakan alat-alat cukup besar dimana tingkat kebisingannya tidak dipantau dan dikendalikan. Berdasar peraturan menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004 tentang pengendalian lingkungan fisik di rumah sakit, seluruh area pelayanan pasien harus dipantau dan dikendalikan tingkat kebisingannya minimal 3 bulan sekali. Di rumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan hasil temuan yang tidak memenuhi persyaratan di analisa dan

6

dikendalikan bersama IPSRS dan Unit K3 serta dilaporkan kepada Manajemen rumah sakit. d. Risiko Bahaya Akibat Pencahayaan Risiko bahaya akibat pencahayaan adalah pencahayaan pada lingkungan kerja yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah sakit juga telah dipantau dan dilaporkan seperti risiko bahaya kebisingan tersebut. Hal yang harus diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu, pastikan lampu pengganti setara tingkat pencahayaannya dengan lampu sebelumnya, sehingga tidak terjadi perubahan dalam tingkat pencahayaan pada area tersebut. e. Risiko Bahaya Listrik Risiko bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus listrik. Pengendalian yang telah dilakukan adalah melakukan preventif maintenance seluruh peralatan elektrik yang dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi peralatan medis dan penggantian peralatan yang telah out off date. Untuk mencegah bahaya kebakaran akibat peralatan listrik yang dibawa peserta didik dan keluarga pasien dilakukan sosialisasi kepada seluruh peserta didik pada saat orientasi dan untuk keluarga pasien informasi diberikan pada saat pasien masuk rumah sakit khususnya pasien rawat inap. f. Risiko Bahaya Akibat Iklim Risiko bahaya akibat iklim kerja adalah berupa suhu ruangan dan tingkat kelembaban. Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak dikendalikan dapat mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas hasil kerja. Pemantauan secara berkala telah dilakukan oleh ISLRS dan jika ditemukan kondisi tidak memenuhi peresyaratan akan dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI, Unit K3RS dan ISLRS yang dipimpin oleh Direktur Umum dan Operasional. g. Risiko Bahaya Akibat Getaran Risiko bahaya akibat getaran adalah risiko yang tidak banyak ditemukan di rumah sakit tetapi mungkin masih ada terutama pada

7

kedokteran gigi yang menggunakan bor dengan motor listrik dan pada bagian housekeeping / rumah tangga yang menggunakan mesin pemotong rumput (bagian taman). 2. Risiko Bahaya Biologi a. Risiko dari kuman-kuman patogen dari pasien (nosokomial). Risiko ini di rumah sakit sudah dikendalikan oleh bagian Petugas Pemantau Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) berkoordinasi dengan Unit K3, Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Satuan kerja pemberi pelayanan langsung kepada pasien. b. Risiko dari binatang (tikus, kecoa, lalat, kucing, dan lain-lain). Risiko ini dikendalikan oleh ISLRS dan harus didukung dengan housekeeping yang baik dari seluruh karyawan dan penghuni rumah sakit. 3. Risiko Bahaya Kimia Risiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi: a. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, desinfeksi peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lainlain. b. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan lain-lain. c. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan peralatan lainnya. d. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi anatomi. e. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk pengobatan pasien.

8

f. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan penunjang pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen, nitrit oxide, nitrous oxide, dan lain-lain. Pengendalian berkoordinasi

bahan

dengan

kimia

seluruh

dilakukan satuan

oleh

kerja.

Unit

K3RS

Hal-hal

yang

perludiperhatikan adalah pengadaan B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan

ulang

/repacking,

pemanfaatan

dan

pembuangan

limbahnya. Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3. Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan diatas palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan, tersedia MSDS, safety shower, APD sesuai risiko bahaya dan Spill Kit untuk menangani tumpahan B3 serta tersedia prosedur penanganan Kecelakaan Kerja akibat B3. Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja yang kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar pelabelan. Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan oleh pimpinan rumah sakit. Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus segera diusulkan sesuai prosedur yang berlaku. Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3 padat harus dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS B3), untuk selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.

9

4. Risiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi Risiko ini terdapat pada hampir seluruh kegiatan di rumah sakit berupa kegiatan: angkat dan angkut, posisi duduk, ketidak sesuaian antara peralatan kerja dan ukuran fisik pekerja. Pengendalian dilakukan melalui sosialisasi secara berkala oleh Unit K3. 5. Risiko Bahaya Psikologi Risiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak harmonisan hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama pekerja, pekerja dengan pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan. Risiko bahaya di rumah sakit seperti yang dipaparan diatas dapat menyebabkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja bagi pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat disekitar lingkungan rumah sakit. Pekerja rumah sakit memiliki risiko kerja yang lebih tinggi dibanding pekerja industri lain sehingga resiko bahaya tersebut harus dikendalikan.

D. Tindakan Pencegahan Risiko Dari jenis-jenis risiko bahaya di rumah sakit yang telah dipaparkan, berikut ini merupakan beberapa contoh sistem pengendalian risiko bahaya yang telah dilakukan di rumah sakit adalah sebagai berikut: 1. Risiko Bahaya Fisik a. Mekanik : risiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum dan terpeleset atau menabrak dinding / pintu kaca. Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain: penggunaan safety box limbah tajam, kebijakan dilarang menutup kembali jarum bekas, pemasangan keramik anti licin pada koridor dan lantai yang miring, pemasangan rambu “awas licin”, pemasangan kaca film dan stiker pada dinding / pintu kaca agar lebih kelihatan, kebijakan penggunaan sabuk keselamatan pada pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter, dan lain-lain. b. Risiko bahaya radiasi: risiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapi, kedokteran nuklir, ruang cath lab dan beberapa kamar operasi

10

yang memiliki fluoroskopi / x-ray. Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain: pemasangan rambu peringatan bahaya radiasi, pelatihan

proteksi

bahaya

radiasi,

penyediaan

APD

radiasi,

pengecekan tingkat paparan radiasi secara berkala dan pemantauan paparan radiasi pada petugas radiasi dengan personal dosimetri pada patugas radiasi. c. Risiko bahaya kebisingan: terdapat pada ruang boiler, generator listrik dan ruang chiller. Pengendalian yang telah dilakukan antara lain: substitusi peralatan dengan alat-alat baru dengan ambang kebisingan yang lebih rendah, penggunaan pelindung telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara berkala oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS). d. Risiko bahaya pencahayaan: risiko bahaya ini terutama di satuan kerja dengan pekerjaan teliti seperti di kamar operasi dan laboratorium. Pengendalian yang sudah dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan secara berkala oleh ISLRS dan hasil pemantauan dilaporkan ke Direktur, Teknik dan Unit K3 untuk tindak lanjut ruangan yang tingkat pencahayaannya tidak memenuhi persyaratan. e. Risiko bahaya listrik: risiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesetrum. Pengendalian yang telah dilakukan adalah adanya kebijakan penggunaan peralatan listrik harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan harus dipasang oleh bagian IPSRS atau orang yang kompeten. Peralatan elektronik di RSUP dr Sardjito secara berkala dilakukan maintenance oleh bagian IPSRS dan seluruh peralatan yang layak pakai akan diberikan label layak pakai berupa stiker warna hijau, sedangkan yang tidak layak pakai akan diberikan stiker merah dan peralatan tersebut ditarik oleh bagian IPSRS. Selain itu unit K3 dan IPSRS secara berkala melakukan sosialisasi ke seluruh satuan kerja tentang perilaku aman dalam menggunakan listrik di rumah sakit.

11

f. Risiko bahaya akibat iklim kerja: risiko ini meliputi kondisi temperatur dan kelembaban ruang kerja. Pemantauan temperatur dan kelembaban dilakukan oleh ISLRS. Acuan dari standar temperatur dan kelembaban mengacu pada keputusan menteri kesehatan RI no 1402 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Masalah yang sering muncul adalah temperatur melebihi standar seperti di Instalasi Binatu dan ruang produksi gizi, karena belum memungkinkan untuk distandarkan pengendalian dilakukan

dengan

pemberian

minum

yang

cukup.

yang

Masalah

kelembaban yang tinggi berisiko terjadinya kolonisasi kuman patogen sehingga meningkatkan angka infeksi baik bagi pasien maupun bagi pekerja. Pengendalian secara teknis telah dilakukan akan tetapi pada musim tertentu kadang tidak memenuhi persyaratan. Upaya yang dilakukan untuk menghambat kolonisasi kuman terutama pada ruang perawatan pasien, ICU dan kamar operasi harus dilakukan desinfeksi ruangan lebih sering dan pemantauan angka kuman secara berkala. g. Risiko bahaya akibat getaran: risiko bahaya getaran tidak terlalu signifikan. Dari telaah yang telah dilakukan unit K3, risiko bahaya getaran ditemukan di bagian taman akibat dari mesin pemotong rumput dan di klinik gigi akibat dari mesin bor gigi, tetapi tingkat getaran pada ke 2 lokasi tersebut masih dalam batas yang diijinkan. 2. Risiko bahaya biologi : risiko bahaya biologi yang paling banyak adalah akibat kuman patogen dari pasien yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh, dropet dan udara. Pengendalian risiko ini telah dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) akan tetapi termasuk dalam area pemantauan Unit K3. Risiko air borne dissease dikendalikan dengan rekayasa ruangan tekanan negatif beserta peraturan administratif dan APD. Risiko penularan melalui droplet dikendalikan dengan menyediakan masker bagi petugas, pengantar pasien dan pasien yang batuk, serta sosialisasi etika batuk oleh PPI. Risiko blood borne dissease dikendalikasn dengan penggunaan alat-alat single use beserta

12

persturan administratif dan APD. Selain itu untuk mencegah pe nularan penyakit blood borne dissease khususnya Hepatitis B dilakukan Imunisasi Hepatitis B dengan perioritas pada karyawan dengan kadar titer anti HBs < 0,2 u/L terutama yang bekerja pada tindakan invasif terhadap pasien. Selain itu juga telah dilakukan penanganan paska pajanan infeksi khususnya pada HIV dan Hepatitis B. Bila pekerja atau peserta didik mengalami kecelakaan kerja berupa tertusuk jarum bekas pasien atau terkena percikan darah dan cairan tubuh pada mukosa (mata, mulut) atau terkena pada luka, maka wajib melaporkan kepada penanggung jawab ruangan pada saat itu dan setelah melakukan pertolongan pertama harus segera periksa ke IGD agar dilakukan telaah dan tindak lanjut paska pajanan sesuai prosedur untuk mengurangi risiko tertular. 3. Risiko bahaya kimia: risiko ini terutama terhadap bahan kimia golongan berbahaya dan beracun (B3). Pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan identifikasi bahan-bahan B3, pelabelan standar, penyimpanan standar, penyiapan MSDS, penyiapan P3K, APD dan safety shower serta pelatihan teknis bagi petugas pengelola B3. Rekayasa juga dilakukan dengan penggunaan Laminary Airflow pada pengelolaan obat dan B3 lainnya. 4. Risiko bahaya ergonomi: risiko ini banyak terjadi pada pekerjaan angkat dan angkut baik pasien maupun barang. Sosialisasi cara mengangkat dan mengangkut yang benar selalu dilakukan. Selain itu dalam pemilihan sarana dan prasarana rumah sakit juga harus mempertimbangkan faktor ergonomi tersebut terutama peralatan yang dibeli dari negara lain yang secara fisik terdapat perbedaan ukuran badan. 5. Risiko bahaya psikologi: risiko psikologi teidak terlalu kelihatan akan tetapi selalu ada meskipun kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya yang dilakukan antara lain dengan mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar staff dan pimpinan dan pada acara-acara bersama seperti saat ulang tahun RS dan lain-lain yang bertujuan agar terjalun komunikasi yang baik

13

sehingga secara psikologi menjadi lebih akrab denganharapan risiko bahaya psikologi dapat ditekan seminimal mungkin. Salah satu upaya pengendalian adalah dengan melakukan sosialisasi kepada seluruh pekerja rumah sakit tentang risiko bahaya tersebut sehingga seluruh pekerja mampu mengenal risiko bahaya tersebut. Dengan mengenal risiko bahaya diharapkan pekerja mampu mengidentifikasi risiko bahaya yang ada disatuan kerjanya dan mengetahui upaya pengendalian risiko bahaya yang sudah dilakukan oleh rumah sakit sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap sistem pengendalian risiko bahaya yang sudah dilakukan.

E. Identifikasi Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko Alternatif-alternatif pengendalian yang dapat dilakukan dapat dilihat di bawah ini: 1. Penghindaran risiko Beberapa pertimbangan penghindaran risiko : a. Keputusan untuk menghindari atau menolak risiko sebaiknya memperhatikan informasi yang tersedia dan biaya pengendalian risiko. b. Kemungkinan kegagalan pengendalian risiko. c. Kemampuan

sumber

daya

yang

ada

tidak

memadai

untuk

pengendalian. d. Penghindaran risiko lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengendalian risiko yang dilakukan sendiri. e. Alokasi sumber daya tidak terganggu. 2. Mengurangi probabilitas 3. Mengurangi konsekuensi 4. Transfer risiko Alternatif transfer risiko ini, dilakukan setelah dihitung keuntungan dan kerugiannya. Transfer risiko ini bisa berupa pengalihan risiko kepada pihak kontraktor. Oleh karena itu didalam perjanjian kontrak dengan pihak kontraktor harus jelas tercantum ruang lingkup pekerjaan dan juga risiko

14

yang akan ditransfer. Selain itu konsekuensi yang mungkin terjadi dapat juga di transfer risikonya dengan pihak asuransi.

Peringkat dan evaluasi Risiko

Ya

Risiko yang diterima

Diterima

Identifikasi alternatif pengendalian

Mengurangi probabilitas

Mengurangi konsekuensi

Transfer secara penuh/sebagian

Mencegah

Monitor dan Review

Komunikasi

dan

Konsultasi

Tdk

Pertimbangan biaya dan keuntungan yang ada Menilai alternatif pengendalian

Merekomendasikan strategi pengendalian

Pemilihan strategi pengendalian

Persiapan alternatif pengendalian Pelaksanaan pengendalian terpilih

Persiapan rencana pengendalian

Mengurangi probabilitas

Mengurangi konsekuensi

Transfer secara penuh/sebagian

Bagian yang dikembalikan Risiko yang diterima

Pencegahan

Bagian Pengiriman Ya

Kembali

Tdk

Gambar 2.1. Proses Pengendalian Risiko

15

F. Penilaian Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko Pilihan sebaiknya dinilai atas dasar/besarnya pengurangan risiko dan besarnya tambahan keuntungan atau kesempatan yang ada. Seleksi dari alternatif yang paling tepat meliputi keseimbangan biaya

pelaksanaan

terhadap keuntungan. Walaupun pertimbangan biaya menjadi faktor penting dalam penentuan

alternatif

pengendalian

risiko,

tetapi

faktor

waktu

dan

keberlangsungan operasi tetap menjadi pertimbangan utama. Ukuran penurunan implementasi

Tingkatan risiko (nilai risiko)

Penggunaan peraturan Tidak ekonomis

0

Biaya dari pengurangan risiko ($)

Gambar 2.2. Biaya Dari Ukuran Pengurangan Risiko

Seringkali perusahaan bisa mendapatkan manfaat besar dari pilihan kombinasi alternatif-alternatif pengendalian yang tersedia. Oleh karena itu sebenarnya tidak pernah terjadi penggunaan alternatif tunggal dalam proses pengendalian risiko.

16

G. Rencana Persiapan Pengendalian Setelah ditentukan alternatif pengendalian risiko yang paling tepat, langkah berikutnya adalah menyusun rencana persiapan. Rencana persiapan ini berkaitan dengan pertanggungjawaban, jadwal waktu, anggaran, ukuran kinerja, dan tempat.

H. Implementasi Perbaikan Program Idealnya,

tanggungjawab

dari

pengendalian

risiko

seharusnya

dilakukan oleh mereka yang benar-benar mengerti.Tanggung jawab tersebut harus disetujui lebih awal.Pelaksanaan pengendalian risiko yang baik membutuhkan sistem manajemen yang efektif, pembagian tanggungjawab yang jelas dan kemampuan individu yang handal. Aktifitas pengendalian hendaknya terintegrasi dengan manajemen risiko sehingga pengalokasian sumber daya yang dimiliki organisasi dapat menjadi optimal.

17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Pengendalian risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menurunan derajat probabilitas terjadinya risiko dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode, transfer risiko, dan lain-lain. Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan mendeskripsikan risiko (ISO 31000:2009). Jenis-jenis risiko di rumah sakit 1. Risiko Bahaya Fisik 2. Risiko Bahaya Biologi 3. Risiko Bahaya Kimia 4. Risiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi 5. Risiko Bahaya Psikologi Tindakan pencegahan adalah tindakan menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang potensial atau situasi yang tidak dikehendaki. Alternatif-alternatif pengendalian yang dapat dilakukan yaitu : 1). Penghindaran risiko. 2). Mengurangi

probabilitas, 3) Mengurangi

konsekuensi, 4). Transfer risiko

B. Saran Salah satu efektivitas Pelayanan Rumah Sakit Umum harus menciptakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit agar dapat melayani kebutuhan dan keinginan serta memberikan kepuasan kepada pasien yang penerapannya harus dilaksanakan oleh semua elemen organisasi rumah sakit secara komprehensif dan berkelanjutan termasuk pula pasien sebagai pihak pemakai.

18

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja

Rumah

Sakit.

2016;1–75.

(Available

from:

http://www.hukor.depkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._66_ttg_ Keselamatan_dan_Kesehatan_Kerja_Rumah_Sakit_.pdf) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja

Rumah

Sakit.

2016;1–75.

(Available

from:

http://www.hukor.depkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._66_ttg_ Keselamatan_dan_Kesehatan_Kerja_Rumah_Sakit_.pdf)

19

Related Documents


More Documents from ""