Ketika Pengobatan Alternatif Lebih Dipilih -Andre Saputra-
Oke, kita sebut saja Ibu Bunga didiagnosis dokter mengidap kista kandung telur dan dianjurkan untuk operasi. Hal pertama yang akan dirasakan Ibu Bunga adalah ketakutan dan kecemasan akan penyakit yang dia derita. Kemudian paling tidak akan muncul 3 pertanyaan, Apa resiko bila saya di operasi ataupun tidak dioperasi, apakah pasti sembuh? Mahal tidak biayanya? Dan Apakah ada cara lain selain operasi? Tidak sedikit kita menemukan kegagalan dokter dalam mengkomunikasikan hal ini. Serta diperburuk dengan terpaparnya berbagai label pengobatan alternatif yang menawarkan harapan-patut-di-coba tanpa dibarengi pemahaman rasional. Saat ini sedang maraknya berkembang di masyarakat mengenai fenomena Ponari yang dipercaya memiliki batu sakti penyembuh berbagai macam penyakit. Tidak tanggung-tanggung hanya dalam beberapa hari pasien si dukun kecil menembus angka puluhan ribu orang tiap harinya. Dapat kita bayangkan siapa yang tidak akan tertarik bila mendengar seorang kerabat yang sembuh seketika dari penyakit menahun hanya dengan meminum air putih dari si pengobat alternatif. Hanya testimoni tetapi tentu saja tidak salah memang, Harus diakui bahwa masyarakat melihat hal ini dari sisi kegunaan, dari sisi aksiologinya saja. Penjelasan ilmiah menjadi urusan belakangan, yang penting ingin sembuh dan tidak mahal, itu saja. Berbagai alasan disebutkan, mulai dari pela-yanan kesehatan dari pemerintah yang masih buruk, birokrasi yang rumit dan dari segi ekonomi masih tidak terjangkau. Kemudian celakanya, masyarakat cenderung menjadi tersesatkan dengan keadaan ini. Tanpa bermaksud mengeneralisir pengobatan alternative yang ada, tetapi begitulah yang terjadi. Akhir-akhir ini semakin banyak kita melihat fenomena dukun-dukun cilik bermunculan dengan benda sakti yang dipercaya menyembuhkan. Tidak menutup kemungkinan nantinya pengobatan alternatif yang idealnya menjadi pengobatan komplemen atau pengobatan tambahan justru bergeser dan berbalik menggantikan ilmu kedokteran sebagai sarana pengobatan primer. Peran pemerintah dalam meregulasi kebe-radaan pengobatan alternative sebenarnya telah ada, yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Bab V Upaya Kesehatan Bagian Kelima Belas mengenai perlindungan terhadap Pengobatan Tradisional. Kemudian masalah teknis juga telah tertuang di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1076/MENKES/ SK/VII/2003 tentang penye-lenggaraan pengobatan tradi-sional. Dijelaskan bahwa Pengobatan tradisional yang merupakan salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran baik pengobatan tradisional keterampilan, ramuan, dengan pendekatan agama, maupun supranatural seperti pada pengobatan Ponari dkk haruslah aman dan bermanfaat, serta sesuai dengan norma dan nilai yang hidup pada masyarakat.
Lalu mengenai siapa yang harusnya berperan dalam hal ini? Ya tentu saja semua komponen. Dimulai dari pemerintah yang harus menciptakan situasi kondusif pada masyarakat serta dalam fungsi kontrol untuk lebih tegas dan lebih berani dalam memperjuangkan nasib kesehatan kelas bawah. Kemudian dari segi profesi kedokteran yang harus terus berbenah dari segi kualitas sehingga kepercayaan masyarakat terbentuk. Dan terakhir tentu saja dari masyarakat itu sendiri, tidak hanya ulama atau tokoh masyarakat, tetapi juga tiap individu di dalam masyarakat itu untuk dapat mengedukasi diri sehingga terjadi pende-wasaan masyarakat secara mendasar.
OUTLINE:
➢ ➢ ➢ ➢ ➢ ➢ ➢ ➢
Intro, current affair Ponari Cerita, kista, operasi mahal, resiko, psikologis, mencari harapan > Pengobatan alternative Gambaran pengobatan aternantif yang berkembang di masyarakat, mucul ponari-ponari lain Alasan mereka memilih pengobatan alternatif dan kecenderungan masyarakat Defenisi pengobatan alternative, siapa yang primer siapa yang alternative? Peran pemerintah dan regulasi dari pemerintah Mencermati dan menyikapi ‘kesesatan’ yang terjadi Take a role, (Penyedia pelayana medis: kualitas, kepercayaan); (Pemerintah: membangun situasi kondusif dan fungsi control); (masyarakat: mengedukasi diri sendiri); pendewasaan masyarakat