Kepemimpinan Dan Problem Solving

  • Uploaded by: Wahyudin
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kepemimpinan Dan Problem Solving as PDF for free.

More details

  • Words: 1,548
  • Pages: 5
KEPEMIMPINAN DAN PROBLEM SOLVING “Visi kepemimpinan Berwatak Prolem Solver” Oleh : H. Dadang M Naser S.H.,S.Ip.,M.Si Manusia adalah makhluk tuhan yang paling mulia yang mempunyai tugas untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi, seperti tertuang dalam Q.S. Al-Baqarah 3031, “ Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka Bumi ini….”, kemudian terciptalah nabi adam As, sebagai makhluk tercerdas diantara makhluk yang lainnya yang mampu mengenal nama-nama benda, karenanya kpemimpinan adalah amanah, sebagaimana tertuag dalam Q.S. Al-Ahzab 72, Allah SWT berfirman “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada lanit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat iu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”, Siapapun yang menjadi pemimpin, dibidang apapun dan ditingkat manapun seringkali mengalami kegagalan dalam menjalankan tugasnya, ketiak ia tidak memahami kedua hal tersebut, tidak paham bahwa menjadi pemimpin itu adalah sebuah amanah. Pemimpin itu adalah figure, orang yang mempunyai tanggung jawab untuk memimpin siapapun serta dalam bidag apapun, sedangkan kepemimpinan adalah wataknya, karakter yang melekat pada si pemimpin, demikian menurut Cak Nun. Keberhasilan seorang pemimpin pada suatu masa , juga sangatlah ditentukan oleh kepiawannya memahami beragam isu actual secara komprehensif, yang terus menerus selalu berubah seiring dengan perubahan setting social, politik dan budaya yang melingkupinya, untuk selanjutnya ia mampu menjadi seorang pemimpin berwatak Problem Solver (mampu memecahkan persoalan) dengan solusi-solusi jitu untuk setiap permasalahan yang timbul, bukan malah justru pemimpin yang menjadi Part of the Problem (bagian dari persoalan), pemimpin saat ini harus paham betul isu-isu seperti isu kemiskinan baik cultural maupun structural, global warming, climate change, illegal logging, ledakan penduduk, globalisasi, HAM, pengangguran, isu buruh, perusakan lingkungan, demokratisasi, sekularisme, pluralisne, Korupsi, Kolusi, Nepotisme, terorisme, kapitalisme, otonomi daerah, reformasi, gizi buruk, flu burung, soal pendidikan, anak jalanan, freedom of speech, toleransi beragama, aliran sesat, dan seterusnya, ini adalah serangkaian persoalan yang dihadapi bangsa kita saat

ini, dimana pada masa lalu kita hanya berkonsentrasi pada dua isu utama yaitu bagaimana merebut kemerdekaan dari tangan penjajah dan mengisinya dengan beragam rencana pembangunan. Persoalan kepemimpinan menarik untuk dikaji, Dr. Jalaludin Rahmat dalam salahsatu artikelnya mencoba memahami persoalan kepemimpinan tersebut, dalam konteks munculnya kepemimpinan Islam, ia menulis bahwa ada tiga fase munculnya kepemimpinan islam Pertama, Fase Ulama, mereka adalah para pemimpin yang mengerti betul soal-soal agama secara tradisional, mereka lahir dari pesantren –pesantren yang kemudian menyebar menjadi penggreak-penggerak masyarakat di berbagai tingkatan, umumnya rakyat tanpa sadar mengkultuskan para ulama ini, karena status sosialnya yang sangay tinggi dimata rakyat, para ulama ini adalah tokoh-tokoh karismatis yang menjadi motivator diberbagai kegiatan kemasyarakatan, pola komunikasi yang dibangun lebih bersifat doktriner ketimbang membangung suasana dialogis. Kedua, fase organisatoris, pada fase ini pemimpin Islam adalah pemimpin yang yang lahir dari didikan ormas keislaman seiring dengan kebijakan colonial belanda yang membolehkan rakyat untuk membuat organisasi, keterampilan yang diutamakan bukan lagi kemampuan agama, tapi kemampuan mengorganisasi (organization Skill), kemampuan manajerial, termasuk lobi-lobi politik, kekurangannya terkadang terjadi persaingan kurang sehat atar ormas dalam rangka berebut pengaruh, komunikasi para organisator sampai ke konstelasi pusat sedang para ulama cukup mengelola pesantren didaerahnya masingingmasing, para organisatoris ini bukan hanya tokoh agama tapi juga tokoh politik yang menjadi tokoh nasional. Ketiga, fase pemuka pendapat (opinion leader), mereka dilahirkan dari media massa, karena merka dibesarkan oleh media melalui lontaran-lontaran gagasan, ide yang diblow up oleh media, mereka menulis dimedia, mengikuti seminar-seminar dst. Semakin besar gagasan mereka diblow up oleh media semakin cepat msyarakat mengangap mereka adalah pemimpin. Hal ini terjadi seiring dengan semakin canggihnya perkembangan teknologi komunikasi, politik medi dalam hal ini, sangat berperan dalam menciptakan seseorang menjadi pemimpin. Siapa yang menjadi raja adalah mereka yang mampu menguasi media. Almarhum Dr. Kunto Wijoyo pernah pula memberi gambaran tentang kepemimpinan ini dalam perspektif yang lain. Ia menulis bahwa saat in itidaklah perlu berpikir tentang kepemimpnan tunggal. Dalam arti pemimpin politik atau negar saja, gerkan memunculkan kepemimpinan yang bias menggerakkan rakyat diberbagai lini dilakukan secara sinergis secara :

Pertama,

Diversifikasi/proliferasi

kepemimpinan(keberagaman):

kepemimpinan

politik atau agama hanyalah satu bagian kecil saja. Kita harus memperluas horizon peluang sebesar-besarnya agar muncul kepemimpnan dibidang tehnik, ekonomi, olahraga, budaya dll. Pemimpn bukan hanya merka yang menjadi presiden, pemimpin partai politik, bupati lurah dan lain-lain. Tetapi juga para pengusaha yang bisa disebut pemimpin dibidang ekonomi, para insinyur jadilah para pemimpin dibidan gteknologi, guru jadilah pemimpin didunia pendidikan dst. Ini harus dikomunikasikan kepada ralyat agar, definisi kepemimpinan menjadi luas. Kedua, desentralisasi kepemimpinan (pemerataan atau tidak terpusat) kalau dulu banyak dikenal pemimpin nasional, maka sekarang perlu ada perluasan geografis dengan adanya era otonomi daerah maka munculnya pempimpin pemimpin local menjadi penting. Jangan sampai ada perasaan bahwa pemimpin local kurang bergengsi disbanding pemimpin nasonal , para bupati, walikota sama pentinya dengan presiden. Para pengusaha daerah sama hak dan kewajibannya dengan para konglomerat yang bermain dalam konstelasi nasional, para tokoh agama yang bertugas didaerah tertinggal terpencil sama mulyanya dengan para ustadz yang terkenal yang seringkali tampil di TV dst. Semua perubahan ini muncul secara alami sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi terlepas dari semua itu seorang pemimpin haruslah mengerti, akan kebutuhan masyarakat dan mampu berpikir untuk kemaslahatan untuk semua orang bukan kepentingan pribadi atau golongannya saja.lantas apa yang dimaksud dengan watak problem solver?dalam kamus Oxpord disebutkan bahwa Vision is the ability to think or plan the future with great imagination (visi adalah kemampuan untuk memikirkan atau merencanakan masa depan dengan imajinasi atau khaylan besar). In berarti bahwa pemimpin mempunyai visi adalah pemimpin yang mempunyai cita-cita perubahan besar kearah yang lebih baik. Sedangkan kepemimpinan berwatak problem solver bisa diilustrasikan dalam kisah sederhana tentang “Gajah yang menjadi raja di negeri kambing” seperti yang diceritkaan dalam fable-fabel politik karya Almarhum Kunto Wijoyo : “Suatu kali diceritakan bahwa posisi Raja di negeri Kambing mengalami kekosongan, setelah tidak ada satu ekor kambing pun yang mau menjadi raja dinegerinya sendiri, karena tanggung jawabnya sangat berat yaitu mengatasi ledakan penduduk juga menagantisipasi serangan dari negeri serigala, maka diputuskanlah untuk membuat pengumuman lowongan kerja untuk mejadi raja di negeri kambing, bagi semua hewan yang ada dihutan, singkat kata datanglah kancil yang akhrnya ditolak karena kambing tidak butuh raja yang bisa berlari

kencang, akhirnya datanglah seekor gajah, hewan perkasa bertubuh besar dengan langkah kaki yang berat, kelihatan gagah, bangsa kambing terpesona dengan hewan tersebut, akhirnya disepakatilah gajahlah yang akan menjadi Raja di Negeri Mereka. Setelah Gajah menajdi Raja dibentuklah dua seksi, yaitu seksi sosil yang dierahkan kepada kambing sendiri yang bertugas untuk megurusi jompo, fakir msikin, yatim piatu dl, dan seksi keamanan yang dipimpin oleh ipar sang raja sendiri, setahun berlalu Gajahpun mulai mempertontonkan tabiat aslinya, ia mulai serakah karena ternyata menjadi raja itu nikmat terjamin segala fasilitas hidupnya, musim keringpun melanda, dan nampaknya ia tidak mau tahu, kalu mandi, air danau yang menjadi cadangan minum kambing habis dihamburkannya, saat makan sang raja mampu menghabskanrumuput yang cukup untuk 25 ekor kambing , untuk snack raja mampu menghaiskan iga keranjang mentimun, raja pn sering marah-marah kalau kebutuhannya tidak terenuh, akhirnya para kambing pun berkumpul mereka tidak bisa berbuat apa-apa, mereka berencana eksodus besar-besaran mencari daerah baru utnuk didiami, guna menghindari kedzoliman sang raja tersebut, akhirnya sang raja ditinggalkan rakyatnya, diapun mati bersama iparnya dinegeri kambing yang tidak berpenghuni”. Dalam kisah ini, Gajah merupakan representas pemimpin yang tidak mempunyai watak sebagai problem solver, malah ia menjadi part of problem, alih-alih mencari solusi terhadap kemarau panjang yang melanda ngeri kambing, dia malah asyik dengan kehidupan drinya sendiri yang berpredikat raja. Dalam kajian ESQ, diajarkan bahwa seorang pemimpin berwataq problem solver adalah merka yang mampu mengambil keputusan yang tepat dengan mengoptimalkan potensi suara tuhan yang dimilikinya, yang dikenal dengan Asma’ul Husna tersebut, yang tentunya semuanya harus dilandasi oleh dan Karena Allah SWT. Dalam kisah diatas Gajah adalah contoh pemimpin yang dalam mengambil keputusannya di atelah mengabaikan suara-suara Tuhannya yitu dia tidak mengasihi (Ar-Rohman) dan menyayangi (Arrohim) rakyatnya, dia tidak berkehendak mensejahterakan (As-Salam) dan memelihara (Muhaimin) Rakyatnya Muhammad SAW dengan gelar Al-Aminnya (Yang terpercaya) adalah pemimpin berwatak Probel Solver, dengan empat watak kepemimpin yang dimilikinya yaitu Shiddiq (benar), Amanah (Terpercaya), Fathonah (cerdas) dan Tabligh (menyampaikan berita benar), ketika para pemimpin suku arab terancam bertikai dalam hal proses penentuan siapa yang palign berhak menempatkan kembali Hajar Aswad itempatnya semula, maka tampilah Rasul SAW dengan ide Jitu yang pada akhirnya bisa diterima semua pihak yang bertikai, Demikian Pula Abu Bakar yang bergelar Ash Shidiq (benar) karena ia orang yang pertama percaya akan

peristiwa Isra Mi’raj yang dengan lantang berkata dan memotivasi kaum muslimin yang kebingungan dengan adanya isu meninggalnya Rasulullah SAW di medan perang Uhud, dengan teriakan “Apa yang akan kalian perbuat setelah kematian Rasul SAW? Apakah kalian akan mati seperti matinya belau?”, berbeda dengan khalifah umar bin Khattab yang dengan sigap menulis surat kepada para wakilnya di Irak dan Syam guna memohon bantuan makanan akibat terjadinya bencana kelaparan di semenanjung Arab akibat tidak turun hujan selama sembilan bulan, dengan kata-kata indah yang menunjukkan kepekaan perasaanya, kepada Amr Bin Ash di Palestina beliau menulis, “ Salam Sejahtera bagi Anda, Anda melihat kami sudah akan binasa, sedang anda dan rakyat anda masih hIdup. Kami sangat memerlukan pertolongan, sekali lagi pertolongan!”, dan banyak lagi contoh-contoh lain yang bisa kita gali sebagai implementasi dari pemimpin berwatak Problem Solver, mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dari diskusi diatas, Wallahu A’Lam bishawwab.

Referensi : Al-Quran Depag, Dinamia Internal Umat Islam, fable-fabel politik (Dr. Kuntowijoyo), mempersoalkan Asal-Usul Pemimpin Islam (Dr. Jallaludin Rahmat), Umar bin Khattab (M Husein Haikahl), Kejeniusan Abu Bakar Ash Siddiq (Abbas Mahmdu Al-Aqqad)

Related Documents

Problem Solving
October 2019 34
Problem Solving
November 2019 33
Problem Solving
July 2020 18
Problem Solving
June 2020 25
Problem Solving
June 2020 23

More Documents from ""