Kelompok 6 Sankri Final.docx

  • Uploaded by: zahrotul aini
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 6 Sankri Final.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,991
  • Pages: 15
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintah memerlukan pertanggungjawaban sebagai wujud komitmen Pemerintah untuk bersikap transparan dengan mengungkapkan pelaksanaan mandat/amanah yang telah diterimanya. Akuntabilitas merupakan salah

satu

Akuntabilitas

jawaban

untuk

merupakan

mewujudkan perwujudan

pertanggungjawaban dari

kewajiban

tersebut. untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2005). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu penyelenggara pemerintahan yang memiliki tanggungjawab untuk melaporkan kinerjanya. Laporan kinerja tersebut disampaikan dalam sidang tahunan MPR – DPR. Akuntabilitas DPR selaku lembaga negara pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : akuntabilitas manajerial, akuntabilitas publik dan akuntabilitas politik. DPR kerap dipersepsikan sebagai lemabaga negara yang paling korup di Indonesia. Persepsi tersebut dapat diubah oleh anggota DPR melalui peningkatan kinerja baik personal maupun kelembagaan serta DPR dapat akuntabel dalam melaporkan kinerjanya kepada publik.

B. Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah : “Bagaimana akuntabilitas kinerja DPR?”

1

C. Tujuan Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui akuntabilitas kinerja DPR dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

D. Manfaat Manfaat dari makalah ini yaitu untuk memberikan masukan bagi bidang studi Ilmu Administrasi Publik mengenai kinerja DPR.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Akuntabilits Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individuindividu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat. Menurut Dubnick, akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal. Menurut Romzek dan Ingraham akuntabilitas publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada kemampuan menjawab kepada seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan. Menurut Mahmudi, akuntabilitas dalam lembaga publik dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu :  Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran – Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban yang berkaitan dengan aktivitas penegakan hukum dan juga norma kejujuran yang ditunjukkan dengan tidak melakukan berbagai macam penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki.  Akuntabilitas

Manajerial



Akuntabilitas

ini

merupakan

pertanggungjawaban yang berhubungan dengan pola kerja manajerial yang harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

3

 Akuntabilitas Program – Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban yang berhubungan dengan setiap program yang akan dijalankan. Orang yang berwenang dalam program ini harus bisa menunjukkan jika program yang akan dibangun dapat berjalan dengan baik atau tidak dan apa saja upaya yang dapat dilakukan agar program yang akan direncanakan dapat berjalan dengan optimal.  Akuntabilitas Kebijakan – Akuntabilitas ini merupakan akuntabilitas yang berkaitan dengan pertanggungjawaban lembaga publik terhadap berbagai macam kebijakan dan keputusan yang telah diputuskan ataupun diambil. Dalam hal ini, orang yang berperan dalam lembaga publik harus bisa mempertanggungjawabkan setiap kebijakan yang telah ditetapkan baik itu dari segi tujuan, alasan pengambilan kebijakan, manfaat yang ditimbulkan, hingga berbagai macam hal negatif yang mungkin ditimbulkan dari setiap kebijakan yang akan atau telah diambil.  Akuntabilitas Finansial – Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan pertanggungjawaban lembaga publik terhadap setiap uang yang disetorkan oleh masyarakat kepada pemerintahan. Lembaga publik harus bisa menerangkan bagaimana uang tersebut didapatkan, kemana uang tersebut dibelanjakan, dan berbagai macam pertanggungjawaban lainnya.

B. Fungsi dan Hak DPR Dewan Perwakilan Rakyat atau biasa disingkat DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang salah satunya bertugas untuk mengawasi setiap pergerakan kebijakan pemerintahan. Tugas pengawasan berguna untuk memonitor pergerakan kebijakan pemerintah apakah sesuai dengan hukum dan norma yang berlaku, karena setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sangat berdampak luas kepada masyarakat, bangsa dan negara.

4

Dalam Pasal 20A ayat (1) UUD 1945, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi Legislasi merupakan fungsi yang berhubungan dengan

upaya

menerjemahkan aspirasi

masyarakat

menjadi

keputusan-keputusan politik yang nantinya dilaksanakan oleh pihak eksekutif (pemerintah).

Di

sini kualitas anggota DPR

diuji. Mereka harus

mampu

merancang dan menentukan arah serta tujuan aktivitas pemerintahan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Fungsi Anggaran adalah fungsi yang berkaitan dengan kemampuan DPR mendistribusikan anggaran sesuai dengan skala prioritas yang secara politis telah ditetapkan. Fungsi Pengawasan adalah fungsi yang berkaitan dengan upaya memastikan pelaksanaan keputusan politik yang telah diambil tidak menyimpang dari arah dan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan lahirnya UU No.22 Tahun 2003 serta UU No.32 Tahun 2004, telah

memberi

petunjuk

kuat

bahwa

kalangan

legislatif

harus

mempertanggungjawabkan setiap tugas dan wewenang serta kewajiban yang diamanatkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Selanjutnya dalam Pasal 29 UU No.22 Tahun 2003 telah diatur secara rinci kewajiban

anggota

DPR,

yang

diantaranya

adalah

memberikan

pertanggungjawaban moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya. Untuk menjalankan setiap tugas dan fungsi DPR dalam hal pengawasan, maka DPR diberikan 3 (tiga) hak untuk memudahkan pelaksanaan tugas pengawasannya. Menurit UU nomor 22 tahun 2003 meliputi Hak Interpelasi, Hak Angket dan Hak menyatakan pendapat. ketiga hak ini mutlak dimiliki oleh DPR sehingga DPR bebas untuk menunaikan haknya tersebut. 

Hak Interpelasi Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada

pemerintah terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang mana kebijakan tersebut penting dan strategis serta dapat berdampak luas kepada

5

kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Karena berdampak pada kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, DPR sebagai perwakilan dari rakyat bertugas untuk mengawasi perkembangan kebijakan pemerintah. Ketika pemerintah seperti gubernur mengeluarkan kebijakan yang dapat berdampak kepada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, maka kebijakan tersebut dapat dimintai keterangan seperti tanggapan dari DPR kepada pemerintah yang mengeluarkan kebijakan tersebut apakah sesuai dengan hukum yang berlaku atau tidak. Hak interpelasi yang dikeluarkan oleh DPR untuk pemerintah diserahkan melalui Presiden. 

Hak Angket Hak angket adalah hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan undang-

undang atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mana undang-undang atau kebijakan tersebut penting dan strategis serta dapat berdampak luas kepada kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Sudah kita katakan kalau hal ini berhubungan dengan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, maka sudah menjadi kewajiban DPR untuk bertugas mengawasi setiap gerak pemerintah. Apabila undang-undang atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak sesuai atau melanggar hukum yang berlaku, maka DPR akan menyelidiki perkembangan kebijakan tersebut dan menindak lanjut agar lebih jelas, transparan dan mempersoalkan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah apakah sudah sesuai dengan hukum dan norma yang berlaku dimasyarakat. 

Hak Menyatakan Pendapat

Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapatnya atas : 1. Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di

tanah air atau di dunia internasional

6

2. Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di

tanah air atau di dunia internasional 3. Dugaan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran

hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Adapun hak anggota DPR menurut UU nomor 22 tahun 2003 ialah : a. mengajukan rancangan undang-undang; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; e. membela diri; f. imunitas; g. protokoler; dan h. keuangan dan administratif.

C. Tugas dan Wewenang DPR Tugas dan wewenang DPR diatur dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 71 dan Pasal 72. DPR berwenang: a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;

7

b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang; c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden; d. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden; f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; g. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan negara lain; h. memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang; i. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi; j. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain; k. memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;

8

l. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial; m. memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan n. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.

DPR bertugas: a. menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi nasional; b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang; c.

menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah; e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara; g. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang.

9

D. Studi Kasus

Penguatan Akuntabilitas DPR Reaksi publik atas tindakan tidak patut pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam kunjungan kerja ke luar negeri sebetulnya hanyalah bagian kecil dari setumpuk kekecewaan terhadap kinerja DPR. Pada sisi yang lain, sebagai lembaga perwakilan seyogianya aktivitas kelembagaan DPR semacam itu tidak dilakukan sebab sangat tidak relevan dengan kepentingan publik. Jika melihat laporan kinerja DPR pada masa sidang 2014-2015, dalam konteks legislasi saja hampir tidak ada undang-undang yang dihasilkan DPR kecuali yang terkait pencabutan atau penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Hal itu sebetulnya tidak terlalu mengherankan sebab di awal periode DPR baru memang lebih terlihat sibuk dengan konflik politik di antara koalisi besar pendukung pemilu presiden dan wakil presiden. Karena itu, wajar saja jika kinerja DPR secara kelembagaan dinilai buruk oleh publik. Sayangnya DPR tidak melihat itu sebagai pembelajaran untuk memperbaiki kinerja di masa datang. Kunjungan kerja yang tidak substantif dan cenderung hanya menghabiskan anggaran tetap dilakukan meskipun dikecam publik. Realitas kelembagaan Sebagai lembaga negara, DPR kerap dipersepsikan sebagai institusi yang paling korup di Indonesia (Global Corruption Barometer). Persepsi itulah yang seharusnya diubah anggota DPR melalui peningkatan kinerja baik secara personal maupun kelembagaan. Jika ditelusuri ke belakang, ada persoalan akuntabilitas (termasuk keterbukaan) yang dinilai publik bermasalah. Yang paling banyak muncul ialah bagaimana sistem kerja di DPR yang mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi utama (legislasi, anggaran, pengawasan) tersebut bisa dipertanggungjawabkan kepada publik. Setidaknya ada tiga ruang pertanggungjawaban tersebut. Pertama, akuntabilitas anggota DPR secara personal. Kewajiban itu muncul sebagai konsekuensi dari keterpilihan yang bersangkutan oleh rakyat secara langsung. Selaku individu yang mewakili daerah pemilihan (dapil) tertentu, ia diwajibkan mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada publik. Kedua, akuntabilitas fraksi. Keberadaan fraksi di DPR dengan tujuan memberikan wadah berhimpun bagi anggota partai politik tertentu. Dalam konteks itu, partai politik menjalankan fungsi ganda, yaitu sebagai kanal bagi individu untuk dicalonkan dalam

10

pemilihan umum (pemilu) dan sebagai salah satu institusi politik yang diberikan mandat untuk mengagregasi kepentingan publik kepada pemerintah. Atas dasar fungsi ganda tersebut, fraksi juga dilekati kewajiban memberikan pertanggungjawaban kepada publik. Ketiga, akuntabilitas DPR secara kelembagaan. Dalam konteks itu, DPR menjalankan fungsinya melalui alat kelengkapan yang dibentuk berdasarkan kebutuhan pelaksanaan fungsi legislasi. Anggaran, pengawasan, dan fungsi lain yang diberikan undang-undang. Dari tiga ruang pertanggungjawaban tersebut hanya akuntabilitas kelembagaan DPR yang dijalankan secara rutin walaupun lebih sebagai formalitas dan seremonial. Hal itu terlihat dari penyampaian laporan pertanggungjawaban DPR kepada publik dalam setiap satu tahun masa kerja. Penguatan akuntabilitas Realitas akuntabilitas DPR baik dari segi personal/individu, fraksi, dan kelembagaan di atas tentu saja berimplikasi terhadap persepsi bahwa kinerja institusi perwakilan memang tidak akuntabel. Pada akhirnya itu bisa mengarah ke menurunnya tingkat kepercayaan publik, termasuk melemahnya partisipasi politik warga. Kondisi itu perlu diubah dengan cara memperkuat akuntabilitas lembaga perwakilan. Salah satu cara yang bisa dilakukan ialah perlu adanya penegasan bahwa setiap anggota lembaga perwakilan diwajibkan menyampaikan kinerjanya kepada publik secara terbuka. Implikasi terhadap kewajiban itu ialah pemberian sanksi kepada anggota DPR, baik sanksi yang diberikan partai politik maupun oleh DPR. Misalnya dalam hal kunjungan kerja, setiap anggota DPR wajib menyampaikan hasil kunjungan kerja tersebut kepada publik. Termasuk relevansi kunjungan kerja dalam kaitannya dengan tugas dan fungsinya sebagai anggota DPR. Jika itu dilakukan, penggunaan fasilitas 'kunjungan kerja' untuk kepentingan di luar tugas dan fungsi DPR akan bisa diminimalkan. Dalam konteks fraksi, sebagai 'perpanjangan tangan' partai politik, fraksi juga perlu menjalankan fungsi pengawasannya terhadap anggota DPR yang melakukan pelanggaran dan kemudian hasilnya disampaikan kepada publik. Jika fraksi abai, perlu juga diberikan sanksi kepada fraksi tersebut yang mekanismenya diberikan sesuai dengan aturan di internal DPR. Terakhir bagaimana memperkuat akuntabilitas DPR yang selama ini telah dilakukan. Pertanggungjawaban itu disajikan dalam format yang mudah dibaca publik dan konkret. Misalnya bagaimana sokongan fasilitas kunjungan kerja yang digunakan selama kurun waktu tertentu bermanfaat atau tidak dalam menunjang kinerja DPR. Jika ditemukan ketidaksesuaian, itu bisa dijadikan dasar untuk menilai kinerja DPR. Selaku lembaga

11

negara, audit yang selama ini dilakukan terhadap DPR hanya menyangkut pertanggungjawaban keuangan. Di masa depan perlu diinisiasi bagaimana agar audit kinerja juga dilakukan terhadap lembaga DPR. Audit kinerja itu tentu saja dilakukan lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan audit terhadap lembaga negara, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika dalam audit kinerja ditemukan penyimpangan, sanksinya diberikan sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang pertanggungjawaban keuangan negara. Semua hal itu diharapkan akan mampu memperkuat akuntabilitas individu dan lembaga perwakilan (DPR). Dengan demikian, semua fasilitas yang disediakan negara dipergunakan sepenuhnya untuk menunjang aktivitas dan kinerja DPR. (sumber : http://news.metrotvnews.com/read/2015/09/16/431730/penguatan-akuntabilitas-dpr )

Analisa Masyarakat kecewa terhadap pimpinan DPR yang melakukan kunjungan kerja ke luar negeri yang tidak relevan dengan kepentingan publik. Kinerja DPR secara kelembagaan masih buruk karena dalam konteks legislasi masih buruk (sedikit undang-undang yang dihasilkan), dipersepsikan sebagai lembaga yang paling korup (berdasarkan Global Corrupt Barometer). Dalam hal akuntabilitas, DPR masih dianggap bermasalah. Dari tiga ruang pertanggungjawaban hanya akuntabilitas kelembagaan DPR yang dijalakan secara rutin walaupun lebih sebagai formalitas dan seremonial. Hal itu terlihat dari penyampaian laporan peranggungjawaban DPR kepada publik dalam setiap satu tahun masa kerja. Realitas akntabilitas DPR, berimplikasi terhadap persepsi bahwa kinerja institusi perwakilan memang tidak akuntabel. Hl ini dapat menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik, termasuk melemahnya partisipasi politik warga. Kondisi itu perlu diubah dengan cara memperkuat akutabilitas lembaga perwakilan. Salah satu cara yang bisa dilakukan ialah perlu adanya penegasan bahwa setiap anggota lembaga perwakilan diwajibkan menyampaikan kinerjanya kepada publik secara terbuka. Implikasi terhadap kewajiban itu ialah pemberian sanksi kepada anggota DPR, baik sanksi yang diberikan partai politik maupun oleh DPR. Misalnya salam hal kunjungan kerja, setiap anggota DPR wajib menyampaikan hasill kunjungan kerja tersebut kepada publik. Termasuk relevansi kunjungan kerja dalam kaitannya dengan tugas dan fungsinya sebagai anggota DPR. Kinerja legislasi DPR juga diperparah dengan tradisi DPR memperpanjang proses pembahasan RUU yang melebihi tenggat waktu 3 kali masa sidang. Sejumlah RUU yang pembahasannya melebihi 3kali masa sidang seperti, RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Jabatan Hakim, dan RUU Mahkamah Konstitusi. Kinerja legislasi DPR buruk secara kuantitas dan kualitas.

12

Akuntabilitas kinerja pun sudah melanggar apa yang diberikan amanah dan pertanggungjawaban tersebut. Pertanggungjawaban bukan hanya sedekar formalitas belaka, namum merupakan merupakan semangat DPR untuk bersikap trasparan dengan mengungkapkan pelaksanaan kepercayaan yang telah diterimanya. Bentuk formal memang diperlukan, akan tetapi semangat untuk menjadi pihak yang penuh tanggung jawab tentunya lebih diharapkan oleh masyarakat. Akuntabilitas adalah salah satu jawaban untuk pertanggungjawaban. Akuntabilitas timbul karena adanya kekuasaan yang memberikan kepercayaan kepada orang atau pihak tertentu untuk memjalankan tugasnya dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan sarana pendukung yang ada. Berikutnya, dalam menjalankan fungsi legislasi, persoalan yang rentan terjadi adalah egoisme masing-masing anggota DPR untuk meloloskan aturan tertentu. Niat mereka bukan dilandaskan pada semangat membangun bangsa, melainkan semangat korupsi dengan tujuan mendapatkan jatah dari “proyek” pembuatan undang-undang tersebut. Maka pihak yang menerima amanah harus memberikan pertanggungjawaban atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya dengan mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan, dilihat dan dirasakan, baik yang dicerminkaan keberhasilan maupun kegagalan. Dalam pelaksanaan fungsinya, DPR harus berkiblat pada asas-asas penyelenggaraan pemerintahaan yang baik, terutama asas akuntabilitas dan transparansi.

13

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Akuntabilitas adalah kewajiban dari individu-individu yang dipercaya mengelola sumber daya publik untuk mempertanggungjawabkan berbagai hal, baik yang menyangkut fiskal, manajerial maupun program. DPR selaku pemerintah memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada publik. Formalitas sebagai DPR dalam akuntabilatas kinerja telah mencederai mandat yang telah diberikan, publik memberikan kesan kerja yang masih saja tidak produktif. DPR selaku pihak yang bertugas menjalankan amanat dari rakyat belum sepenuhnya bertanggungjawab atas kinerja yang dilakukannya. B. Saran DPR seharusnya akuntabel dalam melakukan kinerjanya kepada publik. DPR seharusnya lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya terutama dalam kehadiran rapat Paripurna yang merupakan suatu kewajiban bagi DPR. Maka tidak adanya lagi perspektif buruk dari publik terhadap kinerja DPR.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Buku III, CV.Raga Meulaba, 2004, Jakarta. 2. Solihah, Ratnia. 2016. “Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Pemilu 2014 : Permasalahan dan Upaya Mengatasinya” dalam Jurnal Ilmu Pemerintahan Volume 2 (hlm. 294-295). Bandung. 3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Ddewan Perwakilan Rakyat Daerah. 4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Ddewan Perwakilan Rakyat Daerah. 5. Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Memahami Good Government Governance dan Good Cooperate Governance, YPAPI, 2004, Yogyakarta.

15

Related Documents


More Documents from "Lilis Indah"

Gosdp.docx
April 2020 40
Sdpprint.docx
April 2020 45
Perang Bani Nadhir.docx
April 2020 40
Resume 3.docx
May 2020 28
Borang Maklum Balas.docx
April 2020 31