AGAMA ISLAM MENJAMIN KEBAHAGIAAN TUGAS MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Disusun oleh : Feby Nadia Aulia (06211840000087) Mahendra Kresna Yutomo (06211840000080) Fikri Dian Nugraha (04211840000017)
Dosen : H.Miqdarul Khoir Syarofit, Lc., M.Pd.I
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER KOTA SURABAYA
TAHUN 2019 KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memberi informasi tambahan mengenai agama islam menjamin kebahagiaan dan juga memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Kami para penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sumbernya berupa buku yang telah kami jadkan referensi guna penyusunan makalah ini.Semoga dapat terus berkarya guna menghasilkan tulisan-tulisan yang mengacu terwujudnya generasi masa depan yang lebih baik. Juga berbagai pihak yang turut membantu kelancaran makalah ini, yaitu : 1. Bapak H. Miqdarul Khoir Syarofit, Lc., M.Pd. I. Selaku dosen Pendidikan Agama Islam. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan makalah ini. Semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
Surabaya, 27 Februari 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i DAFTAR ISI...........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 1.1 Latar Belakang........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1 1.3 Tujuan......................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2 2.1 Menelusuri Konsep Dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan Kebahagiaan.................................................................................2
2.2 Menanyakan Alasan Mengapa Manusia Harus Beragama dan Bagaimana Agama Dapat Membahagiakan Umat Manusia..............................................3 2.3 Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Pedagonis tentang Pemikiran Agama sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan ....4 2.3.1 Argumen Psikologis Kebutuhan manusia terhadap Agama..............4 2.3.2 Argumen Sosiologis Kebutuhan Manusia terhadap Agama..............4 2.4 Membangun Argumen tentang Tauhidullah sebagai Satu-satunya Model Beragama yang Benar.......................................................................................5 2.5 Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Komitmen terhadap Nilai-nilai Tauhid untuk Mencapai Kebahagiaan..............................................................5 2.6 Kebahagiaan Hati dan Ketenangan Jiwa sebagai Buah dari Tawakkal…..6 2.6.1 Pengertian Tawakkal Secara Bahasa………………………………6 2.6.1 Pengertian Tawakkal Secara Istilah..................................................6 2.6.3 Kebahagiaan Hati dan Ketenangan Jiwa...........................................7 BAB III PENUTUP.....................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.................................................................................................9 3.2 Saran..........................................................................................................10 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................11 LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Islam menjamin kebahagiaan bagi setiap umatnya di dunia maupun di akhirat.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut: 1.
Bagaimana kontribusi agama dalam mencapai kebahagiaan?
2.
Bagaimana esensi dan urgensi komitmen terhadap nilai-nilai tauhid untuk mencapai kebahagiaan?
1.3
Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan makalah ini,
yaitu sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui kontribusi agama dalam mencapai kebahagiaan
2.
Untuk mengetahui esensi dan urgensi komitmen terhadap nilai-nilai tauhid untuk mencapai kebahagiaan
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Menelusuri Konsep Dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju
Tuhan dan Kebahagiaan Menurut Al-Alusi, bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa mencapai keinginan yang dituju dan diimpikan. Pendapat lain mengatakan bahwa bahagia atau kebahagiaan adalah tetap dalam kebaikan, atau masuk ke dalam kesenangan dan kesuksesan. Ibnu Qayyim al-Jauziyah berpendapat bahwa kebahagiaan itu adalah perasaan senang dan tenteram karena hati sehat dan berfungsi dengan baik, yang bisa berhubungan dengan Tuhan pemilik kebahagiaan, kesuksesan kekayaan, kemuliaan, ilmu, dan hikmah adalah Allah. Kebahagiaan dapat diraih jika dekat dengan pemilik kebahagiaan itu sendiri, yaitu Allah SWT. Dalam kitab Mizanul Amal, Al-Ghazali menyebut bahwa as-sa’adah (bahagia) terbagi dua, pertama bahagia hakiki, dan kedua bahagia majasi. Bahagia hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi, sedangkan kebahagiaan majasi adalah kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan ukhrawi akan diperoleh dengan modal iman, ilmu, dan amal. Adapun kebahagiaan duniawi bisa didapat oleh orang yang beriman dan bisa didapat oleh orang yang tidak beriman. Ibnu Athaillah mengatakan, “Allah memberikan harta kepada orang yang dicintai Allah dan kepada orang yang tidak dicintai Allah, tetapi Allah tidak akan memberikan iman kecuali kepada orang yang dicintai-Nya.” Kebahagiaan duniawi adalah kebahagiaan yang fana dan tidak abadi. Adapun kebahagiaan ukhrawi adalah kebahagiaan abadi dan rohani. Beberapa sebab yang dapat merusak hati manusia sehingga fungsi hati terganggu dan menjadi sakit, dalam kitab Thibb al-Qulub diantaranya; banyak bergaul
dengan
orang
yang
tidak
baik,
at-Tamanni
(berangan-angan),
menggantungkan diri kepada selain Allah, Asy-Syab’u (terlalu kenyang), terlalu banyak tidur, berlebihan melihat hal-hal tidak berguna, dan berlebihan dalam bicara.
2.2
Menanyakan
Alasan
Mengapa
Manusia
Harus
Beragama
dan
Bagaimana Agama Dapat Membahagiakan Umat Manusia Kunci beragama berada pada fitrah manusia, dimana fitrah itu merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia dan telah menjadi karakter (tabiat) manusia. Dalam teologi Islam, setiap manusia lahir dalam kesucian yakni suci dari dosa dan telah beragama yakni agama Islam. Tugas manusia adalah berupaya agar kesucian dan keimanan terus terjaga dalam hatinya hingga kembali kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan menusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar-Rum/30:30). Yang dimaksud fitrah Allah tersebut adalah bahwa manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid dan juga mengandung maksud bahwa setiap manusia lahir telah dibekali agama, yakni agama Islam. Inti agama Islam adalah tauhidullah. Jadi apabila ketika orang lahir telah dibekali tauhidullah, maka ketika ia hidup di alam ini dan kembali kepada Sang Pencipta harus tetap dalam fitrah yakni dalam tauhidullah. Dalam hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Artinya lingkunganlah yang mempengaruhi manusia beralih dari jalan yang semestinya ke jalan yang tidak diridai-Nya. Apabila manusia hidup tidak sesuai dengan fitrahnya, maka manusia tidak akan mendapatkan kesenangan, ketenteraman, kenyamanan dan keamanan, ujungnya tidak ada kebahagiaan. Jadi, hidup beragama itu adalah fitrah, dan karena itu, manusia merasakan nikmat, nyaman, aman, dan tenang. Sedangkan apabila hidup tanpa agama, manusia akan mengalami ketidaktenangan, ketidaknyamanan, dan ketidaktenteraman, yang pada ujungnya ia hidup dalam ketidakbahagiaan. Oleh karena itu, bahagia adalah menjalani hidup sesuai dengan fitrah yang telah diberikan Allah kepada manusia.
2.3
Menggali
Sumber
Historis,
Filosofis,
Psikologis,
Sosiologis,
dan
Pedagonis tentang Pemikiran Agama sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan 2.3.1
Argumen Psikologis Kebutuhan manusia terhadap Agama Sebagai
makhluk
rohani,
manusia
membutuhkan
ketenangan
jiwa,
ketenteraman hati, dan kebahagiaan rohani. Kebahagiaan rohani hanya akan didapat jika manusia dekat dengan pemilik kebahagiaan yang hakiki, Tuhan. Tanpa agama, manusia akan salah jalan dalam menempuh cara untuk bisa dekat dengan Tuhan. 2.3.2
Argumen Sosiologis Kebutuhan Manusia terhadap Agama Secara alamiah, manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia sebagai
pelaku sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan tersebut. Perlakuan manusia terhadap lingkungannya sangat menentukan keramahan lingkungan terhadap kehidupannya sendiri. Manusia dapat memanfaatkan lingkungan, tetapi perlu memelihara lingkungan agar tingkat kemanfaatannya bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan. Manusia juga merupakan makhluk budaya, yang menjadi pembeda yang cukup mendasar antara manusia dan makhluk yang lain. Oleh sebab itu, manusia sering disebut makhluk sosial-budaya. Dengan adanya keseimbangan hubungan, secara horizontal dengan sesama manusia, dan secara vertikal dengan Pencipta maka manusia akan mendapatkan kebahagiaan yang diperoleh manakala manusia diterima dan dihargai oleh lingkungannya. Karena manusia berusaha mendekatkan diri kepada Allah, maka disebutlah manusia sebagai abdullah. Karena manusai berusaha menjalin hubungan secara produktif sesama manusia dan lingkungannya, dengan cara membangun peradaban yang memajukan martabat manusia, maka disebutlah manusia sebagai khalifatullah. Dengan memposisikan diri sebagai abdullah dan khalifatullah secara integral dan seimbang, maka manusai meraih dan mendapatkan kebahgiaan lahir dan batin, rohani dan jasmani.
2.4
Membangun Argumen tentang Tauhidullah sebagai Satu-satunya Model
Beragama yang Benar Tauhidullah membebaskan manusia dari takhayul, khurafat, mitos, dan bidah. Tauhidullah
menempatkan
manusia
pada
tempat
yang
bermartabat,
tidak
menghambakan diri kepada makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada manusia. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dibanding dengan makhluk-makhluk Allah yang lain. Itulah sebabnya Allah memberikan amanah dan khilafah kepada manusia. Rasulullah bersabda, “La ilaha illallah adalah bentengku. Barang siapa masuk ke bentengku, maka ia aman dari azab.” (Al-hadits). La ilaha illallah adalah kalimah taibah (thayyibah). Apabila tauhidillah-nya benar, maka segala sesuatu menjadi baik dan benar, tetapi jika tauhidnya tidak benar, maka aktivitasnya akan siasia atau tidak berharga dan mubazir. Tauhidullah sebagai prinsip dalam kehidupan seorang muslim. Nabi Muhammad mengingatkan manusia agar terhindar dari hal-hal yang dapat merusak tauhidullah. Perkara yang dapat merusak tauhidullah adalah syirik. Allah berfirman, “Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar”.(QS Luqman/31:13). Setiap orang harus bersikap hati-hati bahwa tauhidullah yang merupakan satusatunya jalan menuju kebahagiaan itu, menurut Said Hawa, dapat rusak dengan halhal sebagai berikut; sifat Al-Kibr (sombong), Azh-Zhulm (kezaliman) dan Al-Kizb (kebohongan), sifat Al-Ifsad (merusak), sifat Al-Ghaflah (lupa), sifat Al-Ijram (berbuat dosa), dan sikap ragu menerima kebenaran. 2.5
Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Komitmen terhadap Nilai-nilai
Tauhid untuk Mencapai Kebahagiaan Jiwa tauhid itu penting, karena jiwa tauhid adalah modal dasar hidup yang dapat mengantar manusia menuju keselamatan dan kesejahteraan. Nilai-nilai hidup yang dibangun di atas jiwa tauhid merupakan nilai positif, nilai kebenaran, dan nilai abadi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Nilai mutlak dan universal yang terdapat di dalamnya dapat menjadikan mis agama ini sebagai rahmatan lil alamin, agama yang membawa kedamaian, keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan umat manusia lahir dan batin. Komitmen terhadap nilai-nilai universal
Al-Qur’an menjadi syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan. Roh kebahagiaan adalah jiwa tauhid yang di atas jiwa tauhid itu nilai-nilai universal dibangun. Komitmen terhadap nilai-nilai universal itu merupakan metode dan strategi untuk menggapai kebahagiaan. Nilai-nilai universal
yang perlu ditanamkan dan
dikembangkan agar menjadi roh kehidupan itu adalah ash-shidq (kejujuran), alamanah (terpercaya), al-adalah (keadilan), al-hurriyah (kemerdekaan), al-musawah (persamaan), tanggung jawab sosial, at-tasamuh (toleransi), tanggung jawab lingkungan, tabadul ijtima (saling memberi manfaat), at-tarahum (kasih sayang) dan lain sebagainya. 2.6
Kebahagiaan Hati dan Ketenangan Jiwa sebagai Buah dari Tawakkal
2.6.1 Pengertian Tawakkal Secara Bahasa Kata tawakkal berasal dari kata wakala. Dikatakan wa kala billah wa tawakkala ‘alaihi watakkala yang berarti berserah diri kepada-Nya. Juga, wa kala ilaihi al amra waklawwa wakuula yang berarti meyerahkan atau meninggalkannya. Al-azhari mengatakan “Seseorang disebut ‘wakalatun', jika ia menyerahkan urusannya kepada orang lain”. 2.6.2 Pengertian Tawakkal Secara Istilah Adapan makna istilah kata ‘tawakkul’ maka dilihat dari posisinya yang mengungkapkan salah satu keadaan hati yang sulit diterka pada Batasan tertentu. Kareanya muncul berbagai penafsiran ulamadalam bermacam bentuk. Ada di antaranya menafsirkan secara lazimnya dan ada juga yang menafsirkan dengan menggunakan sebab-sebab dan factor-faktornya atau dengan nilai atau sebagian dari maknanya,sebagaimana yang menjadi kebiasaan ulama salaf dalam penafsiran mereka. Di antara sebab perbedaan itu bahwa keadaan dana mal perbuatan hati itu sulit diterka dan pengungkapannya (pembatasannya) dengan kata-kata.oleh karena itu mengenai tawakkal ini Imam Al-Ghazali mengungkapkan “… tidak jelas dari segi makna dan sulit dari segi amal”
Muncul berbagai penafsiran ulama dan seakan-akan lahiriyahnya tampak ada sesuatu perbedaan dan perubahan yang pada hakikatnya ia terdiri dari beberapa bagian makna umum dari kata tawakkal itu sendiriatau dari kelaziman, pengaruh, dan nilainya. Di antara yang terpenting dari penafiran-penafsiran itu adalah: 1. Ibnu ‘Abbas RA mengatakan “yaitu percaya sepenuhnya kepada Allah” 2. Imam Ahmad “tawakkal berarti memutuskan pencarian disertai keputus asaan terhadap makhluk” 3. Al-HAfizh
Inbu
Hajar
mengatakan,
“ada
yang
mengatakan’yaitu
memalingkan dari berbagai sebab setelah disiapkannya sebab’” 4. Definisi yang paling tepat ialah dengan mengatakan, “yaitu keaadan hati yang pengetahuannya berasal dari Allah, iman pada keesaan-Nya dalam menciptakan, mengendalikan, memberimudharat dan manfaat, memberi dan menolak. Apa yang Dia kehendaki, pasti akan terjadi. Dan apa yang tidak Dia kehendaki, pasti tidak akan terjadi. Sehingga ada keharusan untuk bersandar kepadanya sekaligus menyerahkan segalanya kepada-Nya sekaligus merasa tenang dan percaya diri kepada-Nya. Juga yakin secara penuhpada kecukupan yang ada pada-Nyaatas apa yang disandarkan pada-Nya.”
2.6.3 Kebahagiaan Hati dan Ketenangan Jiwa Sebagaimana buah yang paling berharga dari tawakkal adalah ketika seorang hamba menyerahkan kendali hidupnya ke Pencipta-Nya, Pemberi rizki-Nya, Perkasa lagi Maha Mulia, rela atas apa yang Dia bagikan untuk dirinya, serta menyerahkan semua urusannya kepada-Nya, perca penuh pada janji-janji-Nya. Maka tidak diragukan lagi bahwa ia merupakan nilai dari hal itu, di mana dia akan mendapatkan ketenangan di dalam hatinya dan ketenteraman dalam jiwanya. Juga kasih sayang dan kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, tetapi bisa dirasakan oleh orang yang mendapat- kannya, karena tidak ada yang lebih lapang bagi dada -setelah
iman- daripada kepercayaan yang penuh kepada Allah Ta'ala dan berharap kepadaNya serta berhunuzh zhan kepada-Nya. Jika seorang hamba bertawakkal dengan sungguh-sungguh kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupi semua yang diingin- kannya, dan membuatnya merasa tenteram dari keinginan yang mencekeramnya, serta mendapatkan ketenangan yang tiada tara sehingga dia akan merasa tenang dengan hukum agama-Nya dan merasa tenteram dengan hukum kauni (qadari)-Nya, Jika dia sudah merasa tenang dengan hukum agama-Nya maka dia akan mengetahui bahwa agama-Nya memang yang haq dan ia merupakan jalan-Nya yang lurus. Dia yang menjadi penolong dirinya dan juga keluarganya sekaligus yang akan mencukup semua kebutuhan mereka. Allah Ta’ala berfirman:
ْعلَى فَتَ َو َّكل ْكۗ ٰه َْ َّعلَى اهن ْن الْ َح ه ْال ُم هبي ه َ ّللا َ ق “Maka bertawakallah kepada Allah, sungguh engkau (Muhammad) berada di atas
kebenaran yang nyata.” (Q.S An Naml: 79) Dia juga berfirman:
ْسلُ ُهمْ لَ ُهمْ قَالَت ُْ هّل نَّح َّْ ن همثلُ ُكمْ بَشَرْ ا َّْ ّللاَ َو ٰل هك ْٰ ْع ٰلى يَ ُمن ُ ن اهنْ ُر َ ْيَّش َۤا ُْء َمن ْسل ٰطنْ نَّأتهيَ ُكمْ اَنْ لَنَاْ َكانَْ َو َما هعبَادههْ همن َّْ ن ا ّْللا بهاهذ ه ْعلَىۗ ٰه ْٰه ُ هّل به َ ّللا َو ْهْوقَدْه َٰدىنَاْ ال ُمؤ همنُونَْ فَليَتَ َو َّك ه ل ٰ َعل َ َْو َماْلَنَاْاَ َّّلْنَتَ َو َّك َل َ ىّْللا َْىّْللاهْفَل َيتَ َو َّك هلْال ُمتَ َو هكلُون ُ ٰ َعل َ ْو َ ْْولَنَصبه َر َّن َ ع ٰلىْ َما ْْٰا َذيت ُ ُمونَا َ سبُلَنَا “Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, “Kami hanyalah manusia seperti kamu, tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Tidak pantas bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah saja hendaknya orang yang beriman bertawakal. Dan mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah, sedangkan Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh, akan tetap bersabar terhadap gangguan yang kamu lakukan
kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang yang bertawakal berserah diri.” (Q.S
Ibrahim:11-12) Dan jika merasa tenteram dengan hukum kauni- Nya, niscaya akan menimpa dirinya dia akan mengetahui bahwasanya tidak akan meimpa dirinya suatu musibah, kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah Ta'ala. Dan bahwasanya apa yang Dia kehendaki, pasti akan terjadi dan apa yang tidak Dia kehendaki, pasti tidak akan pernah terjadi. Sehingga tidak ada celah untuk bimbang dan guncang, kecuali akan mengakibatkan keyakinan dan iman melemah. Sesungguhnya suatu peringatan yang disampaikan dengan diwarnai nuansa menakut-nakuti, jika belum ditakdirkan, maka tidak mungkin akan terjadi, dan jika telah ditakdirkan, maka tidak ada yang dapat menghindarinya. Sehingga pada saat itu tidak ada lagi kesedihan, tidak atas takdir Allah dan tidak pula atas apa yang tidak ditakdirkan oleh-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
ْصيبَنَاْ لَّنْ قُل َّْ ب َما ا َْ َ ّللاُ َكت ْٰ ّْللا َو َعلَى َمو ٰلىنَا ُْه َْو لَنَا ْل ٰه ْال ُمؤ همنُونَْ فَل َيت َ َو َّك ه هّل ي ه “Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.” (Q.S At Taubah: 51)
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan, diperoleh kesimpulan yang disajikan sebagai
berikut. 1.
Manusia memiliki tujuan hidup yaitu bahagia di dunia dan akhirat. Untuk menggapai
kebahagiaan
termaksud
mustahil
tanpa
landasan
agama
(tauhidullah). Karena kebahagiaan hakiki itu milik Allah. Jalan mencapai kebahagiaan selain yang telah digariskan Allah adalah kesesatan dan penyimpangan karena
di dalamnya ada unsur syirik dan syirik adalah
landasan teologois yang sangat keliru dan tidak diampuni. Oleh karena itu, hindari kemusyrikan supaya pondasi kehidupan kita kokoh dan kuat. Landasan itu akan kokoh dan kuat apabila berdiri di atas tauhidullah. 2.
Komitmen terhadap nilai-nilai universal Al-Qur’an menjadi syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan. Roh kebahagiaan adalah jiwa tauhid yang di atas jiwa tauhid itu nilai-nilai universal dibangun. Komitmen terhadap nilainilai universal itu merupakan metode dan strategi untuk menggapai kebahagiaan. Nilai-nilai universal yang perlu ditanamkan dan dikembangkan agar menjadi roh kehidupan itu adalah ash-shidq (kejujuran), al-amanah (terpercaya), al-adalah (keadilan), al-hurriyah (kemerdekaan), al-musawah (persamaan), tanggung jawab sosial, at-tasamuh (toleransi), tanggung jawab lingkungan, tabadul ijtima (saling memberi manfaat), at-tarahum (kasih sayang) dan lain sebagainya.
3.2
Saran Saran bagi penulis diharapkan bekerja lebih kompak lagi, saling membantu
satu sama lain, kerja sama tim adalah yang paling utama demi keberhasilan makalah ini dan keberhasilan dari sebuah tim. Saran bagi pembaca diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca dapat menambah penetahuan tentang agama islam yang menjamin kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dan pembaca diharapkan lebih mendekatkan diri ke Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar Ad-Dumaiji. Memahami Tawakkal Menyandarkan Semua Urusan Kepada Allah. Edisi pertama. Diterjemahkan oleh: M. abdul Ghaffar E.M.. Bogor: PUSTAKA IBNU KATSIR