Kebahagiaan Hati dan Ketenangan Jiwa sebagai buah dari tawakkal Kata tawakkal berasal dari kata wakala. Dikatakan wa kala billah wa tawakkala ‘alaihi watakkala yang berarti berserah diri kepada-Nya. Juga, wa kala ilaihi al amra waklawwa wakuula yang berarti meyerahkan atau meninggalkannya. Al-azhari mengatakan “Seseorang disebut ‘wakalatun', jika ia menyerahkan urusannya kepada orang lain”. Pengertian tawakkal secara istilah Adapan makna istilah kata ‘tawakkul’ maka dilihat dari posisinya yang mengungkapkan salah satu keadaan hati yang sulit diterka pada Batasan tertentu. Kareanya muncul berbagai penafsiran ulamadalam bermacam bentuk. Ada di antaranya menafsirkan secara lazimnya dan ada juga yang menafsirkan dengan menggunakan sebab-sebab dan factor-faktornya atau dengan nilai atau sebagian dari maknanya,sebagaimana yang menjadi kebiasaan ulama salaf dalam penafsiran mereka. Di antara sebab perbedaan itu bahwa keadaan dana mal perbuatan hati itu sulit diterka dan pengungkapannya (pembatasannya) dengan kata-kata.oleh karena itu mengenai tawakkal ini Imam Al-Ghazali mengungkapkan “… tidak jelas dari segi makna dan sulit dari segi amal” Muncul berbagai penafsiran ulama dan seakan-akan lahiriyahnya tampak ada sesuatu perbedaan dan perubahan yang pada hakikatnya ia terdiri dari beberapa bagian makna umum dari kata tawakkal itu sendiriatau dari kelaziman, pengaruh, dan nilainya. Di antara yang terpenting dari penafiran-penafsiran itu adalah: 1. Ibnu ‘Abbas RA mengatakan “yaitu percaya sepenuhnya kepada Allah” 2. Imam Ahmad “tawakkal berarti memutuskan pencarian disertai keputus asaan terhadap makhluk” 3. Al-HAfizh Inbu Hajar mengatakan, “ada yang mengatakan’yaitu memalingkan dari berbagai sebab setelah disiapkannya sebab’” 4. Definisi yang paling tepat ialah dengan mengatakan, “yaitu keaadan hati yang pengetahuannya berasal dari Allah, iman pada keesaan-Nya dalam menciptakan, mengendalikan, memberimudharat dan manfaat, memberi dan menolak. Apa yang Dia kehendaki, pasti akan terjadi. Dan apa yang tidak Dia kehendaki, pasti tidak akan terjadi.
Sehingga ada keharusan untuk bersandar kepadanya sekaligus menyerahkan segalanya kepada-Nya sekaligus merasa tenang dan percaya diri kepada-Nya. Juga yakin secara penuhpada kecukupan yang ada pada-Nyaatas apa yang disandarkan pada-Nya.” Sebagaimana buah yang paling berharga dari tawakkal adalah ketika seorang hamba menyerahkan kendali hidupnya ke Pencipta-Nya, Pemberi rizki-Nya, Perkasa lagi Maha Mulia, rela atas apa yang Dia bagikan untuk dirinya, serta menyerahkan semua urusannya kepada-Nya, perca penuh pada janji-janji-Nya. Maka tidak diragukan lagi bahwa ia merupakan nilai dari hal itu, di mana dia akan mendapatkan ketenangan di dalam hatinya dan ketenteraman dalam jiwanya. Juga kasih sayang dan kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, tetapi bisa dirasakan oleh orang yang mendapat- kannya, karena tidak ada yang lebih lapang bagi dada -setelah iman- daripada kepercayaan yang penuh kepada Allah Ta'ala dan berharap kepadaNya serta berhunuzh zhan kepada-Nya. Jika seorang hamba bertawakkal dengan sungguh-sungguh kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupi semua yang diingin- kannya, dan membuatnya merasa tenteram dari keinginan yang mencekeramnya, serta mendapatkan ketenangan yang tiada tara sehingga dia akan merasa tenang dengan hukum agama-Nya dan merasa tenteram dengan hukum kauni (qadari)-Nya, Jika dia sudah merasa tenang dengan hukum agama-Nya maka dia akan mengetahui bahwa agama-Nya memang yang haq dan ia merupakan jalan-Nya yang lurus. Dia yang menjadi penolong dirinya dan juga keluarganya sekaligus yang akan mencukup semua kebutuhan mereka. Allah Ta’ala berfirman: وفوتووككلل وعولىَ ا ا ك وعولىَ اللوحقق اللمْمابليان اا ۗااكن و “Maka bertawakallah kepada Allah, sungguh engkau (Muhammad) berada di atas kebenaran
yang nyata.” (Q.S An Naml: 79) Dia juga berfirman: ا اا ۗوووعولىَ ا ا ا ويمْمنن وعالىَ وملن كيوشااَمْء املن اعوباَاد ۗهه وووماَ وكاَون ولوناَ اولن كنألاتويمْكلم ابمْسللاطنن ااكل ابااَلذان ا ا وقاَول ل اا وفللويوتووككال ت ولمْهلم مْرمْسلمْمْهلم االن كنلحمْن ااكل وبوشرر قملثلمْ امْكلم ووالاككن ا و ا صابوركن وعالىَ وماَ ااوذليمْتمْملوونۗاَ وووعولىَ اا اللمْملؤاممْنلوون وووماَ ولوناَ اوكل ونوتووككول وعولىَ اا ا وووقلد وهادىٰوناَ مْسمْبولونۗاَ ووولون ل ا وفللويوتووككال اللمْموتووقكلمْلوون
“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, “Kami hanyalah manusia seperti kamu, tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Tidak pantas bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah saja hendaknya orang yang beriman bertawakal. Dan mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah, sedangkan Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh, akan tetap bersabar terhadap gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang yang bertawakal berserah diri.” (Q.S Ibrahim:11-12)
Dan jika merasa tenteram dengan hukum kauni- Nya, niscaya akan menimpa dirinya dia akan mengetahui bahwasanya tidak akan meimpa dirinya suatu musibah, kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah Ta'ala. Dan bahwasanya apa yang Dia kehendaki, pasti akan terjadi dan apa yang tidak Dia kehendaki, pasti tidak akan pernah terjadi. Sehingga tidak ada celah untuk bimbang dan guncang, kecuali akan mengakibatkan keyakinan dan iman melemah. Sesungguhnya suatu peringatan yang disampaikan dengan diwarnai nuansa menakut-nakuti, jika belum ditakdirkan, maka tidak mungkin akan terjadi, dan jika telah ditakdirkan, maka tidak ada yang dapat menghindarinya. Sehingga pada saat itu tidak ada lagi kesedihan, tidak atas takdir Allah dan tidak pula atas apa yang tidak ditakdirkan oleh-Nya. Allah Ta’ala berfirman: ا ب اا ا وفللويوتووككال اللمْملؤاممْنلوون قمْلل لكلن ني ا امْ ولونااَ مْهوو وملوالىٰوناَ وووعولىَ ا ا صليوبوناَ ااكل وماَ وكوت و
“Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.” (Q.S At Taubah: 51)