Rumah Sakit Diduga Bobol Dana JKN POTENSI penipuan yang dilakukan rumah sakit (RS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai Rp400 miliar. Data itu menurut catatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga November ini. "Tahun ini dugaan fraud (penipuan) sampai November mencapai sekitar Rp400 miliar. Namun, itu semua baru potensi. Masih perlu didalami lagi," ungkap Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Donald Pardede di sela acara Evaluasi Pelaksanaan JKN/KIS Tingkat Nasional 2015, di Makassar, Sulawesi Selatan, kemarin. Menurutnya, modus kecurangan yang dilakukan RS dalam meraih untung secara ilegal dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan, masih sama dengan tahun lalu. Yang terbanyak ialah praktik pengadministrasian kembali pasien (readmisi) dan rekayasa data klaim ke sistem (upcoding). Contoh praktik readmisi ialah pasien yang menjalani rawat inap lebih dari lima hari, 'dipulangkan' terlebih dahulu, kemudian disuruh mendaftar kembali. Dengan demikian, RS bersangkutan mendapatkan klaim pembayaran sebanyak dua episode pengobatan rawat jalan. Kecurangan pada proses upcoding biasanya dilakukan dengan cara menjadikan diagnosis sekunder menjadi diagnosis primer. Hal itu dilakukan bila diagnosis sekunder lebih berat jika dibandingkan dengan diagnosis primernya. Contohnya, dari hasil pemeriksaan dokter pada pasien, diagnosis primer dokter ialah penyakit mag dan sekundernya malaria. "Karena dana klaim malaria lebih mahal, petugas pengisi coding mengubah data dengan menjadikan malaria sebagai diagnosis primer dan mag jadi sekunder," kata Donald. Modus lainnya ialah RS melakukan klaim atas tindakan yang sebetulnya tidak dilakukan (phantom procedurs), pemeriksaan/tindakan medis yang tidak perlu (unnecessary treatment), dan penagihan terhadap pemberian obat yang sebetulnya sudah dibatalkan. Praktik lainnya seperti mengajukan klaim biaya ruangan dengan kelas yang lebih tinggi dari ruangan yang dipakai pasien, menagihkan klaim lebih dari satu kali pada tindakan pengobatan yang sebenarnya hanya dilakukan satu kali (repeat billing) dan menagihkan prosedur secara terpisah-pisah agar nilainya menjadi lebih besar