TEMUAN KASUS BANGSAL
SEORANG LAKI-LAKI USIA 33 TAHUN DENGAN HIV POSITIF STADIUM III DAN KANDIDIASIS ORAL
Disusun Oleh: Asticha Erlianing Sari G99152052 Periode: 28 November – 11 Desember 2016
Pembimbing: Christianie, drg., Sp. Perio
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2016
BAB I PENDAHULUAN
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) masih merupakan masalah utama saat ini diseluruh dunia. Banyak manifestasi klinis di area mulut yang sering dijumpai pada pasien yang terinfeksi oleh HIV&AIDS. Salah satu yang sering dijumpai adalah kandidiasis oral (Egusa, 2008). Kandidiasis oral merupakan kelainan dari mukosa mulut yang disebabkan oleh jamur patogen dengan genus candida. Penyakit ini sering ditemui pada pasien dengan infeksi HIV&AIDS. Infeksi kandidiasis oral memiliki beberapa gambaran klinis. Secara klinis ada tujuh tipe kandidiasis oral yang dapat dijumpai yaitu kandidiasis pseudomembran, kandidiasis eritematus, kandidiasis hiperplastik, angular cheilitis, kandidiasis atrofik kronis, glosisitis rhomboid medial dan Black hairy tongue (Morgan, 2010). Kejadian
kandidiasis
oral
dihubungkan
dengan
faktor-faktor
predisposisi seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, penggunaan antibiotik oral, dan pengobatan antirertoviral. Menurut penelitian Shiboski dan kawan-kawan, kejadian kandidiasis oral meningkat pada usia lebih dari 35 tahun. Faktor predisposisi untuk timbulnya kandidiasis oral pada pasien dengan HIV&AIDS disebabkan tkarena adanya kondisi immunocompromised oleh karena faktor jumlah sel CD4 yang menurun. Patofisiologi terjadinya kandidiasis oral pada pasien HIV&AIDS diperankan oleh beberapa faktor seperti virulensi dari spesies Candida, imunitas selular yang diperankan terutama oleh sel CD4 dan imunitas alamiah oleh sel keratinosit rongga mulut. Timbulnya gejala klinis sangat tergantung antara kolonisasi Candida spp. pada mukosa mulut, virulensi Candida spp., dan kerusakan dari sistem imun mukosa dan progresifitas dari infeksi HIV (Egusa, 2008).
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kandidiasis oral adalah infeksi oportunistik umum yang menyerang rongga mulut disebabkan karena petumbuhan yang berlebih dari spesies candida (Akpar A, Morgan R, 2002) dengan manifestasi pada selaput lendir mulut tampak pseudomembran putih coklat muda yang menutupi lidah, palatum mole, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas tambak bagian basah dan merah, lesi pada rongga mulut dapat terpisah-pisah dan seperti kepala susu (Kuswadji,2010). Spesies candida yang kerap menyebabkan kandidiasis oral diantaranya adalah Candida albicans, Candida glabrata dan Candida tropicalis dengan prevalensi tertiniggi disebabkan oleh Candida albicans (Egusa, 2008). B. Epidemiologi Immunodeficiency virus yang dominan pada manusia adalah (HIV) HIV-1, dan HIV-2 yang relatif jarang terkonsentrasi di Afrika Barat dan jarang ditemukan di tempat lain. Kedua jenis HIV yg dapat menyebabkan defisiensi imun sindrom yang diperoleh (AIDS) biasanya akan disertai dengan kandidiasis oral. Kasus HIV/AIDS terkait kandidiasis oral pertama kali didokumentasikan pada tahun 1981, pada lelaki muda hemoseksual muda yang aktif. dan adanya kandidiasis oral yang tidak dapat dijelaskan pada individu yang menderita AIDS. Frekuensi candida yang terisolasi dan tanda-tanda klinis kandidiasis oral juga meningkat dengan infeksi HIV yang semakin berkembang. Kandidiasis orofaringeal (OPC) telah dilaporkan terjadi pada 50-95% dari semua orang HIVpositif di beberapa waktu semasa perkembangan ke full-blown AIDS. Dalam satu studi dari 62 pasien yang terinfeksi HIV Candida albicans yang terisolasi adalah 57,7%, 76,5% dan 87,5% untuk stadium 1, 2 dan 3 masing-masing pasien. Konsisten dengan studi ini, sebuah laporan mengungkapkan bahwa mereka yang memiliki kandidiasis oral akan berisiko 2,5 kali lipat untuk menderita AIDS.
2
Pada satu
laporan terbaru tentang prevalensi global kandidiasis oral pada
orang dewasa yang terinfeksi HIV di berbagai Negara, frekuensi kandidiasis oral pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dilaporkan setelah tahun 2001 berkisar 5,8 - 98,3%. Prevalensi di Asia berkisar dari 8% hingga 98,3% sementara di Afrika berkisar antara 34,9% dan sampai 80% di Kenya. Prevalensi kandidiasis oral di Amerika Selatan bervariasi dari 28,6% hingga 52%. C. Patofisiologi Th 17 dan CD4 membentuk IL-17, IL-21, IL-22 untuk menekan virulensi HIV
Pasien HIV/AIDS
Sistem imunitas tubuh melemah
Produksi saliva menurun, mikroflora berkembang pesat (Candida albicans) pada mukosa labial, bukal, lidah, dan palatum
Di oral terbentuk mekanisme protektif oleh saliva (lactoperoxidase, lysozyme, thrombospondin, mucins, proline-rich proteins, defensins, secretory leukocyte protease inhibitor (SLPI), dan gp340)
Sistem imun oral gagal membendung replikasi virus HIV
Terbentuk plak/pseudomembran berwarna putih atau kuning yang terdiri dari sel epitel, deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur pada mukosa labial, bukal, palatum, lidah, jaringan periodontal, dan orofaring
Candida albicans berubah bentuk dari ragi menjadi hifa dan memproduksi enzim hidrolitik (aspartyl proteinase) serta mebentuk lapisan biofilm
3
D. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan lingkungan dan interaksi organisme dengan jaringan pada host. Adapun kandidiasis oral dikelompokkan atas tiga, yaitu : 1. Akut, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut Kandidiasis pseudomembranosus akut yang disebut juga sebagai thrush, pertama sekali dijelaskan kandidiasis ini tampak sebagai plak mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru, terdiri dari sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat dihapus meninggalkan permukaan merah dan kasar. Pada umumnya dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Penderita kandidiasis ini dapat mengeluhkan rasa terbakar pada mulut. Kandidiasis seperti ini sering diderita oleh pasien dengan sistem imun rendah, seperti HIV/AIDS, pada pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima kemoterapi. Diagnosa dapat ditentukan dengan pemeriksaan klinis, kultur jamur, atau pemeriksaan mikroskopis secara langsung dari kerokan jaringan
Gambar 1. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut pada lidah dan mukosa bukal pasien
4
b. Kandidiasis Atropik Akut Kandidiasis jenis ini membuat daerah permukaan mukosa oral mengelupas dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang rata. Infeksi ini terjadi karena pemakaian antibiotik spektrum luas, terutama Tetrasiklin, yang mana obat tersebut dapat mengganggu keseimbangan ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dan Candida albicans. Antibiotik
yang
dikonsumsi
oleh
pasien
mengurangi
populasi
Lactobacillus dan memungkinkan Candida sp. tumbuh subur. Pasien yang menderita Kandidiasis ini akan mengeluhkan sakit seperti terbakar.
Gambar 2. Kandidiasis Atropik Akut 2. Kronik, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : a. Kandidiasis Atropik Kronik Disebut juga “denture stomatitis” atau “alergi gigi tiruan”. Mukosa palatum maupun mandibula yang tertutup basis gigi tiruan akan menjadi merah, kondisi ini dikategorikan sebagai bentuk dari infeksi Kandida. Kandidiasis ini hampir 60% diderita oleh pemakai gigi tiruan terutama pada wanita tua yang sering memakai gigi tiruan selagi tidur.
Gambar 3. Kandidiasis Atropik Kronik
5
b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik Infeksi jamur timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah berupa bintik-bintik putih yang tepinya menimbul tegas dengan beberapa daerah merah. Kondisi ini dapat berkembang menjadi displasia berat atau keganasan, dan kadang disebut sebagai Kandida leukoplakia. Bintik-bintik putih tersebut tidak dapat dihapus, sehingga diagnosa harus ditentukan dengan biopsi. Kandidiasis ini paling sering diderita oleh perokok.
Gambar 4. Kandidiasis Hiperplastik Kronik
c. Median Rhomboid Glositis Median Rhomboid Glositis adalah daerah simetris kronis di anterior lidah ke papila sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga anterior dan sepertiga posterior lidah. Gejala penyakit ini asimptomatis dengan daerah tidak berpapila
E. Gambar 5. Median Rhomboid Glositis
6
3. Keilitis Angularis Keilitis angularis merupakan infeksi Kandida albikan pada sudut mulut, dapat bilateral maupun unilateral. Sudut mulut yang terkena infeksi tampak merah dan pecah-pecah, dan terasa sakit ketika membuka mulut. Keilitis angularis ini dapat terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 dan anemia defisiensi besi.
Gambar 6. Angular Cheilitis
I.
Terapi Pada pasien yang kesehatan tubuhnya normal, seperti perokok dan pemakai gigi tiruan, perawatan kandidiasis oral relatif mudah dan efektif, namun pasien yang mengkonsumsi antibiotik jangka panjang, dan pasien dengan sistem imun tubuh rendah dimana keadaan tersebut rentan menimbulkan infeksi jamur, maka terapi dan perawatan kandidiasisnya lebih spesifik, yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut, memberi obatobatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha menanggulangi faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi. Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi maupun menyikat daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut. Pada pasien yang memakai gigi tiruan, gigi tiruan harus direndam dalam larutan pembersih seperti Klorheksidin, hal ini lebih efektif dibanding dengan hanya meyikat gigi tiruan, karena permukaan gigi tiruan yang tidak rata dan poreus menyebabkan Kandida mudah melekat, dan jika hanya menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya.
7
Pengobatan farmakologis kandidiasis oral dikelompokkan dalam tiga kelas agen antifungal yaitu: polyenes, azoles, dan echinocandins. Antifungal Polyenes mencakup Amphotericin B dan Nystatin. Amphotericin B dihasilkan oleh Streptomyces nodosus dan memiliki aktivitas antijamur yang luas. Di samping keuntungannya, antifungal ini dapat menimbulkan efek nefrotoksik. Obat antifungal lain yang sekarang banyak digunakan adalah Nystatin. Azoles dibagi dalam dua kelompok yaitu imidazoles dan triazoles. Azoles akan menghambat ergosterol yang merupakan unsur utama sel membran jamur sedangkan Caspofungin termasuk golongan antifungal echinocandins yang digunakan untuk pengobatan terhadap infeksi jamur Candida sp. dan Aspergillus sp. Obat anti jamur dapat diberikan secara topikal maupun sistemik, dengan syarat pemakaiannya harus sesuai dengan tipe kandidiasis yang akan dirawat. Obat - obat anti jamur yang dapat diberikan secara topikal berupa: clotrimazole lozenge, nystatin pastiles, dan nystatin suspensi oral, sedangkan obat anti jamur yang dapat diberikan secara sistemik yaitu: ketoconazole tablet, itraconazole tablet, fluconazole tablet.
8
BAB III LAPORAN KASUS I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. AS
Umur
: 33 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Supir
Alamat
: Jagalan, Jebres, Surakarta
Tanggal masuk
: 26 November 2016
Tanggal pemeriksaan : 29 November 2016 No RM
II.
: 01356xxx
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama Demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan keterangan dari pasien, demam dirasakan naik turun dan dirasakan makin tinggi pada sore hari dan turun pada pagi hari. Demam
dirasa
berkurang
dengan
menggunakan
obat
penurun
panasnamun demam muncul lagi apabila penggunaan obat dihentikan. Demam kadang dirasakan sangat tinggi hingga pasien merasa menggigil. Pasien juga merasakan adanya sakit tenggorokan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Selain sakit tenggorokan, pasien juga mengeluhkan adanya sariawan di langit-langit mulut, di permukaan atas dan bawah lidah yang tak kunjung sembuh, timbul rasa seperti terbakar dan terasa sakit apabila digunakan untuk makan sehingga membuat pasien kehilangan nafsu makan dan mengakibatkan pasien mengalami berat badan sebanyak 4 kg dari 54 kg menjadi 50 kg dalam 2 minggu.
9
Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk sejak 1 bulan yang lalu. Batuk kering tidak disertai dengan keluarnya dahak. Batuk sudah dicoba diobati dengan obat yang dibeli di warung namun batuk tak kunjung sembuh. Pasien mengeluhkan diare yang sudah dirasakan selama 1 bulan terakhir. Diare berkonsistensi cair dan berwarna kuning. Diare dikeluhkan keluar sedikit-sedikit namun tidak kunjung sembuh. Pasien memiliki mondok sekitar 1 bulan yang lalu selama 4 hari dengan keluhan diare.
3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal Riwayat Penyakit Jantung
: disangkal
Riwayat Penyakit Hati
: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal Riwayat Penyakit Jantung
: disangkal
Riwayat Penyakit Hati
: disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien berobat dengan BPJS.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran
: GCS 4/5/6
Vital sign
:
Kulit
Tekanan darah
: 120/80mmHg
Nadi
: 110x/menit
RR
: 20x/menit
Suhu : 39.00C
: sawo matang, turgor menurun (-), ikterik(-),
10
Kepala
: mesocephal
Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+)
Telinga
: Sekret (-), nyeri tekan tragus (-), darah (-)
Hidung
: Epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut
: Sianosis (-), bibir pecah-pecah (-), sariawan (+)
Leher
: Trakhea di tengah, simetris;pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat, nyeri telan (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Thoraks
: Normochest, simetris, retraksi dinding dada (-)
Cor
: Inspeksi Palpasi
: Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis, tidak kuat angkat
Pulmo
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: BJ I-II int normal, reguler, bising (-)
: Inspeksi
: Pengembangan dada kanan=kiri
Palpasi
: Fremitus raba kanan=kiri, krepitasi (-/-)
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
: Suara dasar vesikuler (-/-),ronkhi basah halus
(-/-),
ronki
basah
kasar
(-/-)
wheezing (-/-) Abdomen
: Inspeksi
: Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi
: Bising usus (+) 12 x/menit
Perkusi
: Timpani
Palpasi
: Supel, Hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas
: Oedem
-
-
-
-
CRT < 2 detik
11
Akral Dingin
-
-
IV.
ORAL STATUS Ekstra Oral Maxilla
: tak tampak kelainan
Mandibula
: tak tampak kelainan
Lips
: tak tampak kelainan
Intra Oral Palatum
: tampak plak putih dengan ukuran diameter +/- 1 cm, tunggal, berbatas tegas
Lingua
: tampak plak putih berbatas tidak tegas, multipel, terletak pada lingua dan mukosa sublingua
Upper Gingiva
: tak tampak kelainan
Lower Gingiva
: tak tampak kelainan
Left Bucal
: tak tampak kelainan
Right Bucal
: tak tampak kelainan
Gigi
: a. Terdapat karies pada gigi molar 1,2
dan gigi
premolar 1, 2 kanan atas b. Terdapat Radix pada gigi insisivus 1 dan 2 kanan atas c. Tidak ada gigi caninus kanan atas dan molar 3 kanan atas dan gigi molar 1 dan 3 kiri atas Oral Hygiene
: buruk
12
Gambar 7. Kondisi gigi dan mulut pasien V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 26 November 2016 Nilai
Satuan
Rujukan
Haemoglobin
11.6
g/dL
13.5-17.5
Hematokrit
24
%
33-45
Leukosit
10.6
ribu/uL
4.5-11.0
Trombosit
101
ribu/uL
150-450
Eritrosit
3.42
ribu/uL
4.50-5.90
MCV
71.5
/um
80.0-96.0
MCH
24.9
Pg
28.0-33.0
MCHC
34.8
g/dl
33.0-36.0
RDW
16.2
%
11.6-14.6
MPV
7.9
Fl
7.2-11.1
Eosinofil
0.00
%
0.00-4.00
Basofil
0.00
%
0.00-2.00
Hematologi Rutin
Indeks Eritrosit
Hitung Jenis
13
Netrofil
60.00
%
55.00-80.00
Limfosit
34.00
%
55.00-80.00
Monosit
6.00
%
0.00-7.00
PT
15.2
Detik
10.00-15.00
APTT
28.0
Detik
20.00-40.0
GDS
115
mg/dl
60-140
SGOT
40
u/l
<35
SGPT
69
u/l
<45
Creatinine
0.8
mg/dl
0.9-1.3
Ureum
39
mg/dl
<50
Natrium Darah
119
mmol/L
136-145
Kalium Darah
3.9
mmol/L
3.3-5.1
Kalsium Ion
1.04
mmol/L
1.17-1.29
Hemostasis
Kimia Klinik
Elektrolit
V.
ASSESSMENT
1. Diagnosis
B 20 Stadium III dengan infeksi oportunistik candidiasis oral
B 20 stadium III dengan infeksi oportunistik diare kronis
Anemia hipokromik mikrositik
Hiponatremia berat
Hipokalsemia sedang
2. Tatalaksana Bed rest tidak total
14
Diet TKTP lunak 1700 kkal Infus NaCl 3% 1 fl/24 jam Infus clinimix 1 fl/24 jam Injeksi Ceftriaxon 2 gr/12 jam Paracetamol 500 mg/8 jam CaCO3 1 tab/8 jam Nystatin drop. 1 ml/6 jam Cotrimoksazole 960 mg/12 jam New diatab 1 tab apabila diare
3. Prognosa
VI.
Advitam
: dubia ad malam
Ad sanam
: dubia ad malam
Ad fungsionam
: dubia ad malam
PEMBAHASAN
Pada kasus bangsal kali ini diketahui pasien berinsial AS berusia 33 tahun mengeluhkan bahwa pasien mengalami demam selama 7 hari dan diare sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan penurunan nafsu makan dan disertai dengan penurunan berat badan dalam dua minggu terakhir. Keluhan tidak mau makan dikarenakan mulut yang terasa nyeri dan terdapat bercak putih di daerah tepi lidah dan bawah lidah serta di bagian langit-langit mulut. Bercak - bercak tersebut dapat terkelupas ketika diangkat dan dikelilingi oleh daerah yang eritem disekitarnya. Keadaan tersebut dapat mengarah pada bentuk kandidiasis oral pseudomembranous akut yang memiliki ciri khas lesi putih dapat dihilangkan dengan kerokan halus dan meninggalkan permukaan mukosa yang eritematous. Selain itu, rasa nyeri yang dikeluhkan pasien juga dapat mengarah pada bentuk kandidiasis oral eritematuos akut yang memiliki ciri khas lesi sering muncul di bagian dorsum lingua dan menimbulkan rasa nyeri terus - menerus. Manifestasi 15
klinis yang muncul pada pasien tidak menutup kemungkinan bahwa pasien memiliki kedua bentuk kandidiasis oral tersebut. Kondisi pasien untuk menderita kandidiasis oral sangat didukung dengan riwayat penyakit yang sedang diderita pasien yaitu HIV/AIDS. Pada orang dengan HIV/AIDS akan terjadi imunocompromised, yaitu menurunnya sistem imunitas pada tubuh. Hal ini mengakibatkan infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral mudah terjadi. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat gambaran klinis lesi yang terdapat pada rongga mulut. Pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan kandidiasis yaitu pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab, uji saliva, dan biopsi hal ini berkaitan dengan diagnosis dan terapi yang tepat untuk pasien. Dalam kasus ini, terapi kandidiasis oral yang diberikan adalah : 1. Cotrimoxazole Cotrimoxazole adalah bakterisid yang merupakan kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim dengan perbandingan 5 : 1. Kombinasi tersebut mempunyai aktivitas bakterisid yang besar karena menghambat pada dua tahap biosintesis asam nukleat dan protein yang sangat
esensial
pertumbuhan
untuk
Candida
mikroorganisme sp.
dapat
sehingga
dihambat
diharapkan
dengan
lebih
maksimal. Dosis Cotrimoxazole yang diberikan pada orang dewasa adalah 20-40 mg/kgBB/hari. Pada kasus ini, berat badan pasien adalah 50 kg sehingga dosis pengobatan yang diberikan pada pasien adalah cotrimoxazole 960 mg dengan frekuensi 2 x sehari (setiap 12 jam). 2. Nystatin drop Nystatin adalah agen fungistatik dan fungisidal in vitro pada beberapa jenis ragi dan jamur. Nystatin berikatan dengan sterol dalam membral sel dari Candida sp. yang sensitif sehingga mengakibatkan perubahan pada permabilitas membra dan selanjudnya menimbulkan kehilangan komponen intraseluler tidak berkembang selama terapi. Nystatin tidak menunjukan aktivitas perlawanan pada bakteri, protozoa, atau virus.
16
Preparat nystatin yang digunakan pada pasien ini adalah Kandistatin suspensi oral dimana tiap ml kandistatin mengandung Nystatin 100.000 IU. Dosis Nystatin untuk candidiasis oral bagi dewasa adalah 100.000 IU setelah makan dengan frekuensi 4x sehari (setiap 6 jam).
VII.
KESIMPULAN
-
Kandidiasis merupakan penyakit infeksi oral yang disebabkan oleh jamur Candida sp., yang merupakan flora normal di mulut.
-
Faktor risiko dari pasien ialah keadaan immunocompromised sehingga mengakibatkan infeksi oportunistik kandidiasis oral.
-
Dalam penegakkan diagnosis kandidiasis oral, perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat pada pasien sehingga dapat diberikan terapi yang efektif untuk kondisi pasien yang lebih baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
Akpan A, Morgan R. Oral candidiasis. Postgrad MedJ 2010; 78: 455–59.
Andryani S (2010). Skripsi: Kandidiasis oral pada pasien tuberkulosis pada akibat pemakaian antibiotik dan steroid. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara. Bagtzoglou A.D, Fidel PL. The host cytokine responses and protective immunity in orophayngeal candidiasis. J Dent Res 2005;84(11):966-77.
Egusa H, Soysa N.S, Ellepola.AN, Yatani H, Samaranayake LP. Oral candidiasis in HIV infected patients. Curr HIV research 2008;6:485-99.
Findya A (2010). Pemeliharaan oral hygiene dan penanggulangan komplikasi perawatan ortodonti. Sumatera Utara: USU. Harty FJ (1995). Kamus kedokteran Gigi, terj. alih bahasa drg. Narlan Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Machfoedz I (2006). Menjaga kesehatan gigi dan mulut anak-anak dan ibu hamil. Yogyakarta: Fitramaya. Repentigny L, Lewandowski D, Jolicouer P. Imunopathogenesis of oropharyngeal candidiasis in human immunodeficiency virus Infection. Clin Microbiol rev. 2014;17:729-59. Setiani dan Sufiawati (2005). Efektifitas heksetidin sebagai obat kumur terhadap frekuensi kehadiran jamur candida albicans pada penderita kelainan lidah.http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/ publikasi_dosen/EFEKTIVITAS%20HEKSETIDIN%20SBG%20OBAT% 20KUMUR.pdf Diakses tanggal 12 Juni 2016.
18
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Thoothclub
(2011).
Dental
diagnosis
poor
oral
hygiene
overview.
http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poor-oralhygiene-overview.html/ Diakses tanggal 12 Juni 2016. Widyanti N (2005). Pengantar ilmu kedokteran gigi pencegahan. Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran UGM. Williams D (2011). Pathogenesis and treatment of oral candidosis. Journal of Oral Microbiology 2011, vol 3: 5771.
19