Referensi Artikel Perio Dm.docx

  • Uploaded by: Asticha Erlianing Sari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referensi Artikel Perio Dm.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,519
  • Pages: 22
REFERENSI ARTIKEL

HUBUNGAN PERIODONTITIS DENGAN DIABETES MELLITUS

Disusun Oleh: Asticha Erlianing Sari G99152052 Periode: 28 November – 11 Desember 2016

Pembimbing: Christianie, drg., Sp. Perio

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN Rongga mulut menjadi jendela untuk melihat gambaran kesehatan tubuh. Lesi oral merupakan salah satu indikator perkembangan penyakit. Respon terhadap infeksi merupakan hal yang penting dalam menentukan tingkat dan keparahan penyakit periodontal. Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamasi yang merusak jaringan pendukung gigi, disebabkan oleh mikroorganisme tertentu sehingga menyebabkan kerusakan progresif dari ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan poket periodontal, resesi gingiva atau keduanya.1 Secara garis besar penyakit periodontal dapat dibedakan atas gingivitis dan periodontitis. Perbedaannya gingivitis terjadi pada jaringan gingiva dan bersifat reversibel, sedangkan pada periodontitis kerusakan tidak hanya pada jaringan gingiva saja tetapi juga pada ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar serta bersifat ireversibel. Karakteristik dari periodontitis yaitu adanya migrasi epitel penyatu ke arah apikal dengan disertai kehilangan tulang alveolar. Penyakit periodontal merupakan suatu penyakit infeksi yang serius karena apabila tidak dilakukan perawatan, maka dapat menyebabkan kehilangan gigi.2 Diabetes melitus (DM) adalah salah satu kelainan metabolik paling umum berupa kadar gula darah yang tinggi. Gejala umum adalah poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan turun.15 Prevalensi diabetes pada kelompok usia 45-54 tahun untuk daerah perkotaan di Indonesia menduduki peringkat ke-2 yaitu 14,7%.16 Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan penyandang diabetes di Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta jiwa. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dalam hal jumlah penderita diabetes setelah Amerika Serikat, Cina, dan India.3 Berdasarkan patofisiologinya, DM dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama. Diabetes tipe I disebabkan oleh destruksi autoimun sel β pankreas yang berfungsi untuk memproduksi insulin. Diabetes tipe II disebabkan oleh resistensi sel terhadap insulin. Pada diabetes tipe ini, pasien tetap dapat memproduksi insulin, meskipun produksinya akan berangsur berkurang. Hampir 80% prevalensi diabetes melitus adalah tipe II.15,18

Di Indonesia, prevalensi penyakit periodontal pada semua kelompok umur mencapai 96,58%.17,19 Dewasa ini, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa penyakit diabetes melitus erat kaitannya dengan penyakit periodontal, yaitu penyakit peradangan kronis pada jaringan penyangga gigi. Periodontitis telah diidentifikasi sebagai salah satu komplikasi diabetes. Beberapa penelitian menyatakan bahwa diabetes menjadi faktor risiko prevalensi dan keparahan gingivitis (peradangan gingiva) dan periodontitis (peradangan jaringan periodonsium). Gingivitis dan periodontitis, yang etiologi utamanya adalah plak dan kalkulus, mempunyai ciri khas. Gingivitis ditandai dengan meningkatnya produksi cairan sulkus gingiva dan perdarahan saat probing pada sulkus gingiva (bleeding on probing). Selain itu, gingiva akan tampak merah atau merah kebiruan, terasa lunak, memiliki permukaan licin dan mengilat atau kesat dan membulat. Pada gingivitis, tidak terjadi kehilangan perlekatan.20 Periodontitis mempunyai ciri-ciri peradangan gingiva yang mirip gingivitis. Akan tetapi, pada banyak kasus periodontitis inflamasi gingiva sangat kecil dan sulit dideteksi. Periodontitis dapat dideteksi dengan adanya poket periodontal, peradangan gingiva, serta hilangnya perlekatan. Selain itu, gambaran radiografi juga menunjukkan adanya kehilangan tulang.20 Diabetes diasosiasikan dengan respons inflamasi berlebih gingiva terhadap plak. Secara umum, pasien dengan diabetes terkontrol dan pasien tanpa diabetes mempunyai tingkat gingivitis yang serupa apabila jumlah plak pada kedua kelompok tersebut serupa juga. Sementara itu, pasien diabetes tidak terkontrol mempunyai tingkat gingivitis lebih parah dibandingkan pasien tanpa diabetes atau pasien dengan diabetes terkontrol.18,20 Terdapat pula asosiasi erat antara diabetes dengan periodontitis. Sebuah penelitian longitudinal menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 dewasa mempunyai risiko kehilangan tulang alveolar progresif empat kali lipat lebih besar dibandingkan orang dewasa tanpa diabetes. Seperti gingivitis, pasien diabetes dengan kontrol glikemik buruk juga mempunyai risiko perkembangan periodontitis dan risiko kehilangan perlekatan lebih besar dibandingkan pasien diabetes yang kontrol glikemiknya baik.15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.

Periodontitis A. Definisi Penyakit periodontal adalah suatu penyakit inflamasi pada jaringan periodonsium yang terdiri dari jaringan keras dan jaringan lunak yang mengelilingi gigi, meliputi gingiva, ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum. Penyakit periodontal diklasifikasikan berdasarkan kondisi keparahan inflamasi, dari peradangan ringan yang disebut gingivitis dan inflamasi kronis selanjutnya yaitu periodontitis yang menyebabkan kerusakan progresif pada tulang dan struktur pendukung gigi disertai dengan pembentukan saku periodontal, resesi atau keduanya yang akhirnya dapat menyebabkan kehilangan gigi.3 Gambaran klinis yang membedakan antara gingivitis dan periodontitis adalah ada tidaknya kerusakan jaringan periodontal destruktif umumnya dihubungkan dengan keberadaan dan atau meningkatnya jumlah bakteri patogen spesifik seperti Phorphyromonas gingivalis (P.g), prevotella intermedia

(P.i),

bacteriodes

forsytus

(Bi)

dan

actinobacillus

actinomycetemcomitans (A.a).4

B. Etiologi 1. Faktor Primer Penyebab primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri. Menurut teori non-spesifik murni bakteri mulut terkolonisasi pada leher gingiva untuk membentuk plak pada keadaan tidak ada kebersihan mulut yang efektif. Semua bakteri plak dianggap mempunyai beberapa faktor virulensi

yang

menyebabkan

inflamasi

gingival

dan

kerusakan

periodontal. Keadaan ini menunjukkan bahwa plak akan menimbulkan penyakit tanpa tergantung komposisinya. Namun demikian, sejumlah plak biasanya tidak mengganggu kesehatan gingiva dan periodontal dan beberapa pasien bahkan mempunyai jumlah plak yang cukup besar yang

sudah berlangsung lama tanpa mengalami periodontitis yang merusak walaupun mereka mengalami gingivitis.5 2. Faktor Sekunder Faktor sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal pada lingkungan gingiva merupakan predisposisi dari akumulasi deposit plak dan menghalangi pembersihan plak. Faktor ini disebut sebagai faktor retensi plak.5 3. Faktor Lokal 

Restorasi yang keliru



Kavitas karies



Tumpukan sisa makanan



Geligi tiruan sebagian yang desainnya tidak baik



Pesawat ortodonti



Susunan gigi geligi yang tidak teratur



Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut



Merokok tembakau



Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar5

C. Faktor Risiko Penyakit periodontal sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang amat kompleks. Interaksi faktor-faktor tersebut akan sangat menentukan kecepatan karakteristik pernyakit periodontal. Pada penyakit periodontal paling tidak ada 2 faktor resiko : 11,12 1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi ini dapat terjadi pada beberapa keadaan seperti : a. Overhanging margin restorasi yang dapat meningkatkan akumulasi plak. b. Deposisi material alba, debris dan retensi makanan yang merupakan media yang sangat balk untuk perlekatan dan pertumbuhan bakteri. c. Jenis diet, terutama diet lunak, yang memudahkan lengket pada permukaan gigi.

d. Stain gigi yang mengiritasi gingiva dan membuat permukaan gigi lebih kasar, sehinga memudahkan terbentuknya plak gigi. e. Karies gigi yang memudahkan retensi makanan dan pembentukan plak gigi. f. Merokok dan mengunyah tembakau. Individu yang merokok lebih mempunyai

resiko

terjadinya

penyakit

periodontal

destruktif

dibanding individu tidak merokok. Terulang kembalinya penyakit periodontal meskipun telah mendapatkan perawatan periodontal pada perokok jauh lebih tinggi dibanding bukan perokok. Rokok sebagai faktor resiko penyakit ini dapat dibagi 2 yaitu faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal lebih disebabkan gangguan lokal karena racun yang terkandung didalam tembakau seperti nikotin. Substansia ini menyebabkan vasokonstriksi lokal, mengurangi aliran darah lokal, edema dan inflamasi. Nikotin dapat pula mengurangi oksigen pada sulkus gingiva sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri anaerob. Faktor sistemik lebih banyak karena gangguan khemotaksis dan fagositosis set netrofil maupun menurunnya kemampuan memproduksi antibodi. Nikotin mampu menurunkan proliferasi sel osteoblast dan mendorong sel monosit lebih banyak produksi IL-1 dan prostaglandin sehingga mempercepat terjadinya kerusakan jaringan periodontal. g. Maloklusi yang menyebabkan peningkatan retensi makanan dan pembentukan plak gigi. h. Kekuatan oklusi yang berlebihan menyebabkan degenerasi struktur jaringan periodonsium dan mempercepat kerusakan jaringan tersebut. i. Kebiasaan buruk seperti bruxism, dan menggigit pensil yang berakibat kekuatan

terlalu

besar

yang

dapat

diterima

oleh

jaringan

periodonsium. Bernafas melalui mulut mengurangi fungsi self cleansing saliva sehingga membuat mulut menjadi kering. Akibatnya pembentukan plak akan jauh Iebih mudah. 2. Faktor Sistemik

Faktor sistemik merupakan faktor resiko yang dapat bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap tingkat keparahan penyakit periodontal. a. Faktor endokrin Pubertas, kehamilan, menopause merupakan keadaan yang berakibat adanya perunahan hormonal. Pada ibu hamil, sering terlihat adanya pembengkakan gingiva dan perdarahan gingiva spontan. Namun keadaan ini bersifat reversibel dan menghilang setelah ibu melahirkan. b. Malnutrisi Hubungan sebab-akibat antara malnutrisi dengan penyakit periodontal masih belum diketahui secara pasti. Penelitian tentang hal ini Iebih banyak dilakukan dengan binatang percobaan. Namun, meskipun ada hubungan, diperkirakan hal ini terjadi secara tidak langsung. Sebagai contoh, defisiensi vitamin A dan C dapat menurunkan fungsi fagositosis

sel,

sehingga

mempercepat

terjadinya

penyakit

periodontal, bila ada plak gigi. c. Obat-obatan Pemakai obat-obatan untuk epilepsi seperti Phenytoin sering terlihat adanya

pembengkakan

gingiva.

Namun

demikian,

apakah

penampakan klinis ini sama seperti penyakit periodontal karena plak gigi masih harus diteliti. d. Kondisi psikologi Faktor psikososial seperti stress fisik maupun mental dapat mengganggu kestabilan imun respon yaitu adanya gangguan hubungan

neuroendokrinrespon

imun.

Studi

epidemiologi

memperlihatkan bahwa penderita stress menunjukkan tingkat penyakit periodontal yang lebih parch dibanding kontrol. Diperlihatkan bahwa stress meningkatkan level glukokortikoid yang selanjutnya dapat menurunkan fungsi sel makrofag, netrofil, monosit dan sel mastus. e. Diabetes Melitus Penderita Diabetes Melitus (DM) yang mempunyai tingkat resiko terjadinya penyakit periodontal destruktif lebih tinggi dibanding

individu tanpa tanpa DM. Hal ini disebabkan karena interaksi perubahan patologis akibat DM yaitu: 1) Perubahan vaskular Status hiperglikemia yang terlalu lama berakibat adanya perubahan vaskular. Peningkatan gukosa darah yang lama menyebabkan kenaikan pembentukan produk akhir dari proses glikasi lanjut yang berupa protein tanpa proses glikasi enzimatik dan berupa lipid. Produk ini terakumulasi pada dinding pembuluh darah sehingga meningkatkan ketebalan dinding darah. Akibatnya terjadi gangguan diapedesis leukosit, difusi oksigen dan pembuangan hasil metabolisme. 2) Modifikasi respon hospes DM menyebabkan terjadinya gangguan pada khemotaksis, fagositosis dan destruksi bakteri sel netrofil. Gangguan ini mungkin karena peningkatan level PGE2 dan peningkatan level lipid (terutama asam lemak tak jenuh dan trigliserid) akibat turunnya konsentrasi insulin. 3) Gangguan metabolisme jaringan konektivus Gangguan ini lebih banyak karena adanya gangguan metabolisme kolagen (salah satu matriks ekstraseluler). Glikasi non-enzimatik meningkatkan ikatan silang antar kolagen sehingga mengurangi kelarutan dan memperlambat metabolisme kolagen. Hal ini berakibat terjadinya gangguan proses penyembuhan luka. 4) Respon inflamasi yang berlebihan Pada kondisi hiperglikemia pada penderita DM, sensitivitas sel monosit terhadap stimulus seperti LPS meningkat drastis. Jadi setelah stimuli dengan LPS, sei monosit akan memproduksi mediator, seperti IL-1, PGE2 dan TNF-alpha lebih tinggi. Akibatnya lebih cepat terjadi destruksi jaringan periodontal karena aktivitas osteoklast untuk resorpsi tulang dan aktivitas MMP yang merusak matriks ekstraseluler. f. Infeksi HIV

HIV (Human lmmunodefficiency Virus) menyebabkan sindroma imunodefisiensi yang dikenal sebagai AIDS. Pada penderita AIDS, peningkatan keparahan penyakit periodontal mungkin disebabkan karena gangguan khemotaksis, fagositosis dan penghancuran bakteri sel netrofil, penurunan khemotaksis monosit, gangguan penghancuran bakteri via reseptor Fc dan gangguan fungsi sitotoksik sel monosit via antibodi-antigen kompleks. Penurunan jumlah sel CD4 (set T helper) memperjelas gangguan respon imun dan peningkatan penyakit periodontal. 3. Faktor Genetik Penentuan bahwa faktor genetik berperan pada penyakit periodontal merupakan perihal yang masih diperdebatkan. Namun penelitian pada pasangan kembar dan pengaruh genetik pada respon imun memperjelas bahwa faktor genetik memang berpengaruh pada kerentanan individu terhadap timbulnya penyakit periodontal. Sampai sekarang paling tidak ada 5 kemungkinan yang termasuk dalam faktor genetik pada penyakit periodontal, yakni: a. Adanya gangguan genetik pada fungsi netrofil. Ada beberapa gangguan genetik seperti defisiensi adhesif leukosit tipe 1, sindroma Chediak-Higashi, dan Sindroma Papilon-Lefevre yang berakibat gangguan sel netrofil. Pada penderita ini diketahui mempunyai prevalensi penyakit periodontitis yang sangat tinggi. b. Antibodi Ig2 merupakan antibodi isotip yang sangat dominan pada periodontitis tahap awat maupun pada orang dewasa. Antibodi ini ditentukan secara genetik oleh lokus G2M23. c. Adanya polimorfisme (variasi tinggi) pada gena pengkode reseptor Fcyll yang sangat berhubungan dengan fungsi fagositosis sel netrofil. d. Adanya polimorfisme gena IL-1. Penggabungan dua polimorfisme gena tersebut akan meningkatkan suseptibilitas individu terhadap timbulnya penyakit periodontal. e. Adanya gena pengkode enzim prostaglandin endoperoksid sintase yang terletak pada kromosom 9q32-33. Terdapat hubungan yang

sangat signifikan antara penderita periodontitis satu famili yang teridentifikasi pada kromosom ini.

D. Riwayat Alami Penyakit Periodontal 1. Gingivitis Karena plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio interdental yang terlindungi, inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papilla interdental dan menyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi. Histopatologi dari gingivitis kronis dijabarkan dalam beberapa tahapan: lesi awal timbul 2-4 hari diikuti gingivitis tahap awal, dalam waktu 2- 3 minggu akan menjadi gingivitis yang cukup parah.5 a. Lesi awal Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil disebelah apikal dari epitelium jungtional. Pembuluh ini mulai bocor dan kolagen perivaskuler mulai menghilang, digantikan dengan beberapa sel inflamasi, sel plasma dan limfosit terutama limfosit T cairan jaringan dan protein serum.5 b. Gingivitis tahap awal Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi Polymorphonuclear Neutrophils (PMN). Perubahan yang terjadi baik pada epithelium jungsional maupun pada epithelium krevikular merupakan tanda dari pemisahan sel dan beberapa proliferasi dari sel basal.5 c. Gingivitis tahap lanjut Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasma terlihat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga dapat ditemukan. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak, dan mudah berdarah.

2. Periodontitis Periodontitis adalah inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang alveolar. Pada pemeriksaan klinis terdapat peningkatan kedalaman probing, perdarahan saat probing (ditempat aktifnya penyakit) yang dilakukan dengan perlahan dan perubahan kontur fisiologis. Dapat juga ditemukan kemerahan, pembengkakan gingiva dan biasanya tidak ada rasa sakit.8 3. Periodontitis Kronis Periodontitis kronis merupakan penyakit dengan tipe progresif yang lambat. Dengan adanya faktor sistemik, seperti diabetes, perokok, atau stress, progres penyakit akan lebih cepat karena faktor tersebut dapat merubah respon host terhadap akumulasi plak.9 Periodontitis kronis adalah hasil dari respon host pada agregasi bakteri di permukaan gigi. Mengakibatkan kerusakan irreversibel pada jaringan perlekatan, yang menghasilkan pembentukan poket periodontal dan kehilangan tulang alveolar pada akhirnya. Sementara gingivitis dikenal kondisi yang sangat umum di antara anak-anak dan remaja, periodontitis

jarang terjadi pada anak-anak dan remaja. Terjadinya periodontitis severe pada orang dewasa muda memiliki dampak buruk terhadap gigi mereka tapi dalam beberapa perawatan kasus penyakit periodontal dapat berhasil.10 Diagnosis periodontitis dan identifikasi individu yang terkena kadangkadang menjadi sulit karena tidak ada gejala yang dilaporkan. Oleh karena itu dianjurkan dokter harus memahami kerentanan pasien pada periodontitis dengan mengevaluasi eksposur mereka terhadap faktor risiko yang terkait sehingga deteksi dini dan manajemen yang tepat dapat dicapai. Kerusakan periodontitis telah digambarkan sebagai konsekuensi dari interaksi antara faktor genetik, lingkungan, mikroba dan faktor host.4

E. Patogenesis Periodontitis Penyakit periodontal berawal dari inflamasi yang terjadi pada gingiva dan bersifat reversibel. Hal ini terjadi diakibatkan oleh terakumulasinya mikroorganisme yang berada pada plak dental. Plak dental dalam jumlah yang sedikit biasanya dapat ditolerir oleh individu yang sehat tanpa menimbulkan penyakit periodontal. Keadaan yang sehat tersebut dapat berubah dan menimbulkan suatu penyakit apabila jumlah bakteri plak meningkat secara signifikan dan virulensinya melewati daya ambang individu, serta menurunnya mekanisme pertahanan tubuh penjamu. Plak dental memproduksi beberapa faktor yang dapat merangsang reaksi imun dan inflamasi. Penjamu maupun bakteri yang berada dalam plak dental melepaskan enzim proteolitik yang dapat merusak jaringan. Komponen dari dinding sel bakteri gram negatif maupun gram positif yaitu peptidoglikan dapat mempengaruhi berbagai respon penjamu serta mampu menstimulasi terjadinya resorpsi tulang dan makrofag untuk menghasilkan prostaglandin dan kolagenase. Respon tersebut mampu memperparah kondisi jaringan periodontal yang pada mulanya berupa gingivitis, dan akan berubah menjadi periodontitis.13

Periodontitis

mempunyai

karakteristik

yaitu

terbentuknya poket periodontal dan kehilangan level perlekatan klinis. Poket periodontal terbentuk karena bergesernya perlekatan epitel penyatu kearah

apikal, dengan atau tanpa bergeraknya tepi gingiva ke arah koronal. Poket periodontal dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi dasar poketnya atas: (1) poket supraboni, yaitu tipe poket periodontal dimana dasar poket berada lebih koronal daripada tulang alveolar; (2) poket infraboni, yaitu tipe poket periodontal dimana dasar poket berada lebih ke apikal dari level tulang alveolar.14 Berdasarkan permukaan gigi yang terlibat, poket periodontal dibedakan atas: (1) poket simpel, dimana poket hanya melibatkan satu sisi atau permukaan dari gigi; (2) poket compound dimana poket melibatkan lebih dari satu sisi atau permukaan dari gigi; dan (3) poket kompleks, dimana poket melingkar dari dasar poket ke arah muaranya dengan melibatkan beberapa sisi atau permukaan dan dasar poket dengan muara poket berada pada sisi atau permukaan yang berlainan. Poket yang terbentuk dapat menyebabkan kehilangan perlekatan dan tersingkapnya permukaan akar gigi.14 Sulkus gingiva mengandung plak dental sampai sebanyak 200 mg yang terdiri dari sejumlah mikroorganisme yang dapat secara langsung menyerang jaringan periodontal. Oleh karena rusaknya susunan epitel dalam poket periodontal, maka dapat menciptakan suatu kesempatan untuk terjadinya translokasi langsung bakteri dan bakteremia. Lipopolisakarida yang dihasilkan oleh plak dental dapat menembus gingiva dan menimbulkan suatu respon antibodi spesifik-lipopolisakarida yang bersifat sistemik, yang salah satunya adalah penyakit jantung.14

II.

Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan penyakit yang sangat penting dari sudut pandang periodonsia. Hal ini ditandai oleh kurangnya fungsi sel-sel beta dari pulau Langerhans di pankreas yang menyebabkan kadar glukosa darah tinggi dan eksresi gula dalam urin. Ada dua tipe DM primer, yaitu tipe 1 dan 2.18 Pada penderita diabetes tipe 1, kelenjar pankreas tidak mampu memproduksi insulin, sehingga jumlah insulin beredar dalam tubuh tidak mencukupi kebutuhan. Lain halnya pada diabetes tipe 2, hormon insulin tetap diproduksi namun tidak dapat berfungsi dengan baik. Sebahagian besar penderita

diabetes di Indonesia mengidap diabetes tipe 2. Diabetes tipe ini secara umum biasa dikaitkan dengan usia lanjut. Diabetes tipe 2 ini juga disebabkan karena obesitas (kegemukan) dan gaya hidup yang tidak sehat (pola makan tinggi lemak dan jarang berolah raga).20 Disamping kedua tipe diatas, ada tipe lain yang dinamakan diabetes sekunder, yang berkaitan dengan penyakit lain yang melibatkan pankreas dan merusak sel-sel pembuat insulin.16

Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Kesehatan Periodontal Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang berpengaruh terhadap kesehatan jaringan periodontal. Ada beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes sehingga penyakit ini cenderung untuk memperparah kesehatan jaringan periodontal. 

Bacterial Pathogens Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah pada pasien diabetes dapat mengubah lingkungan dari mikroflora, meliputi perubahan kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.



Polymorphonuclear Leukocyte Function Penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini dihipotesiskan sebagai akibat dari polymorphonuclear leukocyte deficiencies yang menyebabkan gangguan chemotaxis, adherence, dan defek phagocytosis. Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol terjadi pula gangguan pada fungsi PMN (Polymorphonuclear Leukocytes) dan monocytes / macrophage yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen



Altered Collagen Metabolism Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol yang mengalami hiperglikemi kronis terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas collagenese dan penurunan collagen synthesis. Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal. Hal ini mempengaruhi integritas jaringan tersebut.21 Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa DM yang

disertai oleh beberapa perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan dalam terjadinya periodontitis kronis. Hiperglikemia yang terjadi pada diabetes bertanggung jawab bagi terjadinya komplikasi yang menyertai penyakit

tersebut.

Keadaan

hiperglikemia

menyebakan

terbentuknya

advanced glycation and products (AGE) non enzimatik pada makromolekul jaringan. AGE merupakan senyawa yang berasal dari glukosa, secara kimiawi irreversible dan terbentuk secara perlahan-lahan tetapi terus-menerus sejalan dengan peningkatan kadar glukosa darah. Penumpukan AGE bisa terjadi di dalam plasma dan jaringan gingival penderita diabetes. Sel-sel pada endotelial, otot polos, neuron dan monosit mempunyai sisi pengikat (binding site) AGE pada permukaannya, yang diberi nama reseptor AGE (RAGE). Terikatnya AGE ke sel-sel endotelial menyebabkan terjadinya lesi vaskular, trombosis dan vasokonsriksi pada diabetes. AGE yang terikat ke monosit akan meningkatkan kemotaksis dan aktivasi monosit yang disertai peningkatan jumlah sitokin proinflamatori yang dilepas, seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6. Ikatan AGE dengan RAGE pada fibroblas menyebabkan terganggunya remodeling jaringan ikat, sedangkan ikatan AGE dengan kolagen menyebabkan penurunan solubilitas dan laju pembaharuan kolagen. Buruknya kontrol gula darah dan meningkatnya pembentukan AGE menginduksi stress oksidan pada gingival sehingga memperkuat kerusakan jaringan periodontal.16 Di samping itu, dengan adanya peningkatan kadar sel radang dalam cairan saku gusi, menyebabkan jaringan periodontal lebih mudah terinfeksi dan menyebabkan kerusakan tulang.20 Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Jadi, infeksi bakteri pada penderita diabetes lebih berat.20 Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas secara klinis mempengaruhi kondisi periodonsium penderita diabetes. Diabetes yang tidak terkontrol atau kurang baik kontrolnya disertai oleh peningkatan kerentanan terhadap infeksi, termasuk periodontitis kronis. Periodontitis kronis lebih

sering terjadi dan lebih parah pada individu diabetik yang disertai komplikasi sistemik yang lebih parah. Taylor et.al melaporkan bahwa kehilangan perlekatan adalah lebih sering dan lebih banyak pada pasien diabetes melitus tipe 1 dan 2 yang kontrol diabetesnya sedang sampai buruk. Kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang signifikan lebih tinggi pada pasien DM tipe1 yang kontrol diabetesnya buruk dibandingkan pasien yang diabetesnya terkontrol baik. Demikian juga pada pasien diabetes melitus tipe 2, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan adalah signifikan lebih parah pada kelompok yang diabetesnya tidak terkontrol baik. Beberapa penelitian telah secara khusus mengamati hubungan antara periodontitis kronis dengan diabetes melitus tipe 1 dan 2. Dilaporkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 1 meningkat risikonya menderita periodontitis kronis sejalan dengan pertambahan usia dan keparahan periodontitis kronis meningkat sejalan dengan meningkatnya durasi diabetes. Pada pasien diabetik dewasa dengan diabates yang tidak terkontrol baik, terjadi kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang lebih banyak dibandingkan pasien dengan diabetes yang terkontrol baik, meskipun mereka dalam memelihara mulutnya adalah setara. Dilaporkan pula bahwa penderita DM tipe 2 adalah berisiko 4,2 kali mengalami kehilangan tulang yang progresif dibandingkan dengan individu non-diabetik.16

III.

Hubungan antara periodontitis dengan diabetes mellitus Pada awalnya, peneliti memfokuskan studi terhadap mikroba subgingiva pada pasien dengan atau tanpa diabetes. Penelitian awal menunjukkan peningkatan jumlah bakteri tertentu pada poket pasien diabetes. Akan tetapi, penelitian lanjutan menunjukkan hal sebaliknya: patogen penyebab periodontitis tidak banyak berbeda pada pasien dengan atau tanpa diabetes. Oleh sebab itu, peneliti mulai memfokuskan perhatian terhadap perbedaan respons inflamasi imun pada kedua kelompok tersebut.18 Abnormalitas fungsi sel Pada penderita diabetes, fungsi beberapa sel yang berperan dalam respons inflamasi seperti neutrofil, monosit, dan makrofag mengalami

perubahan.

Terdapat

defisiensi

fungsi

neutrofil

yang

menyebabkan

terhambatnya kemotaksis, fagositosis, serta perlekatan sel. Sel-sel tersebut merupakan lini awal pertahanan tubuh sehingga inhibisi fungsinya akan menghambat destruksi bakteri pada poket dan meningkatkan destruksi jaringan periodontal. Selain itu, makrofag dan monosit juga meningkatkan produksi pro-inflammatory cytokine serta mediator-mediator lain seperti tumor necrosis factor (TNF-α). Peningkatan produksi tersebut akan memperparah destruksi sel host.18,20,24 Perubahan metabolisme Pada pasien diabetes, fibroblas yang merupakan sel reparatif primer pada jaringan periodonsium tidak dapat berfungsi dengan baik. Selain sintesis kolagen yang berkurang, kolagen yang diproduksi fibroblas rentan terdegradasi oleh enzim matriks metalloproteinase yang jumlah produksinya meningkat pada pasien diabetes. Selain itu, pada kondisi hiperglikemik, terjadi pula inhibisi proliferasi osteoblas yang menurunkan pembentukan tulang serta properti mekanik dari tulang yang baru terdeposisi.18,25 Pembentukan Advanced Glycation End Products(AGEs) Salah satu komplikasi mayor diabetes adalah perubahan integritas mikrovaskular, yang sering menyebabkan kerusakan organ seperti retinopati dan nefropati. Pada kondisi hiperglikemik, protein serta molekul matriks mengalami non-enzymatic glycosylation yang menghasilkan advanced glycation

end

products

(AGEs)

pada

jaringan,

termasuk

jaringan

periodonsium. AGEs merupakan rantai utama yang menghubungkan banyak komplikasi diabetes karena AGEs menyebabkan abnormalitas fungsi sel endotel serta perubahan pertumbuhan dan proliferasi pembuluh darah kapiler. 4,6,11 Akumulasi AGEs pada pasien diabetes meningkatkan intensitas respons inflamasi monosit dan makrofag, yang ditunjukkan dengan meningkatnya produksi proinfl ammatory cytokine seperti IL-1α dan TNF-α. Selain itu, AGEs juga berinteraksi dengan kolagen dan membuat kolagen lebih sulit diperbaiki bila mengalami kerusakan. Akibatnya, kolagen pasien diabetes lebih mudah terdegradasi.18,25

EFEK PENYAKIT PERIODONTAL TERHADAP DIABETES MELITUS Mekanisme pengaruh penyakit periodontal terhadap diabetes baru diketahui belakangan Ini. Pada pasien dengan penyakit periodontal sering ditemukan peningkatan kadar proinflammatory cytokine. Pada pasien diabetes, respons imun berlebih akan lebih meningkatkan lagi produksi proinflammatory cytokines. Hal ini menyebabkan peningkatan resistensi terhadap insulin dan mempersulit kontrol glukosa darah.18 Beberapa studi juga menunjukkan bahwa pasien periodontitis, terutama yang jaringan periodontalnya dikolonisasi oleh bakteri gram negatif seperti P. gingivalis, Tannerella forsynthesis, dan Prevotella intermedia, mempunyai lebih banyak markerperadangan seperti C-reactive protein (CRP), IL-6, dan fibrinogen dibandingkan pasien tanpa periodontitis. Peningkatan resistensi insulin dan penurunan kontrol glikemik juga ditemukan pada pasien periodontitis tersebut.25 Terapi periodontal akan mereduksi peradangan lokal, yang diikuti dengan penurunan level C-reactive protein (CRP), IL-6,dan TNF-α serta kontrol glikemik yang lebih baik. Hal ini membuktikan bahwa kondisi lokal pada jaringan periodontal sangat mempengaruhi kondisi sistemik.18,25

BAB III PENUTUP

Pasien diabetes biasanya tidak mendapat informasi komprehensif mengenai hubungan antara periodontitis dan diabetes. Oleh sebab itu, dokter harus memahami hubungan tersebut dan memberitahukan pasiennya mengenai pentingnya kesehatan mulut. Rujukan pasien dengan diabetes tidak terkontrol untuk evaluasi dental dan terapi periodontal akan menghasilkan kontrol gula darah yang lebih baik.4 Dokter gigi juga harus mengenali gejala khas pasien diabetes. Pasien yang tidak merespon terapi periodontal awal atau pasien periodontitis berat yang tidak menunjukkan oral hygiene yang buruk perlu menjalani screening gula darah. Dalam hal ini, rujukan ke dokter umum merupakan hal yang penting. Komunikasi dan koordinasi antara dokter dan dokter gigi akan memberikan pelayanan yang lebih optimal kepada pasien diabetes.

DAFTAR PUSTAKA

1. Thomopoulos C et al. Periodontitis and coronary artery disease: a questioned association between periodontal and vascular plaques. Am J Cardiovasc Dis 2011;1(1):76-83. 2. Li X, Kolltveit KM, Tronstad L, Olsen I. Systemic disease caused by oral infection.Clinical Microbiology Reviews. Oktober 2000; Vol. 13 No. 4; 547558. 3. Omeh Y.S, Uzoegwu P.N. Oxidative stress marker in periodontal disease patients. Nigerian J Biochemistry and Molecular Biology. 2010;25(1):50-4. 4. Widyastuti, Ratih. (2009) Periodontitis: Diagnosis dan Perawatannya. Jurnal ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi vol.6 no.1 5. J.D. Manson & B.M. Eley. Etiologi Penyakit Periodontal. Buku Ajar Periodonti (Outline of Periodontics). Jakarta: Hipokrates. 1993 6. Situmorang N. Dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap kualitas hidup. 16 November 2005. USU. E-repository. 8-10. 7. Fehrenbach MJ. Risk factors for periodontal disease.the preventive angle; 6 (issue2). Vol 6. 8. Charles M.Cobb, Charles M. (2008) Microbes, Inflammation, Scaling and Root Planning, and the Periodontal Condition. Journal of dental hygiene: JDH/American Dental Hygienists' Association 3: 4-9 9. SH Moghim, M. Chalabi, dkk. (2007) Prevalence of Epstein-Barr Virus Type 1 in Patients with Chronic Periodontitis by Nested-PCR. Pakistan Journal of Biological Science 10(24): 4547-4550 10. Mullally, Brian H. (2004) The Influence of Tobacco Smoking on the Onset of Periodontitis in Young Persons. Tobacco Induced Diseases 15;2(2):53-65. 11. McIntyre, J. 1998. The nature and progression of dental caries. Dalam Preservation and Restoration of Tooth Structure (Mount, G.J. dan Hume, W.R. eds.). Mosby, London. h. 9-17.

12. Carranza, F.A. dan Bulkacz, J. 996. Defence mechanisms of the gingiva. Daiam Clinical Periodontology. Ed. Ke-8. Lipplincott. Philadelphia. h. 10311. 13. Ramfjord S, Major MA. Periodontology and periodontics: modern theory and practise. America: ishiyaku EuroAmerica Inc., 2000; 30-45., 119-169. 14. Sondang P, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Pencegahan dan pemeliharaan. Medan: USU Press,2010: 26-30 15. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York. McGraw-Hill. 2011. 16. Ririh N. Diabetes Jadi Ancaman Serius di Indonesia. [cited 2013 July 7]; http://health.kompas.com/read/2012/09/19/14071845/Diabetes.Jadi.Ancaman. Serius.i.Indonesia. 17. Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. [cited 2013 July 7]; http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/414-tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai213-juta-orang.html. 18. Mealey BL. Periodontal Disease and Diabetes A Two Way Street. J. American Dental Assoc. 2006; 137(10 supplement): 26S-31S. 19. Persson GR. Diabetes and Periodontal Disease: An Update for Health Care Providers. Diabetes Spectrum. 2011; 24(4):195-8. 20. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical Periodontology. 9th ed. Pennsylvania. Saunders. 2003. 21. Health 9. Gingivitis. [cited 2013 July 7]; http://health9.org/gingivitis/ 22. Colgate Professional. Periodontitis Prior Treatment. [cited 2013 July 7]; http://www.colgateprofessional.co.uk/patienteducation/Periodontitis-priortreatment/image.

23. Colgate Professional. Periodontitis Advanced Stage. [cited 2013 July 7]; http://www.colgateprofessional.co.uk/patienteducation/Periodontitisadvanced-stage/image. 24. Angginingtyas N, Maduratna E, Augustina EF. Status Kesehatan Jaringan Periodontal pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dibandingkan dengan Pasien Non Diabetes Mellitus Berdasarkan GPI. Surabaya: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga; 2012. 25. Díaz-Romero R, Ovadía R. Diabetes and Periodontal Disease: A Bidirectional Relationship. Facta Universitatis Series: Medicine and Biology. 2007; 14(1): 6-9.

Related Documents

Perio
June 2020 6
Referensi
June 2020 20
Referensi
May 2020 17
Perio Final
June 2020 9
Perio Cewek
June 2020 8

More Documents from ""