BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kerja praktek merupakan salah satu sarana bagi mahasiswa untuk
mengetahui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di lapangan secara langsung serta untuk menyelaraskan aplikasi dan keilmuan dalam bidang khususnya teknik kimia. Pemahaman proses dan operasi yang terjadi di pabrik merupakan hal penting yang akan menambah wawasan mahasiswa tentang industri. Kerjasama antara perusahaan dan institusi perguruan tinggi perlu terus ditingkatkan agar dunia akademik dapat mengikuti perkembangan dunia industri yang berkembang pada saat ini. Oleh karena itu, mahasiswa mempunyai tanggung jawab besar untuk meningkatkan pemahaman baik dari segi keilmuan maupun keterampilan dasar yang dituntut untuk menjadi seorang professional. PT Semen Padang adalah salah satu perusahaan produsen dan distributor semen yang dikenal memiliki reputasi yang baik dengan sistem produksi yang sangat matang. PT Semen Padang berlokasi di Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kotamadya Padang, Sumatera Barat, berjarak 15 km kearah timur pusat kota Padang. Sebagai perusahaan semen tentunya memiliki keterkaitan dengan materi-materi yang di dapatkan di bangku kuliah khususnya di Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau sehingga dapat disimpulkan bahwa Kerja Praktek di PT Semen Padang akan sangat menunjang perluasan wawasan dan pengaplikasian ilmu Teknik Kimia di dunia Industri secara nyata. Berdasarkan uraian di atas diharapkan melalui kerja praktek di PT Semen Padang ini, mahasiswa mampu menyerap pengetahuan yang didapat selama melakukan kerja praktek serta dapat memecahkan masalah yang ada melalui tugas khusus yang diberikan berjudul “Menganalisa Efiensi dari Homogenisasi pada Unit CF ( Control Flow ) Silo di Pabrik Indarung V PT Semen Padang”. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan memiliki bekal yang cukup untuk terjun di bidang profesi sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditempuh di bangku kuliah.
1.2.
Tujuan Kerja Praktek Adapun tujuan dari dilakukannya Kerja Praktek (KP) ini adalah sebagai
berikut: 1)
Memenuhi salah
satu
mata kuliah yang diwajibkan bagi mahasiswa
Jurusan Teknik Kimia FT UR. 2)
Mengenal dan memperluas wawasan di bidang teknologi, terutama di bidang proses produksi semen di PT Semen Padang Indarung V.
3)
Mendapatkan pengalaman langsung dan aplikatif di lapangan mengenai unit-unit proses produksi semen di PT Semen Padang Indarung V.
4)
Mengetahui permasalahan proses produksi semen di PT Semen Padang dan cara mengatasi permasalahan tersebut.
5)
Memahami Budaya Kerja di lingkungan PT. Semen Padang Indarung V.
6)
Mempelajari prinsip kerja alat proses produksi semen di PT. Semen Padang Indarung V
7)
Meningkatkan kerja sama yang baik dan saling menguntungkan antara pihak universitas dengan pihak industri untuk meningkatkan kualitas mahasiswa sebagai tuntutan era globalisasi.
1.3.
Manfaat Kerja Praktek Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan kerja praktek yaitu:
1.3.1. Bagi Mahasiswa 1) Dapat mengetahui dan memahami berbagai aspek perusahaan seperti aspek teknik, aspek pemasaran, organisasi, ekonomi, persediaan, dan lainlain. 2) Mahasiswa dapat berperan dalam mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan perusahaan. 3) Mahasiswa dapat menambah pengalaman kerja di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang teknik kimia. 4) Sebagai sarana pelatihan dalam penyusunan laporan dalam suatu penugasan.
1.3.2. Bagi Universitas 1) Dapat memperluas pengenalan Universitas Sriwijaya khususnya jurusan Teknik Kimia kepada lingkungan masyarakat dan perusahaan. 2) Mempererat kerjasama antara universitas dengan instansi pemerintahan maupun swasta. 1.3.3. Bagi Perusahaan 1) Laporan kerja praktek dapat diajdikan sebagai bahan evaluasi kerja, usulan, ataupun masukan, sehingga dapat digunakan bila dibutuhkan dalam pemecahan masalah-masalah di perusahaan. 2) Dapat melihat keadaan perusahaan dari sudut pandang mahasiswa yang sedang kerja praktek. 3) Sebagai kontribusi perusahaan dalam memajukan pendidikan. 1.4.
Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek Pelaksanaan kerja praktek ini dilakukan di : Nama Perusahaan
: PT Semen Padang
Alamat
: Jalan Raya Indarung, Padang, Sumatera Barat
Bagian Penempatan
: Unit Produksi Indarung V PT Semen Padang
Waktu Pelaksanaan
: 5 Februari 2018 s.d. 16 Maret 2018
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sejarah Semen Pada tahun 500 SM, semen dikenal pada proses pembuatan piramida di
Mesir yaitu sebagai pengisi ruang kosong di antara celah-celah batu. Bangsa Mesir membuat semen dari proses kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedangkan kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman romawi. Selanjutnya, bangsa Yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik yang berasal dari pulau Santoris kemudian dikenal dengan nama santoris cement. Bangsa Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik yang ada di pegunungan Vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal dengan nama pozzulona cement. Penemuan bangsa Romawi dan Yunani mengalami perkembangan mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya sehingga diperoleh moltar yang baik. Pada abad pertengahan, kualitas moltar mengalami penurunan yang disebabkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari batu kapur , tanpa adanya tanah vulkanik. Pada tahun 1756, Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris telah melakukan penelitian terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis yang baik. Batu kapur tersebut merupakan kapur hidrolis atau hydroulic lime. Kemudian, Vicat menemukan sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan silika atau tanah liat yang mengandung alumina dan silika. Pada akhirnya, Vicat membuat kapur hidrolis dengan cara mencampurkan tanah liat dan batu kapur dengan perbandingan tertentu dan campuran tersebut dibakar dan kemudian dikenal dengan artificial lime twice kilned. Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang pertama kali dengan menggunakan cara yang dilakukan oleh Vicat yaitu mencampurkan dua bagian kapur dan satu bagian tanah liat (clay). Hasil tersebut dinamakan frost’s cement.Setahun kemudian, prosedur tersebut diperbaiki dengan menggunakan
campuran batu kapur yang mengandung tanah liat dan ditambahkan tanah argillaceus yang mengandung 9-40% silika. Semen yang dihasilkan dinamakan British cement. Pembuatan semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar campuran batu kapur dan tanah liat. Pada tahun 1824, Joseph Aspadin mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi CaO dan CO2. CaO bereaksi dengan senyawa-senyawa lain yang membentuk klinker kemudian digiling hingga menjadi tepung yang dikenal dengan Portland cement (Duda, 1976).
Gambar 2.1. Semen
2.2
Pengertian Semen Semen merupakan zat yang dapat digunakan untuk merekatkan batu, bata,
batako, maupun bahan-bahan bangunan lainnya. Bahasa latin dari semen adalah caementum yang artinya “memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan“. Selain itu semen (cement) dikenal juga sebagai salah satu hasil industri dari paduan bahan baku dari batu kapur/gamping (sebagai bahan utama) dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk (bulk), tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan dengan air, maka terbentuklah beton. Nama asing dari beton adalah concrete yang
merupakan gabungan 2 kata yaitu comdan crescare. Com yang artinya bersamasama, dan crescere artinya tumbuh, yang maksudnya kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu. Batu kapur/gamping merupakan bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sehingga membentuk klinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg. Pengertian umum dari semen adalah suatu zat yang dapat menetapkan dan mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain. Abu vulkanis dan batu bata yang dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur yang dibakar sebagai agen pengikat untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik yang selanjutnya disebut sebagai “cementum”. Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan ke dalam semen hidrolik dan semen non-hidrolik. Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras setelah dikombinasikan dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran dengan air, dan setelah pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas bahkan dalam air. Pedoman yang dibutuhkan dalam hal ini adalah pembentukan hidrat pada reaksi dengan air segera mungkin. Kebanyakan konstruksi semen saat ini adalah semen hidrolik dan kebanyakan didasarkan pada semen Portland, yang dibuat dari batu kapur, mineral tanah liat tertentu, dan gypsum. Pada proses dengan temperatur tinggi yang menghasilkan karbon dioksida dan berkombinasi secara kimia yang menghasilkan bahan utama menjadi senyawa baru. Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu kapur dan gypsum yang harus tetap kering supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair. Contohnya adukan semen kapur yang ditetapkan hanya dengan pengeringan, dan
bertambah kuat secara lambat dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer untuk membentuk kembali kalsium karbonat. Kekuatan dan kekerasan semen hidrolik disebabkan adanya pembentukan air yang mengandung senyawa-senyawa pembentukan sebagai hasil reaksi antara komponen semen dengan air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah kepada hidrasi dan hidrat secara berturut-turut. Sebagai hasil dari reaksi awal dengan segera, suatu pengerasan dapat diamati pada awalnya dengan sangat kecil dan akan bertambah seiring berjalannya waktu. Setelah mencapai tahap tertentu, titik ini diarahkan pada permulaan tahap pengerasan. Penggabungan lebih lanjut disebut penguatan setelah mulai tahap pengerasan. 2.3
Jenis-Jenis Semen
2.3.1 Portland Cement Semen Portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis, dengan bahan tambahan yang biasanya digunakan adalah gypsum. Klinker adalah penamaan untuk gabungan komponen utama bahan baku semen yang belum diberikan tambahan bahan lain untuk memperbaiki sifat dari semen. Tipe-tipe semen Portland adalah sebagai berikut : 1) Semen Portland Tipe I (Ordinary Portland Cement) Digunakan untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Tahan terhadap air tanah yang mengandung sulfat 0-0,1%. Cocok digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain pada daerah yang tidak mengandung kadar sulfat tinggi. 2) Semen Portland Tipe II (Moderate Heat Portland Cement) Semen Portland Tipe II digunakan untuk konstruksi bangunan dari beton yang memerlukan ketahanan sulfat (pada lokasi tanah dan air yang mengandung sulfat antara 0,1-0,2%).
3) Semen Portland Tipe III (High Early Strength Portland Cement) Konstruksi yang menuntut kuat tekan awal tinggi pada fasa permulaan setelah pengikatan terjadi. Kegunaan semen ini untuk pembuatan jalan beton, landasan lapangan udara, bangunan bertingkat yang tinggi, bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap sulfat. 4) Semen Portland Tipe IV (Low Heat Portland Cement) Semen Portland Tipe IV digunakan untuk konstruksi bangunan yang memerlukan
kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah
pengikatan terjadi, misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunanbangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. 5) Semen Portland Tipe V (Sulphato Resistance Portland Cement) Dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan dengan ketahanan terhadap air tanah yang mengandung sulfat melebihi 0,2% dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir. 6) Super Masonry Cement Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi perumahan, gedung, jalan dan irigasi yang struktur betonnya maksimal K-225. Semen ini dapat juga digunakan sebagai
bahan baku pembuatan genteng beton, hollow brick,
paving block, batako, dan bahan bangunan lainnya. 7) Oil Well Cement, Class G-HSR (High Sulfate Resistance) Semen tersebut merupakan semen khusus yang digunakan untuk pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak bawah permukaan laut dan bumi. 8) Portland Composite Cement (PCC) Semen Portland Komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen Portland dan gypsum dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran bubuk semen Portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Reaksi antara C3A dan air adalah: 3CaO.Al2O3 + 3H2O 3CaO.Al2O3.H2O
Bahan pozzolan tersusun atas 45–72% SiO2, 10–18% Al2O3, 1–6% Fe2O3, 0,5–3% MgO dan 0,3-1,6% SO3. Digunakan secara luas untuk konstruksi umum, seperti struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton, bahan bangunan, plesteran, panel beton, paving block, hollow brick, batako, genteng dan ubin. Penggunaannya lebih mudah, suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap air, dan permukaannya lebih halus. 9) Portland Pozzolan Cement (PPC) Semen Portland Pozzolan (SPP) atau Portland Pozzolan Cement (PPC) adalah semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen Portland dengan bahan pozzolan halus, yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan bahan pozzolan bersama-sama. Semen ini dapat digunakan secara luas untuk konstruksi beton (bendungan, dam dan irigasi). 2.3.2 Non Portland Cement Semen tipe Non Portland terdiri dari: 1) Semen Alam (Natural Cement) Semen alam merupakan semen yang dihasilkan dari proses pembakaran batu kapur dan tanah liat pada suhu 850-1000oC, kemudian tanah yang dihasilkan digiling menjadi semen halus. 2) Semen Alumina Tinggi (High Alumina Cement) Semen alumina tinggi pada dasarnya adalah suatu semen kalsium aluminat yang dibuat dengan meleburkan canpuran batu gamping, bauksit. Bauksit ini biasanya mengandung oksida besi, silika, magnesia, dan ketidakmurnian lainnya. Ciri-cirinya yaitu kekuatan semen yang berkembang dengan cepat, dan ketahanannya terhadap air laut dan air yang mengandung sulfat lebih baik. 3) Semen Sorel Semen sorel adalah semen yang dibuat melalui reaksi eksotermik larutan magnesium klorida 20% terhadap suatu ramuan magnesia yang didapatkan
dari kalsinasi magnesit dan magnesia yang didapatkan dari larutan garam. Semen sorel memiliki sifat keras dan kuat, tidak tahan air dan sangat korosif. 4) Portland Blast Furnance Slag Cement Portland Blast Furnance Slag Cement adalah semen yang dibuat dengan cara menggiling campuran klinker semen Portland dengan kerak dapur tinggi (Blast Furnance Slag) secara homogen. Kerak (slag) adalah bahan non-metal hasil samping dari pabrik pengecoran besi dalam kiln yang mengandung campuran antara kapur (CaCO3), silika (SiO2) dan alumina (Al2O3). 2.4
Bahan Baku Pembuatan Semen Dalam industri semen diperlukan bahan baku yang dibagi sesuai fungsinya
sebagai berikut: 2.4.1 Bahan Baku Utama Komponen utama bahan bakudalam pembuatan semen adalah batu kapur (lime stone), batu silika (silica stone), pasir besi (iron sand), dan tanah liat (clay) yang akan dicampur menjadi raw mix sehingga nanti akan menjadi produk. 1) Batu Kapur (lime stone)
Gambar 2.2. Batu Kapur (Lime Stone) Batu kapur digunakan sebagai sumber kalsium oksida (CaO) dan kalsium karbonat(CaCO3). Batu kapur ini diambil dari penambangan di Bukit Karang Putih. Jumlah batu kapur yang digunakan sebanyak ± 80 %.Limestone berperan dalam reaksi hidrasi dan pembentuk kekuatan pada semen. Jika berlebihan akan menyebabkan semen tidak lentur dan rapuh.
Tabel 2.1. Sifat Fisika Batu Kapur Parameter Fase Warna Kadar Air Ukuran Material Silica Modulus Alumina Modulus Bulk Density
Sifat Fisika Solid Putih kekuning-kuningan 3,80% > 60mm = 0% 3,21 1,44 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang), 1592 g/l (halus)
Tabel 2.2. Komposisi Kimia Batu Kapur Komponen
Persentase (%)
CaO
51,07
SiO2
3,82
Al2O3
0.99
Fe2O3
0,53
MgO
0,47
H2O
3,30 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
2) Batu Silika (Silica Stone)
Gambar 2.3. Batu Silika (Silica Stone) Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silika dioksida) yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Batu
silika merupakan sumber utama silika oksida (SiO2), penambangan dilakukan di Bukit Ngalau. Penggunaan batu silika sekitar 10% dari total kebutuhan dasar semen yang diperlukan dalam pembuatan semen dengan kadar SiO2 minimal 60%, Al2O3 maksimal 15%, H2O maksimal 12%, MgO maksimal 1%, dan mengandung CaO serta Fe2O3 dalam jumlah sedikit. Pasir silika berguna untuk meningkatkan kekuatan pada semen karena pembentukan dikalsium silikat (C2S) dan trikalsium silikat (C3S). Jika silika berlebih akan meningkatkan kekuatan semen namun pada saat bersamaan akan memperlama setting time-nya. Pada umumnya batu silika terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna batu silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi. Batu silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%. Tabel 2.3.Sifat Fisika Batu Silika
Parameter Fasa Warna Kadar Air Ukuran Material Sifat Fisika Silica Modulus Alumina Modulus Bulk Density
Sifat Fisika Solid Coklat kemerahan 12% > 60mm = 0% Silika 3,64 2,073 1210 g/l (kasar), 1216 g/l (halus)
Tabel 2.4. Komposisi Kimia Batu Silika
Komponen
Persentase (%)
CaO
2,50
SiO2
76.84
Al2O3
8,90
Fe2O3
4,09
MgO
0,49
H2O
13,93 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
3) Pasir Besi (Iron Sand) dan Cooper Slag Pasir besi sebagai sumber oksida besi (Fe2O3) digunakan 2%berfungsi untuk kekerasan dan kekuatan semen, sebagai penyerap panas saat proses pembakaran. Pasir besi didatangkan dari PT Aneka Tambang, Cilacap. Pasir besi yang mengandung mineral-mineral magnetik banyak terdapat di daerah pantai, sungai dan pegunungan vulkanik. Umumnya, pasir besi selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2 ± 75% – 80%.
Gambar 2.4. Pasir Besi (Iron Sand)
Tabel 2.5. Sifat Fisika Pasir Besi Parameter Fasa Warna Kadar Air Sifat Fisika Silica Modulus Alumina Modulus Bulk Density
Sifat Fisika Solid Hitam 10% Pasir Besi 1.657 g/l
Tabel 2.6. Komposisi Kimia Pasir Besi
Komponen CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO H2O
Persentase (%) 3,67 18,59 5,40 66,06 0,63 9,80 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
Copper slag adalah hasil limbah industri peleburan tembaga, berbentuk pipih dan runcing (tajam) dan sebagian besar mengandung oksida besi dan silikat serta mempunyai sifat kimia yang stabil dan sifat fisik yang sama dengan pasir. Beberapa keuntungan penggunaan copper slag dalam campuran beton adalah sebagai berikut: a) Meningkatkan kekuatan beton dan permukaan beton lebih halus dan rata. b) Meningkatkan ketahanan terhadap sulfat dalam air laut. c) Mengurangi panas hidrasi dan memperkecil porositas. Adapun kekurangan dari cooper slag adalah: a) Beton yang dihasilkan berwarna kehitaman. b) Tidak semua daerah memiliki cooper slag sehingga bahan sulit didapat. c) Butiran cooper slag harus dihaluskan terlebih dahulu
Tabel 2.7. Sifat Fisika Cooper Slag Parameter Fasa Warna Bentuk
Sifat Fisika Padat Kehitam-hitaman Pipih dan runcing
Tabel 2.8. Komposisi Kimia Cooper Slag
Komponen AL2O3 SiO2 CaO FeO
Persentase 3-6% 30-36% 2-7% 45-55% ( Sumber: Hengkie, 2007)
4) Tanah Liat (Clay) Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen SiO2Al2O3.2H2O.Tanah liat digunakan sebanyak ±8%. Pada awalnya penambangan tanah liat dilakukan di bukit Ngalau, namun karena depositnya semakin sedikit maka tanah liat dibeli dari pihak ketiga yaitu PT Igasar dan PT Yasiga Andalas di Gunung Sarik dengan kadar Al2O3 minimal 25%, SiO2maksimal 45%. Tanah liat digunakan untuk memasok alumina dan silika pada saat dipanaskan di kiln, dan menyeimbangkan kandungan CaCO3 yang terlalu tinggi pada limestone.
Gambar 2.5. Tanah Liat (Clay)
Tabel 2.9. Sifat Fisika Tanah Liat
Parameter Fasa Warna Kadar Air Ukuran Material Sifat Fisika Silica Modulus Alumina Modulus Bulk Density
Sifat Fisika Solid Coklat kekuningan 34,8% Tanah Liat 0,912 3,017 750 g/l
Tabel 2.10. Komposisi Kimia Tanah Liat
Komponen CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO H2O
Persentase (%) 2,76 46,20 24,20 9,19 0,30 26,93 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 201)
2.4.2 Bahan tambahan (aditif) Bahan baku yang ditambahkan ke dalam raw mixuntuk mendapatkan sifatsifat tertentu yang diinginkan pada semen. Bahan tambahan antara lain: 1) Gypsum Bahan aditif yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah gypsumdengan rumus CaSO4.nH2O. Gypsum terdiri 2 macam yaitu gypsum alam dan gypsum sintetis. Gypsum alam yang diimpor dari Thailand, sedangkan gypsum sintesis dari PT Petrokimia, Gresik.Gypsum berfungsi sebagai retarder atau memperlambat terjadinya proses pengerasan pada semen. Apabila kristal air dalam gypsum hilang maka sifat retarder pada gypsum akan berkurang.Adapun karakteristik dari gypsum adalah lembab dan tahan terhadap api.
Tabel 2.11. Sifat Fisika Gypsum
Parameter Warna Specific gravity Kekerasan Bentuk mineral
Sifat Fisika Putih, kuning, abu-abu, hitam (tidak murni) 2,31 – 2, 35 Keras seperti mutiara teruma permukaan
Kilap Tingkat konduktivitas Sistem kristalin
Kristalis, serabut dan massif Seperti sutera Rendah Monoklinik
Tabel 2.12. Komposisi Kimia Gypsum
Komponen CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO H2O
Persentase (%) 30,50 3,67 0,22 0,22 0,21 3,50 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
Sedangkan sifat kimia gypsum adalah: 1. Pada umumnya mengandung 46,5%SO3, 32,4% CaO dan 20,9% H2O. 2. Kelarutan dalam air adalah 2,1 gram tiap liter pada suhu 400C; 1,8 gram tiap liter air pada 00C; 1,9 gram tiap liter pada suhu 70-900C. 3. Kelarutan bertambah dengan penambahan HCl atau HNO3. Di alam, gypsum merupakan mineral hidrous sulfat yang mengandung dua molekul air, atau dengan rumus kimia CaSO4.2H2O dengan berat molekul 172,17 gr. Warna gypsum mulai dari putih, kekuning kuningan sampai abu-abu.
Gambar 2.6. Gypsum 2) Pozzolan
Gambar 2.7. Pozzolan Pozzolan adalah bahan yang mengandung silika atau senyawanya dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen. Namun dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa seperti semen.
Tabel 2.13. Komposisi Kimia Pozzolan
Komponen
Persentase(%)
SiO2
69,80
Al2O3
16,46
Fe2O3
1,33
MgO
0,18
CaO
2,97 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
3) Fly Ash Fly ash adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus amorfdan bersifat pozzolan, berarti abu tersebut dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan media air membentuk senyawa yang bersifat mengikat. Tabel 2.14. Parameter dan Persyaratan Kandungan Fly Ash
Komponen SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO CaO H2O
Persentase(%) 45,20 8,90 21,20 0,70 9,10 0,50 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
Manfaat fly ash yaitu: a. Tahan tehadap korosi, suhu tinggi, dan sebagai limbah yang bermanfaat b. Koefisien pemuaian yang rendah c. Memiliki sifat pozzolan yang dapat digunakan untuk menghemat penggunaan klinker sehingga biaya produksi semen bisa dikurangi
2.4.3 Bahan Korektif Bahan korektif merupakan bahan mentah yang dipakai apabila terjadi kekurangan salah satu komponen pada pencampuran bahan-bahan mentah utama,misalnya kekurangan: a. CaO
: bisa ditambahkan lime stone, marble (90% CaCO3)
b. Al2O3
: bisa ditambahkan bauxite, laterite, koaline, dan lain-lain
c. SiO2
: bisa ditambahkan quart dan sand
d. Fe2O3
: bisa ditambahkan pasir besi dan pyrite.
Besar kecilnya penambahan tergantung kekurangan sesuai raw mix design yang diinginkan. 2.5
Sifat Fisika dan Sifat Kimia Semen
2.5.1 Sifat Fisika Semen 1) Setting time (waktu pengikatan) Setting dan hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah terjadi reaksi hidrasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang plastis dan dapat dibentuk sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta tidak berubah dan periode ini sering disebut dorman period. Pada tahapan berikutnya, pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut initial set, sedangkan waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi initial set disebut initial setting time (waktu pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh dan biasa disebut hardened cement pasta. Kondisi ini disebut final set, sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi ini disebut final setting time (waktu pengikatan akhir). Proses pengerasan berjalan terus berjalan seiring dengan waktu akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal dengan nama hardening. 2) Kelembaban Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dan dalam jumlah yang cukup banyak sehingga terjadi penggumpalan. Semen yang
menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition (LOI) dan menurunnya spesific gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya false set. Loss On Ignition (hilang pijar) dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada batu setelah beberapa tahun kemudian. 3) Panas Hidrasi Panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terjadi tergantung pada tipe semen, kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal semen yang tinggi dan panas hidrasi yang besar kemungkinan terajadi retak-retak pada beton. Hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan sehingga terjadi pemuaian pada proses pendinginan. 4) Penyusutan Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen yaitu: a) Drying shringkage (penyusutan karean pengeringan) b) Hidration shringkage(penyusutan karena hidrasi) c) Carbonation shringkage (penyusutan karena karbonasi) Yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah drying shringkage, penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan hardening. Bila besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari. Penyusutan ini dipengaruhi juga oleh kadar C3A yang terlalu tinggi. 5) KuatTekan Kuat tekan adalah kemampuan material menahan suatu beban. Kuat tekan dipengaruhi oleh kandungan senyawa C3S, C2S, C3A, C4AF dalam semen, kadar SO2, dan tingkat kehalusan semen. C3S berpengaruh terhadap kekuatan awal.C2S berpengaruh terhadap kuat tekan dalam jangka panjang, C3A berpengaruh terhadap kuat tekan hingga umur 28 hari, dan C4AF tidak berpengaruh pada kuat tekan namun memberikan pengaruh terhadap pembentukan liquid phase di dalam proses pembakaran di kiln.
Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian ditekan sampai hancur. Contoh semen yang diuji dicampur dengan pasir silika dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubuskubus berukuran (5x5x5) cm. Setelah mengalami perawatan dengan perendaman benda tersebut diuji kekuatan tekannya pada hari ke 3, 7, dan 28. 6) Hidrasi Semen Hidrasi semen terjadi akibat adanya kontak antara mineral semen dengan air. Faktor yang mempengaruhi hidrasi semen antara lain: a. Jumlah air yang ditambahkan b. Temperatur c. Kehalusan semen d. Bahan aditif e. Kandungan senyawa C3S, C2S, C3A dan C4AF Faktor-faktor tersebut mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang pada waktu tertentu akan mengalami pengerasan. Hidrasi adalah proses kristalisasi yang dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu: a. Secara kimia, yaitu mineral semen beraksi dengan air membentuk senyawa hidrat. b. Secara fisika, yaitu pembentukan kristal karena kejenuhan larutan. c. Secara mekanis, yaitu pengikatan secara adhesi dan kohesi kristal sehingga membentuk struktur yang kokoh. Hidrasi pada temperatur tinggi menyebabkan rendahnya kekuatan akhir semen dan beton yang rentan retak. 7) Daya Tahan terhadap Asam dan Sulfat Syarat ini hanya untuk semen dengan jenis HSRC (high sulfate resistance cement).Daya tahan beton umumnya rendah terhadap asam, sehingga mudah terdekomposisi oleh asam kuat.Asam dapat merubah senyawa semen yang tidak larut dalam air menjadi senyawa yang larut dalam air.pH yang dapat merusak yaitu dibawah 6, namun keasaman air akibat pelarutan CO2, pH di atas 6,5 juga dapat merusak, karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dalam
semen membentuk CaCO3 yang bereaksi kembali dengan CO2 membentuk Ca(HCO)3 yang larut dalam air, menurut reaksi: Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O CaCO3 + CO2 Ca(HCO)3 Ca(HCO)3 yang terbentuk inilah yang akan mengurangi kekuatan semen 8) False Set False set yaitu gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dari adonan semen, mortar, beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyak. Gejala tersebut akan hilang dan sifat plastis akan dicapai kembali bila dilakukan pengadukan lebih lanjut tanpa penambahan air. False set terjadi karena pada operasi penggilingan klinker dan gypsum dilaksanakan pada suhu operasi yang terlalu tinggi sehingga terjadi dehidrasi dari CaSO4.2H2O menjadi CaSO4.1,5H2O.CaSO4.0,5H2O. Inilah yang menyebabkan terjadinya false set. 9) Soundness Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi abnormal yang menyebabkan keretakan beton. Ekspansi terjadi apabila kadar free lime, MgO, Na2O, dan K2O terlalu tinggi atau gypsum yang terlalu banyak. 10) Konsistensi Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi. Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregat pencampurnya. 11) Kehalusan Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama apabila butir semen lebih kasar. Kehalusan penggilingan semen disebut penampang spesifik, yaitu luas butir permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran
semen, proses hidrasi semakin cepat sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Namun jika semen terlalu halus, setting time akan turun lalu mengakibatkan drying shrinkage dan mengakibatkan keretakan beton. Selain itu, akan memudahkan penyerapan air dan CO2. Oleh karena itu, ukuran partikel dijaga pada blaine ±3.500 cm2/gr. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM, butir semen yang lewat ayakan No. 200 harus lebih dari 78%. Untuk mengukur kehalusan semen digunakan turbidimeter dari Wagner atau air permeability dari blaine. 12) Perubahan Volume (kekalan) Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setalah pengikatan terjadi. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam campuran tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan gaya-gaya ekspansi. Alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen portlandadalah Autoclave Expansion of Portland Cement cara ASTM C-151 atau cara Inggris, BS, Expansion by Le Chatellier. Sifat-sifat semen portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksidaoksida serta bahan-bahan pengotor lainnya. Pemeriksaan secara berkala perlu dilakukan, baik pada saat pemrosesan, saat menjadi bubuk semen maupun setelah menjadi pasta semen. Pemeriksaan semen dilakukan sesuai dengan standar mutu.Standar yang paling umum dianut didunia adalah standar ASTM (American Society for Testing and Material) C-150 dan British standard (BS-12). Sedangkan di Indonesia menggunakan Standar Industri
Indonesia (SII-0013-81) yang mengadopsi ASTM C-150-80 yang kini telah diperbarui menjadi SNI. 2.5.2 Sifat Kimia Semen 1) Insoluble Residue (Bagian Tak Larut) Insoluble residue merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari senyawa organik seperti humus yang terkadang masih terbawa di limestone dan batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu/kualitas semen. 2)
Lost of Ignition (Hilang Pijar) Hilang pijar digunakan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang
dapat diuraikan pada pemijaran. Kristal mineral tersebut umunya bersifat dapat mengalami metamorfosa dalam waktu yang lama, sehingga pada proses tersebut dapat menimbulkan kerusakan. Lost of ignition (LOI) adalah persentase berat CO2 dan H2O yang hilang pada waktu dipijarkan dengan suhu dan waktu tertentu. LOI dihitung dengan rumus:
LOI =
Berat yang hilang Berat total
𝑥 100
(2.1)
Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari gypsum serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi. Nilai LOI berkisar antara 0,5-0,8%. 3) Modulus Semen Modulus semen merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan kuantitas senyawa CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3.Modulus semen sesuai untuk jenis semen yang diproduksi. Modulus ini dapat digunakan untuk perbandingan jumlah masing-masing bahan baku untuk menghasilkan klinker dengan komposisi yang diinginkan.
4) Alumina Modulus (ALM)
Nilai ALM berkisar 1,5-2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, maka nilai SIM akan turun sehingga menurunkan setting time semen, namun jika nilai ALM terlalu rendah akan menyebabkan viskositas fasa cair rendah, semen yang dihasilkan tahan sulfat, namun kuat tekan awalnya rendah dan mudah dibakar. ALM dihitung dengan menggunakan rumus: ALM =
Al2 O3 Fe2 O3
𝑥 100%
(2.2)
5) Silika Modulus (SIM) Nilai SIM berkisar antara 1,9-3,2 dan yang diinginkan itu antara 2,2-2,6. Dicari menggunakan rumus: SIM =
SiO2 Al2 O3 +Fe2 O3
𝑥 100
(2.3)
Perubahan nilai SIM menyebabkan perubahan coating pada burning zone dan burnability klinker. Jika nilainya terlalu tinggi, maka klinker sulit dibakar hingga perlu temperatur bakar yang tinggi. Fase cair rendah, sehingga beban panasnya tinggi, kadar abu dan CaO bebasnya tinggi. Coating menyebabkan terjadinya penumpukan penyerapan panas pada bagian coating dan mengakibatkan daerah coating tersebut lebih panas sehingga dapat merusak batu bahan api. 6) Lime Saturated Factor (Faktor Penjenuhan Kapur) LSF adalah jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat satu bagian oksida-oksida yang lain (SiO2, Al2O3 dan Fe2O3). Kelebihan CaO dari LSF akan membentuk CaO bebas (free lime) didalam klinker. Akibat LSF yang tinggi adalah CaO bebas akan semakin tinggi, burnability semakin tinggi sehingga kuat tekan awal dan panas hidrasi semakin tinggi,kebutuhan panas dan temperatur kiln akan meningkat karena burnability yang semakin tinggi dan coating sulit terbentuk sehingga panas radiasi akan meningkat. 𝐿𝑆𝐹 =
100 𝐶𝑎𝑂 2,8𝑆𝑖𝑂2 +1,18𝐴𝑙2 𝑂3 +0,65𝐹𝑒2 𝑂3
7) Sulfur Trioksida (SO3)
(2.4)
Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan klinker. Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C3A dan pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka senyawa SiO2 dapat membantu hidrasi C3S yang bermanfaat untuk menambah kekuatan semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan (soundness) semen. 8) Magnesium Oksida Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah terjadinya proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam bentuk glassy state. Jika kadar MgO kurang dari 2% maka MgO akan berikatan dengan senyawa klinker. Jika kadarnya lebih dari 2% maka akan membentuk MgO bebas (periscale) yang akan berikatan dengan air membentuk Mg(OH)2 yang mengakibatkan keretakan pada beton 9) CaO Bebas (Free Lime) Free lime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi dalam pembuatan klinker. Kadar free lime yang baik adalah dibawah 1%. Jika berlebih maka beton yang dihasilkan akan mudah retak dikarenakan pemuaian volume yang besar selama reaksi hidrasi semen. 10) Komposisi Senyawa Mineral Senyawa C3S adalah komponen yang berperan untuk pengerasan awal, dan cepat mengeras pada umur 28 hari. Kadar C3S sebaiknya antara 52-62%. C2S berperan sebagai kekuatan untuk waktu yang lebih lama. C2S berperan untuk kekerasan setelah minggu pertama hingga beberapa minggu atau bulan. C3A berfungsi dalam kekerasan awal dan kecepatan mengerasnya sangat tinggi. Dalam semen tanpa gypsum, C3A bereaksi cepat dengan air dan menghasilkan panas yang besar. Kadar C3A optimum tergantung pada jenis semen yang diproduksi. C4AF mempunyai sifat hidrasi yang lambat. Besi dalam C4AF berperan sebagai fluxing agent (penurunan titik lebur). 11) Alkali (Na2O dan K2O)
Kadar alkali berlebih dapat mengakibatkan keretakan pada beton, apabila digunakan agregat yang mengandung silika reaktif terhadap alkali akan terjadi reaksi: Na2O + SiO2 2NaSiO3 K2O + SiO2 2KSiO3 Na2O dibatasi kadarnya 0,6%. Jika berlebih maka jumlah gypsum yang dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan kelebihan K2O menjadikan klinker mudah digiling. 2.6
Faktor Kualitas Semen Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas semen adalah sebagai berikut:
2.6.1
Blaine (kehalusan semen) Pengujian
luas
permukaan
(specific
surface)
dilakukan
dengan
menggunakan alat Blaine Air Permeability yang merupakan persyaratan fisika utama yang harus dipenuhi semen Portland untuk semua tipe. Nilai kehalusan (blaine) dihitung dari permeability udara terhadap sampel semen yang dipadatkan tergantung dari permukaan spesifiknya. Semakin besar nilai hambatannya maka semakin besar luas permukaan spesifik dari semen. Satuan dari kehalusan semen Portland dinyatakan dalam cm2/gram atau m2/kg, artinya setiap gram semen apabila ditebar di atas permukaan yang rata maka akan membentuk luasan seluas 1 cm2. Syarat minimum: 2800 cm2/gram (280 m2/kg). 2.6.2 SO3 Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan klinker. Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C3A dan pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka senyawa SiO2 dapat membantu hidrasi C3S yang bermanfaat untuk menambah kekuatan semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan (soundness) semen. 2.6.3 45µ
Kehalusan semen diisyarakan karena akan menentukan luas permukaan partikel-partikel pada semen proses hidrasi. Untuk standar kehalusan semen dipakai spesifikasi sisa ayakan 90µ (170 mesh/ sisa ayakan 45µ (325 mesh) 2.6.4 LOI (Lost Of Ignition) LOI adalah persentase berat CO2 dan H2O yang hilang pada waktu dipijarkan dengan suhu dan waktu tertentu. LOI dihitung dengan rumus:
LOI =
Berat yang hilang Berat total
𝑥 100
(2.5)
Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari gypsum serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi. Nilai LOI berkisar antara 0,5-0,8%. 2.6.5 BTL (Bagian Tak Larut) Bagian Tak Larut merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari senyawa organik seperti humus yang terkadang masih terbawa di lime stone dan batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu/kualitas semen.
BAB III DESKRIPSI PROSES 3.1
Tahapan Proses Pembuatan Semen Berikut di bawah ini adalah flowsheet pembuatan semen:
Gambar 3.1. Flowsheet Proses Pembuatan Semen (Semen Indonesia Group) Secara umum proses pembuatan semen di PT Semen Padang terbagi atas 5 tahapan, yaitu: 1. Tahap penyediaan dan persiapan bahan baku 2. Tahap penggilingan awal bahan baku (pembentukan raw mix) 3. Tahap Pembakaran raw mix (pembentukan klinker) 4. Tahap penggilingan klinker (pembuatan semen) 5. Tahap pengantongan semen
3.1.1 Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku serta Bahan Bakar
1. Quarry (Penambangan) Bahan tambang yang berupa limestone dan silica stone ditambang langsung oleh PT Semen Padang yang didapat dari daerah sekitar PT Semen Padang dan telah ditreatment terlebih dahulu hingga kemudian disimpan di dalam storage Pabrik Indarung V PT Semen Padang. 2. Pengadaan dan Penyimpanan Bahan Baku a. Batu Kapur (Lime Stone) Limestone terbentuk di palung laut, kemudian karena adanya gaya tektonik menyebabkan terangkat ke permukaan. Intrusi pada deposit ini berupa batu lempung dan juga batu basalt. Lime stone yang digunakan sebagai bahan baku PT Semen Padang diperoleh dari Bukit Karang Putih. Limestone yang telah dikecilkan ukurannya menggunakan crusher secara langsung diangkut menuju ke dalam storage atau tempat penyimpanan berupa bangunan seperti rumah yang berada di pabrik dengan menggunakan belt conveyor.
Gambar 3.2. Belt Conveyor Limestone yang ditransportasikan dengan belt conveyor J01 menuju storage dengan kapasitas 2x35.000 ton melalui tripper dengan menggunakan metode penumpukan chevron stacking. Pada chevron stacking, lapisan material yang membujur dijatuhkan oleh stacker yang bergerak maju dan mundur di atas tumpukan material dengan ketinggian tertentu. Material kemudian diambil dalam irisan melintang oleh front reclaimer. Metode ini menyebabkan pemisahan material dimana partikel yang halus menumpuk dibagian tengah dan partikel kasar pada permukaan dan dasar pile.
Gambar 3.3. Metode Chevron Stacking (Holderbank, 2000). Untuk mendapatkan pencampuran (blending) yang bagus, tumpukan dengan metode ini harus ditarik dari depan (front reclaiming). Alat yang digunakan untuk penarikannya adalah bridge scrapper. Pada alat ini material akan diambil secara irisan melintang sehingga material yang mungkin berbeda kualitasnya akan tercampur rata dan tidak mengurangi kualitas produksi semen selanjutnya. Bridge scrapper bekerja dengan dua pile. Satu pile ditumpuk pada saat pile yang lainnya ditarik. Material yang akan memasuki storage dengan belt conveyor pada discharge dari stacker yang bergerak dengan kecepatan tertentu sepanjang storage pada relnya. Material yang tertumpuk pada ketinggian tertentu disisir menggunakan harrow yang kemudian ditarik oleh scrapper blade hingga jatuh ke belt conveyor. Keuntungan penggunaan bridge scrapper adalah cocok untuk material yang kering sampai tingkat sticky sedang pengumpanan langsung pada free flowing material penyetelan dapat dilakukan dengan efisiensi untuk bahan mentah yang komposisi kimianya bervariasi dalam rentang waktu yang panjang kapasitas storage dapat dinaikkan.
Gambar 3.4. Alat Penarikan Bridge Scrapper b. Batu Silika (Silica Stone) Bahan baku batu silika diambil dari penambangan Bukit Ngalau. Penambangan batu silika dilakukan hampir sama dengan melakukan penambangan batu kapur, namun perbedaannya pada penambangan batu silika tidak dilakukannya proses blasting (peledakan) karena sifat batuan silica yang merupakan butiran yang saling lepas dan tidak terikat kuat satu sama lain (loss material) sehingga tidak menggunakan bahan peledak, tetapi diruntuhkan dengan trackavator dan dibawa ke crusher dengan dump truck atau sheet loader lalu dibawa menuju storage dengan menggunakan belt conveyor. Batu silika yang telah dihancurkan dengan crusher di tambang, ditransportasikan menggunakan belt conveyor J01 menuju storage dengan kapasitas 2x6.500 ton. Batu silika dijatuhkan membentuk tumpukan dengan tripper dengan metode penumpukan conical shell stacking. Metode conical shell ini sering digunakan bila homogenisasi tidak terlalu diperlukan.Pada metode ini, stacker bergerak secara bertahap dalam arah membujur. Gerakan stacker dilakukan setelah menyelesaikan tumpukan awal sampai ketinggian maksimal.
Gambar 3.5. Metode Conical Shell Stacking (Holderbank, 2000). Pada conical shell stacking, stacker bergerak secara bertahap dalam arah membujur.
Gerakan
stacker
selanjutnya
hanya
dilakukan
setelah
menyelesaikan tumpukan sampai ketinggian maksimal. Penarikan umumnya dilakukan kemudian oleh side reclaimer. Metode conical shell stacking sebaiknya tidak diaplikasikan bersamaan dengan front reclaiming karena dengan metode ini hanya beberapa lapisan material yang tercampur sehingga efisiensi homogenisasi yang dicapai rendah.
Gambar 3.6. Alat Penarikan Side Reclaimer Untuk metode pengambilan material dapat digunakan metode side reclaiming yang bekerja di bagian samping tumpukan material yang akan diambil. Side reclaimer ini dilengkapi dengan scrapper yang bisa dinaikturunkan.Side reclaimer dapat mengambil material dari bagian depan atau dari samping tumpukan material.
c. Pengadaan Tanah Liat Tanah liat merupakan sumber AlO dan FeO yang ditambang di sekitar pabrik (bukit atas) dengan menggunakan excavator. Kebutuhan tanah liat ini ditunjang oleh departemen pengadaan yang dibeli dari
Gunung Sariak,
Kuranji, Kota Padang. Tahapan penambangan tanah liat hampir sama dengan penambangan batu kapur hanya saja tanpa proses pengeboran dan peledakan. Tahapannya yaitu land clearing, stripping, drigging, dan loading, serta hauling. Kapasitas storage tanah liat sebesar 2x7.000 ton dengan menggunakan metode penarikan windrow stacking.
Gambar 3.7. Metode Windrow Stacking (Holderbank,2000) Pada metode ini, material ditumpuk melintang secara paralel selebar tempat yang tersedia sehingga membentuk tumpukan bukit. Metode ini digunakan untuk mencegah terjadinya pemisahan (segregation) dan menghasilkan distribusi partikel halus dan kasar yang merata. Stacker ini bergerak secara membujur dan melintang sehingga membentuk pola paralel serta barisan membujur yang bertingkat. Alat yang digunakan untuk metode tersebut adalah bucket chain excavator.
Gambar 3.8. Alat Penarikan Bucket Chain Excavator d. Pengadaan Pasir Besi Pasir besi didatangkan dari PT Aneka Tambang Cilacap. Pasir besi ini di angkut dari Cilacap ke pelabuhan Teluk Bayur dengan menggunakan kapal untuk selanjutnya diangkut dengan truk ke lokasi penyimpanan pabrik. Saat ini pasir besi diganti dengan copper slag karena keterbatasan pasir besi. Copper slag merupakan limbah dari PT. Krakatau Steel yang dapat diolah sehingga dapat dijadikan pengganti pasir besi. Storage yang digunakan untuk pasir besi ini bertipe open storage dengan kapasitas 7.000 ton. Dari storage ini pasir besi akan diumpankan kedalam hopper menggunakan alat berat (loader). Dari masing-masing storage, bahan baku akan dimasukkan kedalam hopper menggunakan belt conveyor. Belt conveyor yang digunakan untuk mentransportasikan limestone, silica stone, dan pasir besi adalah belt conveyor J02, sedangkan untuk clay menggunakan belt conveyor U01. Namun, untuk batu silika dan pasir besi digunakan belt conveyor yang sama dan secara bergantian dengan cara menggunakan belt carry pada bagian top hopper. Hal ini dilakukan karena penggunaan material ini sedikit dalam komposisinya, sehingga penggunaan 1 belt conveyor akan lebih ekonomis
e. Pengadaan Gypsum Bahan baku penunjang untuk pembuatan semen salah satunya adalah gypsum. Kebutuhan gypsum didatangkan dari PT Petrokimia Gresik berupa gypsum sintesis, sedangkan gypsum alami diimpor dari Thailand dan Australia. Kualitas gypsum diuji terlebih dahulu di Laboratorium Jaminan dan Kualitas PT Semen Padang untuk menentukan kualitas dari gypsum tersebut. f. Pengadaan Pozzolan Pozzolan merupakan bahan yang mengandung silika dan alumina yang tidak memiliki sifat mengikat seperti semen, tetapi dalam bentuk yang halus dengan adanya air dapat menjadi suatu massa padat yang bersifat tidak larut dalam air. Pozzolan digunakan sebagai material tambahan untuk pembuatan semen tipe I dan PCC pada pabrik Indarung V. Tabel 3.1 Jenis Storage, Metode Stacking dan Penarikan Bahan Baku Storage Material
Tipe
Stacking Kapasitas (ton)
Method
Alat Penarikan
Batu Kapur
Closed
2𝑥35.000
Chevron
Bridge Scraper
Batu Silika
Closed
2𝑥6.500
Cone Shell
Side Reclaimer
Tanah Liat
Closed
2𝑥7000
Winrow
Bucket Excavator
Pasir Besi
Open
Batu Bara
Closed
Gypsum Pozzolan
7000
-
-
Chevron
Bridge Scraper
Closed -
-
-
Closed -
-
-
2𝑥8.000
Chain
3. Pengadaaan dan Persiapan Bahan Bakar a. Batubara (Fine Coal)
Gambar 3.9. Storage Raw Coal Bahan bakar yang digunakan pada PT Semen Padang Pabrik Indarung V adalah batubara yang didatangkan dari daerah Sawalunto. Raw coal disimpan di dalam close storage dengan kapasitas 2x8000 ton. Sistem stacking dan reclaiming didalam storage raw coal menggunakan sistem chevron dan front reclaiming. Proses reclaiming raw coal menggunakan bridge scrapper adalah harrow menyisir salah satu bagian dari pile batubara sehingga batubara akan menggelinding menuju ke blade scrapper dan raw coal akan jatuh menuju belt conveyor kemudian dibawa menuju raw coal feed bin. Pada belt conveyor dilengkapi metal detector sehingga rawcoal akan terpisah dari logam. Dari raw coal feed bin, batubara diumpankan ke coal mill yang memiliki tipe dan prinsip kerja hampir sama dengan raw mill tetapi hanya menggunakan 3 buah roller.
Gambar 3.10. Coal Mill Coal mill terdiri dari meja berputar (grinding table) dengan kecepatan putar 25 rpm yang dilengkapi tiga buah alat penggiling (roller) dengan sistem hidrolik dan gas nitrogen sebagai pegasnya. Raw coal jatuh ke atas grinding table dan menuju tepi table akibat gaya sentrifugal. Raw coal tersebut kemudian akan digiling oleh grinding roller dengan tekanan hidrolik sebesar 90 kg/cm2. Selain penggilingan didalam coal mill, raw coal juga mengalami
proses
pengeringan
dengan
memanfaatkan
gas
panas
pembuangan dari suspension preheater. Gas panas akan mengangkat raw coal menuju ke classifier sehingga material yang masih kasar dan halus akan terpisah, material kasar akan dikembalikan ke dalam coal mill untuk digiling kembali sedangkan material halus akan masuk kedalam cyclone sehingga gas dan fine coal akan terpisah. Fine coal akan disimpan didalam bin fine coal dan gas akan diteruskan menuju ke electrostatic precipitator. Proses pengumpanan fine coal ke pembakaran menggunakan sistem pneumatic moving dengan menggunakan alat coriolis. Fine coal dari bin fine coal masuk ke coriolis kedalam bagian multi shell. Fine coal akan mengisi segmen rotary feeder pada shell core yang berputar dengan kecepatan tertentu dimana kecepatan putaran menentukan laju alir massa fine coal dan
ditimbang kembali didalam shell core sebelum menuju ke burner. Udara tekan dari blower akan meniup fine coal menuju burner. Pada rotary feeder di shell core dibuat dari dua jenis plat yang berbeda yang dipadukan dimana satu plat dibuat dari material yang tahan terhadap gesekan.
Gambar 3.11. Coriolis b. Pengadaan Solar Solar berguna sebagai bahan bakar untuk pembakaran pada rotary kiln. Fungsi solar adalah sebagai pemantik dalam start up rotary kiln. Sumber solar diperoleh dari Pertamina.
3.1.2 Tahap Penggilingan Bahan Baku (Pembentukan Raw Mix) Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk memperkecil atau memperhalus ukuran bahan baku sehingga luas permukaannya akan semakin besar. Tujuan lain adalah untuk mendapatkan campuran bahan baku yang homogen dan untuk mempermudah terjadinya reaksi kimia pada saat klinkerisasi. Bahan baku yang akan digiling terdiri dari batu kapur, batu silika, tanah liat, dan pasir besi. Dari setiap storage bahan baku, material akan dimasukkan kedalam masing-masing hopper bahan baku. Pengangkutan material ke dalam hopper dari dalam storage menggunakan belt conveyor. Untuk pengisian pasir besi dan silika, menggunakan belt conveyor yang sama untuk melakukan
pengisian ke dalammasing-masing hopper. Sehingga pengisian pasir besi dan silika dilakukan secara bergantian yang diatur dengan menggunakan belt carry. Hopper yang digunakan untuk pengumpanan ke dalam vertical mill berjumlah 5 buah hopper. Satu hopper untuk batu kapur, pasir silika, pasir besi dan dua lagi untuk hopper tanah liat dan disetiap hopper ada dosimat feeder.
Gambar 3.12. Hopper Untuk tanah liat digunakan 2 hopper karena menghindari terjadinya penyumbatan dibagian oulethopper mengingat sifat tanah liat yang terlalu lengket. Outlet dari tiap-tiap hopper tersambung dengan alat yang bernama dosimat feeder. Alat ini digunakan untuk mengatur jumlah tiap-tiap bahan baku yang akan masuk ke dalam vertical mill. Prinsip kerja dosimat feeder ini adalah mengatur kecepatan dari scavenger conveyor yaitu alat yang digunakan untuk mengangkut material dengan panjang tertentu dan mengatur jumlah bahan baku sehingga jumlah bahan baku yang ada pada scavenger conveyor sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk membentuk raw mix sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Pengaturan kecepatan ini dilakukan dari central control room Indarung V PT Semen Padang.
Gambar 3.13. Dosimat Feeder Seluruh material yang keluar dari dosimat feeder dijatuhkan dan digabungkan ke dalam belt conveyor dengan laju dan komposisi yang telah diatur. Selanjutnya, material akan masuk ke dalam raw mill untuk digiling. Jenis raw mill yang digunakan pada pabrik Indarung V adalah verticalmill denganjumlah 2 buah. Material akan masuk pada bagian feedgate. Pada bagian ini, terdapat triple gate yang berfungsi agar udara luar tidak masuk ke dalam mill (airlock). Jika udara luar masuk kedalam mill, maka akan mengganggu operasi mill karena bisa menyebabkan udara panas didalam mill menjadi dingin sehingga proses pengeringan didalam mill tidak optimal.
Gambar 3.14. Vertical Mill dan Bagian-bagiannya (Sumber: Holderbank, 2000). Proses yang terjadi didalam vertical mill terdiri dari proses pengeringan, penggilingan, pemisahan, transport, dan homogenisasi. Berikut penjelasan singkat mengenai proses-proses yang terjadi dalam vertical mill: 1) Proses Pengeringan Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara material dengan gas panas. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam material. Target pengurangan kadar air adalah mencapai 93,2%. Material keluaran vertical mill mempunyai suhu 80oC. 2) Proses Penggilingan Proses penggilingan terjadi pada saat material dihancurkan dengan cara digiling dengan roller. Table berputar sehingga material tergilas diantara table dengan roller. 3) Proses Transport Proses transport terjadi ketika material yang telah tergiling terbawa oleh gas panas menuju classifier dan material halus hasil penyaringan classifier terbawa bersama gas panas menuju bagian discharge karena hisapan fan.
4) Proses Pemisahan Proses pemisahan terjadi pada bagian classifier, dimana material yang kasar akan dipisahkan dengan material yang halus. Parameter yang digunakan dalam pemisahan classifier adalah sieving residu, kecepatan classifier dan kecepatan hisapan fan.
Gambar 3.15. Proses dalam Vertical Mill ( Holderbank, 2000) Prinsip kerja vertical mill adalah menggunakan gaya tekan roller pada grinding table , di mana material jatuh di tengah grinding table yang berputar kemudian digiling dan ditekan oleh roller. Di dalam vertical mill tersebut terdapat 4 buah roller yang berfungsi sebagai media penggilingan. Material yang masuk dari feed gate akan jatuh ke bagian tengah grinding table. Material akan bergerak ke arah tepi karena adanya gaya sentrifugal akibat putaran grinding table. Saat material bergerak melewati roller karena perputaran grinding table, roller juga akan ikut berputar karena gesekan dengan material. Material akan tergiling karena adanya gaya tekan dari roller. Jarak minimal antara roller dengan grinding table yaitu 12 mm, kondisi ini disebut juga dengan zero position. Tujuan dari kondisi ini adalah untuk meningkatkan efisiensi penggilingan dalam vertical mill. Bersamaan dengan proses penggilingan di dalam raw mill, maka dialirkan juga gas panas yang berasal dari suspension preheater di mana gas tersebut ditarik oleh sebuah fan (secara sentrifugal) dari bagian louvre ring di dalam
mill. Sudu-sudu pada louvre ring dibuat dengan sudut tertentu sehingga kecepatan aliran gas panas yang masuk kedalam mill dapat dikurangi sehingga proses pengeringan didalam mill dapat berlangsung lebih lama. Material yang telah tergiling akan terbawa oleh gas panas menuju classifier. Pada bagian classifier, material yang halus akan dipisahkan dengan material yang masih kasar. Classifier ini berputar pada sumbunya dengan bantuan sebuah rotor pada kecepatan tertentu. Material yang kasar akan jatuh berbenturan dengan bagian rotor classifier ke tengah grinding table dan selanjutnya akan digiling bersama fresh feed. Material hasil penggilingan akan terbawa oleh gas panas menuju separator berupa cyclone. Untuk tiap rawmill, terdiri dari 4 buah cyclone. Cyclone berfungsi untuk memisahkan material dengan gas pembawanya.Udara dan material masuk pada posisi inlet cyclone dengan kecepatan tertentu secara tangensial dan membentuk aliranvortex. Akibat adanya gaya gravitasi material dan momentum dengan dinding cyclone maka material kehilangan kecepatan, sehingga material akan jatuh kebawah sedangkan udara akan membentuk secondary vortex pada bagian tengah cyclone dan keluar melalui center tubemenuju ke Gas Conditioning Tower (GCT). Udara yang keluar dari cyclone mengandung partikel halus atau debu akan diproses selanjutnya di Gas Conditioning Tower (GCT) dan berakhir di Electrostatic Precipitator (EP). GCT digunakan untuk menurunkan temperatur gas panas yang terlalu tinggi dari aliran cyclone dan suspension preheater. Hal ini perlu dilakukan karena EP dapat bekerja dengan baik pada rentang suhu 100oC dan menghindari kerusakan pada collecting plate pada EP (Electrostatic Precipitator). Rawmixdari air sluice cyclone selanjutnya akan dibawa menuju Control Flow Silo (CF Silo) dengan menggunakan air slide.
Gambar 3.16. Control Flow Silo (CF Silo) dan Bagian-bagiannya Fungsi dari CF Silo adalah tempat penyimpanan rawmix yang nantinya akan digunakan sebagai umpan kiln. Selain itu juga sebagai tempat homogensasi rawmix. Homogenisasi terjadi karena adanya perbedaan waktu tinggal saat penarikan dari ketujuh cone yang berada di dalam CF Silo.Tiap cone mempunyai segmen aerasi yang dibuka secara bergantian. Tujuan dari aerasi adalah agar rawmix tidak terlalu padat sehingga dapat mengalir dan ditarik oleh cone pada CF silo. Material hasil penarikan cone akan dimasukkan ke dalam DLD tank menggunakan airslide. Selanjutnya dari DLD tank akan diteruskan ke shenkfeeder untuk ditimbang dan kemudian diumpankan ke suspension preheater menggunakan airslide dan bucket elevator.
Gambar 3.17. Sistem Penarikan Raw Mix dalam CF Silo (Holderbank,2000). 3.1.3 Tahap Pembakaran Raw Mix (Pembentukan Klinker) Tahap pembentukan klinker terjadi pada unit kiln yang bertujuan untuk mengubah raw mix menjadi klinker. Pada unit kiln dibagi menjadi tiga tahap proses yaitu proses pemanasan awal (preheater), proses pembakaran dan proses pendinginan (cooler). Sebelum terjadi proses pembakaran raw mix, hal yang perlu dipersiapkan adalah pengadaan bahan bakar yang berupa batubara.
3.1.3.1 Proses Pemanasan Awal (Preheater) Proses preheater terjadi pada suspension preheater yang bertujuan untuk pemanasan awal dan kalsinasi awal raw mix sehingga pemanasan selanjutnya dalam kiln lebih mudah. Suspension preheater yang digunakan di Pabrik Indarung V PT Semen Padang adalah jenis separate line yang terdiri dari 4 stage cyclone dan 2 calciner. Dengan adanya peralatan calciner ini, maka proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di dalam kiln beralih ke dalam kalsiner sehingga proses kalsinasi yang akan terjadi di klin tinggal sedikit. Keuntungan dari penggunaan suspension preheater adalah : 1. Temperatur gas keluar cukup rendah, bisa < 350°C. 2. Perpindahan panas dari gas ke raw mix cukup baik (temperatur raw mix mencapai > 90% dari temperatur gas dalam waktu <1 detik) untuk setiap stagenya.
Gambar 3.18. Suspension Preheater Tabel 3.2. Suhu Material Tiap Stage di Suspension Preheater Stage I II III IV
Suhu 310-400 ºC 500-650 ºC 700-820 ºC 850-900 ºC (Sumber: CCR Indarung V,2018) Suspension preheater terdiri dari dua string yaitu string A dan string B.
Masing-masing string ini terdiri dari 4 buah cyclone separator yang berfungsi untuk memisahkan antara material dengan gasdan 2 buah kalsiner yang berfungsi sebagai tempat kalsinasi awal yaitu ILC (in line calsiner) dan SLC (separated line calsiner). Gas panas pada ILC dan SLC diperoleh dari kiln yaitu pada aliran TAD (Tertier Air Duct) yang dihisap dengan menggunakan ID Fan (T01 dan T03). Selain itu, panas juga dihasilkan dari pembakaran batubara pada kalsiner. Raw mix akan masuk dari bagian atas (riser duct) dan gas panas masuk dari bagian bawah karena pengaruh dari arus udara pemanas, maka material tersebut terbawa ke atas dan masuk pada bagian samping cyclone.
Proses
perpindahan panas terjadi pada bagian riser duct secara co-current dan kemudian masuk ke cyclone bersamaan dan terjadi pemisahan material dengan udara
pemanas didalam cyclone. Karena menyerap panas maka sebagian material akan terurai & menguap, diantaranya akan melepaskan H2O dan CO2. Material masuk dimulai dari A51 dan B51, kemudian menuju A52 dan B52 selanjutnya ke A53 dan B53, kedua keluarannya masuk ke SLC untuk kalsinasi awal, dilanjutkan ke B54,kemudian material masuk ILC untuk kalsinasi lanjutan, selanjutnya memasuki A54. Dari A54 material langsung masuk kedalam kiln. Dengan adanya kalsiner ini, maka proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di kiln secara keseluruhan sekarang dibantu oleh kalsiner sehingga proses kalsinasi di kiln tinggal sedikit. Pada calsiner terjadi proses kalsinasi sebesar 92-95%. Sehingga dimensi kiln dirancang dengan dimensi yang lebih pendek. Tahapan reaksi yang terjadi pada suspension preheater adalah sebagai berikut: 1) Pada temperatur 100°C terjadi penguapan air. H2O(l) H2O(g) T=100ºC 2) Pada temperatur 500°C terjadi pelepasan air hidrat pada tanah liat Al2O3xH2O Al2O3 + xH2O SiO2xH2O
T=500ºC SiO2 + xH2O T=500ºC
3) Pada temperatur 700°C–900°C terjadi proses kalsinasi awal. CaCO3
CaO + CO2 T=700ºC - 900ºC
MgCO3
MgO + CO2 T=700ºC - 900ºC
4) Pada temperatur 800°C –900°C terjadi reaksi pembentukan C2S sebagian. 2CaO + SiO2
2CaO.SiO2 T=800ºC - 900ºC
Temperatur keluar suspension preheater dipertahankan pada 300400°C.Pada titik tersebut, derajat kalsinasi berkisar antara 90%-95%.Pada kondisi normal, derajat kalsinasi ILC adalah 90-95%, sedangkan derajat kalsinasi SLC adalah 70-80%.
3.1.3.2 Proses Pembakaran (Rotary Kiln) Proses pembakaran dilakukan dalam sebuah alat , yaitu rotary kiln. Rotary kiln ini berbentuk silinder dengan diameter 5,6 m dan panjang ±80 m dengan kemiringan 30. Bahan bakar yang digunakan adalah batu bara, sedangkan untuk pemanasan awal (heating up) digunakan Industrial Diesel Oil (IDO). Untuk pemanasan di burner, udara sekunder diperoleh dari grate cooler dan udara primer yang diperoleh dari udara luar.Pada dasarnya batubara digunakan sebagai bahan bakar utama karena: 1.
Biaya produksinya lebih murah
2. Menghemat biaya untuk pembelian bahan bakar itu sendiri dibandingkan menggunakan bahan bakar diesel. Pada dinding kiln dilapisi oleh batu tahan api yang berfungsi untuk melindungi dinding kiln dari panas yang terbuat dari besi dimaksudkan agar tidak meleleh pada saat proses pembakaran berlangsung.
Gambar 3.19. Rotary Kiln 1. Daerah kalsinasi (Calsining Zone: 900°C-1100°C) Kalsinasi akan sempurna di dalam kiln dengan naiknya suhu sehingga dapat menguraikan CO2. Selain itu juga, Pada zona ini sebelumnya telah terjadi proses kalsinasi didalam suspension preheater baik ILC maupun SLC. Jadi, kerja rotary kiln dalam proses kalsinasi sudah berkurang dan tidak memakan waktu yang lama dalam tahap ini, karena proses kalsinasi sudah terjadi sekitar 80-90% di Suspension preheater tersebut.
2. Daerah Pembentukan Clinker (Sintering Zone) Pada daerah ini terjadi pembentukan senyawa- senyawa: C2S, C3S, C4AF dan C3A 3. Daerah Pendinginan (Cooling Zone) Daerah pendinginan terletak di ujung keluar material kiln. Di daerah ini material mengalami pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder dari grate cooler yang masuk ke kiln. Reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker di dalam rotary kiln sebagai berikut: a. Kalsinasi dari CaCO3 dan MgCO3 atau pelepasan carbon dioxide (CO2) dari bahan baku yang terjadi pada temperatur 900-1.100°C.
b.
CaCO3
CaO + CO2
MgCO3
MgO + CO2
Pembentukan dicalsium silicate (C2S) pada temperatur 900-1.100°C. 2CaO +SiO2
2CaO.SiO2
Reaksi berlangsung sampai SiO2 habis. c. Pembentukan tricalsium aluminat (C3A) dan tetracalsium aluminate ferrite (C4AF) yang terjadi pada temperatur 1.100 – 1.250°C. 1.
Pembentukan C3A 3CaO + Al2O3
2.
3CaO. Al2O3
Pembentukan C4AF 4CaO + Al2O3 + FeCO3
4CaO.Al2O3.Fe2O3
d. Pembentukan tricalsium silicate (C3S) dan pengurangan kadarkalsium monoksida
(CaO)
bebas
yang
terjadi
pada
temperatur
1.250-
1.400°C.Reaksinya yaitu: 2CaO.SiO2 + CaO + SiO2
3CaO.SiO2
Proses klinkerisasi dalam pembuatan semen adalah proses pengikatan antara oksida-oksida yang terkandung dalam material untuk membentuk senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF.
Tabel 3.3. Tahap Klinkerisasi Reaksi
Temperatur (0C)
Tahapan Kalsinasi
900 – 1100
Pembentukan C2S
900 – 1100
Pembentukan C3A dan C4AF
1100 – 1250
Pembentukan C3S
1250 – 1400
Bagian-bagian dari kiln yang membantu mekanisme kerjanya adalah: 1) Main driver Penggerak pada kiln yang menggunakan sistem gear rim dalam konstruksinya dipasang didekat supporting yang tidak banyak mengalami deformasi agar kontak antara pinion dan gear rim tidak mudah mengalami perubahan. 2) Kiln shell Kiln shell merupakan bagian utama dari rotary kiln yang terbuat dari boiler plate dengan ketebalan yang bervariasi. Pada bagian tertentu dipasang tyre (live ring) yang bertumpu pada supporting roller. 3) Supporting roller Supporting roller merupakan tempat bertumpunya tyre sekaligus sebagai penumpu dari kiln.Masing-masing tyre ditumpu oleh dua buah supporting roller. Dalam konstruksinya titik sumbu dari supporting roller dan tyre membentuk sudut 60o dan garis sumbunya diatur sejajar dengan sumbu kiln. 4) Trust roller Trust roller dipasang dengan tujuan sebagai penahan dan indikator naik turunnya kiln, pemasangan posisi outlet pada live ring dengan menggunakan sistem hidrolik. 5) Refractory (Batu tahan api) Refractory merupakan material yang tahan terhadap temperatur tinggi dan perubahan yang drastis. Pengolahan semen yang terjadi pada reaktor kiln dilapisi dengan batu tahan api (refractory) untuk melindungi shell kiln dari panas yang tinggi, bahan kimia, dan abrasi mekanik. Fungsi dari refractory
(batu tahan api) dalam pembuatan semen antara lain sebagai proteksi (pengaman operasi) kiln shell terhadap temperatur tinggi, sebagai bahan untuk memperpanjang umur teknis shell kiln atau melindungi bagian metal agar tidak langsung kontak dengan nyala api atau padatan yang sangat panas, dan sebagai isolator panas (peredam panas). 6) Burner Burner merupakan alat untuk membakar bahan bakar ke dalam area pembakaran. Jenis burner yang digunakan adalah multi channel burner dimana dapat digunakan bahan bakar yang berbeda secara bersamaan serta bentuk api yang dihasilkan dapat diatur dengan mengatur laju udara radial dan udara axial.
Gambar 3.20. Bagian-bagian Rotary Kiln (Wikipedia,2018). 3.1.3.3 Proses Pendinginan (Grate Cooler) Dalam proses pembuatan semen, klinker yang sudah diproses di rotary kiln dengan temperatur 1800 oC. Selanjutnya,akan diturunkan dari suhu 1450oC sampai klinker bersuhu 90–100 digunakan alat yang disebut cooler.
o
C. Untuk keperluan pendinginan klinker
Gambar 3.21. Grate Cooler Di Pabrik Indarung V PT Semen Padang jenis cooler yang dipakai yaitu grate cooler yang dibagi menjadi 3 grate. Grate cooler banyak digunakan pada industri semen karena dapat menurunkan temperatur klinker hingga mencapai 100oC. Selain itu, udara panas dari grate cooler dapat dimanfaatkan kembali. Prinsip kerja dari grate cooler yaitu clinker panas masuk dari kiln ke dalam grate 1 dan laju udara pendinginan sangat diperhatikan karena sebagai titik pertama jatuhnya klinker panas ke dalam grate cooler, udara dingin dihembuskan dengan menggunakan fan yang berjumlah 18 buah menembus bed klinker diatas grate plate sehingga terjadi perpindahan panas secara cross current. Klinker mengalir diatas grate plate akibat gerakan grate plate yangterdiri atas fix plate dan movable plate hingga menuju roller breaker yang berada di ujung grate cooler. Roller breaker memiliki 5 roller dimana roller pada posisi 1,2,3 berfungsi sebagai transport klinker menuju ke posisi roller 4 dan 5. Kemudian, posisi roller 4 dan 5 berfungsi sebagai grinder klinker di mana klinker yang telah halus akan keluar menuju dome silo dengan bantuan appron conveyor dan belt conveyor. Grate Cooler memiliki beberapa fungsi antara lain : a) Memberikan pendinginan yang cepat pada klinker sehingga tidak terjadi penguraian C3S menjadi C2S. b) Mempehalus ukuran keluaran klinker dengan menggunakan roller breaker.
c) Mendinginkan klinker yang keluaran kiln dari temperatur 1200oC menjadi < 200oC keluar cooler system, dengan cara mengalirkan udara dari cooling fan secara proporsional. d) Pendinginan klinker secara quenching atau secepat mungkin untuk mendapatkan kualitas klinker yang terbaik (klinker mudah pecah). e) Memanfaatkan udara panas hasil pendinginan klinker yang keluar dari kiln dan diperoleh dua jenis udara, yaitu udara secondary untuk pembakaran main burner dan udara tertiery untuk pembakaran dicalciner.
Gambar 3.22. Bagian Grate pada Grate Cooler Grate cooler sebagai pendingin dengan pendingin udara dilakukan dengan jalan melewatkan udara melalui celah-celah dari landasan (grate) dari klinker, kemudian panas akan ditransfer dari klinker ke udara. Tekanan udara yang tinggi mengakibatkan diperlukannya mempertahankan material flow feed dan apabila hal ini tidak diperhatikan perpindahan panas rata-rata dapat lebih tinggi dari keluaran yang sebenarnya dan juga dapat relatif lebih rendah. Hal ini disebabkan karena kondisi perubahan panjang pendingin yang dilalui klinker, undergrate dipisahkan kedalam beberapa kompartemen, yang mana setiap kompartemen mempunyai fan tersendiri untuk mensuplai udara pada suatu tekanan dan volume yang kompatibel dengan kondisi pada setiap section tersebut.
Gambar 3.23. Proses pada Grate Cooler (Holderbank, 2000). Setelah melewati landasan material, udara pendingin akan masuk kedalam kiln atau ruang bakar yang mana akan digunakan sebagai udara sekunder untuk pada proses pembakaran. Selain itu juga akan dialirkan ke calciner dan coal mill. Sebagian lagi dari udara hasil pendinginan akan dikeluarkan ke atmosfer. Bagian dalam suatu pendingin dibagi atas dua area bagian besar dan dipisahkan oleh grateline yaitu area overgrate dimana klinker didinginkan dan gas panas dan area undergrate dimana pendingin udara masuk. Fan dari masing-masing kompartemen undergrate terletak diluar dari struktur pendingin dan mengantar udara pendingin melalui pipa. Grate cooler dilengkapi dengan pintu untuk memberikan akses ke area overgrate dan ke masing-masing kompartemen undergrate. Grate cooler membutuhkan sistem vent yang bekerja sama sekurang-kurangnya dengan sebuah kolektor debu (dust collector) dan sebuah exhaust fan untuk memindahkan kelebihan udara pendingin dari area overgrate. Kebutuhan udara yang diperlukan untuk pendinginan pada setiap kompartemen grate coolerakan berbeda sehingga jumlah fan serta besar daya fan yang dibutuhkan juga berbeda. Untuk kompartemen pertama di mana klinker baru keluar dari rotary kilnakan membutuhkan pendinginan yang lebih besar dibandingkan dengan kompartemen lain sesudahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suplai udara yang lebih besar sehingga jumlah fan yang digunakan lebih
banyak.Klinker yang didinginkan harus mendapatkan pendinginan secara merata pada setiap section agar temperatur akhir yang diinginkan untuk setiap bongkahan klinker dapat tercapai sehingga tidak merusak alat pada roller breaker.
3.1.3.4 Penyimpanan Klinker di dalam Silo Klinker yang telah didinginkan di grate cooler dan dihancurkan oleh roller breakerdengan
ukuran
yang hampir
merata,dibawa
menuju
dome
silo
menggunakan appron conveyor. Dome silo sebagai tempat penyimpanan klinker yang akan diumpankan ke cement mill untuk digiling menjadi semen dengan kapasitas penyimpanan 70.000 ton, sedangkan unburn silo digunakan untuk penyimpanan klinker yang tidak terbakar sempurna selama proses pembakaran di kiln dan bisa sebagai penyimpanan sementara klinker yang akan ekspor. Pada bagian bawah unburn silo terdapat jalur truk kapsul yang akan membawa klinker, sehingga pada unburn silo lebih mudah dalam transportasi untuk ekspor dan juga mempermudah untuk pengosongannya
Gambar 3.24. Dome Silo (panah biru) &Unburn Silo (panah kuning)
3.1.4 Tahap Penggilingan Klinker (Pembuatan Semen) Proses penggilingan klinker menjadi semen dilakukan pada unit cement mill. Tahapan proses yang terjadi adalah proses penggilingan awal di roller press,
proses penggilingan didalam cement mill, proses pemisahan di sepax separator, dan penyimpanan semen didalam silo semen. 3.1.4.1 Proses Pengumpanan Material Bahan yang digunakan untuk membuat semen terdiri dari 3 jenis bahan yaitu klinker, gypsum, dan material ketiga (pozzolan dan batu kapur). Jenis semen yang dihasilkan berdasarkan persentase klinker, gypsum serta material ketiga yaitu pozzolan dan limestone high grade. Klinkeryang disimpan di dalam siloakan diumpankan oleh appron feeder ke dalam unit cement mill.Setelah ditarik, klinker melalui sector gate masuk dan diangkut dengan menggunakan appron conveyor dan dilanjutkan dengan belt conveyor menuju bin feeder sebelum diumpankan ke roller press.Untuk gypsum dan material ketiga akan diangkut menuju cement mill dengan menggunakan belt conveyor dan laju alir massanya diatur oleh dosimat feeder. Total laju alir massa masuk ke dalam cement mill diukur menggunakan belt weighter.
Gambar 3.25. Appron Conveyor
3.1.4.2 Proses Penggilingan Awal di Roller Press Roller press adalah alat yang digunakan untuk proses penggilingan awal pada klinker.Tujuannya untuk memipihkan klinker agar luas permukaannya semakin besar, sehingga meningkatkan kapasitas penggilingan di dalamcement
mill. Kapasitas alat roller press sebesar 250 ton/jam dan produk klinker yang telah digiling memiliki ketebalan sekitar 13-25 mm. Prinsip kerja dari roller press adalah material masuk di celah diantara 2 buah roller, moveable roller bergerak dan akan menekan material sehingga material akan memutar fixed roller akibat adanya gesekan antara material dengan fixed roller sehingga material akan diberikan gaya tekan akibat adanya sistem tekanan hidrolik akibat perputaran roller dengan arah yang berbeda.
Gambar 3.26. Roller Press dan Bagian-bagiannya (Sumber: Holderbank, 2000) 3.1.4.3 Proses Penggilingan di Cement Mill Tipe mill yang digunakan di Indarung V untuk penggilingan semen adalah horizontal mill atau sering dinamakan tube mill, walaupun ke depannya diprediksi akan lebih banyak yang beralih ke vertical mill karena beberapa kelebihannya seperti kapasitas lebih besar dan specific power consumption lebih rendah. Pada cement mill, klinker digiling bersama dengan gypsum (CaSO4.2H2O) serta bahan aditif lain seperti limestone dan pozzolan tergantung dari tipe semen yang akan diproduksi (Tipe I atau PCC). Tube mill sendiri adalah peralatan berbentuk silinder
yang
di
grinding/penggilingan.
dalamnya
terdapat
steel
ball
sebagai
media
Gambar 3.27. Cement Mill (tube mill) Klinker yang telah pipih hasil keluaran roller press diangkut dengan belt conveyor menuju cement mill. Selain itu material tambahan dan material ketiga seperti gypsum, pozzolan dan limestone high grade dari storage diumpankan ke hoppernya masing-masing dan diatur oleh dosimat feeder berapa material yang akan diumpankan ke belt conveyor sesuai dengan komposisi yang dibutuhkan dan digabungkan dengan klinker tadi untuk bersama-sama diumpankan kedalam cement mill. Tailing yang merupakan reject dari sepaxseparator akan masuk kembali kedalam mill dan digabungkan dengan fresh feed untuk digiling kembali. Penggilingan ketiga material tersebut dilakukan di dalam tube mill. Tube mill yang digunakan bertipe tube mill UMS 5,4x14 dengan kapasitas 215 ton/jam. Feed arrangement yang digunakan bertipe feed chute for airswept mills yang terdapat penyemprot air (water injection) yang digunakan untuk menurunkan temperatur kompartemen, sedangkan untuk discharge arrangement yang digunakan berjenis end discharge yang memiliki dua keluaran yaitu gas dikeluarkan melalui bagian atas ditarik oleh fan menuju electrostatic precipitator dan semen hasil penggilingan dikeluarkan melalui bagian bawah untuk diteruskan menuju sepaxseparator.
Gambar 3.28. Bagian-bagian Cement Mill (holderbank, 2000). Pada cement mill terdapat dua kompartemen dimana proses penggilingan yang terjadi pada kompartemen I yaitu coarse grinding yang menggunakan gaya impact untuk proses penggilingannya dan pada kompartemen II yaitu fine grinding dengan menggunakan gaya gesek sehingga material akan tergerus oleh grinding ball. Kompartemen I dengan panjang 3,05 m sedangkan kompartemen II memiliki panjang 10,16 m hal ini dikarenakan proses penggilingan di dalam kompartemen II memerlukan waktu yang lebih lama.
Gambar 3.29. Bagian dalam Kompartemen I Cement Mill Pada proses penggilingan di cement mill, temperaturdijaga pada 100oC 125oC untuk menghindari dehidrasi dari gypsum akibat temperatur terlalu tinggi sehingga semen yang dihasilkan akan lebih cepat mengeras. Proses penggilingan ini digunakan grinding media yang berupa stell ball. Untuk kompartemen I
ukuran grinding ball yang digunakan berdiameter 50-80 mm dan untuk kompartemen II diameternya 17-30 mm. Ukuran grinding ball tersebut tergantung dengan beberapa faktor, seperti ukuran maksimal umpan yang akan digiling, kehalusan produk serta diameter dan panjang mill.
(a)
(b)
Gambar 3.30. Grinding Media di Kompartemen I (a) dan II (b) Penggilingan pada tube mill disebabkan adanya tumbukan material dengan grinding media. Rotasi tube mill mengakibatkan isi didalam mill yaitu material dan grinding mediaakan terangkat karena adanya gaya sentrifugal serta gesekan antara grinding media dan lining. Tinggi pengangkatan isi tube mill tergantung kepada beberapa faktor, yaitu liner design, kecepatan putar mill, bentuk, ukurandan berat grinding media, gesekan antara liner, dan grinding media serta gesekan antara mill charge.
(a)
(b)
Gambar 3.31. Pergerakan Grinding Media di Kompartemen I (a) dan II (b) (Holderbank, 2000) Gambar
3.31.(a)
menunjukkan
pergerakan
grinding
media
pada
kompartemen I yang menunjukkan cataracing motion dimana material dan grinding media akan terangkat hampir mencapai 180o dan terjatuh sehingga akan
terjadi penumbukan material oleh grinding media. Proses ini terjadi karena rotasi mill cukup tinggi, pemilihan persen loading yang tepat, diameter grinding media yang relatif besar atau posisi lifting liner. Grinding media pada kompartemen I dapat terangkat disebabkan adanya lifting liner dengan jenis step liner. Sedangkan pada
gambar
3.31.(b)
menunjukkan
cascading
motion
pada
grinding
media,terlihat pergerakan grinding media yang lebih rendah seolah mengalir dan berputar sehingga terjadi gesekan antara grinding media dan material atau disebut proses penggerusan. Jenis liner yang digunakan pada kompartemen II adalah classifying liner. Diantara kompartemen I dan kompartemen II terdapat suatu pemisah yang disebut center diafragma. Pada center diaphragmini terdapat slot plate dikompartemen I yang berfungsi untuk lewatnya material halus untuk menuju ke kompartemen II dan material akan keluar dari slot opening yang tersusun pada center screen. Selain itu, pada center screen di kompartemen II juga terdapat water injection yang berfungsi untuk menurunkan temperatur di kompartemen II. Jenis center diafragma yang digunakan pada tube mill di Indarung V ini adalah double diafragma jenis combi dan diafragma.
Gambar 3.32. Center Diaphragm dan Proses Perpindahan Material (Holderbank, 2000) Penurunan temperatur pada kompartemen cement mill dilakukan dengan menyemprotkan water injection secara co-current. Selain itu pada nozzle tersebut juga ditembakkan udara untuk membersihkan noozle dari coating. Udara yang ditembakkan juga berfungsi untuk membuat penyemprotan air yang menyebar
keseluruh bagian mill, agar partikel-partikel debu yang berterbangan didalam mill dapat ditangkap. Pengaturan suhu ini juga dilakukan untuk kondisi operasi electrostatic precipitator (EP).
Gambar 3.33. Water Injection pada Cement Mill Produk semen yang dihasilkan setelah digiling didalam cement mill dikeluarkan dari bagian bawah mill dan dibawa oleh air slide dan bucket elevator untuk selanjutnya dimasukkan kedalam sepax separator. Sedangkan,
gas
keluaran mill akan ditarik oleh fan menuju electrostatic precipitator untuk menangkap debu-debu yang terikut dan akan dikembalikan ke sistem dan gasnya akan dibuang melalui cerobong (stack). Tujuan dari penggilingan dan pencampuran gypsum dan aditif lainnya adalah sebagai berikut: 1) Kehalusan Kehalusan semen memiliki kaitan yang sangat erat dengan kekuatan tekan semen. Semakin tinggi kehalusan semen, maka kuat tekan yang dihasilkan akan semakin tinggi karena tingkat kehalusan yang tinggi memperbesar permukaan spesifik semen sehingga reaksi hidrasi berjalan cepat.
2) Penambahan gypsum Gypsum berfungsi sebagai retarder, memperlambat reaksi hidrasi semen dengan air sehingga semen dapat dibentuk sebelum terjadi proses pengerasan akan tetapi gypsum yang dehidrasi akan membuat setting time pada semen.
3) Penambahan aditif Penambahan aditif bergantung pada tipe semen yang diinginkan. Misalnya penambahan senyawa pozzolan dan fly ash yang mengandung silika reaktif sehingga akan mengikat oksida-oksida bebas di dalam semen dan membuat semen menjadi lebih tahan dalam lingkungan sulfat. Hal-hal yang berpengaruh terhadap power consumptiondi cement mill adalah sebagai berikut: 1) Grindability Merupakan tingkat kesulitan penggilingan klinker, grindability berbanding lurus dengan power consumption di cement mill dan dipengaruhi oleh komposisi
klinker.
Kandungan
C 2S
yang
tinggi
mengakibatkan
grindabilityakan tinggi pula. 2) Temperatur Temperatur sangat berpengaruh terhadap susunan molekul gypsum yang ditambah sebagai aditif didalam semen. Pada temperatur >120oC gypsumakan terurai dan akan berpengaruh terhadap fungsinya sebagai retarder dan dapat menimbulkan false set pada semen.
3.1.4.4 Proses Pemisahan pada Sepax Separator
Gambar 3.34. Bagian-bagian Sepax Separator Pada sepax separator terjadi pemisahan antara material halus dan kasar yang diakibatkan oleh perputaran rotor, dimana dihasilkan fine product dan reject product. Sepax separatormerupakan separator dengan tipe dynamic separator. Sepax separator dilengkapi dengan rotor yang berputar. Prinsip kerja dari sepax separator yaitu material masuk dari bagian tengah separator dan akan jatuh kebagian bawah, material yang terjatuh akan terdistribusi karena adanya spreader plate, kemudian udara masuk dari bawah separator membawa material yang ringan menuju ke classifier, didalam classifier material yang kasar akan terlempar dan masuk ke reject cone sedangkan material yang halus dibawa oleh udara masuk kedalam cyclone untuk dipisahkan antara material dengan gasnya untuk selanjutnya akan ditransportasikan dengan air slide ke bucket elevator menuju cementsilo, sedangkan material kasarnya (tailing) akan dikembalikan ke cement mill dengan air slide untuk digiling kembali.
3.1.4.5 Penyimpanan Semen
Gambar 3.35. Cement Silo Fine product dari sepax separator dan telah dipisahkan dengan gas di cyclone selanjutnya akan dialirkan ke cement silo menggunakan air slide dan dilanjutkan dengan bucket elevator untuk dialirkan ke silo berdasarkan tipenya. Sedangkan, produk semen yang tertangkap oleh EP dibawa oleh screw conveyor dan jatuh ke air slide yang sama dengan fine productdari sepax separator dan dialirkan bersama menuju cement silo. Pada pabrik Indarung V terdapat 4 silo semen dengan kapasitas sebesar 14.000 ton untuk tiap silonya dan masing-masing silo digunakan untuk penyimpanan semen dengan tipe yang berbeda. Untuk mengatur masuknya semen kedalam tiap-tiap silo, maka digunakan bottom gate yang digerakkan secara pneumatic.
Didalam silo terdapat satu cone besar yang akan mengatur keluaran dari semen tersebut. Pada bagian dasar cone diberikan aerasi sehingga tidak terjadi penyumbatan aliran semen dan dapat mengalir lancar kearah tengah silo. Semen ditarik menuju truck, kereta api atau langsung menuju tempat pengantongan semen di PPI. 3.1.5 Tahap Pengantongan Semen Proses pengantongan semen dilakukan di PPI (Packing Plant Indarung), Teluk Bayur dan beberapa daerah lainnya diluar Sumatera Barat. Semen dari cement silo dibawa ke elevator melalui air slide menuju PPI. Selanjutnya elevator mengangkut semen ke bagian kontrol semen untuk penyaringan sebelum dimasukkan kedalam hoppernya.Semen kemudian ditransportasikan menuju packer.Packer yang digunakan di PPI ini memiliki kapasitas pengemasan 40 zak/menit dengan jumlah 10 packer. Semen yang telah dipacking didalam kantong zak akan dibersihkan dari debu menggunakan dust filter. Selanjutnya semen akan ditransportasikan menggunakan belt conveyor menuju bowmer truck. Sedangkan untuk pengantongan di Teluk Bayur, semen akan dibawa menggunakan kereta api atau truck untuk nantinya akan dimasukkan kedalam silo dan proses pengantongan akan dilakukan menggunakan packerdi Teluk Bayur. Hal yang sama berlaku untuk pengantongan di luar Sumatera Barat. Semen akan dibawa dengan truk ketempat pengantongan disana dan disimpan pada silo yang terdapat disana. Proses pengantongan diluar Sumatera Barat dilakukan untuk mempermudah pemasaran, sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan bila dikirim dengan jarak jauh.
3.2
Spesifikasi Alat Utama Dalam proses pembuatan semen terdapat alat-alat utama dalam proses
pembuatan semen, yaitu : 3.2.1 Raw Mill Type
: Vertical Roller Mill Loesche LM 41.1
Feed Proportion : a)
Lime Stone
= 81%
b)
Silica Stone
= 9%
c)
Clay
= 9%
d)
Iron Sand = 9%
Feed Size
: Max 20 mm
Feed Moisture
: Max11%
Grindability
: Loesche Grindability Factor 1,13 (1.10)
Abration
: Loesche Wear Test 0.233
Product Rate
:310 Ton/hour
Product Moisture
:15% R 0,99mm
Spesific Power
:16.6kWh/ton
Mill LM 41.4 Fabrikasi
: Loesche
Type
: LM 41.4
Diameter Grinding Table : 4.100 mm Jumlah Roller
: 4 Buah
Kapasitas
: 310 Ton/Jam
Feed Size
: 0-120 mm
Product Finance
: 15% R 0,99mm
Feed Moisture
: 7%
LM Raw Mill
: 2900 kW
Raw Mill Fan
: 2900 kW
3.2.2 Coal Mill Type
: LM 26,3
Fabrikasi
: Loesche
Diameter Grinding Table: 2.600 mm Jumlah Roller
: 3 Buah
Kapasitas
: 55 Ton/Jam
Feed Size
: 0 - 50 Mm
Product Moisture
: 15%
LM Coal Mill
: 750 kW
Coal Mill Fan
: 750 kW
3.2.3 Unit Kiln a) Rotary Kiln Type
: FLS –SLC- 1 (Separator Line Calciner)
Kapasitas
: 7.800 ton/hari
Heat consumption
: 750 kcal/kg klinker
Dimensi
: 5,6 x 84 m
Inklinasi
: 4º
Drive
: 2 x 600 kW.rpm
Suspension preheater
: Type LP
Kin string
: (1m x 7,2m)+(3m x 7,5m)+calciner(5,7m x 28m)
Calciner string
: (1m x 7,2m)+(3m x 7,5m)+calciner (5,7 m x 18 m)
Grate cooler
: High Efficiency – Coolax Type ( Size 16114 )
Burner
: duoflax burner (batubara dan minyak)
Putaran
: 2.5 rpm
b) Cyclone Pre-heater Type
:SLC
Size
:
STAGE
SLC
ILC
NOMENCLATUR
I
ɸ 7,2 M
ɸ 7,2 M
5 W 1 A51/B51
II
ɸ 7,5 M
ɸ 7,5 M
5 W 1 A51/B52
III
ɸ7,5 M
ɸ7,5 M
5 W 1 A51/B53
IV
ɸ 7,5 M
ɸ 7,5 M
5 W 1 A51/B54
PRE-CALCINER
ɸ 5,7 X 28 ɸ 5,7 X 28
5W 1 A51/B55
3.2.4 Grate Cooler Type
: Grate Cooler (coolax)
Nominal Production
: 7.800 ton/hari
Diameter
: 5,6 m
Grate Width
: 4.800 mm
Grate Area
: 180,6 m2
Grate Load
: 43,2 (ton/m2)/hari
Speed
: 25,3 stroke/ menit (maksimum)
3.2.5 Cement Mill Type
: UMS 5,4 x 14
Fabrikasi
: PT – SP/FLS
Kapasitas
: 215 ton/jam
Fineness
: 3.120 cm2/g
Power Consumption
: 31.5 kWh/ton
Kapasitas Alat Transport: 412 ton/jam Kapasitas Separator
: 215 ton/jam
Kapasitas Roller Press
: 250 ton/jam
Power Mill Motor
: 6.140 kW
3.3
Alat Pendukung Operasi
3.3.1. Cyclone Cyclone merupakan peralatan yang memanfaatkan gaya sentrifugal dan tekanan rendah yang disebabkan gerakan spin (pusaran) untuk memisahkan padatan yang mempunyai bentuk, ukuran, dan densitas yang berbeda dari fluida yang membawanya. Gerakan spin dalam cyclone timbul karena gerakan fluida secara tangensial memasuki siklon. Ukuran padatan yang dapat terpisahkan di dalam cyclone umumnya berukuran lebih besar dari 10 mikron (10-5m) Prinsip kerja cyclone gas/fluida bercampur padatan masuk ke dalam silinder secara tangensial, dan berputar seperti vortex. Di daerah cone (kerucut), diameter vortex mengecil hingga arah aliran berbalik dan berputar ke atas melalui inner tube. Pada saat fluida berbalik arah, padatan terpisah dari fluida pembawanya dan ditambah oleh gaya gravitasi bumi, padatan menumpuk di bagian bawah cone untuk selanjutnya disalurkan melalui down pipe menuju tempat lain.
Gambar 3.36. Prinsip kerja cyclone Penerapan siklon di industri semen yang lazim digunakan adalah : - Suspension preheater Fungsi utamanya adalah meningkatkan temperatur material dan penyaringan material. - Di saluran menuju rawmill dari cooler. Fungsi utamanya adalah mengurangi debu klinker yang menuju rawmill agar komposisi rawmill tidak terganggu. - Finish mill
3.3.2 Jet Pulse Filter Alat ini termasuk alat pemisah material. Jet pulse filter biasanya terdiri dari atau beberapa modul yang memiliki luas penyaringan antara 24 hingga 240 m2. Udara bermuatan debu masuk ke kolektor, kemudian disebarkan dan didistribusikan ke bag filter, partikel yang berat akan terlepas dari aliran udara dan jatuh menuju hopper. Udara terus mengalir melalui kolektor, mengumpulkan partikel dari bag keluar melewati venturi. Saluran keluar biasanya digunakan untuk membawa udara bersih menjauhi kolektor. Pengumpulan debu berada di sisi luar bag filter, sebagai hasil dari udara kotor yang melewatinya, menyebabkan pengurangan pori-pori bag. Akibatnya terjadi perbedaan tekanan antara udara bersih dan udara kotor pada kolektor. Untuk itu maka diberikan udara bertekanan dalam arah yang berlawanan terhadap aliran udara normal. Automatic timing devices digunakan untuk mengatur solenoid valves dalam interval tertentu guna membersihkan bag filter. Setiap solenoid valve ini akan membuka diaphragm valve yang berada antara main air line dan blow tube. Udara bertekanan akan dikeluarkan dari blow tube melalui orifis dengan kecepatan tinggi. Karena adanya orifis ini maka terjadi kenaikan tekanan tiba-tiba, yang menyebabkan udara keluar bertekan tinggi dan masuk ke bag filter mendorong material yang terkumpul di sisi luarnya sehingga terjatuh ke hopper.
Gambar 3.37. Jet pulse filter
Gambar 3.38. Skema Kerja Jet pulse filter 3.3.3 Bag House Filter Bag house filter merupakan alat pemisah debu yang terdiri dari kantongkantong (bag) sebagai media pemisah antara debu dengan udara, yang terbuat dari bahan polyester yang tahan terhadap temperatur dan kelembaban gas. Prinsip kerja bag house filter ialah campuran udara dan partikel debu ditarik memasuki ruangan filter yang berisi bag filter. Udara akan melewati bag, sementara itu debu yang terbawa akan menempel pada bagaian luar bag. Debu yang menempel pada bag dibersihkan secara berkala dengan mengalirkan udara yang berasal dari jet cleaning system. Udara akan memasuki setiap bag pada arah yang berlawanan dengan udara yang mengandung debu, dan menekan setiap bag, sehingga merontokkan debu yang menempel pada dinding bag. Debu akan jatuh ke dalam hopper untuk dibawa dengan alat transpor berikutnya. Pembersihan debu ini dilakukan dalam interval tertentu.
Komponen-komponen utama alat :
Gambar 3.39. Komponen-komponen BHF Keterangan : (1)
gas chamber
(3) filter casing
(2)
stiffening tubes
(4) baffle plate
(5)
dirty gas inlet frame
(15) clamp strap
(6)
filter sleeves
(16) air distributing tube
(7)
hopper walls
(17) air supply tube
(8)
nozzle mounting plate
(18) air reservoir
(9)
supporting cages
(19) O-ring
(10) inlet nozzles
(20) diaphragm valve
(11) tension bar
(21) inspection door
(12) bolts welded on
(22) clean gas room
(13) special nuts
(23) clean
(14) Canda injector
gas
duct
3.3.4 Electrostatic Precipitator Electrostatic precipitator adalah peralatan penangkap debu yang berdasarkan pada efek ionisasi gas di dalam medan listrik yang kuat. Medan listrik ini dibentuk oleh discharge elektroda (elektroda negatif) dan elektroda pengumpul (elektroda positif). Dengan beda tegangan yang cukup tinggi diantara kedua elektroda (40.000 – 80.000 V DC) discharge elektroda akan memancarkan ion-ion dan memuati molekul-molekul gas di sekitar elektroda dengan ion positif dan ion negatif. Karena pengaruh medan listrik yang sangat kuat, ion negatif bergerak ke collecting electrode. Jika dalam gas terdapat debu, ion negatif akan memberikan muatannya ke partikel debu yang kemudian ditarik oleh elektroda positif. Efisiensi Ep tergantung kepada disain filter, sifat-sifat debu dan komposisi gas sebagaimana dinyatakan dengan persamaan berikut : E = 1 – e-(A/V)w
(3.1)
Dimana : E = efisiensi collecting A = total luas permukaan collecting V = kecepatan aliran gas w = kecepatan migrasi Efisisensi EP sangat dipengaruhi oleh temperatur, dimana temperatur ini akan mempengaruhi harga humidity dan resivity debu. Selain ini temperatur akan mempengaruhi densitas gas, dimana menurunnya densitas gas akan menurunkan sparking potensial. Sparking potensial ini akan menciptakan corona pada electric field disekitar collecting dan discharge electrode. Temperatur gas yang masuk EP sebaiknya 105o – 140 oC. EP terdiri dari komponen mekanikal dan komponen elektrikal. Komponen utama mekanikal terdiri dari : a)
Casing, bottom hopper dan distribusi gas
b)
Sistem collecting dan discharge
c)
Drive dan rapping sytem
d)
Alat transport
Komponen utama elektrikal terdiri dari : a)
Insulator, lead insulator dan kabel tegangan tinggi
b)
Transformer, rectifier
c)
Rapping system dan grounding system
d)
Panel control
Gambar 3.40. Electostatic Precipitator 3.3.5. Gas Conditioning Tower (GCT) Inlet Spray
Outlet
Gambar 3.41. Gas Conditioning Tower dan Spray Lance
Prinsip kerja dari GCT adalah : a) Berfungsi untuk mengkondisikan temperatur gas sebelum masuk EP (110ºC130ºC) b) Gas didinginkan dengan water spray lance (campuran air dan udara tekan) yang ditembakkan melalui nozzle yang terdapat pada spray lance yang berjumlah 30 buah, sehingga terjadi directcooling secara co-current. Lance tersebut terdiri dari 15 buah berukuran pendek, 10 buah berukuran sedang dan 5 buah berukuran panjang. c) Spray air yang terjadi dalam GCT akan membentuk kabut yang bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan total air sehingga kecepatan perpindahan panasnya juga akan meningkat. d) Sebagian debu akan tertangkap butiran air dan ditampung di dalam dust hopper untuk ditransport kembali ke sistem.
Gambar 3.42. Nozzle pada Gas Conditioning Tower
3.3.6 Cerobong (Stack)
Gambar 3.43.Cerobong Cerobong asap (Stack) adalah alat yang digunakan untuk mentransfer gas panas/udara buang dari EP ke atmosfer dengan suhu yang rendah. 3.3.7
Hopper Hopper adalah alat yang digunakan sebagai tempat penampungan sementara
material yang akan digunakan untuk pembuatan semen, seperti limestone, clay, silica stone, dan iron sand. Prinsip kerja dari alat ini yaitu sebagai penampung sebelum material masuk kedalam unit raw mill dan didukung dengan alat dosimat feeder sebagai alat penimbang berapa banyak material yang akan masuk kedalam raw mill dengan perbandingan yang telah ditentukan pada set point di CCR
Gambar 3.44. Hopper 3.3.8 Ducting Ducting merupakan sistem pemipaan pada pabrik semen yang digunakan untuk mengalirkan fluida gas panas.
Gambar 3.45. Ducting
3.4 Alat Penarikan Material 3.4.1 Bridge Scrapper
Gambar 3.46. Bridge Scrapper Bridge scrapper adalah alat yang dilengkapi dengan rantai scrapper penarik material di mana alat tersebut beroperasi dengan dua pile. Satu pile ditumpuk sewaktu pile yang lainnya ditarik. Material yang memasuki storage dengan belt conveyor didischarge dari stacker yang bergerak dengan kecepatan tertentu sepanjang storage pada relnya. Jaraknya di atas puncak pile dijaga minimum untuk mengurangi emisi debu. Kapasitas alat ini cukup besar, yaitu 500 m3/jam dan memerlukan luas daerah sekitar 50 meter. Keuntungan bridge scrapper adalah: a) Cocok untuk material yang kering sampai tingkat sticky sedang b) Pengumpanan langsung pada free flowing material c) Penyetelan dapat dilakukan dengan efisien untuk bahan mentah yang komposisi kimianya bervariasi dalam rentang waktu yang panjang d) Kapasitas storage dapat dinaikkan e) Blending efek cukup baik, kerena pengambilan material melalui lapisanlapisan tipis di permukaan
f) Kecepatan penarikan (output) konstan dan mudah dikontrol g) Penggunaan ruang samping storage kecil h) Perubahan arah pengambilan mudah dilakukan 3.4.2 Side Reclaimer
Gambar 3.46. Side Reclaimer Side reclaimer merupakan salah satu alat penarikan material yang biasa digunakan di pabrik semen.Peralatan ini bergerak di jalur rel yang terletak di sepanjang pile/tumpukan material.Side reclaimer dilengkapi oleh satu scrapper chain yang digunakan untuk menarik tumpukan material untuk selanjutnya ditransport oleh belt conveyor yang juga terletak sepanjang tumpukan material tersebut.
3.4.3 Bucket Chain Excavator
Gambar 3.47. Bucket Chain Excavator Bucket chain excavator didesain untuk sticky bulk material. Storage terdiri dari dua atau lebih longitudinal stockpile yang ditumpuk dengan metode windrow. Ketika satu pile sedang ditumpuk, pile yang lainnya ditarik dengan kemiringan tertentu pada arah penumpukan.Storage biasanya memiliki dua stacking bridge, masing-masing pada ujung storage.Material masuk ke storage dengan belt conveyor pada satu sisi storage.Kemudian material di-discharge ke upper conveyor pada stacking bridge dan dilanjutkan ke lower conveyor yang bisa bergerak bolak-balik yang menumpuk material dalam arah longitudinal sesuai dengan metode windrow. Sistem bucketchain, yang dilengkapi dengan scrapper arm, ditahan pada kemiringan tertentu dari bridgegirders. Mulai dari pit-wall, kedalaman potong material ditentukan dengan menggerakkan reclaimer dalam arah longitudinal ke pile. Kemudian material ditarik pada permukaan pile secara penuh ketika sistem scraperchain bergerak ke pit-wall yang yang satu lagi. Potongan baru dalam arah longitudinal telah dibuat dan sistem scrapper chainbergerak ke arah yang berlawanan.
Keuntungan bucket chain excavator adalah: a) Cocok untuk material yang sangat sticky b) Sistem yang ekonomis untuk storage yang besar yang didisain untukpengumpanan langsung pada mill c) Penggunaan ruangan yang optimum dan atap mudah dipasang 3.5
Alat Transportasi Conveyor yang berfungsi untuk mengangkut bahan -bahan industri yang
berbentuk padat. Pemilihan alat transportasi (conveying equipment) material padatan antara lain tergantung pada: Kapasitas material yang ditangani, jarak perpindahan material, kondisi pengangkutan: horizontal, vertikal atau inklinasi , ukuran (size), bentuk (shape), sifat material (properties), dan harga peralatan. Pada pabrik Indarung V semen padang menggunakan beberapa alattransport antara lain : 3.5.1 Belt Conveyor Belt Conveyor menggunakan ban karet untuk menggerakkan bahan-bahan darisatu lokasi ke lokasi lain. Bahan-bahan ditransfer langsung baik secara teratur.Digunakan pada material yang berbentuk granular. Penggunaannya lebih mudah untuk pemindahan material dengan jarak jauh serta pemeliharaannya yang mudah, namun kelemahannya tidak bisa digunakan pada material yang terlalu panas (>200oC). Prinsip kerjanya yaitu material masuk melalui inlet chute dan diangkut dengan belt. Drive pulley digerakkan oleh motor sehingga beltakan bergerak akibat adanya gaya gesek belt dengan drive pulley.
Gambar 3.48. Belt Conveyor dan Bagian-bagiannya 3.5.2
Bucket Elevator Bucket elevator merupakan alat transportasi yang dapat bekerja secara vertikal
dengan sudut 90odengan material yang dibawa dapat berbentuk powder,butir granular ataumaterial yang lengket.Jenis bucket yang digunakan tergantung sifat material yang akan ditransportasikan. Prinsip kerja bucket elevator ini yaitu material masuk melalui bagian loading dan masuk ke dalam bucket. Bucket bergerak keatas karena rantai atau beltyang dihubungkan dengan motor. Pada bagian atas material akan terlempar keluar akibat ada gaya sentrifugal ketika bucket berputar balik.
Gambar 3.49. Bagian-bagian Bucket Elevator 3.5.3
Appron Conveyor Appron Conveyor merupakan alat transport material yang digunakan untuk
mengangkat material dengan kemiringan yang tinggihingga 45o. Selain itu biasanya material yang diangkut memiliki temperatur yang tinggi dan material tersebut bersifat abrasif.Di Pabrik Indarung V, appron conveyor dipakai untuk membawa klinker dari dome silo.
Gambar 3.50. Appron Conveyor dan Bagian-bagiannya
3.5.4
Air Slide/Fluxo Slide Fluxo slide digunakan pada material halus untuk pengangkutan dari
ketinggian tertentu dengan pemasangan alat dengan kemiringan tertentu (sekitar 612o). Fluxo slide terdiri dari box memanjang dengan sekat mendatar oleh bahan porous yang terbuat dari canvas atau keramik. Prinsip kerja alat tersebut adalah: a) Material yang ditransport dalam bentuk powder kering dengan suhu terbatas sesuai dengan bahan kanvas, maksimum sampai 340ºC. Material yang ditransport diumpankan ke atas melalui sebuah inlet. Blower akan meniupkan udara melalui kamar bagian bawah dan menembus kanvas sehingga material akan terfluidisasi. b) Dengan prinsip fluidization (bersifat fluida akibat hembusan udara dari bawah kanvas), dimana material padat dalam bentuk sangat halus/ kecil dapat mengalir atau mengembang seperti aliran air
Gambar 3.51. Bagian-bagian Air Side
3.5.5
Screw Conveyor Screw conveyor paling tepat digunakan untuk mengangkut bahan padat
berbentuk halus atau bubur tanpa adanya kemiringan. Alat ini pada dasarnya terbuat dari pisau yang berpilin mengelilingi suatu sumbu sehingga bentuknya akan mirip dengan skrup. Pisau berpilin ini disebut flight.Prinsip kerjanya yaitu material masuk pada bagian feedchute. Material terdorong kedepan akibat adanya putaran pada screw flight, screw flight berputar dikarenakan adanya putaran pada shaft yang berasal dari motor.
Gambar 3.52. Screw Conveyor dan Bagian-bagiannya 3.5.6
Drag Chain Alat ini digunakan untuk mentransportasikan material baik powder maupun
granular. Penggunaannya pada jarak pendek dan tahan terhadap material dengan temperatur tinggi hingga 650oC. Drag chain biasanya dipasangkan casing tertutup sehingga lebih cocok untuk penggunaan material berupa powder. Kelemahannya yaitu sifatnya yang mudah haus karena sering terjadi gesekan baik antara material
dengan chain, chain dengan bottom liner dan wear block atau rail. Penggunaan chain biasanya pada material dengan densitas yang lebih rendah
Table 3.4 Perbandingan pemakaian chain dengan belt bucket elevator : CHAIN ELEVATOR Center distance terbatas dan sangat tergantung pada chain, biasanya lebih rendah dari belt elevator Dapat menyerap beban impact dan lebih tangguh Bolt pada bucket lebih kokoh sehingga tahan pada saat menggali (jenis centrifugal) Material tidak dapat menempel dibalik bucket Seluruh sambungan chain dapat dengan mudah dilepas atau disambung Kekuatan chain tidak berkurang pada suhu operasi 400-600 oF (204315 oC) Dapat digunakan untuk material keras sampai 7 moh Kecepatan chain sampai 500 FPM Dapat berjalan lurus dengan adanya sprocket dan whell Ukuran takeup maks 12”
3.6
BELT ELEVATOR Center distance tergantung carcass belt Mudah rusak akibat tusukan / sobek Bolt mudah lepas saat menggali (jenis centrifugal) Material dapat menempel di balik bucket sehingga bucket lepas Penyambungan belt cukup sulit dan makan waktu Tidak direkomendasikan operasi melebihi 300 oF (149 oC) Dapat digunakan untuk material lebih dari 7 moh Belt speed sampai 1000 FPM Belt mudah missalignment jika material menempel dipulley Takeup tergantung carcass, biasanya 4”-5”
Alat Sensor Dalam dunia industri khususnya di industri semen, sistem pengukuran
merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan khususnya di industri kimia dan manufacturing.Sistem pengukuraan berkaitan erat dengan sistem kontrol
dalam suatu proses produksi sehingga hal ini sangat perlu diperhatikan. Elemen terpenting dari sistem pengukuran adalah elemen sensing (instrumentasinya sebuah sensor). Berikut alat sensor yang digunakan pada pabrik Indarung V: 3.6.1
Sensor Proximity Switch Sensor proximity switch umumnya dipakai untuk memonitoring peralatan
yang berputar (speedmonitor) selain itu juga digunakan untuk tujuan safety (proteksi) peralatan itu sendiri. Sensor proximity switch juga digunakan untuk memonitoring posisi bukaan pada gate. Sensor proximity switch ini biasanya digunakan untuk speed monitor pada belt conveyor, sensor posisi pada sebuah gate dan masih banyak lagi aplikasi dari sensor proximity switch ini. 3.6.2
Sensor Temperatur Dalam proses pengukuran temperature di dunia industri khususnya di industri
semen terdapat beberapa jenis sensor temperature yang bisa digunakan seperti sensor thermocouple dan sensor RTD. Sensor thermocouple digunakan untuk memonitoring temperature dari proses produksi, biasanya yang memiliki temperature yang sangat tinggi. Aplikasinya untuk monitoring temperature di dalam kiln. Sedangkan sensor temperature tipe RTD digunakan untuk memonitoring temperatur dari peralatan atau mesin, tujuannya untuk melindungi perlatan tersebut dari temperatur yang berlebihan, contoh aplikasinya monitoring temperature bearing fan. 3.6.3
Sensor Pressure Sensor pressure digunakan untuk mengukur dan memonitoring nilai tekanan
yang terdapat pada system proses produksi, contohnya tekanan didalam cyclone preheater. Ada juga yang digunakan untuk mengukur nilai tekanan yang dihasilkan dari aliran fluida (misalnya udara), contohnya flowmeter pada fan cooler. Di industri semen, sensor pressure yang digunakan umumnya dari pabrikan Honeywell dengan tipe ST3000 dan Endress& Hausser dengan tipe PMD70. Meskipun terdapat juga sensor pressure dari pabrikan lain seperti Danfoss dan beberapa merk China lainnya.
3.6.4
Sensor Level Sensor level digunakan untuk mengetahui level material (solid ataupun liquid)
yang terdapat didalam tempat penyimpanan baik berupa silo, bin, storage material ataupun tempat penyimpanan lainnya. Di industri semen, sensor level untuk material solid digunakan di storage, CF silo, domesilo, dan cementsilo. 3.6.5
Sensor Vibrasi Sensor vibrasi digunakan untuk memonitoring besarnya nilai vibrasi dari
suatu alat biasanya untuk tujuan safety dan proteksi terhadap peralatan itu sendiri.Di pabrik semen, sensor vibrasi biasanya digunakan pada bearing fan (ID fan, raw mill fan, EP cooler fan, EP raw mill fan). 3.6.6
Flame Detector Flame detector merupakan peralatan instrumentasi yang digunakan untuk
mendeteksi nilai intensitas dan frekuensi api dalam suatu proses pembakaran biasanya menggunakan sebuah sensor optik seperti ultraviolet (UV), infra red (IR) spectroscopy, dan pencitraan visual flame untuk mendeteksi spektrum gelombang yang dihasilkan dari api. Sensor ini digunakan untuk memonitoringpanas dari shell kiln, serta memonitor bentuk api dari burner
BAB IV UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH 4.1
Utilitas
4.1.1
Penyediaan Air PT Semen Padang menggunakan air yang berasal dari sungai didaerah Rasak
Bungo. Air ini kemudian diolah terlebih dahulu sebelum digunakan, baik untuk keperluan proses ataupun keperluan rumah tangga dan kantor. Proses pengolahannya meliputi proses sedimentasi, filtrasi, dan flokulasi. Tahapan treatment air yang dilakukan yaitu, air disalurkan dari sungai memasuki kanal untuk mengendapkan partikel besar yang dapat mengendap dengan sendirinya.
Selanjutnya, setelah
mengalami proses tersebut, air akan disaring menggunakan saringan microstainer guna menyaring partikel yang tidak mengendap dalam proses sebelumnya. Saringan ini hanya mampu menyaring hingga ukuran mikro. Sehingga air hasil saringan ini belum bisa langsung dimanfaatkan sebagai air domestik karena belum bebas dari bakteri dan pengotor yang tersuspensi yang masih mengotori air. Setelah dilakukan proses penyaringan air ini kemudian dialirkan kedalam bak penampungan yang kemudian air tersebut dipompakan ke dalam mixing chamber yang berfungsi sebagai tempat pencampuran flokulator dengan air. Flokulator yang digunakan adalah natrium karbonat dan alumunium sulfat. Sehingga terbentuklah flok-flok akibat dari adanya proses flokulasi. Kemudian ditambahkan senyawa klorin yang berfungsi sebagai desinfektan untuk membunuh bakteri yang ada pada air. Setelah melewati mixing chamber ini. Air kemudian dipompakan menuju bak sedimentasi. Hal ini memungkinkan senyawa flokulator telah bekerja dengan baik sehingga setelah melewati proses ini air akan melewati saringan pasir (sand filter) yang selanjutnya hasil akhir ini dapat langsung dimanfaatkan sebagai air proses(water injection pada raw mill dan cement mill) ataupun air domestik untuk keperluan kantor dan perumahan karyawan semen padang .
4.1.2
Penyediaan Energi Listrik Tenaga listrik yang besar sangat dibutuhkan di PT Semen Padang ini, hampir
seluruh alat produksi dan untuk penerangan membutuhkan energi listrik (kecuali alat pembakaran). Dengan kebutuhan akan energi listrik yang amat tinggi, PT Semen Padang mendapatkan supply energi listrik dari beberapa pembangkit listrik. Pembangkit listrik yang berkontribusi antara lain pembangkit listrik mandiri dan pembangkit listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara). Pembangkit listrik mandiri terdiri atas: 1) PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) PLTA yang digunakan ada dua yaitu PLTA Kuranji dan PLTA Rasak Bungo. PLTA Kuranji, berlokasi 5,2 km dari pabrik. Memiliki tiga unit generator dan juga tiga unit turbin. Media air yang digunakan sebagai pembangkit adalah air sungai Padang Jernih yang kemudian pada tahun 1929 dibendung dan pada tahun 1994 diperbaharui kembali. Hingga saat ini listrik yang dihasilkan masih digunakan untuk membantu jalannya proses produksi. PLTA Rasak Bungo merupakan PLTA yang dibangun untuk mencukupi kebutuhan listrik Pabrik Indarung I yang dibangun sekitar tahun 1970 yang membendung sungai Lubuk Peraku dan juga sungai Air Baling. Lokasi PLTA sekitar 1,7 km dari lokasi pabrik. Sekarang daya listrik yang dihasilkan oleh pembangkit ini digunakan untuk proses penambangan yang berada di kawasan Bukit Ngalau. 2) PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Pada kondisi saat ini penggunaan energi listrik yang berasal dari PLTD sangatlah tidak menentu. Dengan naik turunnya harga bbm yang nantinya menyebabkan mahalnya kebutuhan produksi. PLTD yang ada di PT Semen Padang antara lain PLTD I dan PLTD II. Pembangkit listrik tenaga diesel I memiliki dua buah pembangkit dengan daya yang dihasilkan sebesar 2 x 3000 kVA. Beroperasi sejak tahun 1929 hingga 1974. PLTD II, terletak pada pabrik Indarung II yang memiliki tiga unit pembangkit yang memiliki daya sebesar 3 x
6250 kVA. Pada pembangkit ini energi yang dihasilkan sangatlah besar sehingga dirasa mampu untuk memenuhi kebutuhan produksi dari pabrik Indarung I, II, III, IV, serta V bahkan untuk perumahan. PLTD ini didirikan sejak tahun 1987. 3) WHRPG (Waste Heat Recovery Power Generation) WHRPG merupakan pembangkit listrik yang menggunakan panas sisa buangan dari cooler, kiln, serta gas panas dari suspension preheater. Kemudian sisa panas ini dirubah menjadi energi listrik dengan teknologi pembangkitan listrik. Pembangunan WHRPG dilakukan pada tahun 2011. Teknologi ini berasal dari perusahaan Nedo, Jepang, maka dari itu pembangunan ini dilakukan atas kerjasama antara Semen Indonesia dengan JFE Engineering Jepang. Kapasitas desain WHRPG ini sebesar 8,5 Megawatt dan akan mensuplai kebutuhan listrik untuk peralatan yang memerlukan energi yang cukup rendah, seperti suplai listrik kantor produksi dan beberapa lampu. Cara kerja pembangkit listrik WHRPG sama dengan PLTU, yang membedakannya adalah tidak menggunakan batubara atau BBM untuk menghasilkan panasnya tapi menggunakan gas buang operasional pabrik. Kapasitas pembangkit WHRPG rata-rata baru mencapai 6,9 MW dan kapasitas pembangkit yang dimanfaatkan 6,2 MW. Kapasitas desain pembangkit belum tercapai, baru sekitar 81% yang tercapai dari kapasitas desain. Secara alat mampu untuk dioperasikan mencapai kapasitas desainnya, namun belum ditemukan pola operasi untuk mencapainya. Sedangkan Pembangkit listrik dari PLN digunakan karena tenaga yang dihasilkan oleh pembangkit listrik yang dimiliki oleh PT Semen Padang tidak mencukupi, maka untuk kebutuhan pabrik dibantu dengan sumber tenaga oleh PLN. Untuk PT Semen Padang sendiri, energi listrik tambahan disediakan oleh PLN dari PLTA Danau Maninjau, yang kemudian di transmisikan menuju Indarung.
4.1.3
Penyediaan Bahan Bakar Bahan bakar yang digunakan pada proses produksi yaitu batubara dan juga
IDO (Industrial Diesel Oil). Bahan bakar utamanya berupa batubara namun, untuk proses starting up dan pada burner tetap digunakan IDO (Industrial Diesel Oil) meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Batubara diperoleh dari kawasan Sawahlunto, Sumatera Barat yang merupakan daerah penghasil batubara terbesar di Sumatera Barat ini. Sedangkan DO
sendiri disuplai dari PT Pertamina. Pada
dasarnya batubara digunakan sebagai bahan bakar utama karena biaya produksinya lebih murah serta menghemat biaya untuk pembelian bahan bakar itu sendiri dibandingkan menggunakan BBD. 4.2
Pengolahan Limbah Pada pabrik semen, limbah yang dihasilkan sangat beragam, mulai dari
limbah yang berbahaya seperti limbah B3 serta limbah yang tidak terlalu dipermasalahkan. Contoh limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Semen Padang adalah sisa oli atau sisa minyak yang selanjutnya akan di olah. Limbah lainnya yaitu berupa sisa grinding media yang sudah tidak terpakai lagi, limbah debu pabrik semen berasal dari buangan kiln. Gas yang mengandung debu ini dilewatkan ke dalam electrostatic precipitator (EP). Setelah gas dan debu terpisah, debu dikembalikan ke raw mill dan udara yang sudah bersih dibuang ke atmosfer melalui cerobong asap (chimney), sedangkan partikel debu yang tertangkap dikembalikan ke proses. Alat penangkap debu lainnya yang biasa digunakan pada pabrik semen adalah dust collector. Gas buang yang diperoleh mengandung debu maksimal 80 mg/m3 udara sesuai dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 MENHL/1955
BAB V ORGANISASI DAN EKONOMI PERUSAHAAN 5.1
Profil PT. Semen Padang
Nama Perusahaan
: PT. SEMEN PADANG
Visi
Menjadikan industri semen yang handal, unggul dan
Perusahaan
berwawasan lingkungan di Indonesia Barat dan Asia Tenggara
Misi
1. Memproduksi dan memperdagangkan semen serta produk terkait lainnya yang berorientasi kepuasan pelanggan.
Perusahaan
2 Mengembangkan SDM yang kompeten, profesional dan berintegritas tinggi. 3 Meningkatkan kemampuan rekayasa dan engineering untuk mengembangkan industri semen nasional. 4 Memberdayakan, mengembangkan dan mensinergikan sumber daya perusahaan yang berwawasan lingkungan. 5 Meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan memberikan yang terbaik kepada stakeholder.
a.
Budaya Perusahaan: “CHAMPS”
Compete with a clear & synergized Vision Ciptakan visi jelas yang sinergis untuk bersaing
b.
Have a High Spirit for Continuous Learning Hidupkan semangat belajar terus-menerus
c.
Act with High Accountability Amalkan tugas dengan akuntabilitas tinggi
d.
Meet Customer Expectation
Mantapkan usaha untuk penuhi harapan pelanggan e.
Perform ethically with high Integrity Praktekkan etika bisnis dengan integritas tingg)
f.
Strengthening Teamwork Senantiasa tingkatkan kerjasama
Alamat
: Kantor Pusat Jl. Raya Indarung, Padang 25237 Sumatera barat Telp. 0751-815250, Fax. 0751-815590 Perwakilan Graha Irama, Lantai XI Jln. H.R. Rasuna Said Blok X-1 Kav. 1&2 Kuningan, Jakarta 12950 Telp. 021 5261272, Fax. 021 5261414
Website 5.2
: www.semenpadang.co.id
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Semen Padang merupakan salah satu pabrik semen tertua di Indonesia
dan merupakan salah satu industri kimia yang terbesar di Sumatera Barat. Berawal dari dua ilmuwan Belanda, Ir. Carl Christoper Lau dan Ir. Koninjberg yang menemukan daerah Karang Putih dan Ngalau. Batuan yang diperoleh dari daerah ini kemudian dikirim ke Belanda untuk diteliti, dan hasilnya setelah diperiksa di Laboratorium Voor Material Landerzoek Belanda, menunjukkan bahwa batuan tersebut merupakan bahan baku semen, yaitu batu kapur (limestone) dan batu silika (silica stone). Penemuan ini kemudian mengundang pihak swasta Belanda untuk mengelolanya, sehingga pada tanggal 18 Maret 1910 mereka mendirikan perusahaan semen yang bernama NV. Nerdelan Indische Portland Cement Maatshappij (NV. NIPCM)
Dalam sejarah pengembangannya, PT Semen Padang telah mengalami beberapa periode sebagai beikut: 1.
Periode I (1910 – 1942) Pabrik semen ini berdiri pada tanggal 18 Maret 1910 di bawah kekuasaan Belanda
dengan
nama
NV
Nederlands
Indische
Portland
Cement
Maatshappicj (NV NIPCM), berkedudukan di Amsterdam berdasarkan akte No. 358, tanggal 18 Maret 1910 yang dibuat di depan notaris yang bernama Johannes Pieter Smith. Akte tersebut diumumkan dalam Bijvoegsel Tot De Nederlands Staat Courant No. 90 tanggal 19 April 1910. Produksi pertama ditandai dengan selesainya pemasangan kiln I, produksi pabrik pada tahun 1911 adalah sebanyak 76.5 ton/hari. Pada tahun 1939, pabrik mencapai angka produksi tertinggi sebesar 170.000 ton/tahun dengan menggunakan empat kiln. 2. Periode II (1942 – 1945) Mendaratnya Jepang di Indonesia pada tanggal 17 Maret 1942 menandakan bahwa Indonesia telah dikuasai Jepang, sehingga pabrik diambil alih oleh manajemen Asano Cement. Saat itu, produksi tidak berjalan dengan lancar, karena sulit untuk mencari bahan penolong, terutama pelumas. Pada tahun 1944 perusahaan ini dibom sekutu yang mengakibatkan tiga buah Kiln hancur dan menewaskan banyak karyawan, sehingga produksi pada tahun itu menjadi terhenti. 3. Periode III (1945 – 1947) Pada tanggal 17 Agustus 1945 indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Hal ini yang dimanfaatkan oleh Doesoen dan Siroen untuk mengambil alih pabrik dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintahan Republik Indonesia lalu namanya diganti menjadi Kilang Semen Indarung.
4. Periode IV (1947 – 1958) Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947 mengakibatkan pabrik dikuasai kembali oleh Belanda dan berganti nama menjadi NV Padang Portland Cement Maatschappicj (NVPPCM) yang lebih dikenal dengan nama PPCM. 5. Periode V (1958-1961) Pada tanggal 5 Juli 1958 berdasarkan PP No.10 mengenai penentuan perusahaan perindustrian dan pertambangan milik Belanda dikenakan nasionalisasi, maka NV Padang Portland Cement Maatschappicj (NV PPCM) kemudian diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Pada saat itu perusahaan ditangani oleh Badan Pengelola Perusahaan Indonesia dan Tambang (BAPPIT). Pada tahun 1958, produksi semen sebesar 80.828 ton, tahun 1959 sebesar 120.714 ton, tahun 1960 sebesar 107.695 ton. 6. Periode VI (1961 – 1971) Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)No. 135 tahun 1961 maka status perusahaan diubah menjadi Perusahaan Negara (PN) yang berlaku mulai tanggal
1
April
1961.Menurut
peraturan
Pemerintah
(PP)
No.
7/1971perusahaan disiapkan untuk berbadan hukum Persero, yang terealisasi pada tanggal 4 Juli 1972 berdasarkan akte notaris No. 5 tahun 1972, seluruh saham dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia (RI). Pada tahun 1971, mencapai produksi tertinggi sebesar 172.071 ton. 7. Periode VII (1971-1995) Setelah resmi bernama PT. Semen Padang, maka pengangkatan direksi ditentukan berdasarkan RUPS sesuai dengan surat keputusan Menkeu No. 304/MK/1972, yang berlaku semenjak perusahaan berstatus PT (Persero). 8. Periode VIII (1995-1998) Berdasarkan surat Menkeu Republik Indonesia (RI) No. 5-326/MK/1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga buah pabrik semen milik pemerintah, yaitu PT. Semen Tonasa, PT. Semen Padang, dan PT. Semen Gresik yang terealisasi pada tanggal 15 September 1995.
5.3
Logo Perusahaan
Gambar 5.1 Perkembangan Logo PT Semen Padang Logo PT Semen Padang (PTSP) pertama kali diciptakan pada 1910, semasih bernama Nederlandsch Indische Portland Cement (Pabrik Semen Hindia Belanda). Logonya berbentuk bulat, terdiri atas dua lingkaran (besar dan kecil) dengan posisi lingkaran kecil berada di dalam lingkaran besar. Di antara kedua lingkaran tersebut terdapat tulisan "Sumatra Portland Cement Works". Di dalam lingkaran kecil
terdapat huruf N.I.P.C.M, singkatan Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij, sebuah pabrik semen di Indarung, 15 km di timur kota Padang. Logo itu hanya berumur 3 tahun karena pada 1913 dibuat sebuah logo baru, meski bentuk bulat dengan dua garis lingkaran dan kata-katanya tetap dipertahankan. Hanya saja, NIPCM ditambah dengan NV. Nah, ini yang menarik: ada gambar seekor kerbau jantan dalam lingkaran kecil tampak sedang berdiri menghadap ke arah kiri dengan latar panorama alam Minangkabau. Gambar ini menggantikan posisi huruf NIPCM sebelumnya. Logo itu diubah lagi pada 1928. Kata Nederlandsch Indische diubah menjadi Padang. Jadi, tulisan di antara kedua lingkaran tersebut adalah N.V. Padang Portland Cement Maatschapij. Di bagian bawahnya tertulis Fabrik di Indarung Dekat Padang, Sumatera Tengah, yang ditulis dengan huruf yang lebih kecil. Wah, telah muncul bahasa Melayu, setelah Sumpah Pemuda pada 1928. Dalam lingkaran kecil, selain gambar kerbau, terdapat gambar seorang laki-laki yang sedang berdiri di depan sebelah kanan kerbau sambil memegang tali kerbaunya. Ada pula gambar sebuah rumah adat, kelihatan hanya dua gonjongnya, di belakang sebelah kanan kerbau. Panorama di latar belakang ditambah dengan lukisan Gunung Merapi, lambang sumarak ranah Minang. Gambar kerbau tetap ditampilkan mendominasi di lingkaran kecil tersebut. Jepang kemudian datang membawa perubahan, NV PPCM diganti dengan Semen Indarung. Logo PT SP tidak diubah, kecuali perubahan tulisan dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Demikianlah sampai Perang Kemerdekaan (19451949). Ada sedikit perubahan, yaitu digantinya tulisan Semen Indarung dengan Kilang Semen Indarung. Namun, saat Belanda kembali pada 1950, nama NVPPCM muncul kembali. Logo PTSP dimodifikasi lagi, pada 1958, seiring dengan kebijakan pemerintah pusat tentang nasionalisasi perusahaan asing. Logonya yang bulat dipertahankan, tapi tulisan NV PPCM diganti dengan Semen Padang Pabrik Indaroeng. Gambar kerbau tetap ada. Tapi tiada lagi gambar seorang laki-laki, rumah
adat, dan gambar panorama Gunung Merapi. Penggantinya adalah gambar atap rumah gadang dengan lima gonjong di atas gambar kerbau. Logo PTSP diperbarui lagi pada 1970. Dua lingkaran dihilangkan, sehingga tulisan Padang Portland Cement Indonesia dibuat melingkar sekaligus menjadi pembatasnya. Gambar kerbau hanya menampilkan kepalanya saja dengan posisi menghadap ke depan. Di atas kepala kerbau dibuat pula gambar atap/gonjong (5 buah) rumah adat. Muncul pula moto PTSP yang berbunyi "Kami Telah Berbuat Sebelum yang Lain Memikirkan". Namun, pada 1972 logo tersebut dimodifikasi dengan memunculkan dua garis lingkaran: besar dan kecil. Perubahan terjadi lagi pada 1991, saat tulisan Padang Portland Cement menjadi Padang Cement Indonesia. Pada 1 Juli 2012, PT SP kembali melakukan perubahan logo. Pada perubahan kali ini, PT Semen Padang tidak melakukan perubahan yang bersifat fundamental karena brand perusahaan tertua di Indonesia ini dinilai sudah kuat. Pergantian ini dilakukan dengan pertimbangan, logo yang dipakai sebelumnya memiliki ciri, tanduk kerbau kecil dan complicated (rumit). Mata kerbau kelihatan old (tua), gonjong dominan, dan telinga terlihat off position. menjadi, tanduk
kerbau
menjadi
Pada logo baru disempurnakan besar
dan
kokoh/melindungi,
mata kelihatantajam/tegas, gonjong menjadi sederhana (crown), dan telinga pada posisi “on” (selalu mendengar). Logo baru ini memiliki kriteria dan karakter yang kokoh (identitas semen), universal (tidak kedaerahan), lebih simpel (mudah diingat/memorable), dan lebih konsisten (aplicable dalam ukuran terkecil). 5.4
Lokasi Perusahaan PT. Semen Padang merupakan perusahaan dalam bentuk Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) di lingkungan Direktorat Jendral Industri Logam, Mesin, dan Kimia. Lokasi pabrik dan kantor pusat PT. Semen Padang terletak di propinsi Sumatera Barat, lebih kurang 15 km dari pusat kota Padang, dengan ketinggian ratarata 200 meter di atas permukaan laut. Luas area yang dimiliki oleh PT. Semen
Padang adalah sekitar 10.906.260 meter per segi dan lokasi PT. Semen Padang merupakan pabrik yang letaknya dekat dengan bahan baku, yaitu hanya sekitar 1-2 km dari pabrik. Pabrik kantong terletak di Bukit Putus, sedangkan pengantongan terletak di Indarung, Teluk Bayur, Batam, Belawan, dan Tj. Priok.
5.5
Perkembangan Kapasitas Perusahaan PT. Semen Padang yang telah dinasionalisasikan oleh Pemerintah Indonesia
terus mengalami perkembangan yang ditandai dengan meningkatkan kapasitas produksinya sebagai berikut : a. Rehabilitasi Pabrik Indarung I, dimulai tahun 1970 dan selesai tahun 1973. Kapasitas produksi meningkat dari 120.000 ton/tahun menjadi 220.000 ton/tahun. Rehabilitasi Indarung I tahap II pada tahun 1973 – 1976 memberi peningkatan kapasitas produksi dari 220.000 ton/tahun menjadi 330.000 ton/tahun. b. Proyek Indarung II dimulai tahun 1977 dengan pembuatan semen proses kering, bekerja sama dengan F.L. Smidth & Co. A/S (Denmark). Proyek selesai tahun 1980 dengan kapasitas 600.000 ton/tahun. Selanjutnya, dilakukan proyek optimalisasi Indarung II, sehingga kapasitas produksi meningkat menjadi 660.000 ton/tahun. c. Tahun 1981 dibangun dua pabrik, yaitu proyek Indarung IIIA bekerja sama dengan F. L. Smidth & A/S I (Denmark), selesai tahun 1983 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun dan proyek Indarung IIIB bekerja sama dengan India dan selesai tahun 1987 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun. d. Proyek Indarung IIIC (1991 – 1994) dilakukan secara swakelola oleh PT. Semen Padang, dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun. Indarung IIIB dan IIIC, selanjutnya diberi nama Indarung IV. Dengan demikian, kapasitas produksi menjadi 1.620.000 ton/tahun. e. Periode VIII tahun 1995- sekarang
PT. Semen Padang Merealisir program peningkatan kapasitas produksi dengan dibangunnya pabrik Indarung V pada 16 Desember 1998. Berdasarkan surat menteri keuangan Republik Indonesia No. S-326/MK.016/1995 tanggal 5 Juni 1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga buah pabrik semen milik pemerintah yaitu PT. Semen Padang, PT. Semen Gresik, dan PT. Semen Tonasa yang terealisasi tanggal 15 September 1995. Pada tahun 1995, pemerintah mengalihkan kepemilikan sahamnya di PT. Semen Padang ke Semen Gresik bersamaan dengan pengembangan pabrik Indarung V. Pada saat ini, pemegang saham perusahaan adalah PT Semen Gresik Tbk dengan kepemilikan saham sebesar 99,99% dan Koperasi Keluarga Besar Semen Padang dengan saham sebesar 0,01 %. Pabrik indarung I dinonaktifkan sejak bulan oktober 1999, dengan pertimbangan efisiensi dan polusi, karena pabrik yang didirikan pada tanggal 18 maret 1910 ini dengan proses basah. Kapasitas produksi pabrik sekarang adalah: a.
Pabrik indarung II
: 660.000 ton/tahun
b.
Pabrik indarung III
: 660.000 ton/tahun
c.
Pabrik indarung IV
: 1.620.000 ton/tahun
d.
Pabrik indarung V
: 2.300.000 ton/tahun
e.
Pabrik Indarung VI
: 2.700.000 ton/tahun
f.
Cement Mill Dumai
: 900.00 ton/ tahun
g.
Optimalisasi Pabrik
: 1.260.000 ton/tahun
5.6
Struktur Organisasi
5.6.1 Struktur Organisasi PT Semen Padang Jajaran Direksi (BOD) dalam struktur organisasi perusahaan, terdiri dari 1 (satu) orang Direktur Utama yang membawahi 3 (tiga) orang Direksi, yaitu : Direktur Komersil, Direktur Produksi, dan Direktur Keuangan. Dalam tugas-tugasnya, direksi dibantu sebanyak 18 pejabat Eselon I yang terdiri dari 16 departemen, dan dua pejabat setingkat departemen (SPI dan Sekper). Dalam menjalankan manajemen perusahaan, Direktur Utama dibantu oleh tiga orang direksi, yaitu: 1) Direktur Komersial bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan dan juga pengendalian bidang keuangan dan pemasaran. Direktur Komersil membawahi beberapa departemen antara lain: a. Departemen Penjualan b. Departemen Pengadaan c. Departemen Distribusi dan Transportasi 2) Direktur Produksi bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya pabrik (operasional).Direktur Produksi membawahi: a. Departemen Tambang b. Departemen Produksi II/III c. Departemen Operasi IV d. Departemen Operasi V e. Departemen Teknik Pabrik f. Departemen Jaminan Kualitas dan Inovasi 3) Direktur Keuangan bertanggung jawab terhadap masalah-masalah keuangan dari perusahaan. Direktur Keuangan membawahi: a. Departemen Akuntansi dan Keuangan b. Departemen Sumber Daya Manusia
Gambar 5.2. Struktur Organisasi PT Semen Padang (Semen Padang, 2018). Di samping itu, Direktur Utama bersama direktur lainnya yang disebut Dewan Direksi juga membawahi beberapa Anak Perusahaan dan Lembaga Penunjang (APLP) dan Panitia Pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Anak perusahaan yang ada di kota Padang sekarang PT Igasar, PT Yasiga Sarana Utama, PT Andalas Yasiga Perkasa dan PT Pasoka Sumber Karya. Untuk lebih lengkapnya mengenai letak urutan tiap direksi dapat kita lihat melalui bagan struktur organisasinya.
5.6.2
Struktur Organisasi Departemen Produksi V
Gambar 5.3 Struktur Departemen Produksi V (Semen Padang, 2018).
5.7
Sumber Daya Manusia Jumlah tenaga kerja PT. Semen Padang Sumatera Barat adalah sebanyak 3750
orang. Karyawan terbagi atas 2 bagian, yaitu karyawan shift dan karyawan non-shift. Jadwal jam kerjanya adalah sebagai berikut : 1. Shift I
: 07.00 – 15:00
2. Shift II
: 15.00 – 23.00
3. Shift III
: 23.00 – 07.00
Sedangkan karyawan non-shift memiliki 5 hari kerja dengan waktu kerja dari jam 07.30 – 16.30. Departemen Sumber Daya Manusia PT Semen Padang mempunyai tanggung jawab besar terhadap kelancaran, kelangsunan serta maju mundurnya perusahaan. Ini dapat dilihat dari tugas dan tanggung jawab terhadap masalah tentang: 1.
Penerimaan tenaga kerja untuk mendapatkan tenaga kerja yang baik dan berkualitas
2.
Penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan keahlian dan kemampuan masing-masing
3.
Melakukan pemutusan hubungan kerja
4.
Memberikan nilai terhadap prestasi karyawan
5.
Pengaturan kepegawaian bagi karyawan Agar tenaga kerja yang didapatkan adalah baik dan berkualitas, maka dalam
melakukan penerimaan tenaga kerja harus sesuai dengan spesifikasi jabatan (latar belakang dan usia).
Di PT. Semen Padang telah dilakukan pembatasan usia yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan usia bagi si pelamar seperti: 1.
Untuk tingkat SMA sederajat usia maksimal 25 tahun
2.
Untuk tingkat DIII usia maksimal 28 tahun
3.
Untuk tingkat SI sederajat usia maksimal 30 tahun
Pemutusan hubungan kerja bagi karyawan PT.Semen Padang dapat dilakukan apabila: 1.
Menjalani massa pensiun
2.
Meninggal dunia
3.
Melakukan pelanggaran
4.
Habis masa kontrak
Sistem penggajian yang dibagian perusahaan terhadap seluruh karyawan terdiri dari 1.
Gaji tetap Gaji tetap tergantung pada standar golongan dan merupakan fungsi dari
jabatan, yang termasuk gaji tetap adalah: a)
Gaji pokok Gaji pokok yang diberikan pada tiap-tiap golongan dimulai dari golongan satu sampai dua puluh empat yang dikendalikan dengan indek atau harga dari nilai rupiah setimpa golongan yang ditetapkan berdasarkan keputusan direksi
b)
Tunjangan pengabdian Tunjangan pengabdian ini setiap tahunnya bertambah 2% dari gaji pokok
2.
Gaji variabel Gaji variabel ditentukan kepada prestasi kerja karyawan dan prestasi dari
perusahaan. Yang termasuk gaji cariabel: a)
Tunjangan keluarga Tunjangan keluarga ditentukan berdasarkab jumlah keluarga di PT Semen Padang ditetapkan sebanyak lima orang meliputi suami, istri, dan maksimum anak 3 orang anak.
b)
Tunjangan performance Tunjangan ini mencakup absensi, kreatifitas, efektufitas, dan kebutuhan serta disiplin kerja.
5.8
Anak Perusahaan dan rekan kerja PT Semen Padang PT Semen Padang mendukung berdiri dan berkembangnya anak perusahaan
dan lembaga penunjang perusahaan, hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 5.1 Anak Perusahaan PT. Semen Padang No. Nama Perusahaan
Bidang Usaha Perdagangan umum, jasa konstruksi, sewa,
1
PT Yasiga Sarana Utama
angkutan
umum,
pertambangan,
dan
pengadaan jasa lainnya 2
PT Sepatim Batamtama
Pengantongan dan distribusi semen di Kepulauan Riau
Tabel 5.2 Rekan kerja PT Semen Padang No. Nama Perusahaan
Bidang Usaha Distributor semen, kontraktor, real estate,
1
PT Igasar
perdagangan umum, dan penyewaan alat berat
2
Yayasan Igasar
3
Dana Pensiun
4
Koperasi KBSB
5
6
7
8
Yaayasan
Lembaga pendidikan TK hingga SMA Lembaga pengelola pensiunan karyawan Semen Padang Unit usaha koperasai dan SPBU
R.S
Semen
Padang PT
Sumatera
Utara Pengantongan dan distribusi semen di Belawan Sumatera Utara
PT Bima Sepaja Abadi Andalas
karyawan Semen Padang dan masyarakat umum
Perkasa Semen
PT
Lembaga pelayanan kesehatan terhadap
Yasiga
Perkasa
9
PT Pasoka Sumber Karya
10
Pembinaan UMKM
Pengantongan dan distribusi semen di Tanjung Priok, Jakarta Pengadaan tanah liat untuk bahan baku Penyediaan tenaga kerja Pembinaan terhadap pengusaha kecil dan koperasi Sumbar
BAB VI TUGAS KHUSUS 6.1
Pendahuluan
6.1.1 Judul Tugas Khusus Judul tugas khusus dalam penulisan laporan kerja praktek ini adalah “Menganalisa Efisiensi dari Homogenisasi Pada Unit CF (Control Flow) Silo“ dengan data pendukung diperoleh dari lapangan, CCR (Central Control Room), Laboratorium serta literatur-literatur pendukung seperti buku dan internet. 6.1.2 Latar Belakang PT Semen Padang merupakan industri semen yang tergabung dalam Semen Indonesia Group bersama ketiga industri semen lainnya (PT Semen Gresik, PT Semen Tonasa, dan PT Semen Hongkong). Industri semen termasuk PT Semen Padang merupakan industri yang sangat mementingkan kualitas pada semen yang dihasilkan. Tahap awal untuk mendapatkan kualitas semen dimulai dari proses homogenisasi raw
mix di CF (Control Flow) Silo, oleh karena itu diperlukan
menganalisa seberapa efisiensinya proses homogenisasi di unit tersebut. Variabel yang digunakan dalam menganalisa antara lain efek homogenisasi terhadap SIM, ALM dan LSF. Ketiga variabel tersebut akan mempengaruhi tindakan-tindakan yang diambil terhadap feeding pada unit kiln, seperti yang kita ketahui bersama bahwa proses yang terjadi pada kiln mempunyai peran penting untuk menghasilkan klinker yang berkualitas, selain itu proses yang terjadi di kiln membutuhkan energi yang relatif besar. Fakto-faktor yang mempengaruhi pemakaian energi pada kiln salah satunya ialah kualitas dari feeding kiln, feeding kiln yang memiliki kandungan SIM, ALM, dan LSF yang diluar dari range akan memerlukan penanganan
yang berbeda.
Penanganan yang diambil dapat berupa penambahan sumber bahan bakar fine coal ,
penambahan kiln feed ratio sehingga akan meningkatkan kiln drive current dan berdampak pada power yang dibutuhkan jauh lebih besar, serta penangan-penangan lainnya yang akan memerlukan energi yang jauh lebih besar dari kondisi normalnya. Pengendalian yang diperlukan agar tidak terjadi seperti beberapa kasus yang telah disebutkan sebelumnya yaitu dengan menjaga efek homogenisasi pada CF silo. Semakin besar efek homogenisasi maka diharapkan feeding pada unit kiln akan bagus pula, dan meminimalisirkan energi serta cost yang dibutuhkan. 6.1.3
Rumusan Masalah Rumusan masalah dari tugas khusus ini adalah:
1) Berapa efek homogenisasi di unit CF Silo terhadap CaO, CaCO3, dan LSF 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi homogenisasi pada unit CF Silo
6.1.4
Tujuan Tugas Khusus Adapun tujuan dari tugas khusus ini antara lain:
1) Mempelajari perhitungan efek homogenisasi yang terjadi di unit CF Silo 2) Menganalisa faktor-faktor yang memperngaruhi efek homogenisasi di CF Silo
6.1.5
Manfaat Tugas Khusus Manfaat dari tugas khusus ini antara lain: Memahami proses homogenisasi yang terjadi di CF Silo serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
6.2
Dasar Teori
6.2.1
Raw Mix Raw Mix merupakan hasil produk keluaran dari unit Raw Mill yang memiliki
kandungan modulus factor baik itu LSF, SIM, ALM dan tingkat kehalusan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Raw mix akan disimpan pada unit CF Silo dan akan mengalami proses homogenisasi dengan bantuan udara. Pentingnya raw meal yang homogeny adalah sebagai berikut : a. Untuk menghasilkan semen dengan kualitas tinggi dan konsisten b. Menurunkan fluktuasi kualitas umpan kiln
6.2.2
CF (Control Flow) Silo Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan
baku adalah CF Silo atau dikenal juga dengan blending silo, dengan media pengadukan adalah udara. Bahan baku masuk dari bagian atas blending silo, oleh karena itu alat transportasi yang digunakan untuk mengirim bahan baku hasil penggillingan blending
silo adalah bucket
elevator,
dan
keluar
dari
bagian
bawah blending silo dilakukan pada beberapa titik dengan jarak tertentu dan diatur dengan
menggunakan valve yang
sudah
diatur
waktu
bukaannya.
Proses
pengeluarannya dari beberapa titik dilakukan untuk menambah kehomogenan bahan baku. Blending silo dilengkapi dengan alat pendeteksi ketinggian (level indicator), sehingga jika blending silo sudah penuh, maka pengisian bahan baku terhenti secara otomatis. Tujuan Utama adanya CF silo ialah sebagai berikut : a.
Untuk menyimpan raw meal
b.
Untuk menghomogenkan raw meal
c.
Untuk memperoleh raw meal yang homogen
6.2.3
Efek Homogenisasi Kemampuan homogenisasi dari suatu alat blending tersebut dikenal dengan
istilah blending effect (BE) yang definisikan sebagai ratio antara SD material yang masuk alat blender dan SD material yang keluar. Standar deviasi memiliki standar yakni dibawah 10, agar mendapatkan efek homogenisasi yang stabil.
6.2.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Homogenisasi a. Fluktuasi Raw Mix Variabel LSF, SIM, dan ALM dari Raw Mix yang mengalami fluktuasi akan mempengaruhi efek homogenisasi hal ini dikarenakan perbedaan yang terlalu signifikat tiap jamnya. Efek homogenisasi akan stabil jika modulus factor dari Raw Mix memiliki standar nilai yang tidak jauh berbeda. b. Operasional Raw Mill Kinerja unit Raw Mill memiliki peran penting terhadap efek homogenisasi, jika operasional Raw Mill berjalan secara optimal maka hasil keluaran berupa Raw Mix akan memiliki kadungan LSF, SIM, dan ALM yang sesuai dengan standar serta efek homogenisasi yang dicapai akan stabil. c. Level Silo Hubungan antara level silo dengan efek homogenisasi berbanding lurus, semakin besar persentase level silo maka akan semakin besar pula efek homogenisasi yang dicapai. d. Bottom gate Bottom gate merupakan bagian dari CF Silo yang berfungsi untuk membantu proses homogenisasi, bottom gate terdiri dari 7 dan masing-masing memiliki perbedaan watu. Waktu bukaan bottom gate inilah yang mempengaruhi homogenisasi, semakin singkat waktu bukaan bottom gate maka akan semakin besar pula efek homogenisasi yang dicapai.
e. Tekanan Aerasi Aerasi terdapat pada masing-masing bottom gate, adanya aerasi ini digunakan untuk memberikan tekanan udara luar menuju dalam dengan range 0.1-0.5 bar. Aerasi berperan dalam membantu efek homogenisasi, dimana semakin besar tekanan udaranya maka semakin besar pula efek homogenisasi yang dicapai. Selain untuk membantu efek homogenisasi aerasi juga membantu jika terjadi penyumbatan di bottom gate.
6.3
Metode Pelaksanaan Tugas Khusus Adapun metode yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas khusus ini yaitu
sebagai berikut: 1)
Metode Diskusi. Dalam metode ini, penulis, pembimbing lapangan, para karyawan, dan rekanrekan sesama kerja praktek saling berdiskusi mengenai berbagai hal yang menyangkut tugas khusus ini.
2)
Metode Literatur. Penulis mencari referensi yang berhubungan dengan tugas khusus yang diperoleh dari berbagai sumber seperti control room, manual operation, dan sumber-sumber lain yang dianggap relevan dari perpustakaan di PT Semen Padang.
3)
Metode Survey Lapangan Survey ke lapangan bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerja alat dan memahami proses produksi sehingga diharapkan penulis dapat lebih memahami tentang tugas khusus tersebut.
6.4
Hasil dan Pembahasan
6.4.1
Hasil Berikut merupakan beberapa pengambilan data pada tanggal 17 Februari
2018 dan 18 Februari 2018 dalam pengerjaan tugas khusus mengenai
efisiensi
homogenisasi di CF Silo Tabel 6.1 Persentase Kandungan Senyawa Kimia Raw Material menuju Raw Mill pada tanggal 17 Februari 2018 JAM 1-8jam 916jam 1724jam JAM 1-8jam 916jam 1724jam JAM 1-8jam 916jam 1724jam JAM 1-8jam 916jam 1724jam
LIMESTONE SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO SO3 H2O 9.26 2.93 1.41 44.6 0.48 0.12 4.4 7.82
2.05
1.4
0.44
3.08
46.73
0.48
0.19
4
0.25 58.52 0.47 SILICASTONE SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO 67.22 11.98 5.58 1.9 0.52
0.05
1.8
H2O 14.6
66.64
11.84
5.51
2.11
0.51
15.7
65.92
11.76
5.29
2.96
0.52
14.4
SiO2 Al2O3 Fe2O3 47.5 25.48 8.25 46.02
25.96
45.01
27.03
SiO2
23.57
Al2O3
3.49
9.4
CLAY CaO
MgO SO3 H2O 2.44 0.4 0.25 28.6 0.4
0.37
29.1
9.19 2.29 0.41 IRONSAND Fe2O3 CaO MgO
0.19
25.4
54
2.23
3.53
0.64
H2O
2.3
(Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
Tabel 6.2 Persentase Kandungan Senyawa Kimia Raw Material menuju Raw Mill pada tanggal 18 Februari 2018 JAM 1-8jam 916jam 1724jam JAM 1-8jam 916jam 1724jam JAM 1-8jam 916jam 1724jam JAM 1-8jam 916jam 1724jam
LIMESTONE SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO SO3 H2O 6.53 1.72 0.73 48.6 0.47 0.16 3.7 1.68
0.4
6.34
1.5
1.19
52.18
0.47
0.8
2.9
0.75 49.35 0.47 SILICASTONE SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO 65.06 11.95 5.37 3.1 0.52
0.8
2.9
H2O 12.6
67.58
10.75
4.93
2.8
0.52
12.4
66.67
11.6
5.17
2.42
0.51
14.1
SiO2 Al2O3 Fe2O3 54.57 23.3 6.85 46.06
22.48
46.93
18.77
SiO2
24.71
Al2O3
4.22
7.54
CLAY CaO
MgO SO3 H2O 1.67 0.42 0.26 22.1 0.42
1.1
26.9
6.61 5.04 0.41 IRONSAND Fe2O3 CaO MgO
0.62
26.3
56.62
3.84
3.07
0.64
H2O
2.6
(Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
Tabel 6.3 Persentase Modulus Factor Raw Mix menuju CF Silo dari Raw Mill 1 dan 2 pada tanggal 17 Februari 2018 Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
LSF 96.4 98.7 102.4 86.7 75.8 90.1 77.4 89.2 95.1 84 80.4 86.2 120.4 98.7 93.5 92.1 88 87.1 84.6 90.9 88 86 91.7 90.3
Keterangan :
R1 SIM ALM LSF 2.35 1.8 90.4 2.37 1.71 102.9 2.39 1.62 98.2 2.52 1.65 76.7 2.36 1.69 81.6 2.23 1.63 86.8 2.23 1.65 89.1 2.23 1.6 94.3 2.23 1.64 103.3 2.38 1.52 136.9 2.58 1.36 117 2.47 1.43 105.3 2.16 1.41 102.3 2.26 1.4 95.2 2.36 1.53 91.6 2.36 1.53 96.3 2.38 1.44 104.5 2.36 1.4 94.7 2.41 1.43 89.1 2.3 1.38 94.3 2.3 1.47 91.7 2.37 1.48 89.7 2.26 1.48 90.1 2.34 1.44 90.2
TONDRAY R2 % INPUT SILO R1 SIM ALM R2 LSF SIM ALM 1.89 1.49 195.3 317.9 92.7 2.1 1.6 1.91 1.6 201.4 121.3 100.3 2.2 1.7 1.9 1.78 206.7 206.2 100.3 2.1 1.7 2.07 1.92 209.5 129.1 82.9 2.3 1.8 2.17 1.79 120.2 219.5 79.5 2.2 1.8 2.01 1.7 189 180.8 88.5 2.1 1.7 1.94 1.66 215.2 209.8 83.2 2.1 1.7 1.95 1.5 191.7 219.4 91.9 2.1 1.5 1.96 1.49 204.8 231.5 99.5 2.1 1.6 1.99 1.71 185 255.9 114.7 2.2 1.6 1.85 1.6 213.3 230.7 99.4 2.2 1.5 1.95 1.53 238.8 232.1 95.6 2.2 1.5 1.95 1.55 221.5 213.1 111.5 2.1 1.5 1.9 1.59 217.3 205.1 97.0 2.1 1.5 1.97 1.59 195 206.4 92.5 2.2 1.6 1.98 1.61 185.6 201 94.3 2.2 1.6 1.92 1.65 187.9 210.5 96.7 2.1 1.6 1.84 1.62 191 228 91.2 2.1 1.5 1.95 1.63 190.2 220.1 87.0 2.2 1.5 1.97 1.59 211.9 233.9 92.7 2.1 1.5 1.93 1.73 223.1 233.3 89.9 2.1 1.6 2.06 1.7 230.7 249.7 87.9 2.2 1.6 2.02 1.6 235.8 221 90.9 2.1 1.5 2.09 1.61 232.1 225.5 90.3 2.2 1.5 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
= Tidak sesuai dengan standar = Sesuai dengan standar
Tabel 6.4 Persentase Modulus Factor Raw Mix menuju CF Silo dari Raw Mill 1 dan 2 pada tanggal 18 Februari 2018 Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
LSF 88.4 91.3 87.3 86.5 84.9 91.9 89 89.9 107.9 91.8 86.3 89.8 89 85.9 89.8 88.1 81.5 86.8 91.2 90.9 88 86 91.7 90.3
Keterangan :
TONDRAY R1 R2 % INPUT SILO R1 SIM ALM LSF SIM ALM R2 LSF SIM ALM 2.43 1.45 91.9 2.02 1.57 232.1 249.7 90.2 2.2 1.5 2.39 1.46 101.1 1.91 1.54 231.6 252.3 96.4 2.1 1.5 2.34 1.43 104 1.91 1.57 237.1 252.2 95.9 2.1 1.5 2.29 1.42 96.3 1.93 1.53 217.3 231.5 91.6 2.1 1.5 2.22 1.46 90.1 1.95 1.55 216.4 226.3 87.6 2.1 1.5 2.29 1.47 91.5 1.94 1.65 216.4 230.8 91.7 2.1 1.6 2.21 1.48 90.9 1.92 1.7 211.8 241.8 90.0 2.1 1.6 2.26 1.5 92.8 2 1.69 219.3 225 91.4 2.1 1.6 2.57 1.61 114.2 2.05 1.72 206.3 177.7 110.8 2.3 1.7 2.59 1.56 109.1 2.06 1.46 187.5 149.6 99.5 2.4 1.5 2.31 1.42 111.9 2.14 1.53 198.2 212.4 99.5 2.2 1.5 2.23 1.39 97.4 2.22 1.56 197.6 212 93.7 2.2 1.5 2.4 1.43 92.6 2.06 1.45 207.6 220.5 90.9 2.2 1.4 2.48 1.42 108.2 1.86 1.39 202.6 240.3 98.0 2.1 1.4 2.42 1.43 119.2 1.76 1.44 198.4 251.2 106.2 2.1 1.4 2.33 1.48 89.8 2 1.4 211.2 201 88.9 2.2 1.4 2.36 1.49 83.9 2.05 1.46 224.2 340.2 82.9 2.2 1.5 2.33 1.51 97.3 2.05 1.42 214.2 233.1 92.3 2.2 1.5 2.31 1.46 106.3 2 1.6 214.2 214.2 98.8 2.2 1.5 2.21 1.38 100.7 1.94 1.73 214 221.7 95.9 2.1 1.6 2.3 1.47 99.1 1.86 1.67 216.9 214.2 93.5 2.1 1.6 2.37 1.48 89.7 2.04 1.59 230.7 218.5 87.8 2.2 1.5 2.26 1.48 90.1 2.1 1.61 235.8 225.4 90.9 2.2 1.5 2.34 1.44 90.2 2.09 1.67 232.1 225.5 90.3 2.2 1.6 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018) = Tidak sesuai dengan standar = Sesuai dengan standar
Tabel 6.5 Persentase Modulus Factor Keluaran CF Silo (Kiln Feed) pada tanggal 17 Februari 2018 Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
LSF 96.5 94.7 93.4 95.1 95.6 95.8 98.6 99.5 98 97.4 96.8 95.1 93.4 93.1 94.9 93.4 91.2 92.3 93.3 94.6 95.8 95.1 95.1 93
kiln feed TONDRAY SIM ALM 2.12 1.76 460 2.15 1.76 400 2.17 1.71 470 2.12 1.78 470 2.15 1.76 474 2.14 1.76 474 2.14 1.8 452 2.13 1.82 480 2.14 1.79 456 2.12 1.8 455 2.13 1.83 451 2.14 1.81 400 2.14 1.82 470 2.15 1.83 480 2.13 1.83 450 2.13 1.8 460 2.15 1.76 470 2.18 1.77 490 2.19 1.77 500 2.17 1.8 500 2.16 1.8 500 2.17 1.78 500 2.15 1.72 490 2.17 1.71 480 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
Tabel 6.6 Persentase Modulus Factor Keluaran CF Silo (Kiln Feed) pada tanggal 18 Februari 2018 Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
LSF 94.5 94.7 96.4 95.9 96.5 95 96 97.4 95.7 95.7 98.3 95.6 95.1 93.2 95.2 94.9 94.5 93.4 94.7 95.3 93.7 95.6 96 94.4
kiln feed TONDRAY SIM ALM 2.16 1.74 490 2.17 1.68 500 2.15 1.68 490 2.17 1.64 490 2.16 1.62 490 2.16 1.61 490 2.19 1.61 500 2.14 1.62 495 2.14 1.59 500 2.11 1.63 518 2.13 1.58 519 2.14 1.59 519 2.17 1.55 519 2.13 1.63 519 2.11 1.6 511 2.13 1.6 518 2.13 1.58 519 2.15 1.6 480 2.17 1.59 480 2.18 1.54 440 2.14 1.57 475 2.14 1.58 500 2.13 1.56 514 2.13 1.57 514 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung V, 2018)
Dari beberapa data yang telah diberikan, maka untuk menghitung efek homogenisasi dapat dilakukan dengan basis 3 kali per 24 jam untuk analisa selama 2 hari. Berikut hasil efek homogenisasi :
Tabel.6.7 Persentase Efek Homogenisasi pada tanggal 17 Februari 2018 JAM 1-8
LSF 7.85
JAM 1-8
LSF
EH
JAM 916 JAM 916
EH
JAM 1624 JAM 1624
EH
2.02 LSF SIM ALM LSF 8.14 LSF 1.93 LSF SIM ALM LSF 2.99 LSF 1.60 LSF SIM ALM
STANDAR DEVIASI INPUT SIM 0.10 STANDAR DEVIASI OUTPUT SIM 0.02 3.89 5.71 2.14 STANDAR DEVIASI INPUT SIM 0.06 STANDAR DEVIASI OUTPUT SIM 0.01 4.21 6.18 3.53 STANDAR DEVIASI INPUT SIM 0.05 STANDAR DEVIASI OUPUT SIM 0.01 1.87 3.41 1.13
ALM 0.07 ALM 0.03
ALM 0.06 ALM 0.02
ALM 0.04 ALM 0.03
Tabel.6.8 Persentase Efek Homogenisasi pada tanggal 18 Februari 2018 JAM 18 JAM 18
EH
JAM 916 JAM 916
EH
JAM 1624 JAM 1624
EH
LSF 2.98 LSF 1.00 LSF SIM ALM LSF 7.43 LSF 1.41 LSF SIM ALM LSF 4.86 LSF 0.90 LSF SIM ALM
STANDAR DEVIASI INPUT SIM 0.05 STANDAR DEVIASI OUTPUT SIM 0.01 2.98 3.21 1.01 STANDAR DEVIASI INPUT SIM 0.10 STANDAR DEVIASI OUTPUT SIM 0.02 5.29 5.12 3.06 STANDAR DEVIASI INPUT SIM 0.05 STANDAR DEVIASI OUTPUT SIM 0.02 5.39 2.83 2.14
ALM 0.05 ALM 0.05
ALM 0.08 ALM 0.03
ALM 0.04 ALM 0.02
Efek homogenisasi diperoleh dengan cara membandingkan antara standar deviasi input dengan standar deviasi output, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
SF BE = -------SD
(6.1)
Keterangan : BE
6.4.2
: Blending Effect (%)
SF
: Standar Deviasi Input (%)
SD
: Standar Deviasi Output (%)
Pembahasan Proses berlangsung di CF Silo selama 2 hari berturut-turut memiliki
persentase efek homogenisasi yang berbeda-beda. Perhitungan efek homogenisasi ditinjau dari 8 jam pertama, 8 jam kedua, dan 8 jam ketiga, hal ini dilakukan agar dapat memudahkan menganalisa efisiensi homogenisasi per harinya. Pada hari pertama yaitu pada tanggal 17 Februari 2018 memiliki efek homogenisasi sebesar 3.89 % untuk variabel LSF; 5.71% untuk variabel SIM; 2.14% untuk variabel ALM dalam jam ke 1-8, 4.21% untuk variabel LSF; 6.18% untuk variabel SIM; 3.53% untuk variabel ALM dalam jam ke 9-16, dan pada jam ke 17-24 1.87% untuk variabel LSF; 3.41% untuk variabel SIM; 1.13% untuk variabel ALM. Hasil efek homogenisasi yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan pada 8 jam pertama dan kedua untuk masing-masing variabel, namun pada 8 jam terakhir efek homogenisasi mengalami penurunan secara signifikan. Jika ditinjau dari beberapa faktor yang mempengaruhi, maka menurunnya efek homogenisasi pada 8 jam terakhir dikarenakan adanya fluktuasi modulus factor baik untuk variabel LSF, SIM, dan ALM pada Raw Mix sebelum masuk di CF Silo, selain itu apabila ditinjau dari level silo maka seharusnya semakin besar level maka efek homogenisasi yang diperoleh semakin besar pula.
Tabel 6.9 Persentase Level Silo pada tanggal 17 Februari 2018 JAM
LEVEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
56 56 56 56 55 54 54 54 55 55 56 56 57 58 58 58 58 58 58 59 59 59 60 60 (Sumber: Central Control Room Indarung V, 2018)
EH vs Level 7.00 6.00
EH (%)
5.00 4.00
LSF
3.00
SIM
2.00
ALM
1.00 55.125
56.625
58.875
Level Silo (%)
Gambar 6.1 Grafik antara Efek Homogenisai dengan Level Silo Jam 8 pertama dan kedua menunjukkan hasil yang sesuai dengan teoritis, tingkat homogenisasi berbanding lurus dengan level silo, namun untuk jam 8 terakhir efek homogenisasi yang diperoleh menurun di level silo yang mepunyai tingkat persentase yang besar dibanding 8 jam pertama dan kedua, maka dari itu perlu analisa untuk meninjau penyebabnya. Selanjutnya ditinjau berdasarkan waktu bukaan pada 7 Bottom Gate, secara toritis waktu bukaan bottom gate dengan efek homogenisasi akan berbanding terbalik, semakin singkat waktu bukaan bottom gate maka efek homogenisasi akan semakin besar.
Tabel 6.10 Waktu Bukaan Bottom Gate pada CF Silo Jam
Bottom gate
Time ( sekon )
1-8 Jam
H10
48
H11
58
H12
60
H13
58
H14
56
H15
46
H16
57
H10
53
H11
60
H12
48
H13
49
H14
50
H15
60
H16
60
H10
60
H11
60
H12
50
H13
57
H14
63
H15
51
H16
61
9-16 jam
17-24 JAM
(Sumber: Central Control Room Indarung V, 2018)
EH VS SEQUENCE TIME 7.00 6.00
EH (%)
5.00 4.00
LSF
3.00
SIM
2.00
ALM
1.00 54.7
54.3
57.4
Sequence Time (s)
Gambar 6.2 Grafik antara Efek Homogenisai dengan Waktu Bukaan Bottom Gate Setelah dianalisa ternyata efek homogenisasi mengalami penurunan di 8 jam terakhir dikarenakan waktu bukaan bottom gate pada jam tersebut relatif lama dibandingkan pada 8 jam pertama dan kedua yaitu sebesar 57.4 sekon. Sehingga hasil ini sesuai dengan teoritis bahwa waktu bukaan bottom gate akan mempengaruhi efek homogenisasi yang berlangsung di CF Silo. Pada hari kedua yaitu tanggal 18 Februari 2018 memiliki efek homogenisasi sebesar 2.98 % untuk variabel LSF; 3.21% untuk variabel SIM; 1.01% untuk variabel ALM dalam jam ke 1-8, 5.29% untuk variabel LSF; 5.12% untuk variabel SIM; 3.06% untuk variabel ALM dalam jam ke 9-16, dan pada jam ke 17-24 5.39% untuk variabel LSF; 2.83% untuk variabel SIM; 2.14% untuk variabel ALM. Hasil efek homogenisasi yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan pada 8 jam pertama, kedua dam ketiga untuk variabel LSF namun untuk variabel SIM dan ALM meningkat di 8 jam pertama dan kedua tetapi pada jam terakhir efek homogenisasi mengalami penurunan secara signifikan. Jika ditinjau dari beberapa faktor yang mempengaruhi, maka menurunnya efek homogenisasi pada 8 jam terakhir
dikarenakan adanya fluktuasi modulus factor baik untuk variabel SIM dan ALM pada Raw Mix sebelum masuk di CF Silo, selain itu apabila ditinjau dari level silo maka seharusnya semakin besar level maka efek homogenisasi yang diperoleh semakin besar pula. Tabel 6.11 Persentase Level Silo pada tanggal 18 Februari 2018 JAM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
LEVEL 60 61 61 61 61 62 62 62 62 62 63 63 63 63 64 63 63 63 64 64 64 62 62 62 (Sumber: Central Control Room Indarung V, 2018)
EH vs Level 6.00 5.00
EH (%)
4.00 LSF
3.00
SIM 2.00
ALM
1.00 61.25
62.875
63
Level Silo (%)
Gambar 6.3 Grafik antara Efek Homogenisasi dengan Level Silo Pada gambar 6.3 menunjukkan bahwa efek homogenisasi untuk variabel LSF mengalami peningkatan seiring bertambahnya level silo hal ini sesuai dengan teoritis, namun untuk variabel SIM dan ALM mengalami peningkatan di 8 jam pertama dan kedua tetapi di 8 jam terakhir efek homogenisasi untuk kedua variabel tersebut menurun sementara level silo menujukan nilai yang cukup besar yaitu sebesar 63%. Maka dari itu diperlukan analisa selanjutnya terhadap waktu bukaan Bottom Gate pada silo, dimana hubungan antara efek homogenisasi dengan waktu bukaan bottom gate berbanding terbalik semakin singkat waktu bukaan bottom gate maka semakin besar pulak efek homogenisasinya.
Tabel 6.10 Waktu Bukaan Bottom Gate pada CF Silo Jam
1-8 jam
9-16 jam
17-24 JAM
Bottom Gate
Time (sekon)
H10
48
H11
58
H12
60
H13
58
H14
56
H15
46
H16
57
H10
53
H11
49
H12
48
H13
49
H14
50
H15
57
H16
60
H10
57
H11
60
H12
50
H13
49
H14
49
H15
51
H16
48
(Sumber: Central Control Room Indarung V, 2018)
EH VS SEQUENCE TIME 6.00 5.00
EH (%)
4.00 LSF
3.00
SIM
2.00
ALM 1.00 54.7
52.3
52.0
Sequence Time (s)
Gambar 6.4 Grafik antara efek homogenisasi dengan waktu bukaan bottom gate Jika ditinjau dari waktu bukaan bottom gate, variabel LSF mengalami peningkatan seiring semakin singkatnya waktu bukaan bottom gate, namun untuk variabel SIM dan ALM hanya meningkat di 8 jam pertama dan kedua tetapi menurun di 8 jam terakhir dengan waktu bukaan bottom gate yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan waktu bukaan bottom gate di 8 jam pertama dan kedua. Maka dari itu perlu tinjuan lebih lanjut untuk dapat menganalisa efisiensi homogenisasi di CF Silo. Tinjauan berikutnya ialah hubungan antara tekanan udara erasi terhadap efek homogenisasi, tekanan aerasi sendiri merupakan udara yang memiliki tekanan dengan range 0.1-0.5 bar yang membantu membantu memberikan efek homogenisasi di silo dan membantu jika terdapat sumbatan di bottom gate. Secara teoritis tekanan udara erasi berbanding lurus dengan efek homogenisasi, semakin besar tekanan udaranya maka semakin besar pula efek homogenisasi yang dihasilkan.
Tabel 6.11 Tekanan Aerasi pada Bottom Gate tanggal 18 Februari 2018
Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tekanan Aerasi ( bar ) 0.2 0.45 0.5 0.39 0.22 0.19 0.47 0.48 0.48 0.41 0.38 0.4 0.5 0.35 0.39 0.41 0.47 0.47 0.42 0.39 0.35 0.41 0.5 0.5 (Sumber: Central Control Room Indarung V, 2018)
EH VS TEKANAN AERASI 6.00 5.00
EH (%)
4.00 LSF
3.00
SIM
2.00
ALM 1.00 0.3625
0.415
0.43875
TEKANAN AERASI (bar)
Gambar 6.5 Grafik antara Efek Homogenisasi dengan Tekanan Aerasi Saat ditinjau dari tekanan aerasi efek homogenisasi akan terus meningkat dengan bertambahnya tekanan, namun hal itu hanya untuk variabel LSF yang mengalami peningkatan di 8 jam pertama, kedua dan terakhir. Sementara untuk variabel SIM dan ALM hanya meningkat di 8 jam pertama dan kedua, untuk 8 jam terakhir mengalami penurunan ditekanan aerasi yang memiliki nilai cukup besar yaitu 0.438 bar. Hal ini menunjukkan tidak sesuai dengan teoritis maka perlu ditinjau penyebab lain yang membuat efek homogenisasi pada variabel SIM dan ALM mengalami penurunan pada tekanan aerasi yang bernilai besar. Setelah dianalisa lebih lanjut, menurunnya efek homogenisasi pada variabel SIM dan ALM di 8 jam terakhir dikarenakan kurangnya kandungan SiO2 , Al2O3, dan Fe2O3 pada material silica stone dan clay dibandingkan dengan 8 jam pertama dan 8 jam kedua.
SILICASTONE SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO H2O 1-8jam 65.06 11.95 5.37 3.1 0.52 12.6 9-16jam 67.58 10.75 4.93 2.8 0.52 12.4 1724jam 66.67 11.6 5.17 2.42 0.51 14.1 CLAY JAM SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO SO3 H2O 1-8jam 54.57 23.3 6.85 1.67 0.42 0.26 22.1 9-16jam 46.06 22.48 7.54 3.84 0.42 1.1 26.9 1724jam 46.93 18.77 6.61 5.04 0.41 0.62 26.3 JAM
Pengaruh dari kurangnya kandungan SiO2 , Al2O3, dan Fe2O3 pada material akan berdampak pada efek homogenisasi, maka dari itu diperlukan perhatian khusus terhadap raw material yang akan digunakan agar mendapatkan kualitas yang baik.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 1.
Kesimpulan PT Semen Padang merupakan industri semen tertua di Indonesia yang saat ini hanya menggunakan proses kering dalam memproduksi semen.
2.
Bahan baku utama pembuatan semen adalah batu kapur, pasir silika, tanah liat, dan pasir besi sedangkan bahan tambahannya adalah gypsum, pozzolan, dan material ketiga (lime stone highgrade dan flyash).
3.
Semen hasil produksi PT Semen Padang terdiri dari berbagai tipe semen sesuai fungsi dan spesifikasi standar yang telah ditentukan.
4.
Proses produksi semen di PT Semen Padang dapat dikelompokkan menjadi unit raw mill, unit coal mill, unit kiln, dan unit cement mill.
5.
Unit utilitas PT Semen Padang terdiri dari unit pengolahan air, unit penyediaan tenaga listrik, unit penyediaan bahan bakar dan unit pengolahan limbah.
6.
Kualitas semen sangat dipengaruhi oleh efek homogenisasi yang terjadi diunit CF Silo. Efek homogenisasi yang memiliki persentase yang besar sangat diharapkan dalam pembuatan semen
7.
Efek Homogenisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kualitas kandungan Raw Material, fluktuasi Raw Mix, Operasional Raw Mill, Level Silo, waktu bukaan Bottom Gate, dan tekanan aerasi.
8.
Efek homogenisasi maksimal di Indarung V PT. Semen Padang ialah sebesar kurang lebih 5%
7.2 1.
Saran Dalam memasuki area pabrik, sebaiknya karyawan/mahasiswa yang sedang melaksanakan kerja praktek harus memakai alat pelindung diri agar terhindar dari resiko kecelakaan kerja.
2.
Kesadaran karyawan akan pemakaian alat pelindung diri (APD) seperti sepatu, helm, masker, dan tutup telinga dibagian alat-alat yang mengeluarkan suara bising perlu ditingkatkan.
3.
Kondisi pabrik yang cukup baik hendaklah dapat dipertahankan dan bila mungkin ditingkatkan. Bagian-bagian peralatan yang banyak menghasilkan debu seperti raw mill, kiln, dan cement mill perlu mendapat pengontrolan yang tepat dan segera dilakukan perbaikan apabila terdapat kebocoran debu agar tidak menyebabkan polusi udara di lingkungan sekitar, kesehatan pekerja dapat dijamin, dan memberikan suasana aman dan nyaman sehingga meningkatkan produktifitas kerja.
4.
Lebih memperhatikan akses-akses menuju alat di area pabrik yang rusak agar tidak membahayakan pekerja yang melewatinya.
5.
Melakukan pengecekan rutin alat-alat transportasi material seperti conveyor belt, bucket elevator, dan lain-lain sehingga tidak terjadi pemberhentian suatu proses karena kerusakan alat transportasi
DAFTAR PUSTAKA Central Control Room Indarung V. 2018. Cement Mill Operation. PT Semen Padang. Central Control Room Indarung V. 2018. Kondisi Operasi Pabrik. PT Semen Padang. Duda, W.H. 1980. Cement Data Book 3rdedition, vol. 1. Benverlag G.M.B.H. Wesbeden and Berlin. Google. 2017. Gambar semen padang. (Online) https://www.google.co.id/?gws_rd =cr,ssl&ei=jxKcWLvkFYOSvQTEsJfIBg#q=gambar+semen+padang (diakses tanggal 14 September 2017) Holderbank.
2000.
Cement
Seminar
Process
Technology
I.
Holderbank
Process
Technology
II.
Holderbank
Management & Consulting. Holderbank.
2000.
Cement
Seminar
Management & Consulting. Ikhwan M., dan Satriawan. 2016. Neraca Massa Cement Mill Dan Analisa Serta Evaluasi Sepaxseparator Pada Unit Indarung V PT. Semen Padang. Palembang: Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. Institut Semen Dan Beton Indonesia. 1998. Kursus eselon IV Pembakaran. Bogor: Gedung Pusat Pendidikan Dan Latihan Institut Semen Dan Beton Indonesia. Kawase, Taichiro. 2006. Cement Process and Energy Saving. Energy Conservation Center. Japan. Laboratorium Proses Indarung V. 2018. Spesifikasi Standar Internal. PT Semen Padang. Perry, Robert. H and Don W. Green. 2008. Perry’s Chemical Engineer Handbook Eight Edition. Mc Graw Hill Company. Semen Padang. 2008. Sejarah Semen Padang. Slide Presentasi. Semen
Padang.
2012.
Perkembangan
Logo
PT
Semen
Padang.
www.semenpadang.co.id. (Diakses pada tanggal 14 Maret 2018). Semen Padang. 2016. Penyempurnaan Struktur Organisasi dan Alih Tugas Karyawan Eselon 1,2 & 3 PT Semen Padang. Slide Presentasi.
Yaw’s, L. Carl. 1997. Handbook of Chemical Compound Data for Process Safety. Gulf Publishing Company.