Isi Isu.docx

  • Uploaded by: chitra
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi Isu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,087
  • Pages: 20
1

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang perawat adalah sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Seorang perawat harus berpikir kritis karena harus selalu menentukan keputusan dalam menjalankan setiap tugasnya. Seperti menentukan tindakan kepada pasien dan menjelaskan penyakit pasien kepada keluarg pasien serta memberikan solusi tentang penyakit tersebut. Perawat juga harus memiliki strategi untuk mengoptimalkan pelayanan keperawatan. Karena pelayanan keperawatan merupakan sebuah bantuan dan pelayanan keperawatn ini diberikan adanya kelemahan fisik dan mental, adanya keterbatasan

pengetahuan

serta

kurangnya

kemampuan

menuju

kepada

kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari hari secara mandiri.Selain itu keperawatan juga membutuhkan pendidikan dengan program yang dinamik yaitu dengan mempertahankan dan meningkatkan mutu perawat dan untuk mendukung hal itu perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas.Dalam menghadapi pasien, seorang perawat harus mempunyai etika, karena yang dihadapi perawat adalah juga manusia. Perawat harus bertindak sopan, murah senyum dan menjaga perasaan pasien. Ini harus dilakukan karena perawat adalah membantu proses penyembuhan pasien bukan memperburuk keadaan. Dengan etika yang baik diharapkan seorang perawat bisa menjalin hubungan yang lebih akrab dengan pasien. Dengan hubungan baik ini, maka akan terjalin sikap saling menghormati dan menghargai di antara keduanya. Etika dapat membantu para perawat mengembangkan kelakuan dalam menjalankan kewajiban, membimbing hidup, menerima pelajaran, sehingga para perawat dapat mengetahui kedudukannya dalam masyarakat dan lingkungan perawatan. Dengan demikian, para perawat dapat mengusahakan kemajuannya secara sadar dan seksama 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian isu etik keperawatan? 2. Apa contoh kasus aktual isu etik keperawatan yang terjadi saat ini?

2

3. Bagaimana cara menghadapi kasus isu etik keperawatan yang sedang terjadi?

1.3 Tujuan 1. Memahami pengertian dari isu etik keperawatan. 2. Mengkaji lebih mendalam mengenai kasus yang terjadi pada isu etik keperwatan. 3. Mengetahui untuk menghadapi kasus isu etik keperawatan yang sedang berlangsung.

1.4 Manfaat 1. Bagi penulis Mengembangkan kemampuan penulis dalam hal menyusun suatu laporan dan menambah wawasan penulis tentang perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

2. Bagi pembaca Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam keperawatan.

1.5 Implikasi Dalam Keperawatan Dalam melakukan asuhan keperawatan hendaknya sebagai seorang perawat harus sesuai dengan kode etik yang berlaku dalam keperawatan. Dan jangan melakukan semua pelayanan kesehatan dengan semaunya sendiri atau tanpa adanya dasar yang digunakan. Karena penanganan klien yang tidak sesuai dengan prosedur maka kita sebagai perawat bisa dituntut secara hukum oleh pihak klien yang merasa dikecewakan oleh pelayanan atau asuhan keperwatan yang tidak sesuai.

3

BAB 2. TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Isu Etik Keperawatan Isu adalah sebagai suatu konsekuensi atas beberapa tindakan yang dilakukan oleh satu atau beberapa pihak yang dapat menghasilkan negosiasi dan penyesuaian sektor swasta, kasus pengadilan sipil atau kriminal atau dapat menjadi masalah kebijakan publik melalui tindakan legislatif atau perundangan (Hainsworth dan Meng). Sedangkan menurut Barry Jones & Chase isu adalah sebuah masalah yang belum terpecahkan yang siap diambil keputusannya. Isu merepresentasikan suatu kesenjangan antara praktik korporat dengan harapanharapan para stakeholder. Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas, isu adalah suatu hal yang terjadi baik di dalam maupun di luar organisasi yang apabila tidak ditangani secara baik akan memberikan efek negatif terhadap organisasi dan berlanjut pada tahap krisis. Etik atau ethics berasal dari kata yunani, yaitu etos yang artinya adat, kebiasaaan, perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus webster, etik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral.Etika adalah kebiasaan, model perilaku, atau standar yang diharapkan, dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001). Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsipprinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu : a) baik dan buruk, b) kewajiban dan tanggung jawab (Ismani,2001).Etika atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang, serta menjadi suatu kebiasaan didalam masyarakat, baik berupa kata-kata atau suatu bentuk perbuatan yang nyata. Keperawatan sendiri diartikan menurut hasil Lokakarya Keperawatan Nasional tahun 1983 (dalam Praptianingsih, 2006) mengartikan keperawatan

4

sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual

yang komprehensif, ditujukan kepada

individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia.

1.

MENGATUR HUBUNGAN ANTARA PERAWAT DAN PASIEN 2. PROFESIKEPER AWATANMEMIL IKI KONTRAK SOSIAL DENGAN MASYARAKAT Jadi,dapat disimpulkan bahwa isu etik keperawatan adalah normanorma yang dianut

perawat dalam bertingkah laku dengan pasien, keluarga,

kolega, atau tenaga kesehatan lainnya di suatu pelayanan keperawatan yang bersifat profesional. Perilaku etik akan dibentuk oleh nilai-nilai dari pasien, perawat dan interaksi sosial dalam lingkungan.

2.2 Isu Etik Dalam Praktik Keperawatan 2.2.1 Abortus (aborsi) 1.

Pengertian

Abortus menurut Murray, 2002 dalam Mutayani adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Abortus telah menjadi salah satu perdebatan internasional masalah etika. Berbagai pendapat bermunculan, baik yang pro maupun yang kontra. Abortus secara umum dapat diartikan sebagai penghentian kehamilan secara spontan atau rekayasa. Pihak yang pro menyatakan bahwa abortus adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang diinginkan, sedangkan pihak yang

5

kontra cenderung mengartikan aborsi sebagai membunuh manusia yang tidak berdosa/salah.

2.

Pandangan Tentang Aborsi

Secara umum tentang aborsi ada 3 pandangan yang dapat kita pakai dalam member tanggapan yaitu: konservatif, moderat, dan liberal (Megan,1991). Adapun pandangan tersebut dapat kita lihat penjelasan dibawah ini :

a.

Pandangan Konservatif mengenai abortus secara moral itu salah, dan

dalam situasi apapun abortus tidak boleh dilakukan, termasuk dengan alasan penyelamatan (misalnya bila kehamilan dilanjutkan, akan menyebabkan ibu meninggal dunia)

b.

Pandangan Moderat Mengenai Abortus : pandangan ini hanya merupakan

suatu prima facia, kesalahan moral dan hambatan penentangan abortus dapat diabaikan dengan pertimbangan moral yang kuat. Misalnya abortus dapat dilakukan selama tahap sebelum fetus mempunyai kemampuan merasakan, dan abortus dapat dilakukan jika kehamilan merupakan hasil pemorkosaan atau kegagalan kontrasepsi

c.

Pandangan Liberal ; pandangan ini menyatakan bahwa abortus secara

moral diperbolehkan atas dasar permintaan. Secara umum pandangan ini menganggap bahwa fetus belum menjadi manusia. Fetus hanyalah sekelompok sel yang menempel di dinding rahim wanita. Tindakan aborsi baik dinegara barat/maju seperti Amerika serikat, Inggris, ataupun Australia yang tidak menyetujui atau meperbolehkan seorang dokter, perawat ataupun petugas rumah sakit dalam membantu pelaksanaaan aborsi. Sedangkan di Indonesia tindakan aborsi bagi petugas

kesehatan termasuk perawat dengan jelas dilarang atau

melanggar hhkum, sesuai pasal 246 s/d 3349 KUHP, dan hal ini diberlakukan sejak tahun 1918 hingga sekarang. Adapun isi dari pasal tersebut adalah ‘barang siap yang melakukan sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau matinya kandungan, dapat dikenakan/kenai sanksi penjara.

6

3.

Hukum Aborsi

Hukum-hukum yang berlaku di Indonesia tentang tindakan aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal; dengan istilah “ abortus provokatus criminalis” . Adapun yang menerima hukuman adalah: 1) ibu yang melakukan aborsi, 2) Dokter atau bidan/perawat dan dukun yang membantu melakukan aborsi, 3) orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi. Pasal-pasal yang terkait dengan hal tersebut diatas adalah : 1)

Pasal 229 yang berbunyi ; Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang

wanita atau menyeluruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun penjara atau denda paling banyak 3 ribu rupiah. 2)

Pasal 314. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak,

pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling lama 7 tahun 3)

Pasal 342. Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan

karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencna, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Adapun tindakan aborsi yang termasuk pengecualian adalah ; jika seorang wanita yang tengah mengandung mengalami kesulitan saat melahirkan, ketika janinnya telah berusia 6 bulan lebih, lalu wanita tersebut melakukan operasi sesar, penghentiak kehamilan seperti itu diperbolehkan menurut hokum karena proses tersebut termasuk proses kelahiran secara tidak alami. Dan mempunyai tujuan utama adalah untuk menyelamtkan jiwa ibu dan janinnya. Aktivitas ini tidak masuk kategori aborsi.

2.2.2

Transplantasi Organ dan Supporting 1.

Transpalansi Organ

7

Seiring dengan perkembangan iptek, juga dunia kedokteraan dan keperawatan di Indonesia juga mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas dan kualitas sumber daya demi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dahulu tindakan transplantasi ini hanya dapat dilakukan di luar negeri. Namun di Indonesia saat ini sudah dapat dilakukan tindakan transplantasi seperti kornea, ginjal, dan sum-sum tulang. Menurut Helsinski bahwa tidak semua perawat terlibat dalam tindakan tersebut, namun dalam beberapa hal, perawat cukup berpartisipasi atau berperan aktif misalnya perawatan dan peningkatan kesehatan pendonor atau pemberi donor, membantu dikamar operasi, dan merawat klien setelah transplantasi (megan,1991) Di Indonesia tindakan transplantasi diatur dalam peraturan pemerintah no. 18 tahun 1981, tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis/transplantasi alat atau jaringan tubuh, merupakan pemindahan alat/jaringan tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan alat/jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Tindakan transplantasi tidak menyalahi semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME, asalkan penentuan saat mati dan penyelenggaraan jenazah terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan (Est Tansil, 1991).

2.

Supporting

1.

Pendonor (pemberi organ)

2.

Resipien (penerima organ)

3.

Tenaga medis dan para medis

4.

Keluarga

5.

Masyarakat

2.2.3.

Prinsip Legal Dalam Praktek Keperawatan : malpraktek,

neglected a. Malpraktek 1.

Pengertian Malpraktek

8

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” artinya salah sedangkan “praktek mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan. Jadi malpraktek berarti pelaksanaan tindakan yang salah. Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang baik dokter, perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.

2. a.

Malpraktek dibagi 3 kategori

Criminal malpractice Perbuatan

seseorang

dapat

dimasukkan

dalam

kategori

criminal

malpraktek manakal perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni : 1)

Perbuatan tercelah

2)

Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan,

kecerobohan atau kealpaan. Misalnya euthanasia (pasal 244 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (263 KUHP) dan melakukan aborsi tapa indikasi medis (pasal 299 KUHP)

b.

Civil malpractice Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpraktek

adalah : 1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan 2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya 3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna 4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Hal ini bisa bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicsip rius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit dapat bertanggunggugat atas kesalahan yang dilakukan karyawan selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

9

c. Administrative Malpractice Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrasi malpraktek manakala tenaga keperawatan tersebut telah melanggar hokum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan dibidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya, batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila peraturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hokum administrasi.

2.2.4

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Perwatanklien AIDS dan positive HIV memiliki implikasi legal bagi perawat.Tahun 1983 The Centers For Disease Control and Prevention atau CDC menerbitkan pedoman nasional mengenai kewaspadaan darah dan cairan tubuh. Lembaga administrative untuk keamanan kerja dan kesehatan (Ocupational Safety and Health [OSHA]) juga telah menerbitkan peraturan yang memadatkan penggunaan standar kewaspadaan. Petugas perawatan kesehatan beresiko terpapar AIDS. Di New York perawat membawa kasus melawan Negara bagian karena pengawal yang ditugaskan menjaga narapidana yang sedang dirawat perawat tidak membantu mengontrol klien meskipun perawat memintanya berulang kali, perawat mengalami tusukan jarum dan pengadilan mengganti kerugian $ 5,4juta (Letters, 1992). Dari presentasi kecil kasus yang didokumentasikan pemberi perawatan kesehatan yang telah memperoleh virus HIV akibat pekerjaan mereka, sepertiga dari pekerjaan tersebut adalah perawat. Bagaimanapun hanya 4,7% yang didokumentasikan dilaporkan pada CDC diketahui menjadi pekerja perawatan kesehatanhanya pekerja laboratorium terkena AIDS dari pekerjaan mereka dalam jumlah perawatan yang tinggi. Mayoritas pemberi perawatan kesehatan terinfeksi karena tusukan di tempat kerja atau cidera terpotong (Legislative Network for Nurse, 1994). The Americans with Disabilities Act (ADA) mendiskusikan hak orang cacat dan hukum paling ekstensif bagaimana majikan harus menjaga klien yang

10

terinfeksi HIV dan petugas perawatan kesehatan. Pada 1987 kasuspengadilan tinggi tentang School Board of Nassau County Florida V. Arline menetapkan bahwa individu dengan penyakit infeksi dilindungi dibawah hukum orang cacat dan tidak mampu. Tahun 1990 ADA menyusun peraturan Arline, yang menyatakan bahwa seorang yang terinfeksi tidak dapat didiskriminasi berdasarkan rasa takutakan ketularan. Teman sejawat yang menolak bekerja dengan orang yang terinfeksi HIV dapat meninggalkan perusahaan dan terbuka untuk tuntutan tidak langsung tentang tuntutan diskriminasi secara tidak langsung jika perusahaan tidak memantau lingkungan kerja. ADA memerlukan “akomodasi rasional” untuk pekerja yang cacat, meliputi orang-orang dengan HIV/AIDS akomodasi yang masuk akal mencakup perubahan jadwal kerja dan lingkungan fisik itu sendiri juga pemindahan pekerja pada suatu posisi dimana risiko terpapar dihilangkan. Bahkan jika individu tidak bergejala memiliki hak yang sama dibawah perlindungan ADA. Pekerja harus mengungkap kebutuhan mereka untuk akomodasi khusus, tetapi jika perusahaan telah mengetahui ketidak mampuan nyata dan mendiskriminasikan melawan pekerja, mereka akan tetap bertanggungjawab atas diskriminasi tersebut.

2.2.5

Isu Seputar Kematian.

Kemajuan teknologi menuntut pelayan kesehatan termasuk perawat untuk memberikan informasi dan bantuan yang profesional, serta kualitas perawatan yang baik, dan juga kepedulian terhadap lansia. 1.

Arahan lanjut

Banyak masalah moral yang terjadi seputar kematian, dapat diselesaikan jika klien mengikuti arahan lanjutan, sudah diterapkan di Amerika. Merujuk pada legalitas yang terkait dengan kematian, proses klien mencapai kematian harus memiliki dokumen yang legal pula sebagai pelindung perawat. Dukungan anggota tim kesehatan lain juga dibutuhkan. a. Instruksi perawatan kesehatan lanjut (advance health care advance health care directives), beragam dokumen hukum dan dokumen umum yang memungkinkan seseorang menyebutkan aspek-aspek perawatan yang

11

mereka inginkan apabila mereka menjadi tidak mampu membuat atau menyampaikan pilihan mereka. b. Otopsi,

pemeriksaan

tubuh

setelah

meninggal

digunakan

untuk

menentukan penyebab pasti kematian dan membantuk akumulasi data statistic. c. Surat keterangan kematian, penentuan kematian formal atau pengumuman yang harus dilakukan oleh dokter. Wewenang hukum bagi perawat untuk mengumumkan kematian yang diatur oleh Negara bagian atau provinsi. d. Instruksi untuk tidak meresusitasi, memberikan persetujuan atau lembar penolakan yang dilakukan oleh pihak pasien dan pelayan kesehatan dengan telah mengetahui resiko yang akan terjadi. e. Euthanasia, tindakan mematikan tanpa nyeri kepada orang yang menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau penyakit yang menimbulkan derita berkepanjangan. f. Pemeriksaan coroner, pemeriksan legal untuk mencari penyebab atau cara kematian. g. Donasi organ, dilakukan dengan memberikan inform concent sebagai bukti legal persetujuan, organ bisa digunakan untuk berbagai kepentingan seperti transplantasi dan kemajuan pendidikan dengan riset.

2.

Euthanasia dan Bunuh Diri Asistif

Hal ini sering menjadi dilema etik dalam melakukan tindakan, berhubungan dengan hak hidup yang dimiliki manusia seperti yang disebutkan di dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani euthanathos. Eu artinya baik atau tanpa penderitaan, sedangkan thanathos artinya mati atau kematian. Dengan demikian secara etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian yang baik.atau mati dengan baik tanpa penderitaan. Belanda salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh

12

Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda) yaitu : Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang klien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang klien, dan ini dilakukan untuk kepentingan klien itu sendiri. Euthanasia dapat digolongkan menjadi beberapa macam, ditinjau dari berbagai sudut pandang sebagai berikut. a.

Dilihat dari Cara Pelaksanaannya, Euthanasia Dapat Dibedakan

Atas: 1)

Euthanasia Pasif

Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia. Dengan kata lain, merupakan tindakan tidak memberikan pengobatan lagi kepada klien terminal untuk mengakhiri hidupnya. Tindakan ini dilakukan secara sengaja dengan tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup klien, seperti tidak memberi alat-alat bantu hidup atau obat-obat penahan rasa sakit, dan sebagainya. Penyalahgunaan euthanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun keluarga klien sendiri. Keluarga klien bisa saja menghendaki kematian anggota keluarga mereka dengan berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi penderitaan klien itu sendiri atau karena tidak mampu membiayai pengobatan. 2)

Euthanasia Aktif atau Euthanasia Agresif

Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang dilakukan secara medis melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Euthanasia aktif/agresif adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si klien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan ke dalam tubuh kilen (suntik mati). 3)

Eutahnasia Non Agresif

13

Disebut juga autoeuthanasia termasuk euthanasia negative dimana seorang klien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan klien tersebut mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. b.

Dilihat dari Sudut Pemberian Izin , Euthanasia Dapat dibedakan atas: 1)

Euthanasia volunter, klien secara sukarela dan bebas untuk memilih meninggal dunia.

2)

Euthanasia involunter, dilakukan bukan atas dasar persetujuan klien dan sering kali melanggar keinginan klien.

3.

Terminasi Penanganan Penyokong Hidup

Antibiotik, transplantasi organ dan kemajuan tekhnologi (mis ventilator) membantu memperpanjang hidup, tetapi tidak selalu dapat memperbaiki kesehatan. Klien dapat menyebutkan bahwa mereka menghendaki pencabutan alat penyokong hidup, mereka mungkin membuat arahan lanjut mengenai masalah ini, atau mereka dapat menunjuk pembuat keputusan pengganti.

4.

Penghentian atau Penundaan Pemberian Makanan dan Cairan

Seorang perawat memiliki kewajiban moral untuk tidak memberikan makanan atau cairan (atau penanganan lain) jika pemberian makanan atau cairan ini diketahui lebih berbahaya disbanding tidak memberikannya. Perawat juga harus menghargai penolakan klien yang cakap terhadap makanan dan cairan. Code of ethics for nurses ANA (2001) mendukung sikap ini melalui peran perawat sebagai advokad klien dan melalui prinsip moral otonomi.

5.

Alokasi Sumber Daya Kesehatan yang Langka

Alokasi sumber daya kesehatan yang terbatas, termasuk organ transpan, sendi buatan, dan layanan sepesialis menjadi masalah yang mendesak karena biaya kesehatan yang terus meningkat dan implementasi tindakan yang hemat biaya. Asuhan keperawatan juga merupakan sumber daya kesehatan. Perawat harus terus

14

mencari cara untuk menyeimbangkan ekonomi dan asuhan dalam hal alokasi sumber daya kesehatan. 6.

Manajemen Informasi Terkomputerisasi

Catatan klien yang terkomputerisasi membuat data yang peka mudah diakses oleh lebih banyak orang dan lebih menekankan pada masalah kerahasiaan. Perawat harus mengembangkan dan mematuhi batasan keamanan dan kebijakan untuk memastikan penggunaan data klien secara tepat.

15

BAB 3. PEMBAHASAN KASUS 3.1 Abortus (aborsi) 3.2 Transplantasi Organ dan Supporting 1. Sindikat Perdagangan Ilegal Ginjal, Minggu, 7 Februari 2016. Pada dasarnya di dalam kode etik keperawatan dan di dalam undang-undang kesehatan telah di jelaskan bahwa transplantasi organ, termasuk juga ginjal adalah legal dan diperbolehkan. Tapi dengan syarat jika transplantasi tersebut berdasr pada kemanusiaan dan benar-benar dengan niat menolong tanpa ada paksaan. Tetapi pada kasus di atas terjadi pelanggaran terhadap undang-undang kesehatan yaitu Pasal 64 Ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang isinya "Organ dan atau Jaringan Tubuh Dilarang Diperjualbelikan dengan Dalih Apapun", Jadi transplantasi organ disini adalah illegal. Dan pada kasus ini juga terjadi unsur penipuan dimana korban di bayar tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan oleh penerima ginjal itu. Seharusnya prosedur yang harus dilakukan dalam pelaksanaan trnsplantasi organ adalah seperti yang telah dilakukan salah satu rumah sakit yaitu, Calon donor harus diperiksa dulu, dinilai apakah dia sudah dewasa, punya gangguan mental atau tidak, berada dibawah tekanan apa tidak, cakap dalam mengambil keputusan untuk dirinya sendiri atau tidak, rencana usai operasi ke depannya bagaimana. 2. 08 October 2016 Seorang wanita asal California, AS, menuntut dokternya sendiri usai mendapati peralatan operasi berbahan metal sepanjang 5 cm tertinggal di dalam tubuhnya. Michelle Doig-Collins, wanita itu diduga jadi korban malpraktek. Tiga bulan sebelumnya dia menjalani operasi kecil dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan berinisial AR dari salah satu klinik di kawasan Laguna Hills. Akibat benda kecil tersebut, Michelle kerap menderita keram dan mual-mual. Sempat kembali ke klinik dimana ia melakukan operasi tersebut sebanyak 3 kali, tidak memberikan solusi terhadap masalah yang ia alami.

16

3.3 Prinsip Legal Dalam Praktek Keperawatan : malpraktek, neglected 3.3. Prinsip Legal Dalam Praktek Keperawatan : malpraktek, neglected 1. Seorang balita perempuan di Bekasi, Jawa Barat pada minggu pagi tanggal 1 November 2015, meninggal dunia diduga akibat mal praktik di salah satu rumah sakit swasta Bekasi. Balita perempuan bernama Falya Raafan Blegur, seorang perawat Balita berusia 1 tahun 3 bulan meninggal usai mendapat suntikan antibiotik oleh seorang perawat atas perintah dokter, sesaat akan pulang setelah menjalani rawat inap akibat menderita sakit dehidrasi ringan. Tubuhnya dingin, hampir hilang kesadaran, membiru dan timbul bercak di tubuh yang diduga setelah mendapat suntikan antibiotik trisevin. Balita harus mengenakan alat bantu pernapasan di ruang ICU rumah sakit.Padahal sebelumnya Falya telah ceria dan tampak sehat. Namun pupus sudah harapan Ibrahim dan keluarga. Mereka membawa si kecil Falya pulang ke rumah karena kondisinya memburuk. 2.

Miss V Wanita Muda Terbakar Usai Pap Smear, 29 Sep 2015, 16:00 WIB.

Di dalam kode etik keperawatan , melakukan pap smear harus sesuai takaran yang benar jika hendak melakukan karena jika tidak melakukan prosedur dengan benar maka akan berakibat fatal. Seperti yang di derita wanita muda yang masih berumur 21 tahun yang berasal dari Selandia Baru itu mengalami luka bakar kimia setelah pap smear miss V-nya terbakar akibat dokter melakukan prosedur dengan tidak benar jadi wanita muda itu harus mengeluarkan uang banyak untuk proses pengobatannya. Penyebab miss v terbakar yaitu salah satunya asam asetat yang seharusnya diencerkan sampai 5 persen, namun di gunakan oleh dokter 100 persen jadi menyebabkan miss V terbakar. Dan jika luka bakar itu semakin parah maka menyebabkan si wanita tidak bisa duduk karena sakit yang terlalu sakit untuk duduk. Jika kelalaian itu terus berlanjut maka akan memakan korban banyak yang akan miss V mereka akan terbakar.

17

3.4 AIDS Kasus malpraktik yang dilakukan Kaketsuken menyebabkan 2.000 penderita hemophiliacs terjangkit virus HIV setelah mengonsumsi produk obatobatan tersebut. Karena obat obat tersebut mengandung darah penderita HIV. Desember 2015, Kaketsuken Jepang, Menteri Kesehatan, Pekerja dan kesejahteraan melakukan inspeksi ke Chemo-Sero-Therapeutic Reseaarch Institute atau dikenal juga sebagai Kaketsuken, dibawah ketentuan dari keputusan Agensi Farmasi dan Kesehatan Jepang. Penyelidikan dilakukan, setelah banyak masyarakat di Jepang terinfeksi HIV. Kasus malpraktik yang dilakukan Kaketsuken menyebabkan 2.000 penderita hemophiliacs terjangkit virus HIV setelah mengonsumsi produk obat-obatan tersebut.Skandal produksi produk obat ini telah dilakukan dari tahun 1980-an.Hasil inspeksi perusahaan ini telah melakukan produksi obat-obatan yang melanggar ketentuan dari pemerintah, perusahaan farmasi ini telah mencampurkan darah penderita HIV kedalam obatobatan. Perusahaan ini juga telah membuat sertifikat lolos uji tes dengan memalsukan tanda tangan yang menyerupai dengan tanda tangan orang asli didalam kertas tersebut yang dilakukan oleh seorang pekerja dari perusahaan farmasi.

3.5 Isu Seputar Kematian

18

BAB 4. PENUTUP 4.1 Simpulan Banyaknya jenis pelanggaran tindakan dalam masalah rtik keperawatan membuat suatu kejadian menjadi isu etik. Banyak sekali faktor yang menyebabkan tenaga kesehatan termasuk perawat melakukan pelanggaran, faktor pendidikan maupun murni kelalaian dan pengabaian tanggung jawab sangat disayangkan apabila terjadi. Namun beberapa negara dan dengan indikasi tertentu memang diperbolehkan dengan alasasn yang apabila diberikan indikator penilaian akan bernilai positif, terutama dalam lingkup dunia kesehatan. Misal tindakan aborsi pada ibu dengan kondisi yang lemah dan tidak memungkinkan mengandung dan apabila dilanjutkan akan membuat ibu mengalami sakit hingga kematian. Dapat diketahui juga beberapa tindakan yang mampu menimbulkan isu etis seperti, aborsi, euthanasia, malpraktik, transplatasi organ, dan pelanggaran etik yang berhubungan dengan AIDS. Jadi semua tindakan boleh atau tidak bolehnya dilakukan berdasar indikator penilaian yang legal.

4.2 Saran Maraknya praktik pelanggaran aspek etik keperawatan hendaknya dapat diminimalisir prevalensinya dengan senantiasa memberikan pendidikan seputar kode etik termasuk peraturan perundang-undangan bagi perawat dan tenaga medis lain yang memiliki peran dalam tindakan kolaboratif dengan perawat, agar terjadi keselarasan pemikiran dalam memberikan tindakan. Senantiasa melakukan monitoring dan screening kualitas suatu instansi maupun tenaga kesehatan itu sendiri, agar pemerintah dan organisasi profesi memiliki data statistik yang mampu digunakan sebagai evaluasi dan acuan perbaikan proses pelayanan. Kegiatan pendidikan, pelatihan dan seminar mengenai etik dalam keperawatan juga sangat dibutuhkan untuk membuka wawasan kepada perawat.

19

Hukuman yang sebanding dengan pelaku pelanggaran etik juga perludisiarkan sebagai ancaman bagi oknum yang akan melakukan pelanggaran.

DAFTAR PUSTAKA

20

Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2010). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, & Praktik. Volume:1, Edisi:7. ECG: Jakarta. Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2010). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, & Praktik. Volume:2, Edisi:7. ECG: Jakarta. Potter Perry. (1999). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, & Praktik. Volume:1, Edisi:4. ECG: Jakarta. https://currikicdn.s3-uswest2.amazonaws.com/.../54d377d1ee049.doc (Diakses pada 14 November 2016 pukul 20:10) http://www.poltekkes-soepraoen.ac.id/pic/dat13-42015Modul%20Pengambilan% 20Keputusan%20Etik.pdf (Diakses pada 14 November 2016 pukul 19.36) http://tv.liputan6.com/read/2354638/diduga-malapraktik-balita-tewas-usaidisuntik-antibiotik (diakses pada 15 November 2016 pukul 18.05) http://sp.beritasatu.com/nasional/membongkar-sindikat-perdagangan-ilegalginjal/107971 (diakses pada 15 November 2016 pukul 18.12) http://health.liputan6.com/read/2328438/miss-v-wanita-muda-terbakar-usai-papsmear (diakses pada 15 November 2016 pukul 18.15) http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ef039a2d0c28/hak-hidup-vshukuman-mati (diakses pada 15 November 2016 pukul 18.23)

Related Documents

Isi
October 2019 65
Isi
November 2019 55
Isi
July 2020 29
Isi
May 2020 40
Isi
April 2020 41
Isi
November 2019 59

More Documents from "Shahzad Asghar Arain"