Irfan Jaen Fathani.docx

  • Uploaded by: Dhakves Justika
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Irfan Jaen Fathani.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,631
  • Pages: 11
PENUGASAN REFERAT BLOK 1.7 GASTROINSTESTINAL PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP BERAT BADAN DAN KADAR LEMAK DALAM TUBUH

Disusun oleh : Irfan Jaen Fathani (17711130) Kelompok Tutorial 7 Tutor : dr. M. Syukron Fauzi

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia 2017/2018

BAB I PENDAHULUAN

Islam merupakan salah satu agama yang paling banyak dianut oleh manusia pada jaman sekarang. Terdapat bulan yang sangat suci bagi umat islam, yaitu bulan Ramadhan, bulan kesembilan pada kalender islam. Umat Islam wajib melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan. Puasa di bulan Ramadan ini dilaksanakan satu bulan penuh dan diakhiri dengan hari raya Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal, sehingga bagi kebanyakan umat muslim, puasa ramadhan merupakan momen yang istimewa. Setiap orang yang melaksanakan puasa diperintahkan untuk menahan diri dari makan, minum, berhubungan seksual, dan merokok sejak terbitnya matahari hingga tenggelamnya matahari. Dimulainya waktu puasa ditandai dengan adzan subuh, sedangkan waktu berbuka puasa ditandai dengan adzan maghrib. Lama berpuasa ini bergantung pada letak geografis suatu negara. Selama Ramadhan, terdapat shalat tarawih pada malam hari. Kata taraweeh berasal dari bahasa Arab, yang artinya 'to Istirahat ’atau‘ bersantai ’. Shalat tarawih dapat digunakan sebagai latihan untuk membantu tubuh rileks setelah kenyang setelah buka puasa. Nabi Muhammad (SAW) sangat menganjurkan umat Islam untuk menghadiri taraweeh di masjid. Terjadi perubahan asupan nutrisi dan kualitas nutrisi yang dicerna selama puasa Ramadhan. Selain itu juga terdapat perubahan frekuensi makan, komposisi makanan, asupan energi dan durasi tidur. Karena itu, puasa Ramadhan dapat mempengaruhi gaya hidup dan indeks metabolik. Salah satu asupan yang berpengaruh yaitu kadar lemak dalam tubuh (Yucel et al., 2004; Mohktar and Ibrahim, 2008; Sadeghirad et al., 2014; Idul et al., 2017). 18 – 25 % dari massa tubuh orang dewasa adalah berupa lemak. Seperti karbohidrat, lemak mengandung gugus karbon, hidrogen, dan oksigen. Tidak seperti karbohidrat, lemak tidak memiliki rasio 2:1 untuk hidrogen dan oksigen. Kadar atom elektronegatif oksigen pada lemak cenderung lebih sedikit dibanding dengan karbohidrat, jadi lemak memiliki lebih sedikit ikatan kovalen polar. Akibatnya, kebanyakan lemak tidak akan larut dalam pelarut polar seperti air. Sifat ini biasa disebut hidrofobik atau lipofilik. Karena hidrofobik, maka hanya lemak terkecil (beberapa asam lemak) yang dapat larut dalam plasma darah. Untuk dapat larut dalam plasma darah, molekul lemak lainnya harus bergabung dengan molekul protein hidrofilik atau lipofobik. Kompleks lipid-protein yang dibentuk disebut lipoprotein. Lipoprotein larut dalam plasma karena protein berada di luar ikatan dan lipid berada di bagian dalam ikatan. Ada

beberapa jenis lipid yaitu asam lemak, trigliserida, fosfolipid, steroid, eicosanoids, vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan lipoprotein (Tortora and Derrickson, 2013). Lemak digunakan dalam tubuh sebagai penghasil energi (ATP). Oksidasi lemak menghasilkan 9,3 kkal/gram, jumlah ini merupakan terbesar dari sumber penghasil ATP lainnya. Energi yang dihasilkan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pada kondisi basal (basal metabolic rate) dan pada saat beraktivitas. Apabila asupan makanan sumber energi seimbang dengan kebutuhan, maka berat badan tubuh akan relatif tetap. Namun apabila terjadi kelebihan asupan sumber energi, maka berat badan tubuh akan naik karena kelebihan energi yang akan disimpan dalam bentuk triasilgliserol di jaringan adiposa. Selain dari asupan makanan, lemak juga dapat disintesis di hati. Pada saat terjadi kekurangan sumber energi dalam waktu yang cukup lama, maka cadangan lemak akan dibongkar dan diubah menjadi energi, sehingga dapat terjadi penurunan berat badan. Jumlah lipid dalam tubuh juga dapat menjadi salah satu parameter metabolik yang baik untuk mengetahui keadaan kesehatan dan penyakit. Jumlah lipid dapat digunakan sebagai penanda diagnostik dalam memprediksi penyakit kardiovaskular dan penyakit lainnya seperti aterosklerosis (Murray et al., 2003; R et al., 2013; Hall and Guyton, 2014).

BAB II PEMBAHASAN

II. 1. METABOLISME LEMAK Trigliserida merupakan lemak utama dalam makanan yang fungsi utamanya yaitu sebagai penghasil ATP. Simpanan lemak dalam tubuh terutama terkumpul dalam jaringan adiposa. Pada permukaan sel-sel adiposa terdapat enzim lipoprotein lipase (LPL) yang dapat melepas triasilgliserol dan lipoprotein, menghidrolisisnya, dan meneruskan hasil hidrolisisnya ke dalam sel. Sel adiposa menyimpan lemak bila ada kilomikron dan VLDL yang mengandung lemak melewati sel tersebut. Di dalam sel terjadi proses esterifikasi yang membentuk triasilgliserol kembali untuk disimpan sebagai cadangan energi (Sunita Almatsier, 2003) Bila sedang membutuhkan energi dari lemak, enzim lipase dalam sel adiposa akan melakukan lipolysis membentuk asam lemak. Setelah itu akan terjadi β-oksidasi yang akan membentuk asetil-KoA yang selanjutnya akan masuk ke siklus krebs untuk menghasilkan energi, CO2 dan H2O. Lemak dalam tubuh tidak dapat dihidrolisis secara sempurna tanpa kehadiran karbohidrat. Tanpa karbohidrat akan didapatkan hasil pembakaran lemak berupa bahan-bahan keton yang dapat menimbulkan ketosis (Sunita Almatsier, 2003) Meskipun lemak merupakan sumber penghasil ATP terbesar, namun tetap membutuhkan karbohidrat sebagai sumber energi. Eritrosit, otak, dan sel saraf membutuhkan glukosa sebagai sumber energi (Sunita Almatsier, 2003).

II. 2. METABOLISME LIPOPROTEIN Metabolisme Lipoprotein dibagi menjadi 3 jalur, yaitu jalur eksogen, endogen dan reverse cholesterol transport. Jalur eksogen dan endogen berhubungan dengan metabolisme kolesterol dan trigliserida, sedangkan jalur reverse cholesterol transport berhubungan dengan metabolisme HDL (Mughni, 2007). Dalam jalur metabolisme eksogen, makanan berlemak yang dimakan terdiri dari Triasilgliserol dan kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan, di dalam usus juga terdapat kolesterol yang berasal dari hepar yang diekskresikan bersama empedu ke usus halus. Triasilgliserol dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit usus halus. Triasilgliserol akan dihidrolisis menjadi asam lemak bebas (free fatty acid / FFA) dan monogliserida oleh enzim lipase pankreas untuk dapat memasuki enterosit mukosa usus halus.

Setelah memasuki enterosit, monogliserida dan FFA akan disintesis menjadi triasilglireasol kembali. Kolesterol masuk ke enterosit tetap sebagai kolesterol. Dalam enterosit mukosa usus halus, kolesterol mengalami esterifikasi menjadi kolesterol-ester. Triasilgliserol, kolesterol, apolipoprotein dan fosfolipid membentuk kompleks lipoprotein yang disebut kilomikron. Kilomikron akan diabsorpsi melalui dinding usus halus ke dalam sistem limfatik untuk kemudian melalui ductus thoracicus masuk ke muara ductus thoracicus di sudut vena kiri yang selanjutnya akan beredar ke pembuluh darah. Dalam aliran darah, triasilgliserol yang ada pada kilomikron diubah menjadi FFA dan gliserol oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) yang berada pada sel-sel endotel kapiler. Asam lemak dapat langsung digunakan sebagai penghasil energi atau dapat diubah kembali menjadi triasilgliserol. Miosit cenderung menggunakan sebagai penghasil energi, sedangkan sel adiposa menyimpannya sebagai triasilgliserol. Bila sebagian besar triasilgliserol telah dilepaskan dari kilomikron, sisanya yang berisi kolesterol dan protein akan dibawa ke hepar untuk dimetabolisme. Kilomikron yang sebagian besar triasilgliserolnya telah dilepaskan disebut kilomikron remnant. Hati dapat mensintesis triasilgliserol dan kolesterol dari kelebihan protein dan karbohidrat (Murray et al., 2003; Sunita Almatsier, 2003; Mughni, 2007). Dalam jalur metabolisme endogen, triasilgliserol dan kolesterol yang disintesis di hepar akan disekresikan ke dalam sirkulasi sebagai VLDL (Very Low Density Lipoprotein). Apolipoprotein yang terkandung dalam VLDL adalah Apo B-100. Dalam sirkulasi, Triasilgliserol dalam VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim LPL dan diubah menjadi IDL yang juga setelah itu dapat mengalami hidrolisis lanjut oleh enzim LPL menjadi LDL akibat semakin berkurangnya triasilgliserol. LDL akan dibawa ke hepar dan jaringan steroidogenik lain seperti testis, ovarium dan kelenjar adrenal yang memiliki reseptor untuk LDL. LDL dapat mengalami oksidasi dan ditangkap scavenger receptor-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa yang ini merupakan sumber dari atherosclerosis (Mughni, 2007). Dalam jalur Reverse Cholesterol Transport, kolesterol HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung Apo A, C, dan E dan disebut HDL nascent. HDL nascent berasal dari usus halus dan hepar, berbentuk gepeng dan mengandung Apo A-1. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol dari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol bebas di bagian dalam dari makrofag harus dibawa ke permukaaan membran makrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosine triphosphate-binding cassette transporter-1 ( ABC-1). Kolesterol dari makrofag, akan diesterifikasi menjadi kolesterol -ester oleh enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol -ester

yang dibawa HDL akan mengalami 2 jalur. Jalur pertama adalah ke hepar dan ditangkap oleh scavenger receptor class B type 1 (SR-B1). Jalur kedua adalah kolesterol-ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan Triasilgliserol dari VLDL dan IDL dengan bantuan kolesterol ester transfer protein (CETP) (Mughni, 2007).

II. 3. METABOLISME TUBUH SAAT PUASA Metabolisme tubuh pada keadaan puasa berbeda dengan keadaan tidak puasa. Pada orang yang berpuasa, masukan energi dari makanan berlangsung dengan interval yang berbeda beda. Apabila seseorang berpuasa atau tidak ada makanan yang masuk ke tubuh makan peran glukagon makin besar dalam usaha memperoleh glukosa. Pada keadaan ini glukosa diperoleh dari pemecahan glikogen hati (glikogenolisis), disamping melalui proses glukoneogenesis. Proses glukoneogenesis berlangsung dengan menggunakan gliserol, laktat, dan asam amino tertentu (glikogenik) sebagai substrat (Ardi Pramono, 2003). Glikogen dapat menyediakan energi yang dibutuhkan untuk fungsi tubuh hanya untuk setengah hari. Apabila glikogenolisis belum memenuhi kebutuhan energi, maka akan terjadi proses lipolysis yang menghasilkan gliserol dan asam lemak. Gliserol yang berasal dari proses lipolisis triasilgliserol di jaringan adiposa selanjutnya akan diubah menjadi glukosa di hati, sedangkan asam lemak akan diubah menjadi ATP dan asetil-KoA. Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam plasma meningkat selama puasa dan latihan berat yang menunjukkan kebutuhan asam lemak yang sangat besar sebagai sumber energi. Apabila puasa berlangsung kurang dari 12 jam, maka asetil-KoA yang terbentuk akan diubah menjadi badan keton di hati dan selanjutnya dibawa ke otot untuk diubah kembali menjadi asetil-KoA. Asetil-KoA di otot selanjutnya akan masuk ke siklus krebs menghasilkan ATP dan CO2. Apabila puasa menjadi 4-5 hari, maka penggunaan badan keton oleh otak akan meningkat. Badan keton ini digunakan otak sebagai sumber ATP (Ardi Pramono, 2003; Mughni, 2007). Proses glukoneogenesis juga menggunakan laktat yang diperoleh dari proses glikolisis anaerob. Penggunaan bahan-bahan tersebut diikuti oleh beberapa perubahan dalam tubuh seperti pembentukan urea, perubahan massa otot dan cadangan lemak di jaringan adiposa (Ardi Pramono, 2003).

II. 4. KADAR LEMAK SAAT PUASA Menurut penelitian yang dilakukan abdul mughni (2007), kadar kolesterol total setelah puasa Ramadhan 29 hari sebesar 213.9 mg/dl, hampir sama dengan setelah tidak puasa 29 hari

sebesar 213.4 mg/dl. Hal ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Maka dapat dikatakan bahwa puasa Ramadhan atau tidak puasa total kolesterol tetap sama. Kolesterol diabsorbsi setiap hari dari saluran pencernaan yang disebut kolesterol eksogen, terdapat juga kolesterol endogen yang dibentuk oleh hati yang jumlahnya lebih besar. Keadaan kolesterol di plasma mempengaruhi enzim 3-hidroksi-3-metilglutaril KoA reduktase yang berfungsi sebagai sistem kontrol umpan balik. Karena itu, konsentrasi kolesterol plasma umumnya tidak berubah naik atau turun lebih dari ± 15 % meski dengan mengubah jumlah asupan kolesterol (Mughni, 2007). Menurut penelitian abdul mughni (2007), Triasilgliserol setelah puasa Ramadhan 29 hari yaitu 105.2 mmol/l, sedangkan setelah tidak puasa 29 hari yaitu sebesar 158.6 mmol/l. Hal ini menunjukkan penurunan triasilgliserol pada saat puasa Ramadhan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa puasa Ramadhan 29 hari memberikan pengaruh terhadap penurunan Triasilgliserol. Penurunan ini akibat terjadinya lipolisis yang memecah triasilgliserol menjadi asam lemak dan gliserol akibat cadangan glikogen untuk energi sudah habis (Mughni, 2007). Menurut penelitian abdul mughni (2007), kadar LDL setelah puasa Ramadhan 29 hari adalah 134.6 mmol/l, sedangkan setelah tidak puasa 29 hari sebesar 135.4 mmol/l. Secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa puasa Ramadhan 29 hari tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan LDL. Kadar LDL yang tidak mengalami perubahan bermakna diduga karena pada jalur endogen, Triasilgliserol dan kolesterol yang disintesis di hati disekresikan dalam sirkulasi sebagai VLDL. Triasilgliserol pada VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim LPL dan diubah menjadi IDL yang juga akan mengalami hidrolisis menjadi kolesterol LDL seiring dengan berkurangnya triasilgliserol (Mughni, 2007). Menurut penelitian abdul mughni (2007), kadar HDL setelah puasa Ramadhan 29 hari sebesar 36.8 mmol/l, sedangkan dalam keadaan tidak puasa sebesar 38.1 mmol/l. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan HDL yang berarti saat puasa 29 hari dan saat tidak puasa. Tidak adanya perbedaan kadar HDL ini dapat dijelaskan dengan mekanisme Reverse Cholesterol Transport. HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung Apo A, C, dan E yang disebut HDL nascent. HDL nascent berasal dari usus halus dan hepar. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol dari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat (Mughni, 2007).

II. 5. BERAT BADAN DAN PUASA Menurut Abdul Mughni (2007), Berat Badan setelah puasa Ramadhan 29 hari yaitu 73.9 kg, sedangkan setelah tidak puasa 29 hari sebesar 75.7 kg. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan berat badan setelah puasa Ramadhan 29 hari. Hasil ini dikarenakan asupan kalori yang berkurang selama puasa Ramadhan. Selain asupan kalori yang berkurang, penurunan kadar air dalam tubuh juga berpengaruh. Terdapat perbedaan penurunan berat badan pada pria dan wanita. Penurunan berat badan pada kedua jenis kelamin pada akhir Ramadhan sedikit signifikan, yaitu -1.51 kg untuk pria dan -0.92 kg untuk wanita. Penurunan berat badan ini tidak berlangsung selama 2 minggu setelah Ramadhan. Baik pria maupun wanita, berat badan setelah Ramadhan hanya mengalami penurunan yang tidak signifikan, yaitu -0.1 kg untuk pria dan -0.55 kg untuk wanita. Minggu-minggu pasca Ramadhan, pria memperoleh 1.02 kg berat badan, sedangkan berat badan wanita tetap tidak berubah (Al-Hourani and Atoum, 2007; Mughni, 2007; Sadeghirad et al., 2014). Pada bulan Ramadhan terdapat amalan yang dianjurkan pada malam hari, yaitu shalat tarawih. Shalat tarawih dapat meningkatkan BMR. Dengan peningkatan BMR, akan terjadi pengurangan massa lemak. Puasa Ramadhan jika dikombinasikan dengan latihan aerobik juga dapat efektif untuk mengurangi massa lemak dan mencegah dislipideamia. Namun latihan aerobik selama puasa dengan cuaca panas dan lembab di bulan Ramadhan, harus minum banyak cairan di malam hari untuk mengimbangi dehidrasi yang terjadi pada siang hari (Mohktar and Ibrahim, 2008; Trabelsi et al., 2011). Hasil penurunan berat badan ini sebenarnya bergantung pada aktifitas, umur, jenis kelamin responden serta lamanya durasi puasa disetiap daerah. Terdapat penelitian lain yang tidak menunjukkan adanya kenaikan berat badan (Norouzy et al., 2013).

BAB III KESIMPULAN Puasa Ramadhan 29 hari dapat menurunkan kadar triasilgliserol dan berat badan. Penurunan ini disebabkan karena pemecahan triasilgliserida yang terjadi saat cadangan glikogen hampir habis. Berat badan wanita setelah puasa Ramadhan dapat terus dijaga penurunannya dibanding laki-laki yang lebih mudah naik berat badannya. Penurunan ini dapat menurunkan resiko penyakit seperti atherosklerosis. Hasil penurunan ini juga dapat digunakan oleh individu yang mengalami obesitas atau kegemukan sebagai terapi untuk menurunkan berat badan disamping juga mendapat pahala. Kadar kolesterol, LDL dan HDL tidak terjadi perubahan yang berarti pada saat puasa Ramadhan.

DAFTAR PUSTAKA Al-Hourani, H. and Atoum, M. (2007) ‘Body composition, nutrient intake and physical activity patterns in young women during Ramadan.’, Singapore Medical Journal, 48(10), pp. 906–910. Ardi Pramono (2003) ‘A Biomedical View Of Ramadhan Fasting’, Tinjauan Biomedik Puasa Ramadhan, 3. Hall, J. E. and Guyton, A. C. (2014) Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Elsevier, Singapore. Idul, S. et al. (2017) ‘Perbedaan asupan makanan pada akhir puasa ramadhan dengan satu minggu, dua minggu dan tiga minggu setelah idul fitri pada kompi vi tank bandung’, Jurnal Ilmu Faal Olahraga, 1(1), pp. 1–7. Mohktar, M. S. and Ibrahim, F. (2008) ‘Assessment of salat taraweeh and fasting effect on body composition’, IFMBE Proceedings, 21 IFMBE(1), pp. 133–136. Mughni, A. (2007) ‘Pengaruh Puasa Ramadhan terhadap Faktor-faktor Risiko Aterosklerosis (Studi pada Profil Lipid, Gula Darah, Tekanan Darah, dan Berat Badan)’, pp. 5–90. Murray, R. K. et al. (2003) Harper ’ s Illustrated Biochemistry, Molecular Physiology. Norouzy, A. et al. (2013) ‘Effect of fasting in Ramadan on body composition and nutritional intake: A prospective study’, Journal of Human Nutrition and Dietetics, 26(SUPPL.1), pp. 97–104. R, R. I. M. et al. (2013) ‘Implication and Genetic Variations on Lipid Profile of the Fasting Respondent’, International Journal of Medical, Health, Biomedical, Bioengineering and Pharmaceutical Engineering, 7(6), pp. 329–331. Sadeghirad, B. et al. (2014) ‘Islamic fasting and weight loss: A systematic review and metaanalysis’, Public Health Nutrition, 17(2), pp. 396–406. Sunita Almatsier (2003) Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Tortora, G. J. and Derrickson, B. (2013) Principles of anatomy and physiology. 12th ed, Principles of anatomy and physiology. 12th ed. Hoboken, N.J. : Wiley,. Trabelsi, K. et al. (2011) ‘Effects of Ramadan fasting on biochemical and anthropometric parameters in physically active men’, Asian Journal of Sports Medicine, 2(3 SPEC. ISSUE), pp. 134–144. Yucel, A. et al. (2004) ‘The Effect of Fasting Month of Ramadan on the Abdominal Fat Distribution: Assessment by Computed Tomography’, The Tohoku Journal of Experimental Medicine, 204(3), pp. 179–187.

Related Documents

Irfan
November 2019 31
Proyecto Jaen
October 2019 20
Turismo Jaen
June 2020 11
App.form Irfan
May 2020 16

More Documents from ""