Pada 130 tahun yang lalu, Paul Ehrlich merupakan orang yang pertama yang dapat menjelaskan karakteristik dan morfologi dari sel mast. Kedua sel tersebut berasal dari tipe sel granulosit/monosit progenitor (GMP) yang mempunyai fungsi dalam melindungi tubuh dari infeksi yang disebabkan oleh patogen yang masuk ke dalam tubuh. Sel mast dan basofil mengekspresikan reseptor FcεRI untuk dikenali oleh antigen dengan afinitas yang cukup tinggi di permukaan sel. Reseptor FcεRI akan di aktivasi oleh alergen yang nantinya akan memicu ikatan silang
sehingga mengaktivasi dari enzim membran sel,
menyebabkan degranulasi dan pelepasan sitokin-sitokin dan senyawa biokimia (Kubo, 2018). Fungsi Sel Mast pada Respon Alergi Sel mast mengekspresikan reseptor tirosin kinase dan granula sitolitik yang umumnya di temukan di pembuluh darah, di jaringan yang membentuk barier, termasuk di kulit, dan di usus. Sel mast dapat di pisahkan menjadi sel mast mukosa (MMC), yang hanya bertugas mengekspresikan triptase, dan jaringan ikat sel mast (CTMC) yang bertugas mengekspresikan triptase dan chymase. Sel mast akan mengeluarkan granula-granula dalam proses mempertahankan dari patogen, granula tersebut nanti akan menyebarkan pigmen-pigmen dasar yang mengandung biogenik amines (histamin dan serotonin), seriglisin, proteoglikan, sel mast derivat protease (triptase dan chymase), dan mediator lipid seperti faktor aktivasi platelet (PAF), leukotrien, dan prostaglandin (Kubo, 2018). Sel mast mempunyai derivat protease seperti triptase. Triptase adalah sebagian besar yang mengsekresi derivat granul serine protease yang terdapat sekitar 10% dari total berat protein sel mast. Fungsi salah satu dari triptase tersebut adalah dapat memecah IL-33 yang lebih kuat untuk respon Th2 daripada dalam bentuk naive (Kubo, 2018). Sel mast akan diaktivasi oleh ikatan silang dari imunoglobin E (IgE) dengan reseptor FcεRI pada permukaan sel dan akan melepaskan granul yang berisi mediator-mediator inflamasi. Hasil dari eksperimen reaksi anafilaktik, IgE
memediasi aktivasi dari sel mast dan menginduksi sel mast untuk melepaskan substansi-substansi vasoaktif seperti histamin seperti tabel dibawah ini (Kubo, 2018).
Sel mast juga bisa diaktivasi oleh sistem komplemen yaitu C3a dan C5a dan akan berikatan dengan reseptor masing masing, seperti C3aR dan C5aR (CD88). Studi terbaru memperlihatkan peran dari sel mast dalam mengontrol pengaturan fungsi sel T regulator dalam protease alergen. Protease alergen yang di lepaskan IL-33 akan mengaktifkan sel mast dan mengeluarkan beberapa sitokin seperti IL-2. Kekurangan sel mast akan memperburuk peradangan pada paru-paru jika terserang alergen dan mengurangi jumlah sel Treg, menunjukkan bahwa derivat IL-2 dari sel mast menekan sel limfosit bawaan (ILC2) yang berfungsi dalam ekspansi sel Treg. Penemuan ini menunjukkan bahwa sel mast berperan dalam peradangan alergi pada paru-paru (Kubo, 2018). Fungsi Basophil dalam respon alergi Sel Basofil memiliki granul besar yang memiliki warna ungu gelap dengan pigmen dasar berwarna biru, yaitu metilena dan toluidin. Granul dari sel basofil ini mengandung histamin, heparin, dan asam hialuronik. Isi dari granul tersebut
akan dilepaskan selama proses reaksi alergi dan dapat menimbulkan syok anafilaktik dan asma bronkial. Basofil juga mengekspresikan FcεRI pada permukaan sel, yang kemudian akan berikatan silang dengan alergen sehingga menimbulkan degranulasi untuk melepaskan satu set sitokin dan zat kimia mediator. Pada semua spesies yang sejauh ini telah diperiksa, kecuali untuk kelinci, jumlah dari basofil kurang dari 1% leukosit darah perifer. Fungsi efektor dari sel - sel basofil bergantung pada thymic stromal lymphopoietin (TSLP). Pengobatan topikal dengan vitamin D sangat bermanfaat dalam menginduksi perekrutan sel- sel basofil menuju temat peradangan melalui induksi TSLP (Kubo, 2018). Terdapat beberapa karakteristik yang dimiliki oleh sel basofil dan membedakan sel basofil dari sel mast, termasuk distribusi di jaringan dan lamanya masa hidup. Sel mast di distribusikan ke dalam jaringan ikat seperti mukosa dan kulit, sedangkan untuk sel basofil biasa ditemukan terutama pada aliran darah. Sel basofil termasuk sel – sel sirkulasi yang relatif berumur pendek, yaitu dengan jangka hidup sekitar 2 sampai 3 hari dalam kondisi normal dan dapat direkrut ke area peradangan pada kondisi alergi, sementara sel mast adalah sel residen jaringan dan memiliki umur yang lebih panjang (Kubo, 2018). Seperti sel mast, sel basofil pada tikus juga melepaskan protease. Protease mMCP8 merupakan protease yang spesifik untuk sel basofil dan mMCP11 merupakan triptase pada sel basoflik. mMCP11 adalah triptase yang secara khusus diekspresikan oleh sel basofil daripada oleh sel mast. Kontribusi dari basofil terhadap respon alergi telah terlihat dalam peradangan alergi kronis yang dimediasi IgE (IgE-CAI). Peradangan alergi kronis dimediasi IgE ini, diinduksi oleh injeksi subkutan multivalen antigen pada tikus yang telah tersensitisasi dengan anitgen spesifik IgE. Telinga yang membengkak karena infiltrasi masif eosinofil adalah patologi utama yang terlihat pada IgE-CAI, dan sekarang dikenal dengan respon alergi bergantung basofil. Aktivitas protease mMCP-11 memiliki peran penting sebagai kemoatraktan selama telinga membengkak serta menyebabkan hiperpermeabilitas pada mikrovaskuler dan akumulasi dari sel – sel
proinflamasi di IgE-CAI. Aktivitas dari mMCP-8 pada intradermal untuk menaikkan regulasi dari ekspresi kemokin, yaitu CXCL1, CCL2, dan CCL24. Selain itu mMCP-8 juga menyebabkan infiltrasi dan akumulasi dari sel neutrofil, monosit atau makrofag, dan eosinofil (Kubo, 2018). Basofil telah digambarkan sebagai sumber utama penghasil IL-4 yang nantinya diperlukan untuk diferensiasi sel T helper (Th2). Sel basofil memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan diferensiasi sel Th2 setelah imunisasi dengan sistein protease alergen papain tanpa tambahan adjuvants. Secara mekanisme, sel basofil telah terbukti memiliki kemampuan sebagai sel penyaji antigen yang secara khusus terhadap respon sel Th2. Pada tikus sel basofil mengekspresikan MHC kelas II pada permukaan sel dan molekul konstimulator seperti CD80 dan CD86. Demikian, sel basofil memenuhi semua persyaratan untuk membantu respon Th2 dengan ekspresi MHC kelas II, molekul konstimulasi, dan produksi IL-4. Dilaporkan bahwa basofil mampu menginduksi Th2 dengan haptens dan antigen peptida, tetapi tidak dengan protein utuh, tanpa adanya sel dendritik. Namun, Studi selanjutnya menunjukkan peran penting CD11b + sel dendritik dalam diferensiasi sel Th2 daripada kontribusi basofil. Karena itu, itu tetap kontroversial apakah basofil memang memiliki kapasitas untuk menginduksi respon Th2. Laporan terbaru memberikan penjelasan alternatif bahwa basofil berfungsi sebagai sel antigen-presenting, mereka perlu pasif memperoleh molekul MHC-II yang diekspresikan dari selama kontak dari sel ke sel antara basofil dan sel dendritik (Kubo, 2018). Eosinofilik esophagitis (EoE) adalah penyakit alergi terhadap makanan dan berkaitan dengan penyakit peradangan yang dimediasi TSLP. Studi yang menyelidiki mekanismenya telah menunjukkan hal itu pada tikus, dan EoE bergantung pada TSLP dan basofil tetapi tidak bergantung pada IgE. meskipun TSLP dimediasi induksi respon Th2 oleh basofil. Demikian pula, sensitisasi epikutan dari penghalang kulit yang terganggu menginduksi IgE antigen spesifik dan produksi sitokin Th2, menyebabkan akumulasi sel mast di usus setelah tantangan antigen intragastrik dan pengembangan alergi makanan usus. Deplesi
TSLP dan basofil memperbaiki gejala penyakit. Karena itu, basofil memiliki peran penting dalam diferensiasi sel Th2 dan tanggapan IgE spesifik-antigen (Kubo, 2018).
Asma alergi yang disebabkan oleh sistein protease Tungau-tungau debu Dermatophagoides pteronyssimus (Derp1) dan alergen tanaman tertentu dengan aktivitas sistein protease, misalnya pada papain, adalah penyebab utama alergi asma. Deplesi sel basofil pada tikus menghasilkan eosinofilia dan produksi lendir yang diinduksi oleh alergen protease. Seri dari analisis elemen regulasi transkripsional di gen Il4 menunjukkan bahwa untranslated region (3'UTR) berisi basofil spesifik dan penghapusannya menyebabkan sekresi IL-4 dari basofil. Penghapusan 3'UTR pada tikus mengurangi peradangan pada alergi paru yang disebabkan oleh pemberian papain
pada nasal, ini menunjukkan bahwa betapa berperan penting derivat basofil IL-4 dalam protease dalam peradangan akut paru-paru yang disebabkan alergen. Menariknya, grup 2 sel limfoid bawaan (ILC2s) mengekspresi reseptor untuk IL4, IL-4 bersamaan dengan IL-33 mengaktifkan sel ILC2 untuk mensekresikan IL5 dan IL-13, yang mengontrol proliferasi eosinofil dan produksi musin, dan kemokin CCL11, yang mengontrol eosinofil migrasi eusinofil . Basofil memediasi aktivasi ILC meskipun IL-4 juga memainkan peran penting dalam model dermatitis tikus.
IL-13 yang disekresikan dari sel limfosit bawaan (ILC2s)
diperlukan untuk mempromosikan migrasi IRF4+ CD11b+ cDCs ke dalam LN yang mengalir, di mana diferensiasi sel T naive menjadi sel Th2. Sel Th2 mengekspresikan IL-5 dan IL-13 yang sangat tinggi dalam menanggapi IL-33. Oleh karena itu, IL-4 berasal dari kontrol basofil diferensiasi Th2 melalui IL-13 yang disekresikan dari sel ILC2 dan CD11b + cDCs. Pengamatan ini memberikan alternatif penjelasan tentang bagaimana basofil dan IL-4 berkontribusi pada diferensiasi Th2 (Kubo, 2018). Pernyataan Penutup Studi terbaru menunjukkan bahwa sel mast dan basofil memiliki kontribusi yang berbeda dalam hal respon alergi alami maupun adaptif. Sel mast terutama dikontrol oleh respon alergi akut bergantung IgE, sementara sel basofil dikontrol oleh respon kronis yang dimediasi IgE dan peradangan alergi bergantung IgE. Peran basofil di dalam kapasitas untuk menginduksi respon Th2 masih menjadi pertanyaan jangka panjang. Mekanisme ini sekarang dijelaskan oleh regulasi langsung melalui sel penyaji antigen dan dengan regulasi tidak langsung melalui CD11b + sel dendritik yang dimodifikasi oleh IL-13 yang disekresikan dari sel limfosit bawaan (ILC2) (Kubo, 2018).
Daftar Pustaka Kubo, M. (2018) ‘Mast cells and basophils in allergic inflammation’, Current Opinion in Immunology. Elsevier Ltd, 54, pp. 74–79. doi: 10.1016/j.coi.2018.06.006.
Sel basofil juga melepaskan protease. Protease mMCP8 dan mMCP11. Kontribusi dari basofil terhadap respon alergi telah terlihat dalam peradangan alergi kronis yang dimediasi IgE (IgE-CAI). Aktivitas protease mMCP-11 memiliki peran penting sebagai kemoatraktan selama telinga membengkak serta menyebabkan hiperpermeabilitas pada mikrovaskuler dan akumulasi dari sel – sel proinflamasi di IgE-CAI. Aktivitas dari mMCP-8 pada intradermal untuk menaikkan regulasi dari ekspresi kemokin, yaitu CXCL1, CCL2, dan CCL24. Selain itu mMCP-8 juga menyebabkan infiltrasi dan akumulasi dari sel neutrofil, monosit atau makrofag, dan eosinofil Basofil menjadi sebagai sumber penghasil IL-4 yang diperlukan untuk diferensiasi sel Th2. Secara mekanisme, sel basofil bekerja sebagai sel penyaji antigen yang secara khusus terhadap sel Th2. Pada tikus sel basofil mengekspresikan MHC kelas II pada permukaan sel dan molekul konstimulator seperti CD80 dan CD86. Namun, Studi selanjutnya menunjukkan peran penting CD11b + sel dendritik dalam diferensiasi sel Th2 daripada kontribusi basofil. Karena itu, itu tetap kontroversial apakah basofil memang memiliki kapasitas untuk menginduksi respon Th2. Laporan terbaru memberikan penjelasan alternatif bahwa basofil berfungsi sebagai sel antigen-presenting, mereka perlu pasif memperoleh molekul MHC-II dari sel dendritik melalui transfer MHC-II selama kontak dari sel ke sel antara basofil dan sel dendritik