MAKALAH TAREKAT DAN PELOPORNYA DI NUSANTARA
ILMU TASAWUF
Dosen pengampu: Nilhakim, M.ag
Di susun oleh: Farhan Krisma SEMESTER III PRODI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN SAMBAS TAHUN 1441 H/2019 M
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang pembuktian. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca. Sambas, 23 Desember 2018 Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 A.
Latar Belakang ............................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3 A.
Yusuf al Makassari dan Tarekat Khalwatiyah ................................. 3
B.
Abdusshomad al-Palimbani dan Tarekat Sammaniyah .............. 6
C.
Abdullah al-Haddad dan Tarekat Alawiyah ...................................10
BAB III PENUTUP .................................................................................................................12 A.
Kesimpulan .................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................13
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berbicara tentang perkembangan tarekat di Indonesia tentu tidak akan bisa lepas dari agama Islam berasal. Islam berasal dari jazirah Arab dibawa oleh Rasulullah, kemudian diteruskan masa Khulafa ar-Rasyidin ini mengalami perkembangan yang pesat. Penyebarluasan Islam ini bergerak ke seluruh penjuru dunia. Islam datang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia.1 Tarekat berasal dari bahasa Arab : tarekaq, jamaknya tara’iq. Secara etimologi berarti : (1) jalan, cara (al-kaifiyyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab);2 Menurut
istilah,
tarekat berarti perjalanan seorang saleh (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.3 Dalam tasawwuf seringkali dikenal istilah Thariqah, yang berarti jalan, yakni jalan untuk mencapai Ridla Allah. Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi menyatakan, At thuruk bi adadi anfasil mahluk, yang artinya jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya mahluk, aneka ragam dan macamnya. Orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati hati, karena : Ada yang sah dan ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima. (Mu’tabarah. Wa ghairu Mu’tabarah).
1http://www.al-aziziyah.com/opini/64-pendidkan/100-thariqahmutabarah.html 2Ensiklopedi Islam, Cetakan keempat, Jild 5, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta : PT Ichtiar baru van hoeve, 1997), 66 3Ibid, hal 66
1
2
B. Rumusan Masalah 1. Mengenal Yusuf al-Makassari dan tarekat Khalwatiyah 2. Mengenal Abdusshomad al-Palimbani dan tarekat Sammaniyah 3. Mengenal Abdullah al-Haddad dan tarekat Alawiyah
BAB II PEMBAHASAN
A. Yusuf al Makassari dan Tarekat Khalwatiyah 1. Sejarah Tarekat Khalwatiyah Tarekat khlawatiyah didirikan oleh Umar Al-Khalatawi (w. 1397 M) yang berasal dari Turki dan merupakan salah satu tarekat yang berkembang di berbagai negeri, seperti Turki, Syiria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di Mesir, tarekat Khalwatiyah dikembangkan oleh Ibrahim Gulsheini (w. 940 H/1534 M) yang kemudian terbagi kepada beberapa cabang, antara lain tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim As-Samani (1718-1775). Sesuai dengan nama pendirinya tarekat ini dinamakan “Khalwatiyah” oleh para pengikutnya atau murid-muridnya. Secara garis besar sebenarnya semua tarekat secara silsilah bila ditarik paling awal pasti nas-nya berasal dari Nabi Muhammad kemudian diambil dari ahlul bait Rasulullah yaitu Ali bin Abi Thalib ra. Di Indonesia sendiri tarekat Khalwatiyah kebanyakan pengikutnya berkembang di Makasar dan suku Bugis, Sulawesi Selatan yang mulai dikenal semenjak adanya peran yang dimainkan oleh Syaikh Abul Fathi Abdul Bashir al-Dharir al-Khalwati yang biasa dikenal dengan nama Tuan Rappang I Wodi. Tarekat Khalwatiyah di bawa ke Indonesia oleh Syaikh Yusuf Al-Makasari tokoh kelahiran Gowa, Sulawesi Selatan lahir pada tahun 1626 dan meninggal di Tanjung Harapan, Afrika Selatan 22 Dzulqaidah 1111 H/22 Mei 1699 makamnya terletak di Faure perbukitan pasir False Bay yang beribu-ribu peziarah datang untuk menghormati tokoh mulia ini, tapi pada tahun 1705 kerangka jenazah al-Makasari dibawa ke Gowa dan dimakamkan di Lakiung, Sulawesi Selatan. Ibunya
3
4
bernama Aminah, putri Gallarang Moncongloe, sepupu Raja Gowa yang pertama masuk islam yang bernama Mangoragi Daeng Murabbiya4 Dalam masyarakat Sulawesi sekarang terdapat dua nama Khalwatiyah yaitu
Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman.
Khalwatiyah Samman memiliki hubungan silsilah dengan Tarekat Sammaniyah yang didirikan di Mekah. Sedangkan di Indonesia sendiri yang populer adalah Khalwatiayh Yusuf. Berawal dari khalifah besar (Puang Lompo) dari keduannya menetap di Kabupaten Maros pada dua buah desa yang berjauhan. Keduanya juga bersumber dari silsilah khalifah yang sama, kemudian bercabang dua sesudah khalifah ke-21 yaitu Syaikh Quthub Zaman Mulana Affandi Umar al-Khalwatiy mulai dari sini bercabang pada Syaikh Mulana Sayed Yahya al-Syarwani untuk Khalwatiyah Yusuf, sedangkan Khalwatiyah Samman turun pada Syaikh Muhammad Amir Ummul Khalwatiy. Tapi dari kedua tarekat ini tetap sama pada teologi Asya’riyah bermadzhab Ahlus Sunnah Wal Jamah. Dan yang masuk dan tersebar ke Indonesia adalah tarekat Khalwatiyah Yusuf. 2. Ajaran Tarekat Khalwatiyah Konsep
utama
tasawuf
al-Makasari
(Khalwatiyah)
adalah
pemurnian kepercayaan (aqidah) pada keesaan Tuhan. Al-Makasari percaya bahwa Tuhan mencakup segalanya (al-ahathah) dan ada dimanamana (al-ma’iyyah) atas ciptaan-Nya, tapi al-Makasari berpendapat meski Tuhan mengungkapkan diri-Nya dalam ciptaan-Nya, hal itu tidak berarti bahwa ciptaan-Nya itu adalah Tuhan itu sendiri, semua ciptaan adalah semata-mata wujud alegoris (al-mawjud al majazi) bukan wujud sejati (al-mawjud al-haqiqi). Menurut al-Makasari “ungkapan” Tuhan dalam ciptaan-Nya bukanlah bukanlah kehadiran “fisik” Tuhan dalam diri mereka. Dengan demikian secara pemahaman universal kelihatannya beliau menolak konsep wahdat al-wujud (kesatuan wujud) dan al-hulul (inkarnasi illahi). 4 Sri Mulyati. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. (Jakarta : Prenada Media, 2005)
5
Menurut Azyumardi Azra dari keterangan di atas pengalaman tasawuf yang al-Makasari maksudkan tasawuf yang selaras antara syariat dan ajaran tasawuf itu sendiri, atau biasa disebut Neo-Sufisme yaitu jalan sufisme yang kesetiaan penuh terhadap doktrin hukum islam. AlMakasari menegaskan bahwa orang yang menjalankan syariat lebih baik dari pada orang yang menjalankan tasawuf namun mengabaikan hukum islam. Orang yang demikian digelaridengan zindiq (pemikir bebas) dan mulhid (sesat) yaitu orang yang percaya mereka akan dapat semakin dekat dengan Allah tanpa melakukan ibadah semisal shalat atau puasa. Al-Makasari mengungkap ada tiga tingkatan orang yang dapat mendekati Tuhan, yaitu : a. Pertama, cara akhyar (orang-orang terbaik) yaitu orang yang banyak melaksanakan shalat, membaca Al-Qur’an dan hadits, berjuang dijalan Allah, dan ketaatan eksoteris lainnya. b. Kedua, cara mujahidat al-syaqa (orang-orang yang berjuang melawan kesulitan) dengan berusaha melepaskan diri dari kebiasaan buruk dan mensucikan jiwanya. c. Ketiga, dengan dzikir (ahl-dzikir) yaitu orang-orang yang mencintai Allah baik secara lahir maupun batin dan selalu berhati-hati menjaga kedua aspek ini.
Ajaran-ajaran Dasar Tarekat Khalwatiyah antara lain : 1. Yaqza, kesadaran diri sebagai makhluk yang hina dihadapan Allah 2. Taubah, mohon ampunan 3. Muhasabah, interospeksi diri 4. Inabah, berhasrat kembali kepada Allah . 5. Tafakkur, merenung tentang kebesaran Allah. 6. I’tisam, selalu bertindak sebagai khalifah Allah dibumi. 7. Firar, lari dari kehidupan jahat & keduniawiaan. 8. Riyadah, melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya. 9. Tasyakkur, selalu bersyukur.
6
10. Sima’ selalu konsentrasi mendengar perintah Allah.
B. Abdusshomad al-Palimbani dan Tarekat Sammaniyah 1. Sejarah Tarekat Sammaniyah Al-Palimbangi lahir di Palembang sekitar tiga atau empat tahun setelah 1112 H/1700 M. Menurut catatan yang terdapat dalam kitab Sair al-Salikin, kitab tersebut mulai ditulisnyapada tahun 1193 H/1779 M. (Abd Samad Al-Palimbani, TT : 3). Menurut Yusuf Halidi, al-Palimbani menuntut ilmu di Mekkah bersama-sama dengan Muhammad Arsyad alBanjari, Abdul Wahab Bugis dari Sulawesi Selatan dan Abdul Rahman Masridari Jakarta,"empat serangkai" yang kemudian sama-sama belajar thariqat diMadinah kepada Syeikh Muhammad al-Samman, dan akhirnya mereka bersama-sama pula pulang ke daerah mereka masing-masing di Indonesia. Al-Palimbani mengambil Tarekat al-Khalwatiyah melalui Syekh Muhammad al-Samman di Madinah, yang selanjutnya dikenal sebagai pendiri Tarekat Sammaniyah. Dalam tulisan-tulisannya, khususnya dalamHidayat al-Salikin dan Sair al-Salikin, ia selalu menyebut dirinya sebagai murid dari Syekh Muhammad al-Samman al-Madani.Mengenai karya tulis Al-Palimbangi, ada beberapa kitab seperti yang penulis kutip dari Chatib Quzwain diantaranya (1) Hidayat al-Salikin, (2) Sair al-Salikin, yang secara berurutan merupakan terjemahandari Bidayat al-Hidayat dan Lubab Ihya' Ulum al-Din – Karangan Al-Ghazali, (3) Zahrat al-Murid fi Bayan Kalimat al-Tauhid, (4) Nasihat al-Muslimin wa Tazdkirat alMu'minin fi Fadha'il al-Jihad fi Sabilillah, (6),Al-'Urwat al-Wutqa wa Silsilat Uli al-Ittiqa, (7) Ratib Abd al-Samad al-Palimbani. 2. Ajaran al-Palimbangi a. Taubat, yakni : Menurut Al-Palimbani, taubat itu terbagi dalam tiga tingkatan : -
Pertama, taubat orang awam,
7
-
Kedua, taubat orang khawash
-
Ketiga, taubat orang khawash al khawash
b. Takut dan Harap, yakni : Amal perbuatan yang dikerjakan atas dasar harap pada dasarnya derajatnya lebih tinggi dari yang dilakukan atas dasar takut, bahkan rasa harap itu sendiri lebih tinggi derajatnya daripada rasa takut,demikian dikatakan oleh Al Palimbangi. Menurutnya, hal ini diisyaratkan oleh Hadits nabi SAW : "Jangan mati seseorang melainkan dia berbaik sangka pada Allah Taala" yakni membanyakkan harap akan keridhaan Allah. Dengan demikian,harap kepada Allah itu adalah suatu maqam yang lebih tinggi daripada maqam takut, karena hal itu lebih dekat kepada maqam cinta. c. Zuhud, yakni : Ciri seorang zahid menurutnya ada tiga perkara :1) Ia tidak gembira dengan adanya sesuatu dan tidak sedih dengan hilangnya sesuatu.2) Orang yang memuji dan orang yang mencelanya dianggapnya sama saja.3) Ia merasa intim dengan Tuhan dan merasa lezat dalam mentaati-Nya. (Al-Palimbani, Jilid IV : 99). Semua ini mungkin bisa dipertahankan oleh seorang zahid yang di dalam hatinya tidak ada lagi sesuatu selain Allah, walaupun ia memiliki kekayaan dan kebesaran. d. Sabar, yakni : Menurut Al-Palimbani, sabar adalah menahan diri dalam memikul suatu penderitaan, baik dalam kedatangan sesuatu yang tidak diingini maupun dalam hal kepergian sesuatu yang disenangi. Sabar terbagi dalam tiga tingkatan : -
Pertama, "orang awam" yang disebutnya tashabbur (bersabar), yaitu "menanggung kesusahan dan menahan kesakitan" dalam menerima hukum Allah;
8
-
Kedua, sabar "orang yang menjalani tarikat," yaitu "jadi biasa ia dengan bersifat dengan sabar telah mudah atasnya segala yang susah yang datang akan dia itu".
-
Ketiga, sabar orang arif yang telah mengenal Allah, yang disebutnya ishthibar, yaitu "bersedap-sedap dengan kena bala dan suka ia dengan ikhtiyar (pilihan) Tuhannya.
e. Syukur, yakni : menurutnya maqam syukur ini memerlukan amal perbuatan yang mengandung kebaikan bagi semua manusia; kalau pada maqam zuhud tadi seorang salih membelakangi kehidupan dunia ini untuk membulatkan hatinya kepada Allah, pada maqam ini ia harus melahirkan rasa syukurnya kepada Allah dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. f. Ikhlas, yakni : Ikhlas bagi al-Palimbangi adalah suatu maqam yang harus dilalui oleh seorang salih dalam perjalannya kepada Allah. Maqam ikhlas adalah maqam yang paling dekat untuk menjangkau makrifah yang menjadi tujuan akhir orang-orang sufi, yang dalam tingkatan permulaannya mungkin telah dicapai pada maqam syukur tadi. Dalam penjelasannya mengenai fadhilat ikhlas ini, Al-Palimbani mengutip sebuah Hadits Nabi SAW yang menerangkan bahwa apabila seorang hamba Allah beramal dengan ikhlas karena Allah selama empat puluh hari, pasti mengalir mata air hikmah dari dalam hatinya melalui lisannya. g. Tawakkal, yakni : Al-Palimbani menganggap tawakal itu suatu maqam yang terdiri dari ilmu, hal dan amal. Ilmu yang dipandang sebagai sumber dari tawakal itu ialah inti tauhid tingkat ketiga, yakni
9
tauhid orang muqarrabin yang memandang bahwa segala sesuatu dalam alam ini terbit dari Yang Maha Satu. h. Mahabbah, yakni : Al-Palimbangi memandang cinta yang merupakan maqam tertinggi itu suatu cinta sadar yang melahirkan dirinya melalui saluran syariat, bukan sejenis cinta yang melahirkan ucapanucapan syathahat yang sering berlawanan dengan pokokpokok ajaran syariat. Orang yang berada pada maqam mahabbah ini menurut keterangan di atas selalu berzikir, munajat, mengerjakan sembahyang tahajjud, membaca AlQur'an, dengan rasa cinta kepada Tuhan yang mengalahkan hawa nafsunya, sehingga ia merasa lezat mentaati semua ajaran syariat, kasih kepada semua yang dikasihi Allah dan benci kepada semua yang dibenci-Nya. i.
Ridho, yakni : yang dimaksudkan dengan ridha terhadap semua yang diridhai Allah,sebagai buah dari cinta yang hakiki kepada-Nya. Dengan kata lain, pada maqam tertinggi ini segala kehendak dan keinginan yang mencerminkan tuntutan hawa nafsu manusia telah terhapus dalam kehendak Tuhan yang sudah merupakan sentral wujud-Nya.
j.
Makrifah, yakni : Al-Palimbangi menganggap makrifah sebagai tujuan akhir yang ingin dicapainya di dunia ini, karena hal itu menurut dia adalah "surga". Semua maqamat yang tersebut itu, dari taubat sampai kepada ridha dianggapnya sebagai jalan yang menyampaikan kepada makrifah Allah Ta'ala
k. Fana dan Baqa, yakni : Al-Palimbani dalam hal ini memberikan suatu penjelasan, menurutnya orang yang sudah mencapai tingkat nafs
10
almuthma'innah, fana segala sifatnya dan syuhud ia akan sifat Allah Taala; dan orang yang sudah sampai ke tingkat nafs-arradiyah "fana dirinya (dan) segala sifat basyariah (nya) di dalam syuhud akan Ahadiyah Allah Taala. Bagi orang yang telah berada pada tingkat nafs al-mulhamah ia memandang segala yang terjadi di alam semesta ini perbuatan Allah, sehingga dalam pandangannya telah fana semua perbuatan yang lain. Dengan demikian, fana dan baqa itu tercapai dalam waktu yang sama, karena hal itu adalah dua aspek dari keadaan atau pengalaman yang sama.
C. Abdullah al-Haddad dan Tarekat Alawiyah 1. Sejarah Tarekat Alawiyah Tarekat Alawiyyah atau Tarekat As-Sadah Al-Ba’Alawi adalah suatu tarekat sufi Islam Sunni yang terkenal, yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Ali Ba’alawi, bergelar Al-Faqih Al-Muqaddam (lahir di Tarim, Yaman, 574 H/k. 1178 M, dan wafat 653 H/k. 1256 M).[1] Tarekat ini kemudian semakin berkembang dengan pesat di tangan Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad. Penyebarannya yang terbesar adalah di Yaman, selain itu juga tersebar di Indonesia, Malaysia, Singapura, Kenya, Tanzania, India, Pakistan, Hijaz, dan Uni Emirat Arab yang merupakan pula wilayah diaspora bangsa Arab Hadramaut. Di Indonesia, ada kemungkinan tarekat Alawiyyah menyebar luas bersamaan dengan datangnya para imigran Arab ke Nusantara pada abad ke-19 dan 20. Hal ini seperti dinyatakan dalam penelitian Ulrike Freitag berjudul Hadhramaut: A Religious Centre for the Indian Ocean in the Late 19th and Early 20th Centuries yang menyatakan bahwa Hadhramaut telah menjadi pusat keagamaan masyarakat samudera Hindia akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
11
Menurut catatan Martin van Bruinessen, studi ilmiah terhadap tarekat sebelum abad sembilan belas sangat minim. Sarjana generasi pertama yang tertarik dengan isu ini pada umumnya berasal dari Belanda, lalu Inggris, Prancis dan diikuti Jerman. Dari tahun 1976 sampai 1995, sarjana Muslim Indonesia mulai melakukan penelitian terhadap dunia tarekat. Ada sekitar delapan puluh (80) kajian tentang tarekat secara umum. Sampai akhir abad 20, belum ada kajian khusus yang membahas perkembangan tarekat Alawiyyah. Dan pada tahun 2000 oleh Ibrahim Umar mengkaji tarekat kaum habaib ini melalui disertasi berjudul alThariqah al-‘Alawiyyah Menurut Pandangan Abdullah al-Haddad (Suatu Kajian Tasawuf Akhlaqi). 2. Dasar Ajaran Tarekat Alawiyah Pengajaran keilmuan berdasarkan aturan tarekat (manhaj) AsSadah Al-Ba’alawi ialah mengajarkan berbagai ilmu-ilmu keislaman, yang kini telah berkembang sepanjang sejarahnya dan menjadi bebagai cabang ilmu keislaman. Berbagai ma’had dan rubath tarekat ini, setelah tahuntahun menjalankan pengajarannya secara terus-menerus sampai dengan hari ini, telah membuat cara-cara yang sistematis dalam memberikan pengajaran ilmu-ilmu tersebut, yang selain itu juga mengajarkan mengenai pentingnya pendidikan melalui suri tauladan (tarbiyyah fi tazkiyah).5
5 Al-Manhaj As-Sawiy Syarh Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: AlHabib Zain bin Sumaith, hlm. 19
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan Uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa Tarekat sebanarnya telah ada Sejak munculnya Islam yakni tatkala Rasulullah SAW melakukan Takhannus atau berkhalwat di Gua Hira. Apa yang dilakukan Rasullah ini selain untuk mencari ketenangan hati dan kebersihan jiwa juga yang terpenting adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan khusyu. Sebagaimana pula halnya para penganut Tarekat pada Umumnya yang berusaha memaknai hidup ini dengan berusaha semaksimal mungkin mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui Tarekat. Banyaknya Tarekat-tarekat yang tumbuh dan berkembang di Dunia Islam (Dinasti-dinasti Islam di Persia atau Jazirah arab dan sekitarnya) berdampak pula dengan menyebarkan Tarekat-tarekat ini di Nusantara. Diantara Faktor yang menyebabkan cepatnya tarekat ini berkembang di Nusantara adalah karena jalur perdagangan melalui laut yang sudah lancer yang bisa menghubungkan satu daerah dengan daerah lain di Nusantara bahkan di Dunia, Faktor lainnya adalah adanya kesadaran Ulama-ulama Indonesia untuk mendalami ilmu agama khususnya di luar Nusantara seperti di Makkah. Tarekat
tidak
bisa
dibatasi
dari
aspek
pemaknaan
saja
bersadarkan pemahaman yang telah berkembang sebelumnya yakni bahwa Tarekat merupakan jalan atau metode yang ditempuh untuk mendekatkan dirisedekat mungkin dengan Allah SWT. Kenyataannya bahwa Tarekat itu memiliki makna lain yang bisa lebih spesifik misalnya Tarekat di maknai sebagai faham Mistik yang dapat mendatangkan kekuatan gaib dan semacamnya.
12
DAFTAR PUSTAKA Al-Manhaj As-Sawiy Syarh Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, hlm. 19. Ensiklopedi Islam, Cetakan keempat, Jild 5, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta : PT Ichtiar baru van hoeve, 1997) http://http://majelisdzikirpasebantomboati.blogspot.com/2011/01/tarekat -alawiyyah.html diakses pada tanggal 28 Desember 2018 http://www.al-aziziyah.com/opini/64-pendidkan/100-thariqah mutabarah.html diakses pada tanggal 28 Desember 2018 Sri Mulyati. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. (Jakarta : Prenada Media, 2005)
13