BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
Laporan Kasus Maret 2019
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KEDOKTERAN KELUARGA “TINEA CORPORIS”
Disusun Oleh : Miftahul Jannah, S.Ked (10542 0395 12) Pembimbing : dr. Hj. Hatase Nurna (Kepala Puskesmas Jongaya)
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat (Kedokteran Keluarga) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019 1
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama
: Miftahul Jannah, S.Ked
Judul Laporan Kasus
: Tinea Corporis
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar. Makassar,
Maret 2019
Pembimbing
dr. Hj. Hatase Nurna
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan kasus dengan judul Tinea corporis. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat (Kedokteran Keluarga). Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas laporan kasus. Namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta temanteman sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada dr. Hj. Hatase Nurna, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari yang diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
Makassar,
Maret 2019
Penulis
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur, yang terbagi atas mikosis profunda dan mikosis superfisial. Insiden mikosis superfisial cukup tinggi di Indonesia karena beriklim tropis sehingga dapat menjadi tempat pertumbuhan yang baik bagi jamur. Mikosis superfisial sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dermatofitosis dan nondermatofitosis. 1.2 Dermatofitosis atau yang dikenal dengan tinea, ringworm, kurap adalah penyakit penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk. Permbagian dermatofitosis yang sangat banyak dianut adalah berdasarkan lokasi.1 Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.1,2,3 Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup.1,4 Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis. 1
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim yang panas (tropis dan subtropis).5,6 Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur.5 Patogenesis dermatofitosis tergantung pada faktor lingkungan, antara lain iklim yang panas, hygiene perseorangan, sumber penularan, penggunaan obat-obatan steroid, antibiotik dan sitostatika, imunogenitas dan kemampuan invasi organisme, lokasi infeksi serta respon imun dari pasien.3
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.1,2,3Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup.1,4 Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis.1 Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim yang panas (tropis dan subtropis).5,6 Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur.5 B. Epidemiologi Tinea corporis
merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai
didaerah yang panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia
dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis.
Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik berkembang menjadi
akan
tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea korporis
dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.7 Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. 2
5
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak.7,8 Secara geografi lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis.8 Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di identifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia.9 C. Etiologi Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya dapat ditemukan berdasarkan spesies yang terdapat di daerah tertentu.1,6 Namun demikian yang lebih umum menyebabkan tinea korporis adalah T.rubrum, T.mentagrophytes, dan M.canis.1 D. Patogenesis Dermatofitosis
bukanlah
patogen
endogen.
Transmisi
dermatofit
kemanusia dapat melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit.3
6
Types Of Dermatophytes Based On Mode Of Transmission Category
Mode of transmission
Typical clinical features
Antropofilik
Manusia ke manusia
Ringan, tanpa inflamasi, kronik
Zoofilik
Hewan ke manusia
Geofilik
Tanah ke manusia atau hewan
Lingkungan
kulit
yang
sesuai
Inflamasi hebat (mungkin pustula dan vesikel), akut. Inflamasi sedang
merupakan
faktor
penting
dalam
perkembangan klinis dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi langsung spora atau hifa pada permukaan kulit yang mudah dimasuki dan umumnya tinggal di stratum korneum, dengan bantuan panas, kelembaban dan kondisi lain yang mendukung seperti trauma, keringat yang berlebih dan maserasi juga berpengaruh.4,7,10 Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit. 7,10 Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler.7,10 7
Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadangkadang disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang normal dapat diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.10 E. Gambaran Klinik Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di daerah yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma.6 Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla yang berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas.6 Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar, selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi anular.1,5,7,10,11 berupa skuama, krusta, vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan bercak terpisah satu dengan yang lainnya.10 Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersamasama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.12 Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-
8
lingkaran skuama yang konsentris.7 Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan respon inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya, pasien HIV-positif atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam dan meluas. 7 Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan. Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.13 F. Pemeriksaan Penunjang Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada kulit sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis. Akan tetapi kadang temuan floresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Sehingga diagnosis menjadi lebih tepat. 14 Pemeriksaan
mikroskopik
langsung
terhadap
bahan
pemeriksaan
merupakan pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi jamur.6 Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting untuk mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop dimana terlihat hifa diantara material keratin.5 Penyakit jamur
Floresensi
Tinea kapitis
Hijau,
Pitiriasis versikolor
biru kehijauan Kuning keemasan
Eritasma, Obat tetrasiklin
Merah bata kuning
9
G. Diagnosis Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk melihat elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi spesies jamur penyebab yang lebih akurat.10 Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui infeksi dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini diidentifikasi dari hasil positif kerokan oleh kultur jamur. 14 H. Diagnosis Banding Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan dengan beberapa kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, ptiriasis rosea,6,12 dan psoriasis.6,7,12 Untuk alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit yang tidak jelas penyebabnya. 6 Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang telinga, daerah nasolabial dan sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis. 12 Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas, tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa heral patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya. 12 I. Penatalaksanaan Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.
10
a. Terapi topikal Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol
dan alilamin
tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semuanya
memberikan
keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi7 Berikut obat yang sering digunakan : 1. Topical azol terdiri atas : a. Econazol 1 % b. Ketoconazol 2 % c. Clotrinazol 1% d. Miconazol 2% dll. Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfadimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur. 7,15 2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3 epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran sel jamur.10 yaitu aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.7,15 3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.7 4. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi. 5,7
11
b. Terapi sistemik Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal. 15 1. Griseofulvin Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat mitosis pada stadium metafase. 2. Ketokonazol Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam. 3. Flukonazol Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung. 4) Itrakonazol Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan makanan. 5. Amfosterin B Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan 12
sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol. B. Prognosis Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik.7 C. Faktor
–
faktor
Lingkungan
yang
mempengaruhi
Terjadinya
Dermatofitosis Dermatofitosis yang mempunyai penyebaran luas, meskipun demikian insidens lebih banyak didaerah dengan iklim lembab (Tropis), Kebersiahan lingkungan dan pribadi, pemakaian baju ketat, Keringat, baju mandi yang lembab. Penyakit kulit di Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, parasit, dan penyakit dasar alergi. a. Suhu Keadaan suhu dan kelembaban udara dapat berubah-ubah tergantung dari posisi dan pancaran sinar matahari ke bumi. Sehingga suhu dan kelembaban udara pada jam-jam berbeda menunjukkan angka yang berbedabeda. Demikian pula rata-rata suhu harian dan bulanan merupakan angka yang tidak selalu sama. Distribusi, spesies penyebab, dan bentuk infeksi yang terjadi bervariasi pada daerah geografis, lingkungan dan budaya yang berbeda. Dermatofita berkembang pada suhu 25- 28°C, dari timbulnya infeksi pada kulit manusia didukung oleh kondisi yang panas dan lembab. Karena alasan ini, infeksi jamur superfisial relatif sering pada negara tropis, pada populasi dengan status sosioal ekonomi rendah yang tinggal di lingkungan yang sesak dan hygiene yang rendah . Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi dermatofitosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial
13
ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali. b. Oksigen Oksigen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 dan H2O. Sebaliknya untuk pertumbuhan yang optimum, oksigen harus diambil secara bebas dari udara. Tanpa adanya oksigen, tidak ada jamur yang dapat hidup. c. Kelembaban Kebutuhan jamur akan kelembaban berbeda-beda, namun hampir semua jenis jamur dapat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air substrat yang rendah sering menjadi fakyor pembatas bagi pertumbuhan jamur. Hal ini terutama berlaku bagi jenis jamur yang hidup pada kayu atau tanah. Kayu dengan kadar air kurang dari 20% umumnya tidak terserang jamur perusak, sebaliknya kayu dengan kadar air 35-50% sangat disukai oleh jamur perusak.Jamur pelapuk akan menyerang kayu yang berbeda pada lingkungan yang lembab dalam waktu yang relatif lama. Kayu yang dipasang sebagai komponen bangunan disekitar kamar mandi atau sumur, kayu yang terkena tempias air hujan atau kayu yang terendam air akibat banjir akan mudah sekali terserang jamur pembusuk. d. Konsentrasi Hidrogen (pH) Pada umumnya jamur akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari 7 (dalam suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada pH 4,5 sampai 5,5
e. Perumahan
14
Berdasarkan literatur disebutkan bahwa rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. (Gould dan Brooker, 2003). Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2003). 1. Ventilasi Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari luas lantai rumah 2. Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Penerangan yang cukup baik siang maupun malam 100-200 lux. 3. Luas bangunan rumah Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu penghuni menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lain. 4. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air
15
limbah, fasilitas dapur, ruang berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak.
D. Pencegahan Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi jamur : 1. Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan kulit dan kaki. 2. Membiasakan mandi sekurang-kurangnya sekali sehari. Mencuci kaki dua kali sehari dan keringkan dengan cara menekan-nekan (jangan digosok) dengan handuk 3. Mengeringkan kulit secara menyeluruh setelah mandi, hingga sampai lipatan-lipatan. 4. Membiasakan agar masing-masing individu menyimpan dan menggunakan handuknya sendiri agar tidak tercemar jamur atau kuman penyakit. 5. Menggunakan kaos kaki dan pakaian dalam dari bahan katun, gantilah secara rutin (sekurang-kurangnya sekali sehari) 6. Gunakan bedak anti jamur pada sepatu atau kaos kaki untuk mencegah proliferasi spora jamur 7. Untuk pengidap diabetes, jaga agar kadar gula darah tetap dalam batas normal.
16
BAB III LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien -
Nama
: Ny. Rosnah
-
Usia
: 43 tahun
-
Jenis kelamin
: Perempuan
-
Agama
: Islam
-
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
-
Alamat
: Jl. Bonto Duri 7 Lr. 3
-
Status perkawian
: kawin
-
Suku/ Bangsa
: Makassar
-
Tanggal Pemeriksaan
: 27 Februari 2019
Tanggal kunjungan puskesmas
: 27 Februari 2019
a. Tanggal kunjungan rumah I
: 28 Februari 2019
b. Tanggal kunjungan rumah II
: 2 Maret 2019
c. Tanggal kunjungan rumah II
: 5 Maret 2019
B. Anamnesis Ny.T, 43 tahun, seorang ibu rumah tangga datang ke puskesmas Jongaya dengan keluhan gatal dan kemerahan di sekitar pinggang dan paha sebelah kanan, sejak kurang lebih 2 minggu sebelum datang ke Puskesmas. Gatal terjadi sepanjang hari dan gatal semakin bertambah pada saat pasien berkeringat dan bila setelah bekerja sebagai ibu rumah tangga. Awalnya bercak timbul disekitar pinggang kanan dan apabila terasa gatal, pasien menggaruk dan bercak tersebut semakin melebar dan bertambah banyak dan berubah warna menjadi kehitaman. Menurut pasien gatal tidak dipengaruhi makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama sekitar 6 bulan yang lalu, namun keluhan gatal pasien berkurang setelah pasien membeli obat sendiri di apotik. Keluhan yang serupa juga dialami oleh
17
suami pasien namun pada suami pasien terjadi keluhan di tempat predileksi yang berbeda yaitu pada bagian perut dan selangkangan. Namun suami pasien tidak pernah pergi berobat untuk mengobati keluhannya disebabkan urusan pekerjaan. Riwayat Penyakit Sebelumnya Berdasarkan pernyataan pasien, pasien sebelumnya pernah mengalami sakit yang sama 6 bulan yang lalu. Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial: Dalam keluarga pasien memiliki riwayat penyakit yang sama yaitu suami pasien, yang mulai dialami sekitar 1 bulan yang lalu.. Penyakit yang sama untuk anak-anak pasien disangkal. Pasien memiliki kebiasaan kurang menjaga hygiene, jarang mandi, serta lingkungan rumah pasien yang tidak bersih. ANAMNESIS KELUARGA : a.
Bentuk& Fungsi Keluarga 1) Bentuk Keluarga -
Bentuk Keluarga menurut Goldenberg Keluarga
terdiri
dari
kepala
keluarga
(KK) yang
merupakan Suami pasien bernama Tn. MT 44 tahun, Ny. R sebagai pasien berusia 43 tahun, anak pertama bernama S berusia 19 tahun, anak kedua bernama D berusia 17 tahun dan anak ketiga bernama NH berusia 7 tahun. Bentuk keluarga adalah Keluarga Inti (Nuclear Family ) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak kandung.
18
-
Bentuk keluarga menurut Sussman Menurut sussmann, bentuk keluarga ini adalah Keluarga Tradisional, adalah keluarga yang pembentukannya sesuai atau tidak melanggar norma-norma kehidupan masyarakat yang secara tradisional dihormati bersama. Hal yang terpenting adalah keabsahan ikatan perkawinan antara suami dan istri.
2) Fungsi Keluarga a) Fungsi biologis • Untuk meneruskan keturunan. • Memelihara dan membesarkan anak. • Memenuhi kebutuhan gizi keluarga. • Memelihara dan merawat anggota keluarga. b) Fungsi Psikologis • Memberikan kasih sayang dan rasa aman. • Memberikan perhatian diantara anggota keluarga. • Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga. • Memberikan Identitas anggota keluarga. c) Fungsi Sosial • Membina sosialisasi pada anak. • Membentuk norma-norma perilaku sesuai dengan tingkat perkembangan anak. • Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. d) Fungsi Ekonomi
19
• Mencari
sumber-sumber
penghasilan
untuk
memenuhi
kebutuhan keluarga. • Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. • Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua, dsb. Keluarga ini telah memenuhi fungsi keluarga secara lengkap baik dari segi fungsi biologis, psikologis, sosial sedangkan dari segi ekonomi kurang baik dikarenakan anak mereka yang tidak mendapatkan pendidikan secara tuntas. b. Siklus Keluarga Tahapan siklus keluarga menurut Duvall pada keluarga Tn. MT dan Ny. R termasuk ke dalam tahap ke 5 yaitu keluarga dengan anak remaja. Dimana keluarga ini memiliki 3 orang anak, anak pertama berusia remaja sedangkan anak kedua berusia sekolah dan anak ketiga berusia sekolah.
B. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital -
Kesadaran
: Composmentis
-
GCS
: 15
-
Tekanan darah
: 110/70 mmhg
-
Frekuensi nadi
: 84 x/mnt
20
-
Frekuensi Pernapasan : 20 x/mnt
-
Suhu
: 36,50 C
-
Berat Badan
: 40 kg
-
Tinggi Badan
: 152 cm
2) Status Generalis -
Kepala
: Normocephal
-
Mata
: Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik(- /-),
Pupil bulat, isokor -
THT (tonsil)
: Hiperemis(-) T1-T1
-
Leher
: Pembesaran KGB dan tiroid (-)
-
Paru-paru •
Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
•
Palpasi
: Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
•
Perkusi
: Sonor seluruh lapang paru
•
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, rhonki halus (-/-), wheezing (-/-)
-
Jantung •
Inspeksi
: Iktus kordis tidak nampak
•
Palpasi
: Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra, Nyeri Tekan (-)
•
Perkusi
: Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas jantung kiri ICS V linea midklavikula sinistra
• -
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murmur(-)
Abdomen •
Inspeksi
: Simetris, datar, kelainan kulit (+ ), pelebaran vena
(-) •
Auskultasi : Bising usus normal
•
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-), hepatomegali (-) spleenomegali (-)
21
• -
Perkusi : Timpani di semua lapang abdomen, nyeri ketuk (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
3). Status Dermatologis Pada pemeriksaan status lokalis pada inguinal dextra (pinggang kanan) yang berjalan hingga femoralis superior (paha sisi atas) terdapat makula eritema hiperpigmentasi berbatas tegas, skuama halus disertai eksoriasi hingga krusta akibat garukan. Pada daerah tepi lesi terdapat skuama halus, sedangkan pada daerah tengah lesi lebih tenang (central healing).
Gambar 1. Lesi pada regio lumbal dextra C. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan D. Diagnosis Banding Psoriasis Dermatitis seboroik E. Diagnosis : Tinea corporis F. Terapi
22
Farmakologi Terapi dari Puskesmas •
Ketokonazole 200 mg 1 x 1 table selama 7 hari
•
Cetirizine 10 mg 1 x 1 tablet
•
Miconazole cream 2 % 3x1 u.e hingga bercak bersih
Non Farmakologi Intervensi yang dilakukan secara non-medikamentosa yaitu: 1. Edukasi kepada pasien mengenai penyakit pasien. 2. Penyuluhan higiene perorangan, keluarga dan lingkungan serta pola hidup bersih dan sehat, 3. Edukasi kepada pasien untuk rajin mengganti baju terutama bila beraktifitas yang menimbulkan keringat banyak, selalu mencuci baju setelah 1 kali pemakaian serta menggunakan pakaian yang berbahan mudah menyerap keringat dan tidak ketat, tidak bertukar handuk atau pakaian, mengganti sprei tempat tidur, tidak menumpukkan pakaian diatas tempat tidur dan melakukan penjemuran pakaian di tempat yang cukup terkena cahaya matahari, serta mengganti sabun padat dengan sabun cair, 4. Edukasi kepada pasien tentang lama pengobatan dan bagaimana cara pengunaan obat, serta memastikan untuk menjaga daerah lesi tetap kering, dan edukasi untuk tetap menggunakan salep hingga bercak menghilang. 5. Konseling kepada pasien untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit. 6. konseling pasien untuk menghindari garukan, karena garukan dapat menyebabkan infeksi sekunder G.Prognosis Dubia ad bonam. Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik. (7)
23
BAB IV
Keterangan:
PEMBAHASAN : pria
A. Genogram
Gambar 1. Genogram keluarga
: wanita
: pasien tinea corporis
24
B. Apgar Keluarga Apgar keluarga adalah suatu penentu sehat / tidaknya keluarga dikembangkan oleh Rosen, Geymon, dan Leyton dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga / tingkat kesehatan keluarga yaitu : TABEL NILAI APGAR Respons KRITERIA
PERTANYAAN
Hampir selalu
Hampir Kadang
tidak pernah
Apakah pasien puas dengan keluarga karena masing-masing Adaptasi
anggota keluarga sudah
√
menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya Apakah pasien puas dengan Kemitraan
keluarga karena dapat membantu
√
memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi Apakah pasien puas dengan
Pertumbuhan
kebebasan yang diberikan
√
keluarga untuk mengembangkan kemampuan yang pasien miliki Apakah pasien puas dengan
Kasih Sayang
kehangatan / kasih sayang yang
√
diberikan keluarga Apakah pasien puas dengan Kebersamaan
waktu yang disediakan keluarga
√
untuk menjalin kebersamaan TOTAL
25
Komunitas : GAYA HIDUP
LINGK. KERJA
Family
NAN KESEHATAN BIOLOGI PERILAKU KESEHATAN
LINGK. PSIKO-SOSIO-EKONOMI Faktor pekerjaan yang Pemukiman padat penduduk. LINGKUNGAN FISIK Pemenuhan kebutuhan mengakibatkan pasien mah dgn PKM cukup dekat Pendapatan keluarga Pasien menderita Tinea - kurangnya pengetahuan pasien akan primer dapat tercukupi keringat berlebih Gambar 2.Mandala of Health Keadaan rumah dan Corporis kurang cukup penyakitnya dengan baik lingkungan kurang Kehidupan sosial baik Pasien Datang dengan keluhan gatal-gatal dan - Kurangnya pengetahuan pasien tentang hyginis kebersihan diri kemerahan di pinggang kanan hingga ke paha . Suami pasien - Kurang menjaga higienitas personal dan seorang perokok keluarga Pemfis: status generalis dalam batas normal ku aktif
Skoring : Hampir selalu=2 , kadang-kadang=1 , hampir tidak pernah=0 Total skor
la
8-10 = fungsi keluarga sehat
4-7 = fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = fungsi keluarga sakit Dari tabel APGAR keluarga diatas total nilai skoringnya adalah 7, ini menunjukan fungsi keluarga kurang sehat.
C. Mandala of Health D. E. F. G. H. I.
J.
K. L. M. N. O. Gambar 2. Mandala of health
26
L. Status Keluarga Kedudukan Nama
dalam keluarga
L/ P
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Bp. T
Suami
L
44 th
Tamat SD
Swasta
Ny. R
Istri
P
43 th
Tamat SD
IRT
S
Anak
L
20 th
Tamat SD
Swasta
D
Anak
P
18 th
Tamat SD
Swasta
N
Anak
P
7 th
Belum
Belum
sekolah
bekerja
Ket
M. Kegiatan Kunjungan Rumah NO 1.
WAKTU
KEGIATAN
28 Februari 2019 Anamnesa, pemeriksaan fisik, identifikasi masalah
HASIL Pada saat anamnesa , pasien cukup kooperatif dan saat dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan: - Keluhan pasien gatal-gatal di daerah pinggang kanan hingga ke paha sejak 2 minggu yang lalu. - Pengetahuan pasien terhadap penyakitnya kurang
27
2.
2 Maret 2019
Follow up anamnesa dan
Pasien dan keluarga lebih
pemeriksaan fisik.
paham mengenai penyakitnya
Konseling pasien mengenai penyakitnya.
dan akan mengikuti saran untuk lebih menjaga kebersihan diri dan
Edukasi tentang penyakit
lingkungan. Pasien akan
dan gaya hidup.
kontrol ke puskesmas untuk
Menjelaskan pentingnya konsultasi ke pelayanan kesehatan.
memantau perkembangan kesembuhan penyakitnya. Menyarankan kepada suami untuk diberikan pengobatan juga.
3.
5 Maret 2019
Follow up anamnesa dan
Pasien dan keluarga paham
pemeriksaan fisik.
mengenai penyakitnya dan
Konseling pasien mengenai penyakitnya.
mulai mengikuti saran untuk lebih menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Pasien akan
Edukasi tentang penyakit
kontrol ke puskesmas untuk
dan gaya hidup.
memantau perkembangan
Menjelaskan pentingnya
kesembuhan penyakitnya.
konsultasi ke pelayanan
Edukasi tentang pengunaan
kesehatan.
salep hingga bercak benarbenah hilang dan bersih.
1. Kondisi pasien. Saat kunjungan rumah, keluhan pasien masih sama karena baru 1 hari mendapatkan pengobatan, tetapi rasa gatal cenderung berkurang. Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan juga tidak didapatkan kelainan yang
28
memperburuk kondisi pasien dan pasien dapat beraktifitas secara normal sesuai dengan umurnya. 2. Keadaan rumah. o Letak : Rumah yang dihuni pasien terletak di pemukiman yang cukup padat penduduk, beralamat di Jl. Bonto Duri 7 Lr 3 RT 005 RW 010 kecamatan Tamalate Kelurahan Pabaeng-baeng.
o Kondisi : Kokoh, dinding rumah tembok dan seng, bertingkat, lantai dari semen, atap rumah dari seng, tidak mempunyai halaman. Dengan luas rumah 3x5 meter, dihuni 5 orang. o Pembagian ruang : di dalam rumah terdapat 1 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 kamar mandi, dan 1 dapur yang hanya di beri sekat sebuah lemari dan dinding yang berukuran 50 cm. o Ventilasi : Terdapat jendela pada ruang depan, kamar tidur, terdapat pula lubang ventilasi pada atas jendela. Akan tetapi diruangan lainnya, tidak terdapat ventilasi. o Pencahayaan : Pencahayaan di dalam rumah cukup. Daya listrik pada rumah tersebut cukup terbatas, dan dirasa sudah cukup untuk keperluan sehari-hari seluruh keluarga. o Kebersihan : kebersihan di dalam rumah kurang, dengan tata letak barangbarang yang berantakan. o Sanitasi dasar : Sumber air bersih : Sumber air dari PAM dan Sumur bor. Jamban keluarga : Terdapat 1 buah kamar mandi dengan 1 jamban jongkok dan sebuah ember untuk menampung air. Dengan dinding pembatas setinggi 50cm tanpa pintu. Kesan kamar mandi kurang bersih, tidak bau dan tidak terawat. Berukuran sekitar 50cm x 50cm. Saluran Pembuangan Air Limbah : Limbah rumah tangga dialirkan ke peresapan, tidak ditemukan genangan limbah disekitar rumah. Saluran pembuangan air limbah digunakan bersama dengan warga lainnya.
29
Tempat pembuangan sampah : sampah dikumpulkan di keranjang sampah, yang setiap dipindah ke depan rumah untuk diambil oleh petugas sampah. Halaman : terdapat halaman depan rumah seluas 3m x 1,5 yang digunakan sebagai tempat jemuran dan menampung barang bekas. Jalan gang depan rumah yang terbuat dari jalan paving blok. Kandang : Tidak memiliki kandang untuk hewan – hewan peliharaan atau ternak. 3. Kepemilikan barang. Rumah yang di tempati merupakan rumah kontrakan. Keluarga tersebut memiliki televisi, lemari, tempat tidur, lemari pakaian, peralatan dapur, dll. 4. Keadaan lingkungan sekitar rumah. Limbah rumah tangga dialirkan melalui saluran limbah, tanpa tempat sampah diluar rumah. Kesan kebersihan di lingkungan tersebut cukup baik. N. Diagnosa Holistik 1. Aspek personal ! Alasan berobat :. Bercak disertai rasa yang sangat gatal pada pinggang kanan hingga ke paha yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. ! Harapan
: Keluhan dapat hilang dan pasien dapat sembuh
dari penyakit tersebut, sehingga dapat nyaman beraktivitas seperti biasa. ! Kekhawatiran : takut keluhannya bertambah berat dan meluas keseluruh badan dan menularkan ke anggota keluarga yang lain, 2. Aspek Klinis ! Diagnosa kerja
: Tinea Korporis
! Diagnosa Banding
: Dermatitis numularis, Dermatitis seboroik
30
3. Aspek Faktor Intrinsik (merupakan
faktor-faktor
internal
yang
mempengaruhi
masalah
kesehatan pasien) ! Kurangnya pengetahuan tentang tinea ! Kurang memperhatikan anggota keluarga dengan gejala yang sama, ! Kurangnya pengetahuan pasien tentang kebersihan diri. 4. Aspek Psikososial Keluarga (merupakan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien) ! Kurangnya kesadaran terhadap pencegahan penyakit ! Status pendidikan orang tua rendah ! Kurang menjaga higienitas personal dan keluarga ! Faktor pekerjaan yang mengakibatkan pasien keringat berlebih •
Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup " Lingkungan tempat tinggal Kepemilikan Rumah
Kontrakan
Daerah perumahan
Padat penduduk
Luas rumah
3m x 5m
Bertingkat
Bertingkat
Jumlah Penghuni Rumah
4 orang
Luas halaman rumah
1x 5m
Kondisi halaman
Berantakan
Lantai rumah
Terbuat dari semen
Dinding rumah
Tembok dan seng
Kondisi dalam rumah
Buruk
Penerangan listrik
Ada
Jamban
Ada (Wc didalam rumah)
Ketersiadiaan air bersih
Ada (PDAM) dan sumur bor
" Kepemilikan barang-barang berharga
31
memiliki beberapa barang elektronik dan barang rumah tangga di rumahnya antara lain yaitu, 1 buah televisi, 1 buah kipas angin, 1 buah rice cooker, 1 buah lemari berisi piring dan peralatan dapur, 3 buah lemari berisi pakaian, 1 buah kompor gas, 1 buah kulkas. " Penilaian perilaku kesehatan keluarga #
Ny. R jarang berobat untuk kontrol kesehatan ke Puskesmas Jongaya menggunakan kartu jaminan kesehatan berupa ASKES
" Status sosial dan kesejahteraan keluarga " Pekerjaan pasien adalah ibu rumah tangga. Pasien tinggal di rumah yang terletak di Jl. Bonto Duri 7 Lr 3 RT 005 RW 010 kecamatan Tamalate Kelurahan Pabaeng-baeng.
" Pola konsumsi makanan keluarga #
Pola makan tidak teratur dimana pasien makan biasanya 2-3 kali dengan porsi tidak tentu, kurang konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran.
" Psikologi dalam hubungan antar anggota keluarga #
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga terutama suami, dan anak
" Kebiasaan #
Pasien mempunyai kebiasaan jarang mandi dan mengganti pakaian
" Lingkungan #
Lingkungan
tempat
tinggal
lumayan
cukup
baik.
Tata
pemukiman padat. Kebersihan lingkungan rumah dikatakan kurang baik. Dirumah pasien terdapat 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 dapur dan 1 WC, dimana ruang tamu dan dapur dipisahkan oleh meja sedangkan antara Wc dan dapur dinding dengan tinggi 50cm. Jalanan didepan rumah baik, rumah dengan tetangga yang satu berdempet (berpetak).
32
Data sarana pelayanan kesehatan dan lingkungan kehidupan keluarga FAKTOR
KETERANGAN
Kesimpulan tentang factor pelayanan kesehatan
Sarana pelayanan
Puskesmas
Pelayanan dengan
kesehatan yang
menggunakan kartu KIS
digunakan oleh keluarga Cara mencapai sarana
Dengan angkutan umum
pelayanan kesehatan
Jarak puskesmas dengan rumah pasien cukup dekat
tersebut Tariff pelayanan
Gratis
Semua pelayanan dengan
kesehatan yang dirasakan
menggunakan kartu jaminan kesehatan
Kualitas pelayanan
Baik
Kualitas pelayanan puskesmas
kesehatan yang dirasakan
disana baik
O. INDIKATOR KELUARGA SEHAT No.
Indikator
Istri (R,43 tahun)
Suami (mt, 44 tahun)
Anak I (S, 19 tahun)
Anak II (D, 17 tahun)
Anak III (NH,7 tahun)
NILAI
1.
Keluarga mengikuti program KB Ibu hamil melahirkan di fasyankes Bayi usia 0-11 bulan diberikan imunisasi lengkap Pemberian ASI eksklusif bayi 0-6 bulan Pemantuan pertumbuhan balita Penderita TB Paru yang berobat sesuai standar
Y
-
-
-
-
1
N
-
-
-
-
N
N
N
-
-
-
N
N
-
-
-
-
N
N
N
-
-
-
N
N
N
N
N
N
N
2.
3.
4.
5.
6.
33
Y
4
=
12-N
=
12-6
7. 8. 9. 10. 11. 12.
4
=
0,666
6
Penderita N N N hipertensi yang berobat teratur Tidak ada anggota T T T keluarga yang merokok Sekeluarga sudah Y Y Y menjadi anggota JKN Mempunyai dan Y Y Y menggunakan sarana air bersih Menggunakan Y Y Y jamban keluarga Penderita N N N gangguan jiwa berat berobat dengan benar Indeks Keluarga Sadar Kesehatan (IKSK)
N
N
N
T
T
T
Y
Y
1
Y
Y
Y
Y
1
N
N
N
4
Keterangan: •
T = Tidak
•
Y = Ya
•
N = Nol
•
- = tidak ditanyakan
•
1 = jika tidak ada jawaban yang jawab “T”
•
0= jika ada jawaban yang jawab “T”
Interpretasi: •
Nilai indeks > 0,800 = keluarga sehat
•
Nilai indeks 0,500-0,800 = pra sehat
•
Nilai indeks < 0,500 = tidak sehat
Hasil perhitungan :
34
1
Hasil: dari perhitungan didapatkan hasil yaitu 0,666 dikategorikan dalam nilai indeks 0,500 - 0,800 yaitu keluarga prasehat. P. IDENTIFIKASI MASALAH PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT No. Kriteria yang dinilai
Jawaban Skor
1.
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.
-
-
2.
Memberi ASI ekslusif.
-
-
3.
Menimbang balita setiap bulan.
-
-
4.
Menggunakan air bersih.
Ya
1
5.
Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
Tidak
0
6.
Menggunakan jamban sehat.
Ya
1
7.
Memberantas jentik di rumah sekali seminggu.
Tidak
0
8.
Makan buah dan sayur setiap hari.
Tidak
0
9.
Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
Tidak
0
10.
Tidak merokok di dalam rumah.
Ya
1
Total jawaban ya
3
Interpretasi: Total skor adalah 3 yang berarti keluarga Ny.R tidak menerapkan PHBS dengan baik.
35
BAB V LAMPIRAN
Kondisi bagian depan dan samping rumah
Ruang tamu
36
Kamar tidur
Dapur dan kamar mandi
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Patel S, Meixner JA, Smith MB, McGinnis MR. Superficial mycoses and dermatophytes. In : Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors. Tropical dermatology. China: Elsenvier inc, 2006. p.185-92. 2. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Fungal disease with cutaneus involvement. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s: Dermatology in general medicine. 6th ed. New York: Mc graw hill, 2004.p:1908-2001. 3. Sobera JO, Elewski BE. Fungal disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL, Raiini RP, editors. Dermatology. Spain : Elsevier Science; 2003. p.117483. 4. Rook, Willkinson, Ebling. Mycology. In : Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, editors. Text book of dermatology. 5th ed. London : Blackwell scientific publication,1992. p.1148-9. 5. Habif TP. Clinacal dermatology. 4th ed. Edinburgh: Mosby, 2004 6. Goedadi MH, Suwito PS. Tinea korporis dan tinea kruris. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.31-4 7. Rushing ME. Tinea corporis. Online journal. 2006 June 29; available from;
http://www.emedicine.com/asp/tinea
corporis/article/page
type=Article.htm 8. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Colour atlas and synopsis of clinical dermatology. Athed New York: Mc graw hill.1999. 9. Noble SL, Forbes RC, Stamm PL. Diagnosis and management of common tinea
infections.
1998
July
1,
available
from:
38
10. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Percetakan LKiS, 2003. 11. Allen Hb, Rippon JW. Superficial and deep mycoses. In : Moschella SL, Hurley HJ. Dermatology. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Sauders company, 1992. p.739-75 12. Budimulja U. Mikosis. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2002.p.92-3. 13. Arndt KA, Bowers KE. Manual of dermatology therapeutics with essential of diagnostic. 6th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & willkins.2002. 14. Nugroho
SA.
Pemeriksaan
penunjang
diagnosis
dermatomikosis
superfisialis. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.99-106. 15. Kuswadji, Widaty KS. Obat anti jamur. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono
K,
Menaldi
SL,
Dwihastuti
P,
Widaty
S,
editors.
Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.10816.
39