Ditemukan kesetaraan placebo dengan amoksisilin untuk pengobatan bronkitis akut di Nairobi, Kenya: triple blind, randomisasi, uji kesetaraan Abstrak Latar Belakang: Pengobatan dengan antibiotik tidak dianjurkan untuk bronkitis akut pada pasien imuno-kompeten di negara-negara industri. Apakah rekomendasi ini relevan untuk negara berkembang dan pasien immuno-kompromis belum diketahui. Desain; setting dan partisipan: random, triple blind, plasebo untuk mengkontrol kesetaraan pada amoksisilin yang dibandingkan dengan plasebo pada 660 orang dewasa yang datang pada dua klinik rawat jalan di Nairobi, Kenya, dengan bronkitis akut, tanpa bukti adanya penyakit paru-paru kronis. Pengukuran hasil utama: Hasil akhir penelitian ini adalah kesembuhan klinis, seperti yang didefinisikan dengan penurunan >75% yang divalidasi Acute Bronchitis Severity Score selama 14 hari, analisis dilakukan bertujuan untuk pengobatan dengan kesetaraan didefinisikan sebagai (8% perbedaan antara kelompok penelitian. Hasil: tingkat kesembuhan klinis pada kelompok amoksisilin dan plasebo masingmasing 81,7% dan 84,0%, (perbedaan 2,3%, 95% CI-28,6% sampai 4,0%). Dari 131 subyek yang terinfeksi HIV (19,8%), tingkat kesembuhan bagi mereka secara acak untuk amoksisilin (77,2%) dan plasebo (83,8%) perbedaan sebesar 6,6% (95% CI-21.7% sampai 8,6%). Di antara subyek yang tidak terinfeksi HIV, perbedaan tingkat kesembuhan adalah 1,6% (95% CI-28.5% sampai 5,3%). Efek samping potensial obat adalah serupa pada kedua kelompok. Tidak ada subyek yang dirawat di rumah sakit atau meninggal. Kesimpulan: Pengobatan dengan antibiotik pada bronkitis akut tidak membantu, bahkan pada populasi dengan prevalensi tinggi pada infeksi HIV. Bronkitis akut adalah komplikasi pernapasan paling umum pada orang yang terinfeksi HIV, khususnya di Afrika sub-Sahara. Penelitian di Amerika dan Eropa Utara, pengobatan antibiotik belum terbukti bermanfaat bagi pasien dengan 1
bronkitis akut dan pengobatan antibiotik tidak dianjurkan untuk kondisi ini pada pasien imunokompeten di negara maju. Apakah
temuan
dan
rekomendasi
ini
berkaitan
dengan
pasien
imunokompeten dan immuno-kompromis di negara berkembang belum diketahui. Tidak ada ujicoba placebo terkontrol dengan pengobatan antibiotik untuk bronkitis akut, dalam setting ini telah dipublikasikan. Namun demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan pedoman yang merekomendasikan bahwa pasien yang terinfeksi HIV dengan bronkitis akut diobati dengan ampisilin, dan pengobatan dengan trimetoprim-sulfametoksazol diberikan kepada pasien yang gagal merespon. Suatu review database Cochrane oleh Fahey dkk yang menguji pengontrolan secara acak dengan membandingkan pada setiap terapi antibiotik dengan plasebo pada bronkitis akut menyimpulkan bahwa antibiotik dapat memiliki efek yang sedikit menguntungkan. Manfaat antibiotik dilihat dalam review sistematis setidaknya akibat aksi anti-inflamasi makrolid dan tetrasiklin. Karena besarnya manfaat ini, ditemukan efek samping serupa dengan yang merugikan. Dalam studi sebelumnya di Nairobi, Kenya, pendekatan WHO untuk pengobatan bronkitis akut pada pasien yang terinfeksi HIV secara prospektif dievaluasi. Dari 401 episode bronkitis akut, 97% tampaknya merespon secara klinis, pada tahun 1991 WHO merekomendasikan regimen antibiotik. Namun, kami tidak menguji tingkat responsi terhadap plasebo saja. Dapat dibayangkan, seperti dalam kasus pasien imunokompeten, bronkitis akut mungkin telah diselesaikan secara spontan tanpa pengobatan antibiotik pada sebagian besar subyek yang terinfeksi HIV. Pengobatan bronkitis akut merupakan indikasi yang paling umum untuk penggunaan antibiotik di Amerika Serikat dan mungkin di wilayah lainnya. Hal ini mengakibatkan biaya tinggi, risiko besar efek samping obat dan peningkatan prevalensi patogen resisten antibiotik. Jika pengobatan antibiotik tidak memberikan manfaat, maka seharusnya diabaikan untuk meminimalkan kerugian. Oleh karena itu, kami melakukan ujicoba pada equivalence trial, randomisasi, kontrol plasebo untuk menentukan apakah amoksisilin dan plasebo 2
menghasilkan tingkat kesembuhan klinis yang setara dalam pengobatan bronkitis akut pada populasi di negara berkembang dengan prevalensi tinggi sero-positif HIV. METODE Prosedur yang dilakukan ini telah disetujui oleh Kenya Medical Research Institute Ethical Review Committee, the University of Washington Human Subjects Review Committee dan University of California, San Francisco Committee on Human Research, dan sesuai dengan standar etika Deklarasi Helsinki tahun 1975, sebagaimana telah diubah pada tahun 1983 (yang mencatat bahwa penelitian dimulai sebelum pelaporan uji klinis dimandatkan). Kami menyaring semua pasien yang berusia >18 tahun yang datang dengan batuk produktif (selama 2 minggu di klinik Dewan Kota Rhodes antara bulan Oktober 2001 sampai Februari 2004 dan di Departemen Rawat Jalan di RSUD Mbagathi Nairobi antara Oktober 2002 sampai Agustus 2003). Persyaratan ditentukan dengan salah satu dari dua studi perawat konselor yang berpengalaman dan terlatih untuk mengidentifikasi pasien yang memenuhi kriteria kelayakan. Pasien dikeluarkan jika mereka memiliki penjelasan lain dari potensi batuk (riwayat bronkitis kronis, rhinitis alergi, sinusitis, asma atau refluks lambung), komorbiditas medis yang serius (penyakit jantung atau diabetes), alergi penisilin, penggunaan antibiotik dalam 2 minggu sebelumnya atau infeksi konkuren (termasuk TBC) yang memerlukan pengobatan antibiotik. Jika pasien yang memenuhi syarat tidak mau ikut serta atau jika mereka tinggal diluar kota Nairobi follow up menjadi tidak praktis. Pasien yang memenuhi syarat, memberikan informed consent tertulis untuk tes HIV seropositive menggunakan rapid tes HIV-1/2 (Determine, Abbott Park, Illinois USA), hasil positif yang dikonfirmasi dengan rapid tes HIV-1/2 yang berbeda (Unigold; Trinity Biotech, Bray, Wicklow, Irlandia). x ray dada posteroanterior dilakukan pada semua subyek. Mereka dengan x ray tidak normal menunjukkan pneumonia, tuberkulosis atau diagnosis lain, dikeluarkan dari bagian dan dikelola secara tepat. 3
Secara acak subyek diberikan satu dari dua studi obat, amoksisilin 500 mg atau plasebo, tiga kali sehari selama 7 hari. Semua studi obat disediakan oleh Investigasional layanan Obat di University Washington Medical Center (UWMC), dalam kapsul opak, identik dalam tampilan, rasa dan bau, dan dikirim ke lokasi penelitian dalam tiga gelombang. Dosis 21 kapsul yang dikemas dalam botol plastik yang identik kecuali label yang berbeda hanya dengan identifikasi nomor. Sebelum meninggalkan klinik penelitian, masing-masing subjek diamati untuk pengambilan dosis pertama. Subjek diberi nomor percobaan berurutan sebelum plasebo atau amoksisilin dialokasikan (acak di 10 blok) oleh Layanan Obat Investigational di UWMC. Pembagian acak amoksisilin atau plasebo dihasilkan menggunakan Excel (Microsoft, Redman, Washington, USA) bilangan acak. Selain subyek, semua anggota Tim peneliti, peneliti, dokter, staf klinis, konselor perawat, asisten peneliti, pengumpul data, staf data entri dan biostatistician. Selama percobaan jadwal alokasi disimpan di kantor bagian Farmasi, UWMC. Masking dipertahankan sampai analisis pengobatan selesai (yaitu, Analisis dilakukan dengan membandingkan kelompok'' A'' dengan'' kelompok B''). Saat pendaftaran, petugas terlatih menangani kuesioner informasi sosiodemografi dan riwayat kesehatan. Para dokter studi (VN) melakukan pemeriksaan klinis dan
mengisi formulir standar yang mencakup penilaian
terhadap Akut Bronchitis Severity Score (ABSS). ABSS mengukur lima spektrum pasien, melaporkan gejala saluran pernapasan, mulai dari keseriusan penyakit, demam subyektif (tabel 1). Untuk beberapa gejala, subjek ditanya untuk mengukur tingkat keparahan pada skala 5 poin, dari tidak ada (0) sampai sangat serius (4). Validasi ABSS dilakukan selama kunjungan, seperti laporan sebelumnya.19 Selama kunjungan pendaftaran, dahak
dikumpulkan untuk
mikroskopi dan kultur. Subjek direkrut pada hari Senin, Selasa dan Jumat diharapkan kembali untuk follow-up lanjut setelah 3 hari, mereka yang terdaftar pada hari Kamis dievaluasi ulang pada hari Senin (4 hari) dan mereka yang direkrut pada hari Rabu itu dievaluasi ulang pada hari Jumat (2 hari). Subyek juga diminta kembali untuk 4
evaluasi ulang setelah 7 dan 14 hari. Pada setiap kunjungan dilakukan administrasi ulang dengan kuesioner standar oleh perawat peneliti untuk menilai kepatuhan pengobatan, efek samping dan gejala saat ini. Dokter peneliti mengulang pemeriksaan fisik dan mendiagnosa dari ABSS tersebut. Mereka yang lebih dari 2 hari terlambat untuk setiap kunjungan follow-up itu ditelusuri baik ke tempat tinggal atau tempat kerja mereka dan dirujuk ke klinik untuk dievaluasi. Seorang petugas lapangan yang terlatih melakukan pelacakan, setiap usaha dilakukan dengan menjaga kerahasiaan subyek. Hasil primer (kesembuhan klinis) didefinisikan sebagai >75% penurunan pada ABSS selama 14 hari. ABSS pada setiap kunjungan follow-up lebih besar dari pada pendaftaran menyebabkan terbukanya pengobatan label dengan eritromisin oral 500 mg setiap 8 jam selama 7 hari. Tabel 1. Acute Bronchitis Severity Score untuk bronkitis akut berdasarkan dari 0 sampai 4 untuk masing-masing ke lima gejala (skor maksimal 20) Gejala Tingkat
0 Sangat
1 Ringan
keparahan Batuk
ringan 1-2 kali / 3-5 kali / 6-10 kali / 11-20 kali / hari
Batuk
hari hari hari 1-2 kali / 3-5 kali / 6-10 kali / 11-20
Malam Batasan
malam Tidak
Aktivitas
ada
Harian Demam
Tidak
Subyektif
ada
malam Ringan
2 Sedang
malam Sedang
3 Berat
4 Sangat
kali
malam Berat
berat 20 kali
/
hari / 20 kali
/
malam Sangat berat
Ringan
Sedang
Berat
dengan Sangat
menggigil
dan berat
gemetar
Analisis statistik
5
Kami merancang penelitian untuk mengevaluasi hipotesis utama: kesetaraan tingkat kesembuhan untuk orang dewasa yang dirawat dengan amoksisilin atau plasebo selama bronkitis akut. Kita mengharapkan bahwa 85% dari pasien dengan bronkitis akut diobati dengan amoksisilin akan sembuh. Berdasarkan kesetaraan uji klinis terdahulu dan konsensus di antara peneliti, perbedaan 8% dipilih sebagai maksimal selisih yang wajar pada tingkat kesembuhan yang bisa dianggap setara. Sebagai contoh, setiap angka kesembuhan antara 82% dan 98% pada kelompok plasebo dibandingkan dengan tingkat kesembuhan 90% pada kelompok amoksisilin akan ditetapkan sebagai setara. Dengan menggunakan definisi ini dan dua tes sided dengan tipe I kesalahan hingga 5%, kami berencana untuk mendaftarkan 335 pasien per kelompok pengobatan memiliki ≥ 80% untuk menyimpulkan kesetaraan dan memungkinkan kehilangan 10% untuk folow up. Semua data yang dimasukkan dengan menggunakan lembar data precoded di TELEform (Cardiff Software, Vista, California, USA). Data dianalisis menggunakan SPSS for Windows 10.0 (SPSS, Chicago, Illinois, USA). Analisis dilakukan dalam cara pengobatan untuk mengevaluasi end point primer dan sekunder. End point primer adalah perbedaan dalam tingkat kesembuhan klinis antara amoksisilin dan plasebo menggunakan analisis survival (Kaplan-Meier). End point sekunder termasuk proporsi subjek yang mengalami kegagalan pengobatan, yang didefinisikan sebagai subyek gagal untuk mencapai penurunan>75% pada ABSS dari awal 2 minggu masa follow up atau membutuhkan pengobatan open label dengan eritromisin, dan proporsi subyek melaporkan potensi efek samping obat. Statistik Breslowtest, sesuai dengan analisis survival Kaplan-Meier dengan sensor kuat, digunakan untuk membandingkan kelompok pengobatan. Sembilan puluh lima persen interval kepercayaan (CI) dihitung berdasarkan perbedaan dalam tingkat kesembuhan kumulatif untuk menentukan apakah definisi ini cocok dengan kesetaraan yang kami definisikan (±8%). Kami merencanakan apriori untuk melakukan analisis dari titik akhir primer dan sekunder dikelompokkan berdasarkan status HIV. Kami mengevaluasi apakah berbeda tingkat keberhasilan pengobatan untuk subyek yang terinfeksi dan 6
tidak terinfeksi HIV yang menerima amoksisilin dibandingkan dengan plasebo menggunakan analisis survival.
Gambar 1. Profil Percobaan triple blind, random, placebo terkontrol dari amoksisilin untuk pengobatan bronkitis akut. Foto toraks, x ray dada . HASIL Dari 2677 subjek dengan batuk produktif akut yang ditemukan untuk kelayakan studi, 1.230 tidak memenuhi syarat karena satu atau lebih kriteria eksklusi dan 787 dikeluarkan karena temuan x ray dada yang tidak normal, sebagaimana ditafsirkan oleh dokter studi, kami mendaftarkan 660 subyek (gambar 1). Penggunaan antibiotik dalam 2 minggu terakhir dan tidak mau menjalani pemeriksaan klinis dan/atau hadir untuk folow up, adalah dua alasan paling umum untuk dikecualikan dari pendaftaran di skrining, mereka yang bersedia untuk berpartisipasi dengan yang tidak mau berpartisipasi sehubungan dengan usia ratarata (31,2 (9,6) vs 31,0 (9,5) tahun, p = 0,69) dan proporsi perempuan (56,5% vs 54,4%, p = 0,43). 7
Tabel 2 menunjukkan dasar karakteristik sosiodemografi dan karakteristik klinis dari peserta studi. Pada ABSS terdistribusi normal dan memiliki skor ratarata 6,3 (3,6) dari 20 (gambar 2). Tingkat follow up pada 3,7 dan 14 hari dalam dua kelompok pengobatan tidak berbeda secara statistik, dengan 275 (83%) pada kelompok plasebo dan 269 (82%) dalam kelompok amoksisilin menyelesaikan 14 hari masa follow up(gambar 1). Sembilan puluh dua persen dari subyek yang terdaftar pada kedua kelompok melaporkan mengambil >19 dari 21 (90%) dari obat studi (p = 0,96). Alokasi pengobatan tidak disebutkan selama studi untuk setiap peserta. Enam ratus dua belas (92,7%) kultur sputum tidak mengalami pertumbuhan. Streptococcus pneumoniae adalah bakteri yang paling umum terdeteksi pada sputum (n = 40, 6%) diikuti oleh Haemophilus influenzae (n = 5, 0,8%) dan Staphylococcus aureus (n = 3, 0,5%). Sebelum dilakukan uji coba ini, prevalensi pneumococci resisten penisilin di daerah penelitian adalah 43,3%.
8
Pembacaan awal sinar x dada dilakukan oleh dokter studi (VN) di lokasi penelitian klinis. Selanjutnya, sinar x dada ditinjau oleh konsultan ahli radiologi. Dari awal peserta x ray dada ditafsirkan sebagai normal, 101 (15%) yang kemudian ditemukan memiliki dada yang tidak normal dalam temuan x ray, sebagian besar “increased vascular markings” ditafsirkan oleh ahli radiologi sebagai sugestif dari pneumonitis, dengan tidak ada perbedaan statistik dengan studi kelompok alokasi (40 (12%) vs 42 (13%)). Menurut protokol penelitian kami yang didasarkan pada keprihatinan untuk keselamatan, peserta dengan x ray dada tidak normal yang konsisten dengan pneumonitis secara otomatis beralih untuk membuka pengobatan label dengan eritromisin pada kunjungan follow up pertama mereka. Meskipun tujuan utama analisis pengobatan mencakup secara acak semua subyek salah satu kelompok pengobatan, kami juga melakukan analisis subkelompok pada 559 (85%) subyek dengan sinar x dada normal dengan pembacaan ahli radiologi. Secara keseluruhan, subjek secara acak untuk amoksisilin dan plasebo tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam mencapai proporsi kumulatif kesembuhan klinis selama 14 hari, 81,7% dan 84,0%, masing-masing (perbedaan 2,3%, 95% CI 28,6% menjadi 4,0%, p = 0.40) (gambar 3). Rata-rata penurunan skor ABSS adalah 4,6 (3,7) dan 4,8 (3.8) untuk amoksisilin dan plasebo. Proporsi yang memenuhi kriteria kami untuk kesembuhan klinis (penurunan ABSS dari nilai dasar >75%) tidak berubah setelah pembatasan analisis survival untuk 559 peserta yang memiliki x ray dada normal dikonfirmasikan (82,2% vs 84,7% secara keseluruhan, p = 0,29 ). Gejala efek samping yang berpotensi timbul dilaporkan selama masa pengobatan follow up diwakili oleh 183 (58,5%) dan 186 (60,4%) dari mereka yang menerima amoksisilin dan plasebo, masing-masing (p = 0,34). Jumlah subjek pelaporan anoreksia (129 (42%) vs 111 (36%), p = 0,12), mual (92 (30%) vs 94 (30%), p = 1,0), muntah (17 (6%) vs 18 (6%), p = 1,0), nyeri perut (74 (24%) vs 80 (26%), p = 0.71) dan diare (26 (8%) vs 34 (11%), p = 0,34) masingmasing tidak berbeda secara statistik dalam studi amoksisilin dan placebo.
9
Kami berniat untuk melakukan analisis pengobatan dari semua peserta, yang sebagian besar tidak menyadari status HIV mereka pada saat kehadiran. Salah satu tujuan apriori dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kesembuhan klinis dikelompokkan berdasarkan status HIV. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara amoksisilin dan kelompok plasebo baik yang terinfeksi HIV (p = 0,94) (gambar 4) atau subyek yang tidak terinfeksi HIV (p = 0,35) (tabel 3). Definisi kesetaraan kesembuhan klinis antara kelompok studi adalah perbedaan hasil 8%. Untuk lebih mudah menginterpretasikan dalam konteks percobaan kesetaraan, kita menghitung perbedaan dalam kesembuhan klinis dengan CI 95% yang sesuai antara kedua kelompok penelitian. Tabel 3 menunjukkan hasil untuk populasi penelitian secara keseluruhan, untuk subyek dengan dikonfirmasi x ray dada dan bagi peserta yang terinfeksi dan tidak terinfeksi HIV. Untuk populasi penelitian secara keseluruhan, perbedaan tingkat penyembuhan adalah 2,3% (95% CI 28,6% menjadi 4,0%, yang berarti bahwa dalam 95% dari uji coba yang dirancang identik dalam populasi yang sama, efek amoksisilin akan turun dalam 8,6% lebih buruk dan 4,0% lebih baik dari plasebo).
Gambar 2. Distribusi berdasarkan Acute Clinical Severity Score digunakan untuk menentukan keparahan bronkitis akut pada 660 kasus terdaftar (rata-rata 11,0 (5,1). 10
Gambar 3. Proporsi kumulatif kesembuhan klinis, seperti yang didefinisikan oleh penurunan >75% di awal skor keparahan klinis (dalam hari), oleh kelompok perlakuan (lihat gambar 1 untuk nomor tersensor pada 3, 7 dan 14 hari karena putus sekolah). ABSS, Bronchitis akut Severity Score.
Gambar 4. Di antara peserta yang terinfeksi HIV, proporsi kumulatif kesembuhan klinis, seperti yang didefinisikan oleh penurunan> 75% dalam skor keparahan klinis (dalam hari), oleh kelompok perlakuan (masing-masing, nomor tersensor pada 3, 7 dan 14 hari adalah 10, 17 dan 33). ABSS, Bronchitis akut Severity Score.
11
Dengan demikian kita menaruh kepercayaan 95% bahwa batas kepercayaan hanya sedikit melebihi yang sebelumnya untuk pengertian kesetaraan (18%). Perbedaan dan batas kepercayaan adalah sama ketika batasan analisis, hanya mereka yang memiliki dan menyertakan foto thoraks, x-ray yang normal dan peserta HIV yang seronegatif. Perbedaan hasil antara kelompok penelitian pada kelompok terinfeksi HIV adalah kecil (6,6%), tetapi 95% batas kepercayaan lebih luas (221,7% menjadi 8,6%) karena angka yang lebih kecil dan kekuatan statistik terbatas. (Perhatikan bahwa titik estimasi yang menguntungkan plasebo dalam setiap perbandingan). analisis bertingkat dari sub kelompok yang terinfeksi HIV dengan menggunakan jumlah CD4 sebagai sebuah kovariat ini tidak mengubah hasil, adalah temuan yang sama ketika membatasi analisis terhadap 559 subjek dengan ditemukan foto thoraks yang normal (data tidak ditampilkan). PEMBAHASAN Penelitian kami adalah uji coba plasebo terkontrol dari antibiotik sebagai pengobatan bronkitis akut yang telah dilaporkan sampai saat ini.1-4
08-11
Hal
tersebut adalah studi pasien yang pertama di negara berkembang, dan yang pertama untuk menyertakan subyek yang terinfeksi HIV. Secara khusus, penelitian kami juga merupakan studi pengobatan pertama untuk bronkitis akut dengan sebuah desain kesetaraan yang dimaksudkan untuk membuktikan kesetaraan efek pengobatan dibandingkan dalam perbedaan efek yang signifikan.
Sebagai
percobaan kesetaraan, penelitian ini berbeda dari percobaan terkontrol acak sebelumnya bronkitis akut, yang diuji untuk keunggulan antibiotik atas plasebo. Keunggulan percobaan yang gagal memenuhi perbedaan statistik antara dua intervensi, atau intervensi dan plasebo, tidak boleh disalah artikan sebagai kesetaraan yang sebenarnya underpower dalam margin klinis yang relevan. Interpretasi uji kesetaraan memerlukan evaluasi interval kepercayaan untuk perbedaan hasil pengobatan dan pentingnya perbedaan klinis tersebut, daripada bermakna secara statistik. Penetapan apa yang dimaksud dengan perbedaan yang signifikan secara klinis merupakan bagian penting dari desain percobaan kesetaraan, tapi ini 12
adalah perbedaan yang selalu sewenang-wenang. Dalam menghitung ukuran sampel untuk penelitian kami, kami sewenang-wenang mendefinisikan 18% menjadi perbedaan perlakuan minimum yang akan dianggap signifikan secara klinis. 95% CI untuk perbedaan dalam efek pengobatan, dalam penelitian kami berkisar dari angka kesembuhan 8,6% lebih buruk tingkat kesembuhan, 4,0% lebih baik dengan amoksisilin dibandingkan dengan plasebo. Dalam kisaran ini adalah kami apriori kriteria untuk kesetaraan di tingkat atas Akibatnya, kita 95% yakin bahwa hasil dari pasien yang diobati adalah amoksisilin (4,0% lebih baik daripada pasien yang diberi plasebo). Beban infeksi saluran pernafasan (RTI) jauh lebih besar di Afrika subSahara daripada di AS dan Eropa, dan faktor risiko sosial demografis dan perilaku untuk bronkitis akut yang dapat mempengaruhi etiologi dan perjalanan klinis berbeda antara daerah maju dan berkembang (misalnya, merokok vs faktor kemiskinan, masing-masing). Dengan demikian temuan studi di Amerika Utara dan Eropa mungkin tidak berlaku untuk sub-Sahara Afrika dan negara berkembang lainnya. Dalam konteks ini, adalah meyakinkan untuk menemukan bahwa kami setuju dengan hasil dari penyelidikan orang-orang sebelumnya, termasuk makalah baru-baru yang diterbitkan tidak menemukan manfaat azitromisin dosis rendah vitamin C. Penelitian kami mengukur keparahan penyakit menggunakan standar, mudah ditiru ABSS (Bronchitis akut Severity Score) terdiri dari gejala terkait RTI, serta definisi apriori kesembuhan klinis. Kami memilih untuk mengembangkan ABSS karena kurangnya dipublikasikan
sistem skoring keparahan penyakit
tertentu untuk pasien dengan bronkitis akut. Skor ini baru dikembangkan terbukti handal, valid dan sangat responsif. Penelitian lainnya tentang bronkitis akut yang telah menggunakan sistem penilaian gejala penyakit tertentu telah diterbitkan pada desain dan awal penelitian kami. Inklusi subyek terinfeksi HIV merupakan kontribusi penting. Bronkitis akut bisa dibilang mungkin yang paling umum infeksi oportunistik HIV terkait. Walaupun pengobatan antibiotik dianjurkan oleh WHO untuk mata pelajaran yang terinfeksi HIV dengan bronkitis akut, apakah hasil pengobatan antibiotik 13
dalam manfaat apapun tidak diketahui. Untuk mengatasi masalah ini, kami memilih untuk mendaftarkan semua mata pelajaran dengan bronkitis akut dan kemudian untuk stratifikasi analisis kami berdasarkan status HIV. Ini mencerminkan situasi dunia nyata di mana diagnosis dan keputusan pengobatan seringkali harus dibuat terlebih dahulu akan kesadaran dari individu pasien dengan status yang terinfeksi HIV. Kriteria Inklusi dari subyek yang terinfeksi HIV memberikan kontribusi penting. Bronkitis akut bisa dibilang merupakan tanda umum infeksi oportunistik pada HIV.23 Meskipun terapi antibiotik direkomendasikan oleh WHO untuk pasien HIV dengan bronkitis akut,
14
tapi apakah antibiotik memberikan manfaat pada
hasil terapi?hal ini masih tidak diketahui. Untuk mengatasi masalah ini, kami memilih memasukkan semua pasien bronkitis akut dan kemudian dilakukan analisis berdasarkan status HIV. Hal ini menunjukkan, di mana diagnosis dan keputusan terapi harus dilakukan dari kesadaran pasien HIV itu sendiri. Dalam penelitian kami, infeksi HIV tidak memberikan efek resolusi terhadap bronkitis akut. Selanjutnya, analisis dipisahkan antara pasien terinfeksi HIV dan yang tidak terinfeksi terhadap respon pemberian amoksisilin dan plasebo. Namun, penelitian ini tidak dikuatkan ekuivalensi subgrup infeksi HIV; membandingkan amoksisilin dengan plasebo, 95% CI (-21,7% menjadi 8,6%) sedikit melebihi di luar kriteria standar kami dalam perbedaan terapi. Randomisasi yang adekuat pada kelompok kontrol placebo dari terapi antibiotik untuk bronkitis akut pada orang dewasa yang terinfeksi HIV butuh penyelesaian yang definitif. Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Kurangnya keefektifan terapi antibiotik mungkin dikaitkan dengan penggunaan antibiotik yang salah. Kami memilih menggunakan amoksisilin daripada antibiotik lain karena lebih terjangkau, banyak tersedia, lebih banyak digunakan dalam peresepan dan yang paling penting, direkomendasikan oleh WHO untuk pengelolaan pasien bronkitis akut yang terinfeksi HIV.14 Penelitian terakhir di negara lain, secara umum terapi antibiotik azitromisin kurang efektif, karena hanya memberikan sedikit manfaat untuk terapi bronchitis akut.3 pendapat terhadap terapi antibiotik untuk bronkitis
14
akut ini lebih diperkuat oleh Fahey dkk yang menyimpulkan bahwa besarnya manfaat antibiotik serupa dengan efek kerusakan yang merugikan.15 Setelah dilakukan pengacakan oleh ahli radiologi, didapatkan 15% subyek menunjukkan hasil x ray yang abnormal. Hampir semua kasus, ditemukan '' prominent vascular markings” yang mungkin disebut pneumonitis, atau mungkin berhubungan dengan penyakit pernapasan akut. Dalam beberapa kasus, untuk alasan keamanan, subjek ini telah ditarik dari uji coba terapi random dan diberi label eritromisin pada follow up selanjutnya (biasanya hari ke 3). Keterlambatan dalam mendapatkan terapi yang mungkin tidak sengaja,dapat meningkatkan kegagalan pengobatan pada kedua kelompok. Namun, keterbatasan analisis ini tidak mempengaruhi hasil penelitian. tingkat kegagalan pada kedua kelompok penelitian sebanyak 17,6% karena tidak menyelesaikan evaluasi sepenuhnya. Sayangnya, kita tidak dapat menentukan hasil follow up pada beberapa pasien apakah membaik, memburuk atau menetap. Beberapa faktor tambahan pada penelitian ini terdapat keterbatasan validitas eksternal dan karena itu membutuhkan pembahasan lebih lanjut. Meskipun sebagian besar pasien yang didiagnosis bronkitis akut tidak dilakukan x ray dada, kami tidak memasukkan mereka dalam temuan radiografi yang abnormal untuk menghindari penundaan terapi pada pneumonia dan TBC. Penelitian selanjutnya harus mengukur nilai prediksi dari temuan klinis untuk mendiagnosa adanya infiltrat paru pada populasi prevalensi HIV yang tinggi, Metode ini banyak digunakan dalam penelitian di USA. 25 26 Untuk alasan khusus, kita tidak memasukkan pasien yang tidak bersedia diteliti. mereka tidak bersedia berpartisipasi untuk melaporkan kriteria eksklusi seperti antibiotik yang digunakan dan durasi batuk> 2 minggu. Penelitian ini bekerja sama dengan Manajemen Penyakit Terpadu pada Remaja dan Dewasa (IMAI), yang terdapat 3 dari 5 kriteria WHO. 27 Dengan demikian data ini dapat digunakan untuk membantu revisi modul perawatan Akut IMAI dalam penanganan pertama oleh petugas kesehatan dalam mengatur sumber daya yang masih sedikit.27 Hasil penelitian ini tidak hanya diperlukan untuk
15
pedoman terapi, tetapi juga memberi kesadaran pasien,
12
dalam menggunakan
antibiotik untuk terapi RTI Ucapan Terima Kasih: Penulis mengucapkan terimakasih kepada Maryanne Munene, Naomi Mwachari, Pamela Omuom, Rose Wanjala dan Jackson Achando yang telah membantu dalam pengumpulan data dan tidak kalah penting, Elizabeth Mwachari yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, direktur KEMRI dalam membantu penelitian ini dan semua yang berpartisipasi dalam penelitian ini. VND yang melaksanakan penelitian, mengumpulkan data, melakukan analisis dan membuat data. CM yang mendesain,mengawasi dan membuat data penelitian. ASM yang mengusulkan desain penelitian, mengawasi, analisis data dan membantu dalam persiapan data. DRP yang membantu mengawasi,menganalisis dan mebuat data. AK yang membantu pelaksanaan penelitian, dan mengawasi radiografi penelitian. TH yang membantu desain penelitian dan kajian data. CC yang mendesain protokol,mengawasi, menganalisis dan membuat data penelitian. Pendanaan: Penelitian ini didukung oleh dana dari Yayasan Rockefeller. VNN penelitian AIDS International dan Program Pelatihan di Universitas Washington didukung oleh Fogarty International Center (T22TW00001). Rockefeller Foundation tidak berpartisipasi dalam pengembangan desain penelitian, atau analisis data, atau keputusan mempublikasikan penelitian ini Kepentingan dalam Bersaing: Tidak ada. Persetujuan: secara Prosedural telah disetujui oleh Komite penelitian Medis institut Kenya, komite penelitian subjek pada manusia oleh Universitas Washington dan komite penelitian san fransisco universitas California
16