MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA HUBUNGAN INDUSTRIAL Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Dengan dosen pengampu : Arik Prasetya, S.Sos, M.Si, Ph.D
Oleh Kelompok 5 : 1. Lutfina Putri Indraswari
(175030400111010)
2. Chyntia Tessa Syaneswari
(175030400111036)
3. Dania Dewanti
(175030401111014)
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA OKTOBER 2018
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat dan rahmat-Nya atas selesainya makalah mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia yang berjudul “Hubungan Industrial”. Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pengampu Bapak Arik Prasetya, S.Sos, M.Si, Ph.D dan teman-teman yang telah memberikan semangat, serta pihak-pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk mengisi penilaian mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia, untuk menambah pengetahuan perpajakan untuk suatu badan bagi penulis dan memahami dan mendalami tentang apasaja yang ada dalam hubungan industrial. Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai wahana pembelajaran mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia agar dapat dipelajari oleh seluruh mahasiswa/mahasiswi khususnya jurusan Administrasi Perpajakan. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat dan melatih diri untuk berfikir secara logika dan rasional, kritis dan cermat serta kreatif dan efektif. Semua saran ataupun pesan kritik yang bersifat positif sangat penulis harapkan guna lebih sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna untuk masa yang akan datang bagi penulis dan pembaca lainnya.
Malang, Oktober 2018
Penulis,
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Hubungan industrial sebelumnya diistilahkan sebagai hubungan perburuhan (labour relation). Istilah ini pada awalnya manganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah – masalah hubungan antara kerja /buruh dengan pengusaha. Namun sejalannya waktu hubungan perburuhan tidak hanya membahas masalah hubungan antara pekerja dan pengusaha saja, tetapi juga membahas masalah – masalah ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain – lain. Sesuai dengan pedoman pelaksanaan Hubungan Industrial penggantian istilah dilakukan dengan beberapa alasan. Hubungan Industrial (Industrial relations) adalah kegiatan yang mendukung ter!iptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha. Pada undang undang ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 Hubungan Industrial didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nila nilai Pancasila.
1.2.
RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana konsep hubungan industrial? 2. Bagaimana sarana hubungan industrial? 3. Apa yang dimaksud dengan serikat pekerja? 4. Apa saja tujuan serikat pekerja? 5. Bagaimana jaminan sosial tenaga kerja? 6. Bagaimana perselisihan hubungan industrial? 7. Bagaimana hukum ketenagakerjaan? 8. Apa saja permasalahan-permasalahan hubungan industrial di Indonesia?
1.3.
TUJUAN PENULISAN 1. Mengetahui konsep hubungan industrial 2. Mengetahui sarana hubungan industrial 3. Memahami makna serikat pekerja 4. Mengetahui tujuan serikat pekerja
5. Mengetahui jaminan sosial tenaga kerja 6. Mengetahui perselisihan hubungan industrial 7. Mengetahui hukum ketenagakerjaan 8. Mengetahui permasalahan-permasalahan hubungan industrial di Indonesia
BAB II PEMBAHASAN
KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan atas keberhasilan perusahaan dan berhubungan langsung sehari-hari adalah pengusaha atau manajemen dan pekerja. Di samping itu masyarakat juga mempunyai kepentingan, baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu barang dan jasa kebutuhan perusahaan, maupun sebagai masyarakat konsumen atau pengguna hasil-hasil perusahaan tersebut. Pemerintah juga mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung atas pertumbuhan perusahaan, antara lain sebagai sumber penerimaan pajak. Jadi hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan tersebut. Dalam pengertian sempit, hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara manajemen dan pekerja atau Management-Employees Relationship. Hubungan industrial adalah hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan . Pihak yang berkepentingan dalam setiap perusahaan (Stakeholders):
1. Pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen 2. Para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh 3. Supplier atau perusahaan pemasok 4. Konsumen atau para pengguna produk/jasa 5. Perusahaan Pengguna 6. Masyarakat sekitar 7. Pemerintah Disamping para stakeholders tersebut, para pelaku hubungan industrial juga melibatkan: 1. Para konsultan hubungan industrial dan/atau pengacara 2. Para Arbitrator, konsiliator, mediator, dan akademisi 3. Hakim-Hakim Pengadilan hubungan industrial
Abdul Khakim (2009) menjelaskan, istilah hubungan industrial merupakan terjemahan dari "labour relation" atau hubungan perburuhan. Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha. Seiring dengan perkembangan dan kenyataan yang terjadi di
lapangan bahwa masalah hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha ternyata juga menyangkut aspek-aspek lain yang luas. Dengan demikian, Abdul Khakim (2009) menyatakan hubungan perburuhan tidaklah terbatas hanya pada hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha, tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah.
PRINSIP HUBUNGAN INDUSTRIAL Prinsip hubungan industrial didasarkan pada persamaan kepentingan semua unsur atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. Dengan demikian, hubungan industrial mengandung prinsip-prinsip berikut ini: 1. Pengusaha dan pekerja, demikian Pemerintah dan masyarakat pada umumnya, samasama mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. 2. Perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang. 3. Pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda dalam pembagian kerja atau pembagian tugas. 4. Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan. 5. Tujuan pembinaan hubungan industrial adalah menciptakan ketenangan berusahan dan ketentraman bekerja supaya dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. 6. Peningkatan produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan pengusaha dan kesejahteraan pekerja.
SARANA PENDUKUNG HUBUNGAN INDUSTRIAL Payaman J. Simanjuntak (2009) menyebutkan sarana-sarana pendukung Hubungan industrial, sebagai berikut : 1. Serikat Pekerja/Buruh 2. Organisasi Pengusaha 3. Lembaga Kerjasama bipartit (LKS Bipartit) 4. Lembaga Kerjasama tripartit (LKS Tripartit 5. Peraturan Perusahaan 6. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 7. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaaan 8. Lembaga penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial
SERIKAT PEKERJA Serikat pekerja menurut Prof.Dr.Payaman J.Simanjuntak serikat pekerja berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangankan , melindungi , dan membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarga nya . Serikat pekerja menurut Prof.Dr.Payaman J.Simanjuntak besifat bebas berarti serikat pekerja bebas melaksanakan hak dan kewajiban nya , tidak di bawah pengaruh atau tekanan dari pihak lain. Serikat pekerja menurut Prof.Dr.Payaman J.Simanjuntak harus terbuka dalam menerima angota dan atau memperjuangkan kepentingan para pekerja , serikat pekerja juga bertanggung jawab kepada anggota , masyarakat, dan Negara.ada pun tujuan pembentukan serikat pekerja adalah memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan,serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarga nya. Serikat pekerja yaitu organisasi yang dibentuk dari,oleh,dan untuk pekerja atau buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja atau buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluargannya.
TUJUAN SERIKAT PEKERJA Tujuan pembentukan serikat pekerja adalah memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Peranan serikat pekerja Serikat pekerja merupakan salah satu sarana pelaksana utama hubungan industrial. Sebagai pelaksana utama hubungan industrial, serikat pekerja mempunyai peranan dan fungsi penting berikut ini : 1. Menampung aspirasi dan keluhan pekerja, baik maupun bukan anggota serikat pekerja yang bersangkutan. 2. Menyalurkan aspirasi dan keluhan tersebut kepada manajemen atau pengusaha baik secara langsung atau melalui Lembaga Bipartit. 3. Mewakili pekerja di Lembaga Bipartit. 4. Mewakili pekerja di Tim Perunding untuk merumuskan Perjanjian Kerja Bersama. 5. Mewakili pekerja di lembaga-lembaga kerjasama ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya seperti Lembaga Tripartit, Dewan
6. Menyampaikan saran kepada manajemen baik untuk penyelesaian keluh kesah pekerja maupun untuk penyempurnaan sistem kerja dan peningkatan produktivitas perusahaan.
PERUNDINGAN KOLEKTIF Perundingan kolektif (collective bargaining) adalah proses dimana perwakilan serikat buruh (representative) dua kelompok bertemu dan bermaksud untuk merundingkan atau negosiasi suatu perjanjian yang mengatur hubungan-hubungan kedua pihak di waktu yang akan datang. Dalam kerangka serikat buruh dan manajemen, perundingan kolektif merupakan proses negosiasi antara pihak buruh yang diawali oleh serikat buruh dengan pihak manajemen untuk menetapkan syarat-syarat hubungan kerja. Proses ini meliputi pengakuan awal hak dan kewajiban dari serikat pekerja dan manajemen, negosiasi sebuah kontrak tertulis mengenai gaji, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya dan interpretasi serta penerapan kontrak selama periode waktu berlakunya proses perundingan kerja bersama mempunyai tiga fungsi utama: 1) Menyusun dan merevisi peraturan kerja melalui negosiasi perjanjian atau kontrak kerja. 2) Melaksanakan hasil perundingan kerja bersama. 3) Membentuk sebuah metode penyelesaian perselisihan selama masa berlakunya kontrak.
Manajemen membayar buruh-buruhnya untuk pekerjaan mereka. Namun demikian kedua belah pihak memiliki gagasan-gagasan yang berlainan perihal kondisi pertukaran tersebut. Perbedaan tersebut merupakan titik tolak negosiasi karena masing-masing pihak memiliki kebijakan mengenai bagaimana kebutuhannya akan dipenuhi. Kedua belah pihak lantas berkomunikasi guna menentukan bagaimana setiap kebutuhan dapat dipertemukan dalam batas garis kebijaksanaan kedua belah pihak. Perundingan kolektif pada dasarnya terdiri atas wakil manajemen perusahaan dan wakil serikat pekerja yang bersama-sama mencapai persetujuan yang akan dapat diterima oleh pemilik atau pendukung mereka. Prosesnya dapat mulus dan tidak rumit manakala kedua belah pihak ingin berunding secara kooperatif untuk mencapai kata sepakat. Meskipun demikian, prosesnya juga bisa menjadi sangat pelik dan memakan waktu. Persoalan besar yang menghadang perundingan kolektif adalah siapa yang bakal mewakili pekerja, persoalan apa yang akan dinegosiasikan kedalam kontrak, strategi apa yang digunakan dalam
perundingan, bagaimana kebuntuan perundingan akan diatasi, dan bagaimana kontrak akan dilaksanakan. Perundingan kolektif adalah suatu proses dimana perwakilan manajemen dan serikat pekerja yang bertemu untuk merundingkan satu kesepakatan tenaga kerja. Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuan tentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja. Faktor-faktor Pengaruh dalam Perundingan Kolektif adalah : 1. Cakupan rundingan Cakupan rundingan yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja, seperti dalam suatu departemen, devisi, perusahaan atau keseluruhan buruh dalam suatu industry. 2. Tekanan-tekanan perundingan serikat buruh Selain penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat yang kadang-kadang digunakan : a. Pemogokan b. Mencegah atau menghalangi buruh-buruh yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan. c. Boycotts. 4. Peran pemerintah Serikat buruh dan buruh sering lebih mempersilahkan intervensi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah hubungan kerja mereka. Interverensi ini paling tidak dlam bentuk segala perundang-undangan dan peraturan di bidang perburuhan. 5. Kesediaan perusahaan Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat buruh di tentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan menggunakan alat-alat pemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing, demosi dan sebagainya).
JAMINAN TENAGA KERJA Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.
Filosofi Jamsostek : JAMSOSTEK dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan orang lain. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program JAMSOSTEK dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang rendah. Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di maksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan social tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan bersaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan jaminan sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan. Oleh karena itu upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan social tenaga kerja. Para pekerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat, dengan resiko dan tanggung jawab serta tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu kepada mereka dirasakan perlu untuk diberikan perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraannya sehingga menimbulkan rasa aman dalam bekerja. Sebagai program publik, JAMSOSTEK memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedang kewajibannya adalah membayar iuran. Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Resiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacad, hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja atau membutuhkan perawatan medis.
Dasar Hukum : Program JAMSOSTEK kepesertaannya diatus secara wajib melalui Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sedangkan pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993, Keputusan Presdien No. 22 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/MEN/1993.
Adapun syarat-syarat keselamatan kerja antara lain : 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan 2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan 4. Memberikan kesempatan atau jalan penyelamatan diri waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya 5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan 6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja 7. Memperoleh penerangan yang cukp dan sesuai 8. Menyelanggarakan suhu dan lembab udara yang baik 9. Memeliharaan kebersihan, kesehatan dan ketertiban
Jenis Perlindungan Kerja Secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja yaitu sebagai berikut : 1. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial disebut juga dengan kesehatan kerja. 2. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan kerja.
3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usahausaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna memnuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya disebut dengan jaminan sosial.
Ketiga jenis perlindungan di atas akan di uraikan sebagai berikut : Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruh ”semaunya” tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai hak asasi. Karena sifatnya yang hendak mengadakan ”pembatasan” ketentuan-ketentuan perlindungan sosial dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya bersifat ”memaksa”, bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan perlindunga sosial UU No. 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang memandang perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan sosial ini merupakan ”hukum umum” (Publiek-rechtelijk) dengan sanksi pidana. Hal ini disebabkan beberapa alasan berikut : 1. Aturan-aturan yang termuat di dalamnya bukan bermaksud melindungi kepentingan seorang saja, melainkan bersifat aturan bermasyarakat. 2. Pekerja/buruh Indonesia umumnya belum mempunyai pengertian atau kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri. Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan ”dalam suatu hubungan kerja” menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan hubungan kerja dengan pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU No 13 Tahun 2003.
Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah. Bagi
pekerja/buruh,
adanya
jaminan
perlindungan
keselamatan
kerja
akan
menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan perhatian pda pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyrakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas. Dasar pembicaraan masalah keselamatan kerja ini sampai sekarang adalah UU No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Namun, sebagian besar peraturan pelaksanaan undang-undang ini belum ada sehingga beberapa peraturan warisan Hindia Belanda masih dijadikan pedoman dalam pelaksanaan keselamatan kerja di perusahaan. Peraturan warisan Hindia Belanda itu dalah sebagai berikut : 1. Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan S. 1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan dengan Peraturan Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan ini menatur tentang keselamatan dan keamanan di dalam pabrik atau tempat bekerja. 2. Stoom Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap 1930. 3. Loodwit Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan pemakaian timah putih kering.
Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded
social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang ( jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua ), dan pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan. Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang – Undang Nomor. 3 Tahun 1992 adalah : Merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan. Pada hakikatnya program jaminan soisal tenaga kerja dimaksud untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga yang sebagian yang hilang. Disamping itu program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain : 1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhanhidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya. 2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi resiko – resiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua dan lainnya. Jenis Program Jamsostek : 1. Jaminan Kecelakaan Kerja Kecelakaan Kerja maupun penyakit akibat kerja maerupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja. 2. Jaminan Kematian Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan
kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. 3. Jaminan hari Tua Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mapu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi ketenaga kerjaan sewaktu masih bekerja, teruma bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang dibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 ( lima puluh lima ) tahun atau memnuhi persyaratan tersebut. 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan unutk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksankan rugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan ( kuratif ). Oleh karena itu, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja.Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (oreventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Definisi Perselisihan Hubungan Industrial terdapat pada Pasal 1 angka 22 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) "Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan." Selanjutnya pada Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) juga memberikan definisi yang sama persis "Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan."
Penyebab Perselisihan Hubungan Industrial Dari kedua UU diatas maka Perselisihan Hubungan Industrial terjadi karena adanya sebab dan akibat. Sebabnya berupa "perbedaan pendapat" yang mengakibatkan "pertentangan".
Subjek Hukum Dalam Perselisihan Hubungan Industrial Perbedaan pendapat dan pertentangan antara siapa? "Antara pengusaha/gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh... dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan." Dengan demikian perselisihan hubungan industrial hanya bisa terjadi di antara: 1. Pengusaha dengan pekerja/buruh; 2. Pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh; 3. Gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh; 4. Gabungan pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh; 5. Serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan; Bilamana terjadi: antara pengusaha dengan pengusaha? Antara pekerja/buruh dengan pekerja/buruh lainnya? Antar serikat pekerja/serikat buruh beda perusahaan? Maka tidak termasuk dalam perselisihan hubungan industrial.
Objek "Perbedaan Pendapat Yang Mengakibatkan Pertentangan" Dalam Perselisihan Hubungan Industrial 1. Perselisihan Hak, Pasal 1 angka 2 UU PPHI "Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama." 2. Perselisihan Kepentingan, Pasal 1 angka 3 UU PPHI "Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama." 3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, Pasal 1 angka 4 UU PPHI "Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. " Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan "Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha." 4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Satu Perusahaan, Pasal 1 angka 5 UU PPHI "Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan."
HUKUM KETENAGAKERJAAN Perkembangan hukum perburuhan dan ketenagakerjaan mengalami perubahan yang menuju ke arah perbaikan yakni dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri ataupun masyarakat. Pengertian tenaga kerja dalam UU No.13 Tahun 2003 tersebut menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pokok Ketenagakerjaan yang memberikan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hukum Perburuhan (Arbeidsrecht) adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah (Soepomo, 1987:3).
Sumber Hukum Ketenagakerjaan Adapun
sumber-sumber
hukum
perburuhan
dan
ketenagakerjaan,
yaitu
(Soepomo,1987:20-24) : 1. Undang-Undang. 2. Peraturan lainnya yang kedudukannya lebih rendah dari undang-undang, seperti peraturan pemerintah, kepututusan presiden, keputusan menteri, ataupun keputusan instansi lainnya 3. Kebiasaan 4. Putusan Disamping pendapat di atas, Wahab dan Asikin menambahkan bahwa doktrin/pendapat para ahli hukum juga merupakan sumber hukum ketenagakerjaan. Mengingat pendapat para
ahli dapat dipergunakan sebagai landasan untuk memecahkan masalah-masalah perburuhan, baik langsung maupun tidak langsung. Wahab juga mengungkapkan bahwa adanya penambahan doktrin/pendapat para ahli hukum juga merupakan sumber hukum ketenagakerjaan, mengingat pendapat para ahli dapat dipergunakan sebagai landasan untuk memecahkan masalah-masalah perburuhan, baik langsung maupun tidak langsung. Menurut pendapat Abdul Khakim jika ada penambahan agama termasuk sebagai sumber hukum ketenagakerjaan, mengingat terdapatnya kemungkinan adanya pemecahan masalah ketenagakerjaan melalui pendekatan ajaran agama yang dianutnya.
Pihak-pihak dalam Perjanjian Keteganakerjaan Dalam suatu perjanjian ketenagakerjaan terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu buruh/pekerja, pengusaha/pemberi kerja, organisasi buruh/pekerja, organisasi pengusaha dan pemerintah. Kelima unsur tersebut akan saling berpengaruh dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam hubungan industrial. 1. Buruh/Pekerja 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Penegasan imbalan dalam bentuk apapun ini perlu karena upah selama ini diberikan dengan uang, padahal ada pula buruh/pekerja yang menerima imbalan dalam bentuk barang. 3. Pengusaha/ pemberi kerja Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengusaha adalah : a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri, b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya, c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksuddalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
4. Organisasi pekerja/ buruh Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh bahwa serikat buruh/serikat pekerja ialah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya. 5. Organisasi pengusaha Dalam perkembangannya di Indonesia terdapat 2 (dua) organisasi pengusaha yaitu Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Kamar Dagang dan Industri (KADIN) merupakan organisasi yang menangani bidang ekonomi secara umum, yaitu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perdagangan, perindustrian, dan jasa. Sedangkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merupakan organisasi pengusaha yang khusus bergerak pada bidang sumber daya manusia (SDM) dan hubungan industrial.
PERMASALAHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA 1. Solidaritas para pekerja dikarenakan seorang pekerja diperlakukan kurang adil Solidaritas pekerja adalah satu hal yang positif jika diarahkan kepada hal-hal yang positif, namun seringkali solidaritas ini merupakan hal yang bisa mengancam suatu perusahaan apabila dipergunakan untuk keperluan hal yang negatif. Misalnya seorang karyawan diberikan hukuman karena melanggar peraturan dan ketentuan, namun karyawan
yang
dihukum
tersebut
menggalang
karyawan
lainnya
dengan
mengedepankan solidaritas. Apa yang harus dilakukan ketika hal tersebut terjadi? Ada baiknya jika sampai terjadi demo karena para pekerja menilai pekerja yang dihukum diperlakukan kurang adil, perusahaan dapat mengkomunikasikan sejelas-jelasnya mengenai apa alasan pekerja tersebut diberikan hukuman. Perusahaan pun harus terbuka jika seandainya memang benar seorang pekerja diperlakukan kurang adil. 2. Perbedaan persepsi mengenai peraturan Peraturan yang diberlakukan seringkali disikapi dan di interpretasikan berbeda-beda, tentunya sesuai dengan kepentingan masing-masing. Hal inilah yang harus dihindari. Membangun komunikasi yang intensif untuk mendapatkan kesepahaman mengenai sebuah peraturan sangat penting untuk dilakukan. Pihak pemerintah tentunya dapat
memfasilitasi, memberikan pertimbangan bahkan sampai kepada menetapkan ketentuan yang berlaku jika ada perbedaan persepsi. 3. Permasalahan mengenai status outsource dan tenaga kontrak Status outsource dan tenaga kerja kontrak adalah salah satu perselisihan hubungan industrial yang paling sering terjadi. Terlalu lamanya seorang outsource dan kontrak untuk menjadi tenaga kerja tetap merupakan akar permasalahan ini. Permasalahannya adalah banyak sekali perusahaan yang melanggar peraturan ini dengan alasan efisiensi tidak harus membayar beban gaji yang besar jumlahnya. Disisi lain tenaga kerja outsource dan kontrak seringkali merasa ditindas. Ada baiknya sebelum permasalahan ini terjadi perusahaan telah mengkomunikasikan kriteria karyawan dengan status outsource dan pekerja kontrak serta kriteria pengangkatan yang jelas dan memastikan bahwa kriteria tersebut tidak melanggar kepada undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. 4. Tenaga kerja asing mendapatkan posisi yang lebih baik Sudah berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN besar kemungkinan akan membuat permasalahan hubungan industrial semacam ini akan makin sering terjadi. Permasalahan tenaga kerja asing mendapatkan posisi yang lebih baik besar kemungkinan terjadi karena beberapa hal diantaranya, kompetensi dari tenaga kerja asing yang lebih baik, biaya gaji tenaga kerja asing yang bersaing bahkan lebih rendah, atau tidak jarang karena penempatan tenaga kerja asing oleh perusahaan multinasional yang memiliki anak perusahaan di Indonesia. Solusinya adalah mendudukkan kriteria tenaga asing secara lebih jelas dan memastikan bahwa terjadinya proses transfer knowledge dari tenaga asing kepada tenaga kerja Indonesia. 5. Menuntut transparansi perusahaan Masih banyaknya perusahaan yang tidak menerapkan transparansi atau keterbukaan informasi kepada kalangan internal, apalagi mengenai profit kinerja perusahaan merupakan akar permasalahan ini. Karenanya sangat penting bagi perusahaan untuk senantiasa selalu terbuka kepada karyawannya, tentunya dengan menjaga rahasia perusahaan agar tidak keluar kepada para pesaing. 6. Perhitungan gaji, overtime dan potongan Mekanisme perhitungan gaji, overtime dan potongan-potongan adalah salah satu yang dapat menyebabkan terjadinya perselisihan hubungan industrial. Kembali lagi, isu permasalahan ini dapat diantisipasi dengan adanya komunikasi yang terbuka dan transparan serta jujur mengenai mekanisme perhitungan gaji, overtime dan potongan.
7. Menolak untuk dimutasi Mutasi adalah sebuah keniscayaan yang akan dialami oleh sebagian besar karyawan. Bahkan seringkali dalam penandatanganan kerja diawal, hal mengenai mutasi dijelaskan terlebih dahulu seperti misalnya bersedia ditempatkan di luar kota, dan bersedia ditempatkan diunit mana saja. Namun seringkali banyak karyawan menolak untuk dimutasikan, bisa saja karena alasan keluarga, ataupun karena adanya “tempat basah”. Hal-hal seperti ini seharusnya dapat diselesaikan di tingkat perusahaan, namun tak jarang dapat mencuat hingga ketingkat lebih luas. Solusinya adalah tentu saja penegasan dari peraturan yang berlaku apalagi apabila pekerja yang bersangkutan sudah menandatangani bersedia ditempatkan di mana saja dan diunit mana saja. 8. Menuntut digantinya atasan yang tidak adil dan bersikap semena-mena Atasan atau pimpinan yang berlaku tidak adil dan bersikap semena-mena sering kita jumpai dimana-mana. Bahkan dalam berbagai kesempatan, saya sering mendengar adanya cerita karyawan membuat surat mosi tidak percaya kepada pimpinan. Permasalahan ini acapkali terjadi dan sebenarnya mengganggu kinerja perusahaan. Namun sayangnya perusahaan acapkali mengabaikan hal ini.
Berbagai permasalahan atau perselisihan dalam hubungan industrial diatas acapkali terjadi karena masing-masing pihak tidak menyadari hak dan tanggung jawabnya. Karenanya menjadi sangat penting untuk menyadari hak dan tanggung jawab masing-masing. Komunikasi yang terbuka dan pentingnya pemahaman adalah salah satu cara untuk meminimalisir terjadinya perselisihan hubungan industrial sekalipun sudah ada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan Menurut undang-undang nomo 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masakerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturanyang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa kerja.setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak didalam atau di luar negeri.!ari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk oleh pekerja dan mempunyai sifat bebas, terbuka,mandiri, demokratis dan bertanggungjawab. Adapun tujuan dari serikat pekerja adalah memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja buruh dan keluarganya
3.2.
SARAN Perlu adanya komunikasi dua arah dan terus-menerus antara pengusaha dan pekerja untuk mencegah prasangka dari kedua belah pihak sehingga tercapai hubungan industrial yang baik. Pihak pengusaha sebaiknya merespon tuntutan buruh secara cepat dengan melakukan pendekatan-pendekatan pada perwakilan serikat buruh/pekerja, sehingga unjuk rasa dan mogok kerja dapat dicegah atau paling sedikit unjuk rasa atau mogok tidak menimbulkan kerugian yang besar bagi perusahaan dan pekerja. Pemerintah perlu bertindak cepat dan proaktif dalam menyelesaikan perselisihan buruh/pekerja dengan pengusaha sehingga tindakan anarkis dapat dicegah. Pemerintah perlu segera menyusun perangkat perundangan ketenagakerjaan terutama yang menyangkut unjuk rasa dan mogok kerja sehingga tidak merusak citra Indonesia di mata investor. Perlu adanya tindakan tegas dan adil dalam menindak para pelaku unjuk rasa & mogok kerja maupun pihak lain yang bertindak anarkis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khakim, 2009, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti Bandung Butar, R. 07. 2012. Melacak
Ilmu. Dikutip dalam :https://sites.google.com/site/
melacakilmu/peluang/konsepdasarhubunganindustrial Payaman J. Simanjuntak, Manajemen Hubungan Industrial, Penerbit Jala Permata Aksara, Jakarta