Fix Dm Edit Kasus Soap.docx

  • Uploaded by: Imelda Ayunitias
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fix Dm Edit Kasus Soap.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,328
  • Pages: 39
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.M DENGAN DIAGNOSA MEDIS ULUS DIABETIKUM DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RUANG DELIMA RSUD AJIBARANG

Disusun Oleh :

1. Nur Fitriani

(1611020078)

2. Imelda Ayunitias ( 1611020087)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKWERTO

2019

BAB 1 PENDAHULUAN A. Pengertian Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007) Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan

suatu

kelompok

panyakit

metabolik

dengan

karakterristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008) DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum

juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk

terjadinya

Ulkus

Diabetik melalui

pembentukan plak

atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005). Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

B. Anatomi Fisiologi

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung.

Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : 1.

Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

2.

Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari

pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu: a.

Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

b.

Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.

c.

Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin. Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat

pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan

titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. C. Klasifikasi Diabetes meliltus dapat di klasifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu : 1.

DM type I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ). Sering dikenal dengan diabetes juvenile karena berkembang pada usia kurang dari 30 tahun. Dimana terjadi destruksi sel beta. Umumya menjurus ke defisiensi insulin absolute sehingga penderita insulin absolute harus selalu tergantung pada terapi insulin.

2.

DM type II : Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM ) Tejadi pad usia 40 tahun atau lebih, khususnya pda individu dengan obesitas,bervariai mulai dari yang predominan resisten insulin disertai defesiensi insulin relative sapai ang predominan.

3.

Diabetes Melitis tipe lain. a. Defek genetic funsi sel beta b. Defek genetic kerja insulin c. Penyakit endokrin pankreas d. Endokrinopati e. Karena obat/ zat kimia f. Infeksi

g. Imunologi h. Sindroma genetic lain. 4.

Diabetes Kehamilan.

D. Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan

dan

kelemahan.

Dalam

keadaan

normal

insulin

mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan

perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

E. Pathway DM Tipe I

DM Tipe II

Reaksi Autoimun

Idiopatik, usia, genetik,dll

Sek Beta Pancreas hancur

Jumlah sel pankreas menurun

v

Defisiensi Insulin

Hiperglikemia

Katabolisme protein meningkat

Liposis Meningkat

Pembatasan diit

Penurunan BB

Intake tidak adekuat

Resiko nutrisi kurang

Fleksibelitas darah merah

Pelepasan O2 Poliuria

Hipoksia Perifer

Nyeri

F. Etiologi

Defisit volume cairan

Perfusi jaringan perifer tidak efektif

1.

Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) 

Factor genetic : Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri namun mewarisi sebuah presdisposisi atau sebuah kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yg memililiki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yg bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imun lainnya.



Factor imunologi : Pada diabetes type I terdapat fakta adanya sebuah respon autoimun. Ini adalah respon abnormal di mana antibody terarah pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yg dianggapnya seakan-akan sebagai jaringan asing.



Factor lingkungan Factor eksternal yg akan memicu destruksi sel β pancreas, sebagai sampel hasil penyelidikan menyebutkan bahwa virus atau toksin tertentu akan memicu proses autoimun yg bisa memunculkan destuksi sel β pancreas.

2.

Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM ) Umumnya penyebab dari DM type II ini belum diketahui, faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya sebuah resistensi insulin.Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM ) penyakitnya memiliki pola familiar yg kuat. NIDDM ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin ataupun dalam kerja insulin. Pada awalnya nampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran pada kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya pada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, seterusnya terjadi reaksi intraselluler yg meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan NIDDM terdapat sebuah kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini bisa disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yg rumumnya esponsif insulin pada membran sel. Dan menyebabkan terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor

insulin dengan sebuah system transport glukosa. Kadar glukosa normal akan dipertahankan dalam saat yg cukup lama & meningkatkan sekresi insulin, namun pada hasilnya sekresi insulin yg beredar tak lagi memadai untuk mempertahankan kadar euglikemia. Diabetes Melitus type II disebut pula Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yg adalah satu buah group heterogen bentuk-bentuk Diabetes yg lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, namun terkadang akan timbul pada periode kanakkanak. Factor risiko yg berhubungan dengan proses terjadinya DM type II, diantaranya yaitu : 

umur(resistensi insulin cenderung meningkat pada umur di atas 65 thn)



Obesitas



Riwayat keluarga



Kelompok etnik

G. Manifestasi Klinis 1.

Diabetes Tipe I 

hiperglikemia berpuasa



glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia polifagia



keletihan dan kelemahan



ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2.

Diabetes Tipe II 

lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif



gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur



komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

H. Komplikasi

I.

1.

Gagal ginjal

2.

Hiperglikemia

3.

Hipertensi

4.

Ketoasidosis

5.

Sindrom hiperglikemia

6.

Amputasi

Pemeriksaan Penunjang 1.

Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.

2.

Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

3.

Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

4.

Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I

5.

Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.

6.

Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3

7.

Trombosit

darah:

Ht

meningkat

(dehidrasi),

leukositosis

dan

hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi. 8.

Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

9.

Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)

10. Urine: gula dan aseton positif 11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka. J. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama dilakukannya terapi DM ialah agar dapat menormalkan aktivitas insulin & kadar glukosa darah dalam usaha untuk mengurangi terjadinya sebuah komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan therapy terapeutik pada setiap type DM adalah demi mencapai kadar glukosa darah dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien sehari-hari. Ada lima komponen penting dalam penatalaksanaan DM, yaitu : a.

Diet Syarat melakukan diet DM seharusnya dapat : 

Memperbaiki kesehatan umum pada penderita



Mengarahkan pada berat badan dalam batas normal



Menekan dan menunda timbulnya sebuah penyakit angiopati diabetik



Memberikan sebuah modifikasi diit sesuai dengan kondisi pada penderita



Menarik & mudah untuk diberikan

Prinsip diet DM, adalah : 

Jumlah sesuai kebutuhan



Jadwal diet yang ketat



Jenis : yang boleh dimakan / tidak Sebagai sebuah pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari bagi

para penderita DM yg bekerja biasa yakni :

b.

1.

Kurus (underweight)

BB X 40-60 kalori perharinya

2.

Normal (ideal)

BB X 30 kalori perharinya

3.

Gemuk (overweight)

BB X 20 kalori perharinya

4.

Obesitas apabila

BB X 10-15 kalori sehari

Latihan Beberapa manfaat melakukan latihan teratur setiap hari bagi para penderita DM, yakni :



Meningkatkan kadar kepekaan insulin, jika dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi terjadinya insulin resisten pada penderita dengan kegemukan/menambah jumlah reseptor insulin & meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.



Memperbaiki aliran perifer serta menambah suplai oksigen yang ada



Mencegah kegemukan apabila ditambahkan dengan latihan pagi dan sore



Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein



Kadar glukosa otot & hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang adanya pembentukan glikogen baru.



Menurunkan kolesterol (total) & trigliserida dalam darah karena adanya sebuah pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

c.

Penyuluhan Penyuluhan menjadi salah satu bentuk metode pemberian informasi kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara/ bisa menggunakan media misalnya: leaflet, poster, audio visiual, diskusi kelompok, dll.

d.

Obat - Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO) - Insulin

e.

Cangkok pankreas Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik

BAB II TINJAUAN KASUS Tn. M (65 tahun) masuk rumah sakit dengan keluhan badan terasa lemas, mudah lelah, dan mual setiap makan. Terjadi penurunan berat badan selama sakit. Klien juga mengatakn luka dikedua kaki tidak sembuh-sembuh. Saat dilakukan pemeriksaan didapatkan S : 37˚C, N : 84 x/mnt, TD : 170/80 mmHg, RR : 25 x/mnt, edema pada kaki kanan. Terdapat ulkus diabetikum di kedua kaki, terdapat pus dan jaringan nekrotik pada masing-masing luka. Semua ADL dibantu, karena klien merasa lemas, kelelahan dan tidak bisa berjalan karena luka dikedua kaki. A. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien Nama

: Tn. M

Umur

: 65 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Balai Desa, Sokaraja Kulon

Pekerjaan

: Petani

Status Perkawinan Agama Suku

: Kawin : Islam

: Jawa

Tanggal masuk RS

: 25 Februari 2019

Tanggal Pengkajian

: 26 Februari 2019

Sumber Informasi

: Klien, Keluarga, Medical Record

2. Riwayat Kesehatan a.

Riwayat Kesehatan Sekarang Luka di tumit kaki kiri dan terasa nyeri skala 5-6, nyeri hilang timbul, nyeri pada saat digerakkan, klien tampak merintih jika nyeri tiba. 1) Keluhan Utama Saat Pengkajian Saat pengkajian klien pada tanggal 25 Februari 2019 klien mengatakan Satu bulan sebelum masuk rumah sakit, klien kena luka di tumit kaki kiri, namun klien tidak mengetahui penyebabnya. Mulai saat itu klien lebih berhati-hati dan pelan-pelan saat berjalan. Dua minggu sebelum masuk rumah sakit keluhan dirasa semakin bertambah, luka pada tumit menjadi bengkak. Diperiksakan ke dokter praktik dan hanya diberi obat oral. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit keluhan pada tumit klien makin bertambah, luka makin membengkak dan oleh cucunya luka tersebut dibuka atau diiris keluar pusnya banyak. Klien hanya istirahat dirumah dan akhirnya karena merasa tidak kuat dan tidak bisa mengobati luka tersebut maka oleh keluarganya klin dibawa ke rumah sakit. Hari masuk rumah sakit, keluhan luka tumit,kemudian dilakukan perawatan luka di RSUD Ajibarang. 2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien menderita tekanan darah tinggi sudah sejak 10 tahun yang lalu. Klien terdeteksi diabetes mellitus saat menjalani perawatan di rumah sakit ini. Klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga klien mengatakan tidak memiliki penyakit eturunan seperti Asma, Hipertensi tetapi memiliki penyakit keturunan Diabetes Mellitus dari bapaknya. 4) Riwayat Alergi Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan atau obatobatan.

Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium: Tanggal 26 Februari 2019 Normal ALT AST

: 16,4

( 10-40 ) : 14,8

( 10-42 )

BUN

: 22,1

Creatinin

: 1,22

Glukosa

: 515,9 mg/dl

Ureum

HCT

(0,6-1,3) (80-120) (20 – 40)

: 47,29 : 3,81×106/µl

RBC HGB

( 7-18 )

: 10,19/dl : 31,6%

(3,7-6,5) (12 – 18) (47 – 75)

MCV

: 82,9 Fl

(80 – 99)

MCH

: 26,5 Fl

(27 – 31)

PLT

: 386×103/µl

(150-450)

RDW

: 42,2 Fl

(35 – 47)

PDW

: 9,9 Fl

( 9 – 13 )

MPV

: 8,4 Fl

(7,2-11,1)

Differential

MXD

: 6,2%

(0–8)

Neut

: 87,3%

(40 – 74)

Lym#

: 1,6×103/µl

( 1 – 3,7)

MXD#

: 1,6×103/µl

( 0 – 1,2 )

Neut#

: 21,9×103/µl

(1,5 – 7 )

1. Pola Kebiasaan Pasien Aspek Fisik - Biologis a.

Pola Nutrisi dan Metabolik Program diit RS : DM IV (1700 kalori) Intake makanan: sebelum sakit klien makan 3 kali sehari, dengan sayur

dan lauk. Klien mempunyai pantangan makanan yaitu daging kambing. Saat sakit/ dirawat

di rumah sakit klien hanya menghabiskan rata-rata ¼ porsi

pemberian. Menurut klien BB turun dari biasanya, BB tidak terkaji. Intake cairan : sebelum sakit klien mminum 6-7 gelas sehari, minuman pantangan

kopi. Saat di rumah sakit ini klien mendapat cairan infus 1000

ml sehari dan

minum air putih 3-4 gelas sehari.

b. Pola Eliminasi Klien mengatakan BAB Sebelum sakit : sekali per dua atau tiga hari. Dan saat sakit di rumah sakit klien per dua atau tiga hari, dengan konsistensi padat warna kuning. Klien mengatakan BAK Sebelum sakit klien BAK 7-8 kali sehai. Dan selama di rumah sakit klien terpasang dower cateter mulai tanggal. Dalam satu hari -+ 800 CC warna kuning pekat.

Pola Aktivitas - Latihan

Kemampuan Perawatan Diri

0

1

2

Makan / minum



Mandi



3

4



Toileting Berpakaian



Mobilitas di tempat tidur



Berpindah



Ambulasi / ROM

√ 0 : mandiri, 1 :

alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total. Oksigenasi : klien bernapas secara spontan tanpa bantuan alat oksigenasi. Pola Persepsi - Kognitif ( alat indra ) Klien mengatakan pandangan mulai kabur dan kurang mulai tidak jelas Pola Aktivitas Istirahat – Tidur a. Pola Aktivitas dan latihan Keluarga klien mengatakan klien sudah tidak bekerja tetapi klien masih suka ke sawah dengan istrinya untuk bercocok tanam, klien mengatakan jika setelah pulang dari sawah klien merasa lemas, dan lelah.. b. Pola Istirahat dan Tidur Sebelum sakit Klien

mengatakan biasanya tidur 5-6 jam setiap harinya, klien

mengatakan di rumah jika sudah tidur tidak mudah terbangun. Selama sakit Klien mengatakan selama di rumah sakit klien susah tidur dan sering terbangun karena nyeri luka pada kedua kaki. Pola Kebersihan Diri Keluarga klien mengatakan selama di rumah sakit pasien di lap oleh keluarga dengan air hangat dan dibersihkan 2 x dalam sehari.

Riwayat Psikologi a. Status Emosi Keluarga klien mengatakan selama di rumah sakit klien mengeluh nyeri pada luka dikedu kakinya. b. Gaya Komunikasi Pasien berkomunikasi dengan bahasa jawa, klien jika diajak berbicara dapat menjawab dengan suara lirih.

Pola peran dan Hubungan Pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan keluarga

Tn.M

65Th

58Th

Ny.J

Ny. W

Tn.N

36Th

36Th

38Th

Tn.B

33Th

Ny.M 18Th

An.A

19Th

16Th

An.C

An.R

Riwayat Sosial Keluarga klien mengatakan pasien jarang mengeluh sakit, keluarga klien mengatakan hubungan kliem dengan baik. Riwayat Spiritual Keluarga klien mengatakan klien sebelum sakit shalat 5 waktu dengan rajin tetapi selama sakit klien tidak melaksanakan shalat 5 waktu karena kondisi yang tidak memungkinkan. 2.

Pemeriksaan Fisik

a. Keluhan umum

: lemas, lemah

b. Tingkat kesadaran : composmentis c. Pengukuran antropometri BB

: 65 Kg

TB

: 150 cm

d. Tanda vital

:

TD

: 170/80 mmHg

N

: 84 x / menit

RR

: 25 x / menit

S

: 37 °C

B. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE 1. Kepala

: Bentuk kepala oval, kulit kepala tampak kering, rambut kasar

dengan distribusi tebal, tidak ada kelainan dibagian kepala 2. Mata

: Dari hasil konsul mata terdapat retinopati HT grade II ODS

3. Mulut

: Mukosa mulut kering

4. Thoraks

: I

: Pergerakan dinding dada terlihat cepat pada saat bernapas,

tidak ada lesi dan memar P

: Bunyi paru pekak

P

: Tidak ada pembengkakan, dada kanan dan kiri simetris

A

: tidak ada kelainan

5. Abdomen Hepar : I : tidak adanya benjolan, tidak adanya jaringan parut P : tidak adanya nyeri tekan, tidak adanya pembengkakan, hepar tidak teraba P : bunyi hepar pekak/redup, dilakukan perkusi untuk mengetahui batas dan batas bawah dari hepar Limpa : I : tidak adanya benjolan di daerah limpa

P : tidak ada nyeri tekan, tidak adanya pembengkakan, dan tidak adanya penumpukan cairan P : bunyi perkusi normal Ginjal : I

: tidak adanya benjolan, tidak adanya penumpukan cairan dibagian abdomen, tidak terdapat jaringan parut dibagian abdomen

P

: tidak terdapat nyeri tekan dibagian ginjal

P

: bunyi perkusi pekak

6. Ekstremitas

: kehilangan Terdapat ulkus di tumit kiri, luas ulkus dengan

diameter kurang lebih 5cm kedalamannya kurang lebih 1cm, nampak jaringan nekrotik warna putih. Terdapat oedema dibagian kaki distal kanan kiri. Infus terpasang ditangan kiri. Pergerakan: B

B

B

TB

7. Secara keseluruhan klien terlihat kurus dan terjadi penurunan BB drastis

C. PROGRAM TERAPI Klien diberikan terapi : 1. Diit DM IV (1700 kalori) 2. Infus NaCl 30 tetes per menit 3. Injeksi reguler insulin 3×14 iU 4. Metronidazol : 3x500gr (IV) 5. Captopril : 2×12,5mg (oral) 6. Ceftriaxon : 2x1gr (IV) 7. Perawatan Luka; nekrotomi 8. Cek GDN dan 2 jam PP

D. Analisa Data No. Data Fokus

Etiologi

Problem

DO: a.

Ada luka di ekstremitas

bawah (tumit kaki kiri). b.

Luka ulkus dengan diameter :

± 5 cm kedalaman : ± 1 cm. Kerusakan 1.

c.

Terdapat jaringan nekrotik

Ulkus DM

warna puutih

integritas jaringan

d. Terdapat edema di bagian kaki kiri DS: Pasien mengatakan ada luka di tumit kaki sebelah kiri sejak 2 minggu yang lalu. DS: a.

Pasien mengatakan nyeri.

b. Pasien mengatakan susah tidur karena nyeri.

2.

DO: a.

Iskemik jaringan P: nyeri bertambah saat

beraktifitas. b.

Q: seperti terbakar

c.

R: ekstremitas bawah.

Nyeri

d. S: 5-6 e.

T: hilang timbul dan nyeri

hanya pada saat digerakkan f.

Pasien meringis kesakitan

ketika nyeri muncul DO: a.

Intake makanan : Selama di

rumah sakit pasien hanya menghabiskan rata-rata ¼ porsi pemberian.

3.

Kebutuhan

DS: a.

Hilangnya nafsu makan nutrisi kurang dari kebutuhan

Pasien mengatakan sebelum

sakit makan 3 kali sehari dengan sayur dan lauk. b. Pasien mengatakan mempunyai pantangan makanan yaitu daging kambing. DO : a.

Pasien selama di rumah sakit

terpasang dower cateter. b. Dalam melakukan 4.

makan/minum, mandi, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM dibantu oleh orang lain c.

Untuk kebutuhan toileting

pasien dibantu oleh orang lain

Adanya ulkus pada kaki

Kelemahan mobilitas fisik

dan dengan bantuan alat DS : – E. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan ulkus DM ditandai dengan adanya luka pada tumit dan keluar pus banyak, luka ulkus dengan diameter : ± 5 cm kedalaman : ± 1 cm, tterdapat jaringan nekrotik warna putih, terdapat edema di bagian kaki kiri 2. Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan ditandai dengan adanya luka pada tumit kaki yang menyebabkan nyeri, nyeri bertambah saat beraktifitas, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada area ekstremitas bawah dengan skala nyeri 6, pasien meringis kesakitan ditunjukkan dengan memegangi area nyeri. 3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan, ditandai dengan intake makanan selama di rumah sakit pasien hanya menghabiskan rata-rata ¼ porsi pemberian. 4. Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya ulkus pada kaki ditandai dengan pasien selama di rumah sakit terpasang dower cateter, alam melakukan makan/minum, mandi, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM dibantu oleh orang lain, dan untuk kebutuhan toileting pasien dibantu oleh orang lain dan dengan bantuan alat

F. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Dx

Diagnosa

Tujuan (NOC)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, integritas jaringan klien membaik, dengan kriteria hasil: Dx. 1.

Kerusakan Integritas Cairan Berhubungan Dengan Ulkus DM

a.

Jaringan secara umum

tampak utuh dan bebas dari tandatanda infeksi dan, tekanan dan trauma. b.

Luka yang terbuka berwarna

merah muda memperlihatkan

Intervensi (NIC) a.

Rasional

Laksanakan perawatan

luka sesuai dengan perskripsi medik. Pengkajian yang tepat b.

Oleskan preparat

terhadap luka dan proses

antibiotik topikal dan

penyembuhan akan

memasng balutan sesuai

membantu dalam menentukan

ketentuan medik.

tindakan selanjutnya.

c.

Berikan dukungan

nutrisi yang memadai. d.

Kaji luka/ulkus dan

repitelisasi dan bebas dari infeksi. laporkan tanda kesembuhan yang buruk. c.

Luka yang baru sembuh

teraba lunak dan licin.- Bersihkan luka/ulkus setiap hari. Setelah dilakukan tindakan

1.

Lakukan pengkajian

keperawatan selama 3x24jam

nyeri secara komprehensif

nyeri klien berkurang, dengan

termasuk lokasi, karakteristik,

kriteria hasil:

durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.

a. Dx. 2.

terhadap luka dan proses

Mengontrol nyeri.

Nyeri berhubungan

2.

dengan iskemik

b.

jaringan

Melaporkan bahwa nyeri

Pengkajian yang tepat

Observasi reaksi

penyembuhan akan

nonverbal dari

membantu dalam menentukan

berkurang skala 1-3.

ketidaknyamanan.

tindakan selanjutnya.

c.

3.

Mampu mengenali nyeri

Gunakan teknik

(skala, intensitas, frekuensi dan

komunikasi terapeutik untuk

tanda nyeri).

mengetahui pengalaman nyeri

d.

Menyatakan rasa nyaman

klien sebelumnya.

setelah nyeri berkurang.

4.

Kontrol ontro

lingkungan yang e.

Mengkaji karakteristik nyeri :

lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

(0-10). 5. f.

Mempertahankan im-

Kurangi ontro

presipitasi nyeri.

mobilisasi (back slab). 6.

Pilih dan lakukan

penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis). 7.

Ajarkan teknik non

farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.. 8.

Berikan analgetik

untuk mengurangi nyeri. 9.

Evaluasi tindakan

pengurang nyeri/kontrol nyeri. 10.

Kolaborasi dengan

dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil. 11.

Monitor penerimaan

klien tentang manajemen nyeri. Setelah dilakukan tindakan Kebutuhan nutrisi kurang dari Dx. kebutuhan 3.

berhubungan dengan

Kaji intake klien

2.

Tingkatkan intake

keperawatan selama 3×24 jam, kebutuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan klien membaik, dengan makan melalui kriteria hasil:

hilangnya nafsu makan

1.

a.

Nafsu makan meningkat

a. luar

Kurangi gangguan dari

1.

Mengidentifikasi

kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. 2.

Mengkaji pemasukan

makanan yang adekuat

b.

Kebutuhan nutrisi

b.

Sajikan makanan dalam (termasuk absorbsi dan

tercukupi

kondisi hangat

utilisasinya).

c.

c.

3.

Porsi makan klien habis

Selingi makan dengan

minum

Jika makanan yang

disukai pasien dapat dimasukkan dalam

d.

Jaga kebersihan mulut

klien e.

kerjasama ini dapat Berikan makan sedikit

tapi sering 3.

Kolaborasi dengan ahli

giziikan diet dan makanan ringan dengan tambahan makanan yang disukai bila ada

Dx. 4.

Kelemahan mobilitas Setelah dilakukan tindakan fisik berhubungan

keperawatan selama 3×24 jam,

dengan adanya ulkus kelemahan mobilitas fisik

1.

perencanaan makan,

Pastikan keterbatasan

gerak sendi yang dialami

diupayakan setelah pulang. 4.

Meningkatkan rasa

keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.

Mobilisasi dilakukan dengan tujuan untuk membuat pasien aktif dan mampu melakukan

pada kaki

membaik, dengan kriteria hasil:

aktivitas sendiri. 2.

pasien mampu melakukan

Kolaborasi dengan

fisioterapi

mobilitas fisik 3.

Pastikan motivasi

klien untuk mempertahankan pergerakan sendi 4.

Pastikan klien untuk

mempertahankan pergerakan sendi 5.

Pastikan klien bebas

dari nyeri sebelum diberikan latihan 6.

Anjurkan ROM

Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif. 7.

Bantu

identifikasi program latihan yang sesuai 8.

Diskusikan dan

instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat 9.

Anjurkan dan Bantu

klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi 10.

Atur posisi setiap 2 jam

atau sesuai toleransi 11.

Fasilitasi penggunaan

alat Bantu

\ \

Implementasi dan Evaluasi Waktu 26

Implementasi

Febuari 

Evaluasi

Mengatur dan

S:

2019\

mencegah komplikasi



14.00

akibat perubahan

mengatakan bahwa

keadaan cairan

pasien sudah mulai

elektrolit

makan sedikit demi

meningkatkan

sedikit



keseimbangan

bersedia untuk

pencegahan

meminum obat yang

komplikasi akibat dari

diresepkan 

Pasien mengatakan

yang tidak normal

bersedia untuk

atau diluar harapan

dibersihkan lukanya

membantu atau menyediakan asupan

O:

makanan dan cairan



diet seimbang 

Klien mengatakan

elektrolit dan

kadar elektrolit serum





Keluarga klien

Memberikan

tangan kanan klien 

makanan dan cairan untuk mendukung

Terpasang Infis pada

Terlihat adanya ulkus pada kedua kaki klien



Klien tampak kesakitan

proses metabolik

saat dibersihkan

pasien yang

lukanya

malnutrisi atau beresiko tinggi

A : Masalah belum teratasi

terhadap malnutrisi 

memantau nutrisi :

P : Lanjutkan intervensi

mengumpulkan dan



menganalisis data

Mengatur dan mencegah komplikasi

Paraf



pasien untuk

akibat perubahan

mencegah dan \

keadaan cairan elektrolit

mempersiapkan,

menyediakan asupan

mengevaluasi

makanan dan cairan diet

keefektifan obat resep

seimbang 

Melakukan perawatan

membersihkan,

luka : mencegah

memantau dan

komplikasi luka dan

meningkatkan proses

meningkatkan

penyembuhan pada

penyembuhan luka

luka yang ditutup



membantu atau

memberikan dan

dan obat non resep 





Terapi latihan fisik :

dengan jahitan, klip,

ambulasi :

dan staples

meningkatkan dan

Melakukan perawatan

membantu dalam

luka : mencegah

berjalan untuk

komplikasi luka dan

mempertahankan atau

meningkatkan

mengembalikan fungsi

penyembuhan luka

tubuh autonom dan volunter selama pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit atau cidera. 

Pengaturan posisi : mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara hati-hati untuk meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan psikologis

27 2019

febuari 

Mengatur dan

S:

mencegah komplikasi



Klien mengatakan

14.00

akibat perubahan keadaan cairan 

merasa lebih baik 

Klien mengatakan

elektrolit

bersedia untuk

membantu atau

diberikan terapi latihan

menyediakan asupan

fisik

makanan dan cairan 

diet seimbang

O:

mempersiapkan,



memberikan dan

kooperatif saat

mengevaluasi

diberikan terapi latihan

keefektifan obat resep

fisik

dan obat non resep 

Pasien terlihat



Pasien terlihat dapat

Melakukan perawatan

mengatur posisi dengan

luka : mencegah

nyaman

komplikasi luka dan meningkatkan

A : Masalah belum teratasi

penyembuhan luka 

Melatih Terapi latihan P : Lanjutkan Intervensi fisik : ambulasi : meningkatkan dan membantu dalam berjalan untuk mempertahankan atau mengembalikan fungsi tubuh autonom dan volunter selama pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit atau cidera.



Mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara

hati-hati untuk meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan psikologis

Daftar Pustaka

Brunner & sddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC Bulecheck, Gloria. M , dkk.2013.Nursing Intervention Classification (NIC) : Sixth Edition. Oxford : Mosby Elservier Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi,3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Nursing Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.).2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition & Classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell Marelli T.M,2007. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan edisi 3, Jakarta : EGC Moorhead, Sue, dkk.2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement of Health Outcomes, Sixth Edition. Oxford : Mosby Elservier

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Rab T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni 2005 - 2006. Jakarta : Puma Medika

Santosa Budi. 2007. Panduan Diagnosa NANDA 2005 - 2006. Jakarta : Puma Medika

Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

Related Documents

Edit 3 Fix - Copy.docx
October 2019 22
Fix Kasus Klpk 1.docx
May 2020 32
Kasus Kelompok Fix (1).docx
December 2019 29
Edit)
November 2019 68

More Documents from ""