ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.M DENGAN DIAGNOSA MEDIS ULUS DIABETIKUM DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RUANG DELIMA RSUD AJIBARANG
Disusun Oleh :
1. Nur Fitriani
(1611020078)
2. Imelda Ayunitias ( 1611020087)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKWERTO 2019
BAB 1 PENDAHULUAN A. Pengertian Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007) Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan
suatu
kelompok
panyakit
metabolik
dengan
karakterristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008) DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk
terjadinya
Ulkus
Diabetik melalui
pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010). B. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : 1.
Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2.
Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah
semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu: a.
Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
b.
Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
c.
Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin. Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. C. Klasifikasi Diabetes meliltus dapat di klasifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu : 1.
DM type I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ). Sering dikenal dengan diabetes juvenile karena berkembang pada usia
kurang dari 30 tahun. Dimana terjadi destruksi sel beta. Umumya menjurus ke defisiensi insulin absolute sehingga penderita insulin absolute harus selalu tergantung pada terapi insulin. 2.
DM type II : Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM ) Tejadi pad usia 40 tahun atau lebih, khususnya pda individu dengan obesitas,bervariai mulai dari yang predominan resisten insulin disertai defesiensi insulin relative sapai ang predominan.
3.
Diabetes Melitis tipe lain. a. Defek genetic funsi sel beta b. Defek genetic kerja insulin c. Penyakit endokrin pankreas d. Endokrinopati e. Karena obat/ zat kimia f. Infeksi g. Imunologi h. Sindroma genetic lain.
4.
Diabetes Kehamilan.
D. Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan
dan
kelemahan.
Dalam
keadaan
normal
insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi). E. Pathway DM Tipe I
v
DM Tipe II
Reaksi Autoimun
Idiopatik, usia, genetik,dll
Sek Beta Pancreas hancur
Jumlah sel pankreas menurun Defisiensi Insulin
Hiperglikemia
Fleksibelitas darah merah
Katabolisme protein meningkat
Liposis Meningkat
Pembatasan diit
Penurunan BB
Intake tidak adekuat
Resiko nutrisi kurang
Pelepasan O2 Poliuria Hipoksia Perifer
Nyeri
Defisit volume cairan
Perfusi jaringan perifer tidak efektif
F. Etiologi 1.
Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM )
Factor genetic : Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri namun mewarisi sebuah presdisposisi atau sebuah kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yg memililiki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yg bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imun lainnya.
Factor imunologi : Pada diabetes type I terdapat fakta adanya sebuah respon autoimun. Ini adalah respon abnormal di mana antibody terarah pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yg dianggapnya seakan-akan sebagai jaringan asing.
Factor lingkungan Factor eksternal yg akan memicu destruksi sel β pancreas, sebagai sampel hasil penyelidikan menyebutkan bahwa virus atau toksin tertentu akan memicu proses autoimun yg bisa memunculkan destuksi sel β pancreas.
2.
Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM ) Umumnya penyebab dari DM type II ini belum diketahui, faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya sebuah resistensi insulin.Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM ) penyakitnya memiliki pola familiar yg kuat. NIDDM ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin ataupun dalam kerja insulin. Pada awalnya nampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran pada kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya pada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, seterusnya terjadi reaksi intraselluler yg meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan NIDDM terdapat sebuah kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini bisa disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yg rumumnya esponsif insulin pada membran sel. Dan menyebabkan terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sebuah system transport glukosa. Kadar glukosa normal akan dipertahankan dalam saat yg cukup lama & meningkatkan sekresi insulin, namun pada hasilnya sekresi insulin yg beredar tak lagi memadai untuk mempertahankan kadar euglikemia. Diabetes Melitus type II disebut pula Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yg adalah satu buah group heterogen bentuk-bentuk Diabetes yg lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, namun terkadang akan timbul pada periode kanakkanak. Factor risiko yg berhubungan dengan proses terjadinya DM type II, diantaranya yaitu :
umur(resistensi insulin cenderung meningkat pada umur di atas 65 thn)
Obesitas
Riwayat keluarga
Kelompok etnik
G. Manifestasi Klinis 1.
Diabetes Tipe I
hiperglikemia berpuasa
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia polifagia
keletihan dan kelemahan
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.
Diabetes Tipe II
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
H. Komplikasi
I.
1.
Gagal ginjal
2.
Hiperglikemia
3.
Hipertensi
4.
Ketoasidosis
5.
Sindrom hiperglikemia
6.
Amputasi
Pemeriksaan Penunjang 1.
Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2.
Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3.
Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4.
Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5.
Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6.
Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7.
Trombosit
darah:
Ht
meningkat
(dehidrasi),
leukositosis
dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi. 8.
Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9.
Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif 11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka. J. Penatalaksanaan Medis Tujuan utama dilakukannya terapi DM ialah agar dapat menormalkan aktivitas insulin & kadar glukosa darah dalam usaha untuk mengurangi terjadinya sebuah komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan therapy terapeutik pada setiap type DM adalah demi mencapai kadar glukosa darah dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien sehari-hari. Ada lima komponen penting dalam penatalaksanaan DM, yaitu : a.
Diet Syarat melakukan diet DM seharusnya dapat :
Memperbaiki kesehatan umum pada penderita
Mengarahkan pada berat badan dalam batas normal
Menekan dan menunda timbulnya sebuah penyakit angiopati diabetik
Memberikan sebuah modifikasi diit sesuai dengan kondisi pada penderita
Menarik & mudah untuk diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
Jumlah sesuai kebutuhan
Jadwal diet yang ketat
Jenis : yang boleh dimakan / tidak Sebagai sebuah pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari bagi
para penderita DM yg bekerja biasa yakni :
b.
1.
Kurus (underweight)
BB X 40-60 kalori perharinya
2.
Normal (ideal)
BB X 30 kalori perharinya
3.
Gemuk (overweight)
BB X 20 kalori perharinya
4.
Obesitas apabila
BB X 10-15 kalori sehari
Latihan Beberapa manfaat melakukan latihan teratur setiap hari bagi para penderita DM, yakni :
Meningkatkan kadar kepekaan insulin, jika dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi terjadinya insulin resisten pada penderita dengan kegemukan/menambah jumlah reseptor insulin & meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
Memperbaiki aliran perifer serta menambah suplai oksigen yang ada
Mencegah kegemukan apabila ditambahkan dengan latihan pagi dan sore
Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
Kadar glukosa otot & hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang adanya pembentukan glikogen baru.
Menurunkan kolesterol (total) & trigliserida dalam darah karena adanya sebuah pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c.
Penyuluhan Penyuluhan menjadi salah satu bentuk metode pemberian informasi kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara/ bisa menggunakan media misalnya: leaflet, poster, audio visiual, diskusi kelompok, dll.
d.
Obat - Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO) - Insulin
e.
Cangkok pankreas Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik
BAB II TINJAUAN KASUS Tn. M (65 tahun) masuk rumah sakit dengan keluhanLuka di tumit kaki kiri Klien juga mengatakn luka kaki kiri tidak sembuh-sembuh. Saat dilakukan pemeriksaan didapatkan S : 37˚C, N : 84 x/mnt, TD : 170/80 mmHg, RR : 25 x/mnt, edema pada kaki kanan. Terdapat ulkus diabetikum di kedua kaki, terdapat pus dan jaringan nekrotik pada masing-masing luka. Semua ADL dibantu, karena klien merasa lemas, kelelahan dan tidak bisa berjalan karena luka dikedua kaki. A. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien Nama
: Tn. M
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Balai Desa, Sokaraja Kulon
Pekerjaan
: Petani
Status Perkawinan
: Kawin
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal masuk RS
: 25 Februari 2019
Tanggal Pengkajian
: 26 Februari 2019
Sumber Informasi
: Klien, Keluarga, Medical Record
2. Riwayat Kesehatan a.
Riwayat Kesehatan Sekarang Luka di tumit kaki kiri dan terasa nyeri skala 5-6, nyeri hilang timbul, nyeri pada saat digerakkan, klien tampak merintih jika nyeri tiba. 1) Keluhan Utama Saat Pengkajian Saat pengkajian klien pada tanggal 25 Februari 2019 klien mengatakan Satu bulan sebelum masuk rumah sakit, klien kena luka di
tumit kaki kiri, namun klien tidak mengetahui penyebabnya. Mulai saat itu klien lebih berhati-hati dan pelan-pelan saat berjalan. Dua minggu sebelum masuk rumah sakit keluhan dirasa semakin bertambah, luka pada tumit menjadi bengkak. Diperiksakan ke dokter praktik dan hanya diberi obat oral. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit keluhan pada tumit klien makin bertambah, luka makin membengkak dan oleh cucunya luka tersebut dibuka atau diiris keluar pusnya banyak. Klien hanya istirahat dirumah dan akhirnya karena merasa tidak kuat dan tidak bisa mengobati luka tersebut maka oleh keluarganya klin dibawa ke rumah sakit. Hari masuk rumah sakit, keluhan luka tumit,kemudian dilakukan perawatan luka di RSUD Ajibarang. 2) Riwayat Kesehatan Dahulu Klien menderita tekanan darah tinggi sudah sejak 10 tahun yang lalu. Klien terdeteksi diabetes mellitus saat menjalani perawatan di rumah sakit ini. Klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga klien mengatakan tidak memiliki penyakit eturunan seperti Asma, Hipertensi tetapi memiliki penyakit keturunan Diabetes Mellitus dari bapaknya. 4) Riwayat Alergi Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan atau obat-obatan.
Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium: Tanggal 26 Februari 2019 Normal ALT
: 16,4
( 10-40 )
AST
: 14,8
( 10-42 )
BUN
: 22,1
( 7-18 )
Creatinin
: 1,22
Glukosa
: 515,9 mg/dl
Ureum
HCT
(80-120) (20 – 40)
: 47,29 : 3,81×106/µl
RBC HGB
(0,6-1,3)
: 10,19/dl : 31,6%
(3,7-6,5) (12 – 18) (47 – 75)
MCV
: 82,9 Fl
(80 – 99)
MCH
: 26,5 Fl
(27 – 31)
PLT
: 386×103/µl
(150-450)
RDW
: 42,2 Fl
(35 – 47)
PDW
: 9,9 Fl
( 9 – 13 )
MPV
: 8,4 Fl
(7,2-11,1)
Differential
MXD
: 6,2%
(0–8)
Neut
: 87,3%
(40 – 74)
Lym#
: 1,6×103/µl
( 1 – 3,7)
MXD#
: 1,6×103/µl
( 0 – 1,2 )
Neut#
: 21,9×103/µl
(1,5 – 7 )
1. Pola Kebiasaan Pasien Aspek Fisik - Biologis a.
Pola Nutrisi dan Metabolik Program diit RS : DM IV (1700 kalori) Intake makanan: sebelum sakit klien makan 3 kali sehari, dengan sayur
dan lauk. Klien mempunyai pantangan makanan yaitu daging kambing. Saat sakit/ dirawat
di rumah sakit klien hanya menghabiskan rata-rata ¼ porsi
pemberian. Menurut klien BB turun dari biasanya, BB tidak terkaji. Intake cairan : sebelum sakit klien mminum 6-7 gelas sehari, minuman pantangan
kopi. Saat di rumah sakit ini klien mendapat cairan infus 1000
ml sehari dan
minum air putih 3-4 gelas sehari.
b. Pola Eliminasi Klien mengatakan BAB Sebelum sakit : sekali per dua atau tiga hari. Dan saat sakit di rumah sakit klien per dua atau tiga hari, dengan konsistensi padat warna kuning. Klien mengatakan BAK Sebelum sakit klien BAK 7-8 kali sehai. Dan selama di rumah sakit klien terpasang dower cateter mulai tanggal. Dalam satu hari -+ 800 CC warna kuning pekat. Pola Aktivitas - Latihan
Kemampuan Perawatan Diri
0
1
2
Makan / minum
√
Mandi
√
3
4
√
Toileting Berpakaian
√
Mobilitas di tempat tidur
√
Berpindah
√
Ambulasi / ROM
√
0 : mandiri, 1 : alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total. Oksigenasi : klien bernapas secara spontan tanpa bantuan alat oksigenasi. Pola Persepsi - Kognitif ( alat indra ) Klien mengatakan pandangan mulai kabur dan kurang mulai tidak jelas Pola Aktivitas Istirahat – Tidur a. Pola Aktivitas dan latihan Keluarga klien mengatakan klien sudah tidak bekerja tetapi klien masih suka ke sawah dengan istrinya untuk bercocok tanam, klien mengatakan jika setelah pulang dari sawah klien merasa lemas, dan lelah.. b. Pola Istirahat dan Tidur Sebelum sakit Klien
mengatakan biasanya tidur 5-6 jam setiap harinya, klien
mengatakan di rumah jika sudah tidur tidak mudah terbangun. Selama sakit Klien mengatakan selama di rumah sakit klien susah tidur dan sering terbangun karena nyeri luka pada kedua kaki. Pola Kebersihan Diri Keluarga klien mengatakan selama di rumah sakit pasien di lap oleh keluarga dengan air hangat dan dibersihkan 2 x dalam sehari. Riwayat Psikologi a. Status Emosi Keluarga klien mengatakan selama di rumah sakit klien mengeluh nyeri pada luka dikedu kakinya. b. Gaya Komunikasi
Pasien berkomunikasi dengan bahasa jawa, klien jika diajak berbicara dapat menjawab dengan suara lirih. Pola peran dan Hubungan Pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan keluarga 58Th
65Th
Tn.M
Ny.J
Ny. W
Tn.N
36Th
36Th
38Th
Tn.B
33Th
Ny.M 18Th
An.A
19Th
16Th
An.C
An.R
Riwayat Sosial Keluarga klien mengatakan pasien jarang mengeluh sakit, keluarga klien mengatakan hubungan kliem dengan baik. Riwayat Spiritual Keluarga klien mengatakan klien sebelum sakit shalat 5 waktu dengan rajin tetapi selama sakit klien tidak melaksanakan shalat 5 waktu karena kondisi yang tidak memungkinkan. 2.
Pemeriksaan Fisik a. Keluhan umum
: lemas, lemah
b. Tingkat kesadaran : composmentis c. Pengukuran antropometri BB
: 65 Kg
TB
: 150 cm
d. Tanda vital
:
TD
: 170/80 mmHg
N
: 84 x / menit
RR
: 25 x / menit
S
: 37 °C
B. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE 1. Kepala
: Bentuk kepala oval, kulit kepala tampak kering, rambut kasar
dengan distribusi tebal, tidak ada kelainan dibagian kepala 2. Mata
: Dari hasil konsul mata terdapat retinopati HT grade II ODS
3. Mulut
: Mukosa mulut kering
4. Thoraks
: I
: Pergerakan dinding dada terlihat cepat pada saat bernapas,
tidak ada lesi dan memar P
: Bunyi paru pekak
P
: Tidak ada pembengkakan, dada kanan dan kiri simetris
A
: tidak ada kelainan
5. Abdomen Hepar : I : tidak adanya benjolan, tidak adanya jaringan parut P : tidak adanya nyeri tekan, tidak adanya pembengkakan, hepar tidak teraba P : bunyi hepar pekak/redup, dilakukan perkusi untuk mengetahui batas dan batas bawah dari hepar Limpa : I : tidak adanya benjolan di daerah limpa P : tidak ada nyeri tekan, tidak adanya pembengkakan, dan tidak adanya penumpukan cairan P : bunyi perkusi normal Ginjal : I
: tidak adanya benjolan, tidak adanya penumpukan cairan dibagian abdomen, tidak terdapat jaringan parut dibagian abdomen
P
: tidak terdapat nyeri tekan dibagian ginjal
P
: bunyi perkusi pekak
6. Ekstremitas
: kehilangan Terdapat ulkus di tumit kiri, luas ulkus dengan
diameter kurang lebih 5cm kedalamannya kurang lebih 1cm, nampak jaringan nekrotik warna putih. Terdapat oedema dibagian kaki distal kanan kiri. Infus terpasang ditangan kiri. Pergerakan: B
B
B
TB
7. Secara keseluruhan klien terlihat kurus dan terjadi penurunan BB drastis C. PROGRAM TERAPI Klien diberikan terapi : 1. Diit DM IV (1700 kalori) 2. Infus NaCl 30 tetes per menit 3. Injeksi reguler insulin 3×14 iU 4. Metronidazol : 3x500gr (IV) 5. Captopril : 2×12,5mg (oral) 6. Ceftriaxon : 2x1gr (IV) 7. Perawatan Luka; nekrotomi 8. Cek GDN dan 2 jam PP D. Analisa Data No. Data Fokus
Etiologi
Problem
DO: a.
Ada luka di ekstremitas Kerusakan
bawah (tumit kaki kiri). 1.
Ulkus DM b.
Luka ulkus dengan diameter :
± 5 cm kedalaman : ± 1 cm. c.
Terdapat jaringan nekrotik
integritas jaringan
warna puutih d. Terdapat edema di bagian kaki kiri DS: Klien mengatakan ada luka di tumit kaki sebelah kiri sejak 2 minggu yang lalu. DS: a.
Klien mengatakan nyeri.
b. Klien mengatakan susah tidur karena nyeri. DO: a.
P: nyeri bertambah saat
beraktifitas. 2.
Iskemik jaringan b.
Q: seperti terbakar
c.
R: ekstremitas bawah.
Nyeri
d. S: 5-6 e.
T: hilang timbul dan nyeri
hanya pada saat digerakkan f.
Klien meringis kesakitan
ketika nyeri muncul DO: Kebutuhan 3.
a.
Intake makanan : Selama di
rumah sakit pasien hanya menghabiskan rata-rata ¼ porsi
Hilangnya nafsu makan nutrisi kurang dari kebutuhan
pemberian. DS: a.
Klien mengatakan sebelum
sakit makan 3 kali sehari dengan sayur dan lauk. b. Klien mengatakan mempunyai pantangan makanan yaitu daging kambing. DO : a.
Klien selama di rumah sakit
terpasang dower cateter. b. Dalam melakukan makan/minum, mandi, 4.
berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM
Adanya ulkus pada kaki
Kelemahan mobilitas fisik
dibantu oleh orang lain c.
Untuk kebutuhan toileting
klien dibantu oleh orang lain dan dengan bantuan alat DS : – E. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan ulkus DM ditandai dengan adanya luka pada tumit dan keluar pus banyak, luka ulkus dengan diameter : ± 5 cm kedalaman : ± 1 cm, tterdapat jaringan nekrotik warna putih, terdapat edema di bagian kaki kiri 2. Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan ditandai dengan adanya luka pada tumit kaki yang menyebabkan nyeri, nyeri bertambah saat
beraktifitas, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada area ekstremitas bawah dengan skala nyeri 6, pasien meringis kesakitan ditunjukkan dengan memegangi area nyeri. 3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan, ditandai dengan intake makanan selama di rumah sakit pasien hanya menghabiskan rata-rata ¼ porsi pemberian. 4. Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya ulkus pada kaki ditandai dengan pasien selama di rumah sakit terpasang dower cateter, alam melakukan makan/minum, mandi, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM dibantu oleh orang lain, dan untuk kebutuhan toileting pasien dibantu oleh orang lain dan dengan bantuan alat
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx
Diagnosa
Tujuan (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, integritas jaringan klien membaik, dengan kriteria hasil: Dx. 1.
Kerusakan Integritas Cairan Berhubungan Dengan Ulkus DM
a.
Jaringan secara umum
tampak utuh dan bebas dari tandatanda infeksi dan, tekanan dan trauma. b.
Luka yang terbuka berwarna
merah muda memperlihatkan
Intervensi (NIC) a.
Rasional
Laksanakan perawatan
luka sesuai dengan perskripsi medik. Pengkajian yang tepat b.
Oleskan preparat
terhadap luka dan proses
antibiotik topikal dan
penyembuhan akan
memasng balutan sesuai
membantu dalam menentukan
ketentuan medik.
tindakan selanjutnya.
c.
Berikan dukungan
nutrisi yang memadai. d.
Kaji luka/ulkus dan
repitelisasi dan bebas dari infeksi. laporkan tanda kesembuhan yang buruk. c.
Luka yang baru sembuh
teraba lunak dan licin.- Bersihkan luka/ulkus setiap hari. Setelah dilakukan tindakan
1.
Lakukan pengkajian
keperawatan selama 3x24jam
nyeri secara komprehensif
nyeri klien berkurang, dengan
termasuk lokasi, karakteristik,
kriteria hasil:
durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
a. Dx. 2.
terhadap luka dan proses
Mengontrol nyeri.
Nyeri berhubungan
2.
dengan iskemik
b.
jaringan
Melaporkan bahwa nyeri
Pengkajian yang tepat
Observasi reaksi
penyembuhan akan
nonverbal dari
membantu dalam menentukan
berkurang skala 1-3.
ketidaknyamanan.
tindakan selanjutnya.
c.
3.
Mampu mengenali nyeri
Gunakan teknik
(skala, intensitas, frekuensi dan
komunikasi terapeutik untuk
tanda nyeri).
mengetahui pengalaman nyeri
d.
Menyatakan rasa nyaman
klien sebelumnya.
setelah nyeri berkurang.
4.
Kontrol ontro
lingkungan yang e.
Mengkaji karakteristik nyeri :
lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
(0-10). 5. f.
Mempertahankan im-
Kurangi ontro
presipitasi nyeri.
mobilisasi (back slab). 6.
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis). 7.
Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.. 8.
Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri. 9.
Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol nyeri. 10.
Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil. 11.
Monitor penerimaan
klien tentang manajemen nyeri. Setelah dilakukan tindakan Kebutuhan nutrisi kurang dari Dx. kebutuhan 3.
berhubungan dengan
Kaji intake klien
2.
Tingkatkan intake
keperawatan selama 3×24 jam, kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan klien membaik, dengan makan melalui kriteria hasil:
hilangnya nafsu makan
1.
a.
Nafsu makan meningkat
a. luar
Kurangi gangguan dari
1.
Mengidentifikasi
kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. 2.
Mengkaji pemasukan
makanan yang adekuat
b.
Kebutuhan nutrisi
b.
Sajikan makanan dalam (termasuk absorbsi dan
tercukupi
kondisi hangat
utilisasinya).
c.
c.
3.
Porsi makan klien habis
Selingi makan dengan
minum
Jika makanan yang
disukai pasien dapat dimasukkan dalam
d.
Jaga kebersihan mulut
klien e.
kerjasama ini dapat Berikan makan sedikit
tapi sering 3.
Kolaborasi dengan ahli
giziikan diet dan makanan ringan dengan tambahan makanan yang disukai bila ada
Dx. 4.
Kelemahan mobilitas Setelah dilakukan tindakan fisik berhubungan
keperawatan selama 3×24 jam,
dengan adanya ulkus kelemahan mobilitas fisik
1.
perencanaan makan,
Pastikan keterbatasan
gerak sendi yang dialami
diupayakan setelah pulang. 4.
Meningkatkan rasa
keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
Mobilisasi dilakukan dengan tujuan untuk membuat pasien aktif dan mampu melakukan
pada kaki
membaik, dengan kriteria hasil:
aktivitas sendiri. 2.
pasien mampu melakukan
Kolaborasi dengan
fisioterapi
mobilitas fisik 3.
Pastikan motivasi
klien untuk mempertahankan pergerakan sendi 4.
Pastikan klien untuk
mempertahankan pergerakan sendi 5.
Pastikan klien bebas
dari nyeri sebelum diberikan latihan 6.
Anjurkan ROM
Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif. 7.
Bantu
identifikasi program latihan yang sesuai 8.
Diskusikan dan
instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat 9.
Anjurkan dan Bantu
klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi 10.
Atur posisi setiap 2 jam
atau sesuai toleransi 11.
Fasilitasi penggunaan
alat Bantu
Implementasi dan Evaluasi Waktu 26
Implementasi
Febuari
Evaluasi
Melakukan
S:
2019\
perawatan luka sesuai
14.00
dengan perskripsi
bersedia untuk
medik.
dibersihkan lukanya
Memberikan preparat
Keluarga klien
antibiotik topikal dan
mengatakan klien sudah
memasng balutan
mulai mau makan. Porsi
sesuai ketentuan
makan habis setengah
Klien mengatakan
medik.
Mengkaji luka/ulkus
O:
dan laporkan tanda
kesembuhan yang buruk
Terlihat adanya ulkus pada kedua kaki klien
Klien tampak kesakitan
Melakukan
saat dibersihkan
pengkajian nyeri
lukanya
secara komprehensif
Klien terlihat kooperatif
termasuk lokasi,
saat di latih gerakan
karakteristik, durasi,
ROM pasif
frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
A : Masalah belum teratasi
Mengobservasi reaks i nonverbal dari
P : Lanjutkan intervensi
ketidaknyamanan.
Melakukan perawatan
Meningkatkan intake
luka sesuai dengan
makanan
perskripsi medik.
Memastikan
Memberikan preparat
keterbatasan gerak
antibiotik topikal dan
sendi yang dialami
memasng balutan sesuai
Melatih ROM pasif
ketentuan medik.
Mengatur posisi
Meningkatkan intake
Paraf
setiap 2 jam atau
makanan
sesuai toleransi
Mengkolaborasi dengan fisioterapi
Mengatur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi
27
febuari
Melakukan
S:
2019
perawatan luka sesuai
14.00
dengan perskripsi
merasa lebih baik
medik.
Klien mengatakan
Klien mengatakan
Memberikan preparat
bersedia untuk
antibiotik topikal dan
diberikan terapi latihan
memasng balutan
fisik
sesuai ketentuan
medik.
O:
Meningkatkan intake
makanan
saat diberikan terapi
Mengkolaborasi
latihan fisik
dengan fisioterapi
Klien terlihat kooperatif
Klien terlihat dapat
Mengatur posisi
mengatur posisi dengan
setiap 2 jam atau
setiap 2 jam secara
sesuai toleransi
mandiri
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Daftar Pustaka
Brunner & sddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC Bulecheck, Gloria. M , dkk.2013.Nursing Intervention Classification (NIC) : Sixth Edition. Oxford : Mosby Elservier Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi,3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Nursing Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.).2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition & Classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell Marelli T.M,2007. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan edisi 3, Jakarta : EGC Moorhead, Sue, dkk.2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement of Health Outcomes, Sixth Edition. Oxford : Mosby Elservier
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Rab T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni 2005 - 2006. Jakarta : Puma Medika
Santosa Budi. 2007. Panduan Diagnosa NANDA 2005 - 2006. Jakarta : Puma Medika
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga