Fisiologi

  • Uploaded by: Rian
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fisiologi as PDF for free.

More details

  • Words: 11,143
  • Pages: 58
LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, teknik, manajemen dan desain /perancangan yang berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Dikenal dengan nama Ergonomi yang berasal dari bahasa latin yaitu Ergon(kerja) dan Nomos(hukum alam). Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga human factors. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktifitas rancang bangun. (Eko Nurmianto. 1996) Keluhan Muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut keluhan Musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem Musculoskeletal. (grandjean, 1993, Lemasters,1996) Secara garis besar keluhan otot dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan di hentikan. 2. Keluhan menetap (persistent) , yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada oto terus berlanjut. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi oto yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

panjang dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-20 % dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi

20% maka peredaran darah ke

otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot. (Suma’mur,1982,Grandjean,1993)

1.1

Biomekanika Biomekanika merupakan studi tentang karakteristik- karakteristik tubuh

manusia dalam istilah mekanik. Biomekanika dioperasikan pada tubuh manusia baik saat tubuh dalam keadaan statis ataupun dalam keadaan dinamis. Contoh dari penerapan ilmu biomekanika adalah untuk menjelaskan efek getaran dan dampak yang timbul akibat kerja, menyelidiki karakteristik kolom tulang belakang, menguji penggunaan alat prosthetic, dll. (Kroemer,2001) Sebuah lembaga di Amerika yang bernama NIOSH (National Institute Of Occopational Safety And Health) pada tahun 1981 melakukan analisa terhadap kekuatan

manusia

dalam

mengangkat

atau

memindahkan

beban,

merekomendasikan batas beban yang dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cedera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara berulangulang dan dalam jangka waktu yang cukup lama. 1.2

Faktor penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal Peter Vi(2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal . 1.

Peregangan otot yang berlebihan Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) biasanya dialami pekerja yang mengalami aktifitas kerja yang menuntut tenaga yang

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

besar. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cidera otot skeletal. 2.

Aktifitas berulang Aktifitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus, tanpa memperoleh kesempatan untuk melakukan relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi-posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan kerja tidak sesuai dengan kemmpuan dan keterbatasan pekerja. (Grandjen, 1993; Manuaba, 2000) 4. Faktor penyebab sekunder 

Tekanan Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot lunak, seperti saat tangan harus memegang alat dalam jangka waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan pada otot tersebut akibat

tekanan

langsung

yang

diterima.

Apabila

hal

ini

berlangsung terus menerus akan menyebabkan keluhan yang menetap. 

Getaran Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot.



Mikroklimat

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,

kepekaan

dan

kekuatan

pekerja,

sehingga

gerakannya menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. 5. Faktor kombinasi Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat dengan tugas yang semakin berat oleh tubuh. Beberapa hal yang mempengaruhi faktor kombinasi tersebut adalah: 

Umur Chaffin(1979) dan Guo et al(1995) menyatakan bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami orang pada usia kerja , yaitu 24-65 tahun. Biasanya keluhan pertama dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur.



Jenis Kelamin Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya, Astarnd dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria. Namun pendapat ini masih diperdebatkan oleh para ahli



Kebiasaan merokok Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok pun masih dalam taraf perdebatan para ahli. Namun dari penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluahan otot yang dirasakan.



Kesegaran jasmani Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat.

Sebaliknya,

bagi

yang

dalam

pekerjaan

kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Tingkat

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan menongkat sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik. 

Kekuatan Fisik Chaffin dan Park (1977) seperti yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya. Dan pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah beresiko tiga kali lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang memiliki kekuatan otot yang tinggi. Namun sama halnya dengan kebiasaan merokok dan jenis kelamin, pendapat ini masih diperdebatkan.



Ukuran Tubuh (Antropometri) Walaupun

pengaruhnya

relatif

kecil,

ukuran

menyebabkan keluhan otot skeletal. Vessy

tubuh

juga

et al (1990)

menyatakan bahwa wanita gemuk memiliki risiko 3 kali lebih besar

dibandingkan

menyatakan

bahwa

dengan tubuh

wanita yang

kurus.

tinggi

Temuan

umumnya

lain

sering

mengalami keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu, dan pergelangan tangan.

1.3

Mengukur

dan

mengenali

sumber

penyebab

keluhan

muskuloskeletal Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomic untuk mengeahui hubungan antara tekanan fisik denagn resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor seperti kinerja, motivasi, harapan, dan toleransi kelelahan(Waters & Anderson, 1996). Alat ukur ergonomi ynag dapat digunakan diantaranya adalah:

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

1.

Cheklist Cheklist merupakan alat ukur ergonomi yang paling sederhana dan mudah, oleh karena itu biasanya menjadi pilihan pertama untuk melakukan pengukuran yang masih umum. Cheklist berisi pertanyaan umum yang biasanya mengarah pada pengumpulan data tentang tingkat beban kerja dan pertanyaan khusus yang berisi data yang lebih spesifik seperti berat beban, jarak angkat, jenis pekerjaan, dan frekeunsi kerja. Cheklist merupakan cara yang mudah untuk digunakan, tetapi hasilnya kurang teliti. Oleh karena

itu

cheklist

lebih

cocok

digunakan

untuk

studi

pendahuluan dan identifikasi masalah. 2.

Model Biomekanik Model Biomekanik menerapkan konsep mekanik teknik pada fungsi tubuh untuk mengetahui reaksi otot yang terjadi akibat tekanan beban kerja. Beberapa faktor yang harus dicermati apabila pengukuran dilakukan dengan model biomekanik adalah sebagai berikut : a. Sifat dasar mekanik (static atau dinamik) b. Dimensi model (dua atau tiga dimensi) c. Ketepatan dalam mengambil asumsi d. Input yang diperlukan cukup kompleks

3.

Tabel Psikofisik Psikofisik merupakan cabang ilmu psikologi yang digunakan untuk menguji hubungan antara persepsi dari sensasi tubuh terhadap rangsangan fisik. Melalui persepsi dan sensansi tubuh, dapat diketahui kapasitas kerja seseorang. Steven (1962) dan Snook & Ciriello (1991) menjelaskan bahwa tingkat kekuatan seseorang dalam menerima beban kerja dapat diukur melalui perasaan subjektif, dalam arti persepsi seseorang terhadap beban kerja dapat digunakan untuk mengukur efek kombinasi dari tekanan fisik dan tekanan biomekanik akibat aktivitas yang dilakukan.

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Untuk metode psikofisik ini hasil dari pengukuran tergantung dari persepsi seseorang dan konsekuenainya, kemungkinan terjadi perbedaan antara persepsi yang satu dengan yang lainnya. 4.

Metode Fisik Salah satu penyebab timbulnya keluhan otot adalah kelelahan yang terjadi akibat beban kerja yang berlebihan. Oleh karena itu salah satu metode untuk mengetahui keluhan fisik dapat dilakuakn secara

langsung dengan mengukur tingkat beban

kerja. Tingkat beban kerja dapat diketahu melalui indikator denyut nadi, konsumsi oksigen, dan kapasitas paru-paru. Melalui beban kerja inilah dapat diketahui tingkat reiko terjadinya keluhan otot skelektal. Apabila beban kerja melebihi kapasitas kerja, maka resiko terjadinya keluhan otot akan semakin besar. 5.

Pengukuran dengan video kamera Melalui video camera dapat direkam setiap tahapan aktivitas kerja, selanjutnya hasil rekaman dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap sumber terjadinya keluhan otot.

6.

Pengamatan Melalui Monitor Sistem ini terdiri dari sensor mekanik yang dipasang pada bagian tubuh pekerja yang dapat mengukur berbagai aspek dari aktivitas tubuh, seperti posisi, kecepatan, dan percepatan gerakan. Melalui monitor

dapat

dilihat

secara

langsung

karakteristik

dan

perubahan gerak yang dapat digunakan untuk mengestimasi keluhan otot yang akan terjadi, dan sekaligus dapat dianalisa solusi ergonomiknya. 7.

Metode analitik Metode analitik ini direkomendasikan oleh NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health) untuk pekerjaan mengangkat.

NIOSH

memberikan

cara

sederhana

untuk

mengestimasi kemungkinan terjadinya peregangan otot yang

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

berlebihan (overexertion) atas dasar karakteritik pekerjaan, yaitu dengan menghitung Recomended Weight Limit (RWLH) dan Lifting Index (LI). RWLH adalah persamaan pengangkatan beban kerja yang direkomendasikan oleh NIOSH. RWLH digunakan untuk pengangkatan beban kerja spesifik pada waktu tertentu untuk pekerja dalam kondisi normal, dimana mengurangi resiko terjadinya

cedera

pada

musculoskeletal,

NIOSH

merekomendasikan penggunaan RWLH dan LI berdasarkan konsep resiko pengangkatan beban dan Low Back Pain (LBP) Batas penggunaan RWLH dan LI tidak termasuk dalam hal yang terjadi di bawah ini : 

Mengangkat atau menurunkan beban dengan satu tangan



Mengangkat atau menurunkan beban lebih dari 8 jam



Mengangkat atau menurunkan beban ketika duduk atau berlutut



Mengangkat atau menurunkan beban di tempat yang terlarang



Mengangkat atau menurunkan beban sambil mendorong atau menarik



Mengangkat atau

menurunkan

beban menggunakan

kereta sorong. 

Mengangkat atau menurunkan beban dengan kecepatan 30 inchi per sekon (76.2 cm per sekon)



Mengangkat atau menurunkan beban dengan koefisien statik lantai dengan alas kaki operator < 0.



Mengangkat atau menurunkan beban di luar suhu optimal (19-26 derajat C) dan tidak berada pada kelembaban optimal.

(http://www.phppo.cdc.gov/cdcRecommends/showarticle.asp?a_artid=P000042 7&TopNum=50&CallPg=Adv

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

RWLH dihitung berdasarkan enam variabel sebagai berikut : Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemindahan material, adalah sebagai berikut : a.

Berat beban yang harus diangkat dan perbandingannya terhadap berat badan operator

b.

Jarak horizontal dari beban relatif terhadap operator.

c.

Ukuran beban yang harus diangkat (beban yang berukuran besar) akan memiliki pusat massa yang letaknya jauh dari operator, hal tersebut juga akan mempengaruhi pandangan operator.

d.

Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban (mengangkat beban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit daripada mengangkat beban dari ketinggian pada permukaan pinggang).

e.

Prediksi terhadap berat beban yang akan diangkat. Hal ini adalah untuk mengantisipasi beban yang lebih berat dari yang diperkirakan.

f.

Stabilisasi beban yang akan diangkat

g.

Kemudahan untuk dijangkau oleh pekerja

h.

Frekuensi angkat, yaitu banyaknya aktifitas angkat

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Gambar 1.1 Reprentasi dari lokasi tangan (Sumber:http://www.phppo.cdc.gov/cdcRecommends/showarticle.asp?a_ artid=P0000427&TopNum=50&CallPg=Adv)

Gambar 1.2 Ilustrasi sudut putar saat memindahkan beban (Sumber:http://www.phppo.cdc.gov/cdcRecommends/showarticle.asp?a_ artid=P0000427&TopNum=50&CallPg=Adv) Berdasarkan enam variabel tersebut dapat dihitung rumus RWL

RWLH = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM …………1.1 Dimana : RWLH : batas beban yang direkomendasikan LC

: konstanta pembebanan = 23 kg

HM

: faktor penggali horizontal = 25 / H (table 2A.1)

VM

: faktor penggali vertical = (1-0.003/ V-75) (table 2A.2)

Untuk pekerja Indonesia, terdapat perbedaan untuk VM, sebagai berikut : 1.

Untuk pengangkatan dengan ketinggian awal di bawah 69 : VM = 1 – 0,0132 ( V – 69 )

………………1.2

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

2.

Untuk pengangkatan dengan ketinggian awal di atas 69 cm VM = 1 – 0,0145 ( 69 – V )

................1.3

DM : faktor penggali perpindahan = 0,82 + 4,5 / D (table 2A.3) AM : faktor penggali asimetrik = 1 – 0,0032 A(table 2A.4) CM : faktor penggali kopling (table 2A.5) FM

: faktor pengali frekuensi (table 2A.6)

Berdasarkan penelitian terakhir, yang dicantumkan dalam revisi NIOSH guidelines dikemukakan 2 buah faktor pengali yang mempengaruhi berat badan yang boleh diangkat yaitu : 1. Faktor Pengali Asimetrik yaitu pemindahan dengan membentuk suatu sudut (maksimal 90). 2. Pengali kopling yaitu pengaruh adanya handel pada RWL, menjadikan pengurangan beban dalam pemindahan beban. Pengali kopling yang telah disebutkan diatas diklasifikasikan menjadi menjadi tiga macam yaitu  Good, pengali kopling dapat dikategorikan baik bila pada saat pengangkatan tangan merasa nyaman saat mengangkat beban.  Fair, bila tangan merasa cukup nyaman saat mengangkat beban.  Poor, bila tangan tidak merasa nyaman untuk mengangkat beban atau sulit untuk di handle.

Tabel 1.1 Faktor pengali kopling (Tarwaka, Solichul, H.A Bakri, 2004) Tipe Kopling

CM V < 75

V ≥ 75

Baik (Good)

1.00

1.00

Sedang (Fair)

0.95

1.00

Kurang (Poor)

0.90

0.90

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Tabel 1.2 Faktor pengali frekuensi (Tarwaka, Solichul, H.A Bakri, 2004) Frekuensi (angkatan

Lama Kerja Mengangakat ≤ 1 jam

1-2 jam

2-8 jam

per menit) (F)

V < 75

V > 75

V < 75

V > 75

V < 75

V > 75

≥ 0.2

1.00

1.00

0.95

0.95

0.85

0.85

0.5

0.97

0.97

0.92

0.92

0.81

0.81

1

0.94

0.94

0.88

0.88

0.75

0.75

2

0.91

0.91

0.84

0.84

0.65

0.65

3

0.88

0.88

0.79

0.79

0.55

0.55

4

0.84

0.84

0.72

0.72

0.45

0.45

5

0.80

0.80

0.60

0.60

0.35

0.35

6

0.75

0.75

0.50

0.50

0.27

0.27

7

0.70

0.70

0.42

0.42

0.22

0.22

8

0.60

0.60

0.35

0.35

0.18

0.18

9

0.52

0.52

0.26

0.26

0.00

0.15

10

0.45

0.45

0.00

0.23

0.00

0.13

11

0.41

0.41

0.00

0.21

0.00

0.00

12

0.37

0.37

0.00

0.00

0.00

0.00

13

0.00

0.34

0.00

0.00

0.00

0.00

14

0.00

0.31

0.00

0.00

0.00

0.00

15

0.00

0.28

0.00

0.00

0.00

0.00

> 15

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

Lifting Index (LI) adalah estimasi sederhana terhadap resiko cedera yang diakibatkan oleh overexertion. Berdasarkan beban dan nilai RWL, dapat ditentukan, besarnya LI dengan rumus sebagai berikut.

LI 

BeratBeban  3 .0 RWLH

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Aktifitas mengangkat dengan nilai LI > 1 (moderately stressful task), akan meningkatkan keluhan terhadap sakit pinggang ( LBP), oleh karena itu, maka beban kerja harus didesain sedemikian rupa sehingga nilai LI ≤1, untuk beban kerja LI>1, mengandung resiko keluhan sakit pinggang, sedangkan untuk nilai LI > 3 (highly stressfull task), menyebabkan overexertion. ( Waters & Anderson, 1996)

2. Nordic Body Map (NBM) Melalui NBM dapat diketahui bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan dari tingkat rasa tidak nyaman (agak sakit) hingga sakit (Corlett, 1992). Dengan melihat dan menganalisa peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai subjektifitas yang tinggi. Untuk menekan bias yang mungkin terjadi, maka sebaiknya dilakuakn pengukuran sebelum dan sesudah melakukan aktifitas (pre and post test).

1.4

RULA (Rapid Upper Limb Assessment )

1.4.1 Definisi RULA adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki resiko kelainan yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini menggunakan diagram postur tubuh dan tiga tabel penilaian untuk memberikan evaluasi terhadap faktor resiko yang akan dialami oleh pekerja. Faktor-faktor resiko yang diselidiki dalam metode ini adalah yang telah dideskripsikan oleh McPhee’ sebagai faktor beban eksternal (external load factors) yang meliputi :

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI



Jumlah gerakan



Kerja otot statis



Gaya



Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan dan perabotan



Waktu kerja tanpa istirahat

Untuk menilai empat faktor beban eksternal pertama yang disebutkan di atas (jumlah gerakan, kerja otot statis, gaya dan postur), RULA dikembangkan untuk : 1. Menyediakan metode penyaringan populasi kerja yang cepat, untuk penjabaran kemungkinan resiko cidera dari pekerjaan yang berkaitan dengan anggota tubuh bagian atas; 2. Mengenali usaha otot berkaitan dengan postur kerja, penggunaan gaya dan melakukan pekerjaan statis atau repetitif, dan hal–hal yang dapat menyebabkan kelelahan otot; 3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dalam penilaian ergonomi yang lebih luas meliputi faktor-faktor epidemiologi, fisik, mental, lingkungan

dan

organisasional;

dan

biasanya

digunakan

untuk

melengkapi persyaratan penilaian dari UK Guidelines on the prevention of work-related upper limb disorder (Panduan dalam pencegahan cidera kerja yang berkaitan dengan anggota tubuh bagian atas di negara Inggris).

1.4.2 Prosedur Prosedur dalam pengembangan metode RULA meliputi tiga tahap. Tahap pertama adalah pengembangan metode untuk merekam postur kerja, tahap kedua adalah pengembangan sistem penilaian dengan skor, dan yang ketiga adalah pengembangan dari skala tingkat tindakan yang memberikan panduan pada tingkat resiko dan kebutuhan tindakan untuk mengadakan penilaian lanjut yang lebih detail.

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

1. TAHAP 1 : Pengembangan metode untuk merekam postur kerja Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat untuk digunakan, tubuh dibagi dalam segmen-segmen yang membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B. Grup A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam penilaian. Jangkauan gerakan untuk tiap bagian tubuh dibagi dalam bagian-bagian berdasarkan kriteria yang berasal dari literatur-literatur terkait yang telah ada. Bagian-bagian ini diberi angka, kemudian angka 1 diberikan pada jangkauan gerakan atau postur kerja yang memiliki faktor-faktor resiko paling kecil atau minimal. Angka yang lebih besar diberikan pada bagian jangkauan gerakan dengan postur yang lebih ekstrim yang menunjukkan peningkatan kehadiran faktor resiko yang menyebabkan beban pada struktur segmen tubuh. Grup A

Lengan bagian atas, lengan bagian bawah dan pergelangan

tangan 

Jangkauan gerakan untuk lengan bagian atas (upper arm) dinilai dan diberi skor berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Tichauer, Chaffin, Herberts et al, Schuldt et al, dan Harms-Ringdahl & Schuldt. Skornya sebagai berikut : o 1 untuk ekstensi 20° dan fleksi 20°; o 2 untuk ekstensi lebih dari 20° atau fleksi antara 20-45°; o 3 untuk fleksi antara 45-90°; o 4 untuk fleksi lebih dari 90°. Jika bahu terangkat, skor dari postur di atas ditambahkan 1. Jika lengan bagian atas abduksi maka skor postur juga ditambahkan 1. Sedangkan bila operator bersandar atau berat lengan disangga atau diberi penyangga, skor postur di atas dikurangkan 1.

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Gambar 1. 3 Standar RULA untuk postur lengan atas 

Jangkauan untuk lengan bagian bawah (lower arm) dikembangkan berdasarkan penelitian Grandjean dan Tichauer. Skornya sebagai berikut : o 1 untuk fleksi 60-100°; o 2 untuk fleksi kurang dari 60° atau lebih dari 100°. Jika lengan bagian bawah bekerja melewati garis tengah (midline) tubuh atau berada di luar sisi tubuh, maka skor postur di atas ditambahkan 1.

Gambar 1. 4 Standar RULA untuk postur lengan bawah 

Panduan untuk pergelangan tangan (wrist) yang diterbitkan oleh Health and Safety Executive digunakan untuk menghasilkan skor postur berikut: o 1 jika pada posisi netral o 2 untuk fleksi dan ekstensi 0-15° o 3 untuk fleksi dan eks

tensi lebih dari 15°

Jika pergelangan tangan dalam gerakan ulnar maupun radial, maka skor postur ditambahkan 1.

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Gambar 1. 5 Standar RULA untuk postur pergelangan tangan 

Pronasi dan supinasi pergelangan tangan ditentukan menyertai postur netral berdasarkan Tichauer. Skornya sebagai berikut : o 1 jika pergelangan tangan berputar dalam jangkauan tengah o 2 jika pergelangan tangan berputar dekat atau pada akhir jangkauan

Grup B Leher, punggung dan kaki 

Jangkauan postur untuk leher (neck) didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan jangkauannya sebagai berikut : o 1 untuk fleksi 0-10°; o 2 untuk fleksi 10-20°; o 3 untuk fleksi lebih dari 20°; o 4 bila dalam posisi ekstensi. Jika leher berputar, skor postur ditambahkan 1. Jika leher bergerak ke samping, skor postur ditambahkan 1.

Gambar 1. 6 Standar RULA untuk postur leher



Jangkauan gerakan punggung (trunk) dikembangkan dari Drury, Grandjean dan Grandjean et al. Skor posturnya sebagai berikut :

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

o 1 jika duduk dan tersangga baik dengan sudut antara pinggul dan punggung 90° atau lebih; o 2 untuk fleksi 0-20°; o 3 untuk fleksi 20-60°; o 4 untuk fleksi lebih dari 60°. Jika punggung memuntir, maka skor postur ditambahkan 1. Jika punggung melentur ke samping, maka skor postur ditambahkan 1.

Gambar 1.7 Standar RULA untuk postur punggung 

Skor postur kaki (legs) ditentukan sebagai berikut : o 1 jika kaki dan telapak kaki tersangga dengan baik ketika duduk dengan berat yang seimbang; o 1 jika berdiri dengan berat tubuh terdistribusi secara merata pada kedua kaki, dengan ruang untuk mengganti posisi; o 2 jika kaki dan telapak kaki tidak tersangga atau berat tidak merata seimbang.

TAHAP 2 : Pengembangan sistem skor untuk pengelompokan bagian tubuh.

Sebuah skor tunggal dibutuhkan dari Grup A dan B yang dapat

mewakili tingkat pembebanan postur dari sistem muskuloskeletal kaitannya dengan kombinasi postur bagian tubuh. Rekaman video yang dihasilkan dari postur Grup A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Upper Arm Score 1

Tabel 2. 1 Skor Postur Grup A (Tabel A) Wrist Posture Score Lower 1 2 3 Arm Wrist Wrist Wrist Score Twist Twist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3

4 Wrist Twist 1 2 3 3 3 3 4 4

2

1 2 3

2 3 3

3 3 4

3 3 4

3 3 4

3 3 4

4 4 4

4 4 5

4 4 5

3

1 2 3

3 3 4

3 4 4

4 4 4

4 4 4

4 4 4

4 4 5

5 5 5

5 5 5

4

1 2 3

4 4 4

4 4 4

4 4 4

4 4 5

4 4 5

5 5 5

5 5 6

5 5 6

5

1 2 3

5 5 6

5 6 6

5 6 6

5 6 7

5 6 7

6 7 7

6 7 7

7 7 8

6

1 2 3

7 8 9

7 8 9

7 8 9

7 8 9

7 8 9

8 9 9

8 9 9

9 9 9

Rekaman video yang dihasilkan dari postur Grup B yaitu leher, punggung dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B. Tabel 2. 2 Skor Postur Grup B (Tabel B) Trunk Posture 1 2 3 4 Neck Posture Score Legs Legs Legs Legs 1 2 1 2 1 2 1 2 1 3 2 3 3 4 5 5 1 2 3 2 3 4 5 5 5 2 3 3 3 4 4 5 5 6 3

5 Legs 1 2 6 6 6 7 6 7

6 Legs 1 2 7 7 7 7 7 7

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

5 4 7 5 8 6 Sistem penilaian dilanjutkan

5 5 6 6 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9 dengan melibatkan otot (mucle)

7 7 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 dan tenaga (force)

yang digunakan. Skor yang melibatkan penggunaan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Drury, yaitu sebagai berikut: o Tambahkan (+) 1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit. Skor untuk penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-Anderson dan Stevenson dan Baida, yaitu sebagai berikut: o Jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 2 Kg dan ditahan maka skor tidak ditambah. o Tambahkan (+) 1 jika beban sesekali antara 2 – 10 Kg. o Tambahkan (+) 2 jika beban 2 – 10 Kg bersifat statis atau berulangulang atau beban sesekali namun lebih dari 10 Kg. o Tambahkan (+) 3 jika beban (tenaga) lebih dari 10 Kg dialami secara statis

atau berulang dan atau jika pembebanan seberapapun

besarnya dialami dengan sentakan cepat o Skor penggunaan otot (muscle) dan skor tenaga (force) pada Grup tubuh bagian A dan B diukur dan dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal dari tabel A dan B seperti pada lembar skor berikut : Upper Arm Lower Arm Wrist

Use Table A Posture Score A

+

Muscle

+

Force

=

Score C Use Table C Grand Score

Wrist Twist

Neck Trunk

Use Table B Posture Score B

+

Muscle

+

Force

=

Score D

Legs

Gambar 1. 8 Diagram Penilaian RULA

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Hasil penjumlahan skor penggunaan otot (muscle) dan tenaga (force) dengan Skor Postur A menghasilkan Skor C. sedangkan penjumlahan dengan Skor Postur B menghasilkan Skor D. TAHAP 3 : Pengembangan Grand Score dan Action List Tahap ini bertujuan untuk menggabungkan Skor C dan Skor D menjadi suatu grand score tunggal yang dapat memberikan panduan terhadap prioritas penyelidikan / investigasi berikutnya. Tiap kemungkinan kombinasi Skor C dan Skor D telah diberikan peringkat, yang disebut grand score dari 1-7 berdasarkan estimasi resiko cidera yang berkaitan dengan pembebanan muskuloskeletal (Lihat Tabel 2.3).

Tabel 2. 3 Grand Score (Tabel C)

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Berdasarkan grand score dari Tabel C, tindakan yang akan dilakukan dapat dibedakan menjadi 4 action level berikut : o Action Level 1 Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama. o Action Level 2 Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan. o Action Level 3 Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera. o Action Level 4 Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak).

Gambar 1. 9 Lembar Kerja Penilaian RULA (McAtamney, 1993)

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

1.5 Kerja Fisik dan Konsumsi Energi Kerja Kerja fisik (physical work) adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik seringkali disebut sebagai “manual operation” dimana performance kerja sepenuhnya akan tergantung manusia baik yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja (control). Dalam hal kerja fisik ini, konsumsi energi (energi consumption) merupakan faktor utama dan tolak ukur yang dipakai sebagai penentu berat atau ringannya kerja fisik tersebut. Proses mekanisasi kerja dalam dalam berbagai kasus akan diaplikasikan sebagai jalan keluar untuk mengurangi beban kerja yang terlalu berat dan harus dipikul manusia. Dengan mekanisasi peran manusia sebagai sumber energi kerja akan digantikan oleh mesin. Hal ini akan memberikan kemampuan yang lebih besar lagi untuk penyelesaian aktivitas-aktivitas yang memerlukan energi fisik yang besar dan berlangsung dalam periode waktu yang lama. 1.6 Manifestasi Kerja Berat Dengan bertambah kompleksnya aktivitas otot, maka beberapa hal yang patut dijadikan pokok bahasan dan analisa terhadap manifestasi kerja berat tersebut antara lain : 

Denyut Jantung ( heart rate )



Tekanan darah ( blood pressure )



Cardiac Output ( Keluaran paru dengan satuan liter per menit )



Komposisi kimia darah ( kandungan asam laktat )



Temperatur darah ( body temperature )



Kecepatan berkeringat ( Sweating rate )



Pulmonary vebtilation ( kecepatan membuka atau menutupnya vebtilasi paru dengan satuan liter per menit )



Konsumsi energi Selain dimanfaatkan untuk evaluasi dan perancangan tata cara kerja,

hasil pengukuran energi yang dikonsumsi untuk kerja juga bisa diaplikasikan

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

untuk

beberapa

alasan

yang

berkaitan

dengan

permasalahan-

permasalahan sebagai berikut : 

Keselamatan (safety)



Pengaturan jadwal istirahat (scheduling breaks)



Spesifikasi jabatan (job spesification) dan seleksi personil



Evaluasi jabatan (job evaluation)



Tekanan dari faktor lingkungan (environment stress) ( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995)

1.7 Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja Menurut Rodahl (1989), Adiputro (2000) dan Manuaba (2000) bahwa secara umum sehubungan dengan beban kerja dan kapasitas kerja sipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, baik faktor eksternal dan internal. 1.7.1

Beban Kerja Karena Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja, yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga faktor tersebut disebut stressor. a. Tugas-tugas yang (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, kondisi atau medan, sikap kerja, dll. Sedangkan tugas-tuigas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, atau tingkat kesulitan pekerjaann yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung pekerja, dll. b. Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem keerja, musik kerja, pelimpahan dan wewenang kerja, dll. c. Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah :

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI



Lingkungan kerja fisik seperti : mikroklimat, intensitas kebisinga, intensitas cahaya, vibrasi mekanis, dan tekanan udara



Lingkungan kerja kimiawi seperti debu, gas-gas pencemar udara, dll



Lingkungan kerja biologis, seperti bakteri, virus, parasit, dll.



Lingkungan kerja fisiologis seperti penempatan dan pemiliha karyawan, hubungan sesame pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan lingkungan sosial, dll.

1.7.2

Beban Kerja Karena Faktor Internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut disebut strain, besar-kecilnya strain dapat dinilai baik secara obyekstif maupun subyektif. Secara obyektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis, secara subyekstif dapat melalui perubahan fisiologis dan perubahan perilaku. Secara singkat faktor internal meliputi : 

Faktor somatic (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, kondisi kesehatan)



Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dll)

1.8

Penilaian Beban Kerja Fisik Menurut Astrand & Rodahl (1977) dan Rodahl (1989) bahwa penilaian beban fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif , yaitu penelitian secara langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur oksigen yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan energi selama bekerja. Semakin berat kerja semakin banyak energi yang dikeluarkan. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya mengukur secara singkat dan peralatan yang diperlukan sangat mahal. Lebih lanjut Christensen (1991) dan Grandjean (1993) menjelaskan bahwa salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi energi, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung, dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang linear dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Kemudian Konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan konsodilatasi. Kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme respirasi, suhu tubuh, dan denyut jantung menurut Christensen, dapat dilihat pada table di berikut ini : Tabel 1.1 Hubungan antara metabolisme, respirasi, temperature badan dan denyut jantung sebagai medi pengukur beban kerja Konsumsi

Temperatur Energi

Denyut

Lung

Oksigen

Rectal

Kkal/

Jantung

Ventilation

( liter/ menit

o

C

Menit

0.25 – 0.3

37.5

< 2.5

< 60

6–7

Ringan

0.5 - 1

37.5

2.5-5.0

60 – 100

11 - 20

Moderat

1.0 - 1.5

37.5 – 38

5.0-7.5

100

Kategori

Liter / menit

) Sangat Ringan

– 20 – 31

125 Berat

Sangat

1.5 - 2.0

2.0 – 2.5

38 – 38.5

38.5 – 39

Berat Berat

> 2.5

> 39

7.5-

125

10.00

150

10.00-

150

12.5

175

> 12.5

> 175

– 31 - 43

– 43 - 56

60 - 100

Ekstrim ( Sumber : Christensen, 1964 )

Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas kerjanya sesuai dengan kemampuan atau

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

kapasitas kerja yang bersangkutan. Di mana semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. Kerja fisik dikelompokkan oleh David dan Miller : a. Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian besar otot biasanya melibatkan dua pertiga atau tiga perempat oleh otot tubuh. b. Kerja sebagian otot, yang

membutuhkan

lebih sedikit energi

expenditure karena otot yang dipergunakan lebih sedikit. c. Kerja otot statis, yaitu otot yang dipergunakan untuk menghasilkan gaya, tetapi tanpa kerja mekanik membutuhkan kontraksi sebagian otot. Namun, sampai saat ini metode pengukuran fisik dilakukan dengan menggunakan standar : 1. Konsep Horse – Power (Foot-Pounds of Work Per Minute) oleh Taylor, tapi tidak memuaskan. 2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi. 3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen (dengan metode terbaru). ( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995 )

1.9 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Jumlah Kebutuhan Kalori Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakkan otot adalah kebutuhan akan oksigen yang dibawa oleh darh ke otot untuk pembakaran zat

dalam

menghasilkan

energi.

Sehingga

jumlah

oksigen

yang

dipergunakan oleh tubuh merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja. Dengan demikian setiap aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Berdasarkan hal tersebut maka

kebutuhan

kalori

dapat

digunakan

sebagai

indikator

untuk

menentukan besar ringannya beban kerja. Berdasarkan hal tersebut mentri tenaga kerja, melalui keputusan no 51 tahun 1999 menetapkan kebutuhan kalori untuk menentukan berat ringannya pekerjaan.

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Beban kerja ringan

: 100-200 Kilo kalori/jam

Beban kerja sedang

: > 200-350 Kilo kalori/ jam

Beban kerja berat

: > 350-500 Kilo kalori/ jam

Kebutuhan kalori dapat dinyatakan dalam kalori yang dapat diukur secara tidak langsung dengan menentukan kebutuhan oksigen. Setiap kebutuhan oksigen sebanyak 1 liter akan memberikan 4.8 kilo kalori (Suma’mun, 1989)Sebagai dasar perhitungan dalam menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh seseorang dalam melakukan aktivitas pekerjannya, dapat dilakukan melalui pendekatan atau taksiran kebutuhan kalori menurut aktivitasnya. Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam ditentukan oleh tiga hal : 

Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal, dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia.



Kebutuhan kalori untuk kerja, kebutuhan kalori sangat ditentukan dengan jenis aktivitasnya, berat atau ringan.



Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain-lain di luar jam kerja.

1.10 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Derajat beban kerja hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relative terhadap sejumlah besar otot. Beberapa hal yang berkaitan dengen pengukuran denyut jantung adalah sebagai berikut : 1. Astrand dan Christensen meneliti pengeluaran energi dari tingkat denyut jantung dan menemukan adanya hubungan langsung antara keduanya. Tingkat pulsa dan denyut jantung permenit dapat digunakan untuk menghitung pengeluaran energi. ( Retno Megawati, 2003 )

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

2. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan denyut jantung dan pernapasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh lingkungan, atau tekanan akibat kerja keras, di mana ketiga faktor tersebut memberikan pengaruh yang sama besar. Pengukuran berdasarkan criteria fisiologis ini bisa digunakan apabila faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat diabaikan atau situasi kegiatan dalam keadaan normal. Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain : 1. Merasakan denyut jantung yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan. 2. Mendengarkan denyut jantung dengan stethoscope. 3. Menggunakan ECG ( Electrocardiograph ), yaitu mengukur signal elektrik yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada. Salah satu yang dapat digunakan untuk menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan ElectroardioGraph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia dapat memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut Denyut Jantung (Denyut/Menit) =

10 Denyut  60 Waktu Perhitungan

……. (1.1)

Selain metode denyut jantung tersebut, dapat juga dilakuakan penghitungan denyut nadi dengan menggunakan metode 15 atau 30 detik. Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringanya beban kerja memiliki beberapa keuntungam. Selain mudah, cepat, dan murah juga tidak memerlukan peralatan yang mahal, tidak menggangu aktivitas pekerja yang dilakukan pengukuran. Kepekaan denyut nadi akan segera berubah dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika, maupun kimiawi. Denyut nadi untuk mengestimasi index beban kerja

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

terdiri dari beberapa jenis, Muller ( 1962 ) Memberikan definisi sebagai berikut : a. Denyut jantung pada saat istirahat ( resting pulse ) adalah rata-rata denyut jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai. b. Denyut jantung selama bekerja ( working pulse ) adalah rata-rata denyut jantung pada saat seseorang bekerja. c. Denyut jantung untuk bekerja ( work pulse ) adalah selisish antara senyut jantung selama bekerja dan selama istirahat. d. Denyut jantung selama istirahat total ( recovery cost or recovery cost ) adalah jumlah aljabar denyut jantung dan berhentinya denyut pada suatu pekerjaan selesai dikerjakannya sampai dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya. e. Denyut kerja total ( Total work pulse or cardiac cost ) adalah jumlah denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan samapi dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya ( resting level ). ( Nurmianto, 1998 ) Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam peningkatan cardio output dari istirahat samapi kerja maksimumk, peningkatan tersebut oleh Rodahl (1989) didefinikan sebagai heart rate reserve (HR reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam presentase yang dihitung dengan menggunakan rumus :

% HR Reserve =

Lebih

Denyut nadi ker ja  Denyut nadi istirahat  100 Denyut nadi maksimum  Denyut nadi istirahat

lanjut

Manuaba

&

Vanwonterghem

(1996)

.(1.2)

menentukan

klasifikasi beban kerja berdasakan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maskimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasiculair = %CVL) yang dihitung berdasarkan rumus di bawah ini : %CVL 

100  ( Denyut nadi ker ja  Denyut Nadi Istirahat )  100 Denyut nadi maksimum  Denyut nadi istirahat

................. 1.3

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Di mana denyut nadi maskimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita. Dari perhitungan % CVL kemudian akan dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut : 

< 30%

= Tidak terjadi kelelahan



0-<60%

= Diperlukan perbaikan



60-<80

= Kerja dalam waktu singkat



80-<100% = Diperlukan tindakan segera



>100%

= Tidak diperbolehkan beraktivitas

Selain cara-cara tersebut di atas, Kilbon (1992) mengusulkan bahwa cardiovasculair strain dapat diestimasi denjgan menggunakan denyut nadi pemulihan (hearth rate recover) atau dikenal dengan metode ‘Brouba’. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidaj mengganggu atau menghentikan aktivitas kegiatan selama bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, ke dua, dan ke tiga. P 1, 2, 3 adalah rata-rata dari ketiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut : 

Jika P1 – P3 ≥ 10, atau P1, P2, P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan normal



Jika rata-rata P1 tercatat ≤ 110, dan P1 – P3 ≥ 10, maka beban kerja tifak berlebihan



Jika P1 – P3 < 10, dan jika P3 > 90 perlu redesain pekerjaan Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolute denyut nadi

pada ketergantungguan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran (individual fitness), dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak segera tercapai maka diperluakan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesain tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun keseluruhan dari variabel bebas (tasks, organisasai kerja, dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban tugas tambahan. (Tarwaka, Solichul, H.A Bakri, 2004)

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Jika denyut jantung dipantau selama istirahat, maka waktu pemulihan untuk beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga mengalami kelelahan yang kronis. Formulasi untuk menentukan waktu istirahat sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik :

R

T W  S  W  1,5

................................................................................ 1.4

Dimana : R

= Waktu istirahat yang dibutuhkan dalam menit

T

= Total waktu kerja dalam menit

W

= Konsumsi energi rata–rata untuk bekerja dalam kilokalori / menit

S

= Pengeluaran energi cadangan yang direkomendasikan dalam kilokalori / menit (biasanya 4 atau 5 kkal / menit) Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung

secara umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan : Y = 1.80411 - 0.0229038 + 4.70733 x 10-4X2

......................................... 1.5

Dimana : Y : Energi (kilokalori per menit) X : kecepatan denyut jantung (denyut per menit) Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam bentuk energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : KE = Et – Ei

................................................................................ 1.6

Dimana : KE

= Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu (kilokalori /

menit

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Et

= Pengeluaran energi pada saat waku kerja tertentu (kilokalori / menit)

Ei

= Pengeluaran energi pada saat waktu istirahat (kilokalori / menit) Untuk menghindari kerugian pengukuran pekerja ketika bekerja, dapat

digunakan perubahan tingkat denyut selama pemulihan. Kurva pemulihan tingkat denyut jantung menunjukkan : 

Tekanan fisiologis



Aptitude fisik dari subjek



Keberadaan kelelahan fisiologis



Kelelahan fisiologis saat rangkaian periode kerja diamati

Dengan melakukan pengukuran pada titik dapat ditunjukkan bahwa : a. Untuk melakukan pemulihan normal : pengukuran dari denyut pertama ke denyut ketiga sama atau lebih besar dari 10 denyut per menit. Ketiga denyut nadi sama atau lebih kecil dari 90 per menit. b. Tanpa pemulihan : penurunan dari denyut pertama ke denyut ketiga atau lebih kecil dari 10 denyut / menit. Denyut nadi ketiga di atas 90 denyut/ menit. 1.11

Beban Kerja Mental Selain beban kerja fisik, beban kerja mental harus pula dinilai. Namun

demikian penilaian beban kerja mental tidak semudah peniali terhadap beban kerja fisik. Perubahan bersifat mental sulit diukur bedasarkan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu pekerjaan ringan, sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Namun secara moral dan tanggung jawab, aktivitas lebih berat daripada aktivitas fisik, karena melibatkan kerja otak (white collar) dari kerja otot (blue collar). Menurut Grandjean (1993) setiap aktivitas mental selalu melibatkan unsure persepsi, interupsi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensoris untuk diambil suatu keputusan tau proses mengingat informasi yang lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan mengingat kembali, di mana semakin bertambahnya umur akan mengurangi kemampuan otak dalam mengingat.

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

1.12

Kelelahan Kelahan adalah suatu mekanisme perlindunagn tuguh agar tubuh

terhindar dari kerusakkan lebih lanjut, sehingga terjadi oemulihan selama istirahat. (Tarwaka, Solichul, H.A Bakri, 2004). Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Di otak terdapat sistem aktivasi (bersimpat simaptis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari tubuh, namun semuanya bermuara pada kehilangan kapasitas dan efisiensi tubuh. Kelelahan dikalsifikasikan menjadi dua, yaitu kelelahan otot yang berupa rasa nyeri pada otot dan kelalahan umum yang ditandai dengan berkurangnya kemamuan untuk bekerja karena monotoni; intensitas, dan lamanya kerja fisik; keadaan lingkungan; sebabsebab mental; status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, Solichul, H.A Bakri, 2004) 1.13 Kurva Pemulihan Untuk menghindari kerugian pengukuran pekerja ketika bekerja, dapat digunakan perubahan tingkat denyut selama pemulihan. Kurva pemulihan tingkat denyut jantung menunjukkan : 

Tekanan fisiologis



Aptitude fisik dari subjek



Keberadaan kelelahan fisiologis



Kelelahan fisiologis saat rangkaian periode kerja diamati

Dengan melakukan pengukuran pada titik dapat ditunjukkan bahwa : a. Untuk melakukan pemulihan normal : pengukuran dari denyut pertama ke denyut ketiga sama atau lebih besar dari 10 denyut per menit. Ketiga denyut nadi sama atau lebih kecil dari 90 per menit. b. Tanpa pemulihan : penurunan dari denyut pertama ke denyut ketiga atau lebih kecil dari 10 denyut / menit. Denyut nadi ketiga di atas 90 denyut/ menit.

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

BAB II PENGUMPULAN DATA

2.2 Data Denyut Nadi Sebelum dan Pada Saat Melakukan Kerja 2.2.1 Data denyut nadi pada saat melakukan kerja berdasarkan waktu percobaan a. Beban Kerja 1N Tabel 2.1 Tabel Data Pada Saat Melakukan Kerja dengan Beban 1 N

Menit ke -

Denyut per menit

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata

253 180 139 143 180 158 223 108 188 198 177

b. Beban Kerja 2N Tabel 2.2 Tabel Data Pada Saat Melakukan Kerja dengan Beban 2 N

Menit ke -

Denyut per menit

1 2 3 4 5 Rata-rata

179 159 141 170 168 163,4

c. Beban Kerja 4N

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Tabel 2.3 Tabel Data Pada Saat Melakukan Kerja dengan Beban 4N

2.3

Menit ke -

Denyut per menit

1 2 3 4 5 Rata-rata

127 120 147 287 160 168,2

Data Denyut Nadi Pada Saat Periode Pemulihan

2.3.1 Data denyut nadi pada saat periode pemulihan berdasarkan percobaan 1 a. Beban Kerja 1N Tabel 2.6 Tabel Data Pada Saat Melakukan Istirahat dengan Beban 1N

Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata

b. Beban Kerja 2N

Denyut per menit 169 178 119 126 170 179 118 177 83 162 148,1

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Tabel 2.7 Tabel Data Pada Saat Melakukan Istirahat dengan Beban 2N

Menit ke -

Denyut per menit

1 2 3 4 5 Rata-rata

89 123 189 139 116 131,2

c. Beban Kerja 4N Tabel 2.7 Tabel Data Pada Saat Melakukan Istirahat dengan Beban 4 N

Menit ke -

Denyut per menit

1 2 3 4 5 Rata-rata

100 136 119 121 138 122,8

BAB III PENGOLAHAN DATA

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

3.1 PERHITUNGAN KONSUMSI ENERGI DAN PENENTUAN WAKTU ISTIRAHAT a. Perhitungan Beban Kerja : 1 N Diketahui :





Rata-rata saat melakukan kerja x  177



Rata-rata pada periode pemulihan x  148,1



Pengukuran secara fisiologi saat melakukan kerja :



Y = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733.10-4X2 = 1,80411 – 0,0229038 (177) + 4,71733.10-4 (177)2 = 12,52 

Pengukuran secara fisiologi pada periode istirahat : Y = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733.10-4X2 = 1,80411 – 0,0229038 (148,1) + 4,71733.10-4 (148,1)2 = 8,75 Dimana : Y : energi (kilokalori per menit) X : kecepatan denyut jantung (denyut per menit)

Persamaan Konsumsi Energi : KE = Et – Ei = 12,52 – 8,75 = 3,77

Dimana : KE

:

konsumsi

energi

(kilokalori/menit)

untuk

suatu

kegiatan

kerja

tertentu

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Et

:

pengeluaran

energi

pada

saat

waktu

kerja

tertentu

(kilokalori/menit) Ei

: pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori/menit),

Penentuan waktu istirahat :

R

W  S  = W  1,5 =

103.77  1 3.77  1,5

= 12,2 Dimana : R : waktu istirahat yang dibutuhkan dalam menit T : total waktu kerja dalam menit W : konsumsi

energi

rata-rata

yang

direkomendasikan

kkal/menit S : standart beban normal yamg diaplikasikan (Kkal/menit) b. Perhitungan Beban Kerja : 2 N Diketahui :





Rata-rata saat melakukan kerja x  163,4



Rata-rata pada periode pemulihan x  131,2



Pengukuran secara fisiologi saat melakukan kerja :



Y = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733.10-4X2 = 1,80411 – 0,0229038 (163,4) + 4,71733.10-4 (163,4)2 = 10,65



Pengukuran secara fisiologi pada periode istirahat : Y = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733.10-4X2 = 1,80411 – 0,0229038 (131,2) + 4,71733.10-4 (131,2)2 = 6,91928

dalam

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Dimana : Y : energi (kilokalori per menit) X : kecepatan denyut jantung (denyut per menit)

Persamaan Konsumsi Energi : KE = Et – Ei = 10,65 – 6,919 = 3,731 Dimana : KE

:

konsumsi

energi

untuk

suatu

kegiatan

kerja

tertentu

waktu

kerja

tertentu

(kilokalori/menit) Et

:

pengeluaran

energi

pada

saat

(kilokalori/menit) Ei

: pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori/menit)

Penentuan waktu istirahat :

R

W  S  = W  1,5 =

53,731  2 3,731  1,5

= 3,879 Dimana : R : waktu istirahat yang dibutuhkan dalam menit T : total waktu kerja dalam menit W : konsumsi

energi

rata-rata

yang

direkomendasikan

kkal/menit S : standart beban normal yamg diaplikasikan (Kkal/menit) c. Perhitungan Beban Kerja : 4 N Diketahui :





Rata-rata saat melakukan kerja x  168,2



Rata-rata pada periode pemulihan x  122,8



dalam

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI



Pengukuran secara fisiologi saat melakukan kerja : Y = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733.10-4X2 = 1,80411 – 0,0229038 (168,2) + 4,71733.10-4 (168,2)2 = 11,2976



Pengukuran secara fisiologi pada periode istirahat : Y = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733.10-4X2 = 1,80411 – 0,0229038 (122,8) + 4,71733.10-4 (122,8)2 = 6,10516 Dimana : Y : energi (kilokalori per menit) X : kecepatan denyut jantung (denyut per menit)

Persamaan Konsumsi Energi : KE = Et – Ei = 11,2976 – 6,10516 = 5,19244

Dimana : KE

:

konsumsi

energi

untuk

suatu

kegiatan

kerja

tertentu

waktu

kerja

tertentu

(kilokalori/menit) Et

:

pengeluaran

energi

pada

saat

(kilokalori/menit) Ei

: pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori/menit),

Penentuan waktu istirahat :

R

W  S  = W  1,5 =

55,91244  4 5,91244  1,5

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

= 1,35122 Dimana : R : waktu istirahat yang dibutuhkan dalam menit T : total waktu kerja dalam menit W : konsumsi

energi

rata-rata

yang

direkomendasikan

dalam

kkal/menit S : standart beban normal yamg diaplikasikan (Kkal/menit)

Tabel Perhitungan Konsumsi Energi Beban Kerja

X saat kerja

X saat istirahat

Y saat kerja

Y saat istirahat

KE

S

T

R

1N

177

148,1

12,52

8,75

3,77

1

10

12,2

2N

163,4

131,2

10,65

6,91928

3,731

2

5

3,879

4N

168,2

122,8

11,2976

6,10516

5,19244

4

5

1,35122



Grafik Denyut Nadi

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 1 Newton 300 250 Pulse

200 150

pulse

100 50 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu

Gambar 3.1 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 1 N

Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 1 Newton 200

Pulse

150 100

pulse

50 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu

Gambar 3.2 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 1 Newton

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 2 Newton 200

Pulse

150 100

pulse

50 0 1

2

3

4

5

Waktu

Gambar 3.3 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 2 N

Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Istirahat dari percobaan 2 Newton 200

Pulse

150 100

pulse

50 0 1

2

3

4

5

Waktu

Gambar 3.4 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 2 Newton

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 4 Newton 350 300 Pulse

250 200

pulse

150 100 50 0 1

2

3

4

5

Waktu

Gambar 3.5 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 4 N

Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 4 Newton

Pulse

160 140 120 100 80 60

pulse

40 20 0 1

2

3

4

5

Waktu

Gambar 3.6 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 4 Newton

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

 Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada Saat Kerja dari Data Percobaan Grafik Perbandingan Denyut Nadi dengan Waktu Kerja 350

Denyut nadi

300 250

1N

200

2N

150

4N

100 50 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu kerja

Gambar 3.7 Grafik Hubungan Waktu dan Denyut Nadi Kerja dengan Beban 1 N, 2 N dan 4N

 Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada Saat Istirahat dari Data Percobaan

Denyut nadi

Grafik Denyut Nadi Waktu Istirahat 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0

1N 2N 4N

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu Istirahat

Gambar 3.8 Grafik Hubungan Denyut Nadi Istirahat dan Waktu Pada Saat Istirahat dengan Beban 1 N, 2 N dan 4 N

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

BAB IV ANALISA

4.1 Analisa Grafik Hasil Percobaan 

Grafik Denyut Nadi Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 1 Newton 300 250 Pulse

200 150

pulse

100 50 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu

Gambar 4.1 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 1 N

Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 2 Newton 200

Pulse

150 100

pulse

50 0 1

2

3

4

5

Waktu

Gambar 4.2 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 2 N

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 4 Newton 350 300 Pulse

250 200

pulse

150 100 50 0 1

2

3

4

5

Waktu

Gambar 4.3 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Kerja dengan Beban 4 N

Gambar diatas merupakan grafik perbandingan antara denyut nadi terhadap waktu pada saat kerja dengan beban 1,2,dan 4 N. Jika ketiga grafik tersebut digabungkan, maka akan terlihat jelas perbedaan antara ketiganya seperti gambar di bawah ini : Grafik Hubungan Antara Denyut Nadi dan Waktu Pada Saat Kerja Grafik Perbandingan Denyut Nadi dengan Waktu Kerja 350

Denyut nadi

300 250 1N

200

2N

150

4N

100 50 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu kerja

Gambar 4. 4 Grafik Perbandingan Denyut Nadi denganWaktu Kerja

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Berdasarkan grafik denyut nadi dan waktu pada saat melakukan kerja tersebut kita dapat melihat bahwa pada saat beban 1 N dan 4 N terjadi penurunan serta kenaikanyang mencolok, sedangkan pada saat beban 2 N cenderung hampir mendekati konstan. Pada saat beban 1 N, penurunan dimulai dari menit-1 yaitu sebesar 253 denyut/menit menjadi 180 denyut/menit. Kemudian pada menit ke-4 mengalami kenaikan dari 143 denyut/menit menjadi 180 denyut/menit dan selanjutnya grafik terus naik-turun. Untuk beban sebesar 4 N cenderung naik pada awal siklus yaitu pada menit ke-1 sebesar 78,5 denyut/menit menjadi 100 denyut/menit. Penurunan drastis terjadi pada menit ke-4 dari 287 denyut/menit menjadi 160 denyut/menit. Sedangkan pada beban 2 N grafik cenderung konstan, kenaikan baru terjadi pada menit ke-3 pada denyut nadi 141 denyut/menit. Ketidakkonstanan pada tingkat denyut nadi lebih disebabkan karena ketidakkonstanan kecepatan operator. Pada saat beban 2 N cenderung konstan mungkin karena operator mulai dapat mengontrol kecepatan pada posisi konstan. Kemudian penyebab yang lainnya antara lain ketidakkonstanan kecepatan gerak operator, kondisi awal operator, metode pemasangan alat ukur, kondisi lain yang terjadi saat operator kerja misalnya sedang berbicara dengan orang lain. Kenaikan dan penurunan grafik tersebut juga disebabkan karena kondisi fisiologis operator seperti denyut jantung operator yang kurang stabil, yang dikarenakan beban pada percobaan tersebut terdapat perbedaan beban yaitu dari 1 N, dinaikan menjadi 2 N, lalu dinaikkan lagi menjadi 4 N dan tingginya suhu di sekitar ruangan tempat dilakukannya percobaan. Selain itu juga terjadi perbedaan kecepatan gerak saat melakukan percobaan dan kekurangtelitian dalam pembacaan alat ( pulsemeter) dikarenakan alat yang digunakan saat percobaan kurang akurat.

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 1 Newton 200

Pulse

150 100

pulse

50 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu

Gambar 4.5 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 1 Newton

Grafik Denyut Nadi Terhadap Waktu pada saat Istirahat dari percobaan 2 Newton 200

Pulse

150 100

pulse

50 0 1

2

3

4

5

Waktu

Gambar 4.6 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 2 Newton

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 4 Newton

Pulse

160 140 120 100 80 60

pulse

40 20 0 1

2

3

4

5

Waktu

Gambar 4.7 Grafik Denyut Nadi terhadap Waktu pada saat Istirahat dari Percobaan 4 Newton

Gambar diatas merupakan grafik perbandingan antara denyut nadi terhadap waktu pada saat istirahat dengan beban 1,2,dan 4 N. Jika ketiga grafik tersebut digabungkan, maka akan terlihat jelas perbedaan antara ketiganya seperti gambar di bawah ini : Grafik Hubungan Antara Denyut Nadi dan Waktu Istirahat

Denyut nadi

Grafik Denyut Nadi Waktu Istirahat 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0

1N 2N 4N

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu Istirahat

Gambar 4. 8 Grafik Hubungan Denyut Nadi saat Istirahat

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Berdasarkan grafik denyut nadi dan waktu pada saat istirahat tersebut, kita dapat melihat bahwa grafik tersebut secara umum mengalami penurunan serta kenaikan yang drastis. Pada saat beban 1 N, penurunan terjadi pada menit ke-2 yaitu dari 178 denyut/menit menjadi 119 denyut/menit, kemudian naik pada menit ke-4 sebesar 126 denyut/menit. Kemudian turun drastis pada menit ke-8 yaitu dari 177 denyut/menit menjadi 83 denyut/menit kemudian naik kembali pada menit berikutnya. Untuk beban sebesar 2 N, grafik mengalami kenaikan pada menit ke-1 sebesar 89 denyut/menit menjadi 123 denyut/menit pada menit ke-2, penurunan drastis grafik terjadi pada menit ke-3 dan ke-4. Pada beban 4 N, kenaikan grafik terjadi pada menit ke-3 sampai menit ke-5, kemudian penurunan terjadi pada menit ke-2 sebesar 136 denyut/menit menjadi 119 denyut/menit. Pada setiap beban menunjukkan kenaikan pada denyut jantung, hal ini disebabkan karena operator mengalami kelelahan pada beban kerja yang dilakukan dalam waktu lama sehingga tubuh tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memulihkan diri. Kemudian penyebab yang lainnya antara lain ketidakkonstanan kecepatan gerak operator, kondisi awal operator, metode pemasangan alat ukur, kondisi lain yang terjadi saat operator kerja misalnya sedang berbicara dengan orang lain. 4.1.2. Analisa Perbedaan Konsumsi Energi Terhadap Waktu Pemulihan Pada percobaan, konsumsi energi untuk beban kerja 4 N lebih besar dari beban kerja 1 N dan 2 N. Untuk beban kerja 1 N, konsumsi energi yang dihasilkan sebesar 3,77 Kkal/menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan dalam perhitungan yaitu sebesar 12,2 menit, hal ini menandakan bahwa waktu istirahat yang disediakan yaitu sebesar 10 menit tidak cukup, maka operator merasa lelah (fatique) dan konsumsi energi pada saat kerja lebih besar daripada saat istirahat. Untuk beban kerja 2 N, terlihat dari hasil perhitungan, konsumsi energi yang dihasilkan sebesar 3,73 kkal/menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan sebesar 3,879 menit. Hal ini menandakan bahwa waktu istirahat yang disediakan yaitu sebesar 5 menit

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

cukup, maka operator tidak merasa kelelahan. Untuk beban kerja 4 N, konsumsi energi yang dibutuhkan sebesar 5,19 kkal/menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan sebesar 1,35 menit. Hal ini juga menandakan bahwa waktu istirahat yang disediakan yaitu sebesar 5 menit sudah cukup, sehingga operator tidak merasa kelelahan.

4.1.3. Interpretasi Kurva Pemulihan Berdasarkan grafik untuk periode waktu pemulihan kita dapat melihat bahwa grafik tersebut mengalami gerakan yang fluktuatif. Pada percobaan untuk beban 1 N tampak bahwa grafiknya tidak stabil jika dibandingkan dengan beban 4 N. Hal ini disebabkan karena waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan/istirahat pada percobaan dengan beban 1 N kurang sehingga operator merasa lelah. Hal tersebut dikarenakan antara lain karena ketidakkonstanan kecepatan gerak operator, kondisi awal operator, metode pemasangan alat ukur, kondisi lain yang terjadi saat operator kerja misalnya sedang berbicara dengan orang lain. Jika hasil dari konversi energinya negatif, maka terjadi kesalahan pada operator. Misalnya pada saat operator diberi waktu untuk istirahat, operator tidak menggunakan dengan semaksimal mungkin, waktu istirahatnya malah digunakan untuk ngobrol, sehingga gerakan grafiknya menjadi fluktuatif. 4.1.4. Analisa Fatigue (Tingkat Kelelahan) Lelah ( fatique ) adalah salah satu kelelahan yang terjadi pada saraf otot–otot manusia sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada percobaan yang dilakukan fatique terjadi pada semua beban kerja. Hal ini dapat diakibatkan karena beratnya beban kerja yang dikerjakan, tidak teraturnya pergerakan dan lamanya waktu percobaan yang mengakibatkan rasa lelah.

Tingkat kelelahan pada masing-masing berat beban berbeda-beda : Pada percobaan ini tingkat kelelahan yang paling besar adalah pada

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

penggunaan beban 4 N. Karena kita lebih banyak mengkonsumsi energi jika menggunakan beban seberat 4 N yaitu sebesar 5,19 Kkal / menit dibandingkan dengan kita menggunakan beban seberat 1 N dan 2 N. Hal ini lebih disebabkan karena tubuh sudah mengalami kelelahan saat melakukan kerja dengan beban 4 N, sehingga knsumsi energi yang dibutuhkan juga besar. 4.2. Analisa Penentuan Beban Pekerjaan Tabel 4.1. Klasifikasi Beban Kerja dan Reaksi Fisiologis

Tingkat Pekerjaan

Energi Kkal/menit

Detak Kkal/8jam

Jantung (detak

Konsumsi Energi / (liter/detik)

menit) Undully Heavy

>12,5

>6000

>175

>2,5

Very Heavy

10,00 – 12,5

4800 – 6000

150 – 175

2,0 – 2,5

Heavy

7,5 – 10,00

3600 – 4800

125 -150

1,5 – 2,0

Moderate

5,0 – 7,5

2400 – 3600

125 – 150

1,0 – 1,5

Light

2,5 – 5,0

1200 – 2400

60 – 100

0,5 – 1,0

<1200

<60

<0,5

Very Light

<2,5

Beban yang berat akan mengakibatkan tingkat kelelahan yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan tubuh kita mengkonsumsi energi yang lebih besar pula. Maka berat beban dalam hal ini berbanding lurus dengan konsumsi energi.

Beban kerja 1 N Konsumsi Energi ( KE ) = 3,77 Kkal / menit

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

Jadi, Percobaan dengan beban kerja 1 N termasuk dalam klasifikasi light karena konsumsi energinya 2,5 Kkal / menit – 5,0 Kkal/menit. Konsumsi energi yang dihasilkan pada saat beban kerja 1 N lebih besar jika dibandingkan dengan beban kerja 2 N. Hal ini dikarenakan pada saat beban kerja 1 N, operator belum bisa beradaptasi terhadap lingkungan sekitar. Sehingga konsumsi energi yang dhasilkan menjadi lebih besar. Hal lain yang berpengaruh adalah lamanya waktu dalam melakukan kerja sebesar 10 menit. Dengan waktu kerja yang lama, maka tingkat kelelahan operator juga semakin bertambah dan konsumsi energi menjadi lebih besar.

Beban kerja 2 N Konsumsi Energi ( KE ) = 3,73 Kkal / menit Jadi, Percobaan dengan beban kerja 2 N termasuk dalam klasifikasi

light

karena konsumsi energinya 2,5 Kkal / menit – 5,0 Kkal/menit. Konsumsi energi pada saat beban kerja 2 N lebih kecil daripada konsumsi energi pada saat beban kerja 1 N. Hal tersebut dikarenakan karena operator telah mengalami kelelahan pada saat melakukan beban kerja 1 N, sehingga operator melakukan beban kerja 2 N secara perlahan, tidak seperti saat melakukan beban 1 N. Dan konsumsi yang dihasilkan menjadi menurun.

Beban kerja 4 N Konsumsi Energi ( KE ) = 5,9 Kkal / menit Jadi, Percobaan dengan beban kerja 4 N termasuk dalam klasifikasi moderate karena konsumsi energinya 5,0 – 7,5 Kkal / menit.

Dengan beban kerja yang lebih besar, maka konsumsi energi yang dihasilkan juga lebih besar. Pada saat melakukan beban kerja 4 N, operator merasa sangat kelelahan karena bebannya besar, sehingga konsumsi yang dihasilkan juga besar.

Dari data perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan berat beban yang berbeda maka besarnya konsumsi energi dan lama waktu istirahat juga berbeda. Berat beban sangat berpengaruh terhadap besarnya konsumsi energi dan lama waktu istirahat. Semakin berat beban maka semakin besar pula

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

konsumsi energi dan semakin kecil lama waktu istirahat. Jadi besarnya konsumsi energi berbanding lurus terhadap berat beban dan bebanding terbalik terhadap lama waktu istirahat.

4.3. Analisa Waktu Istirahat Total

R

W  S  = W  1,5 =

103.77  1 3.77  1,5

= 12.2 Dimana : R

: waktu istirahat yang dibutuhkan dalam menit

T

: total waktu kerja dalam menit

W

:

konsumsi

energi

rata-rata

yang

direkomendasikan

dalam

kkal/menit S

: pengeluaran energi

cadangan

yang direkomendasikan dalam

kkal/menit (biasanya 4 atau 5 kkal/menit)

Tabel 4.2. Perhitungan Konsumsi Energi Percobaan Beban Kerja

X saat

X saat istirahat

Y saat kerja

Y saat istirahat

kerja

KE

S

T

R

1N

177

148,1

12,52

8,75

3,77

1

10

12,2

2N

163,4

131,2

10,65

6,91928

3,731

2

5

3,879

4N

168,2

122,8

11,2976

6,10516

5,19244

4

5

1,35122

a. Beban 1 N mempunyai R (waktu istirahat) sebesar 12,2 menit. Konsumsi energi yang dihasilkan sebesar 3,77 Kkal / menit, hal ini menandakan bahwa waktu istirahat yang disediakan yaitu sebesar 10 menit tidak cukup, maka operator merasa lelah (fatique). b. Beban 2 N mempunyai R (waktu istirahat) sebesar 3,879 menit. Konsumsi energi yang dihasilkan sebesar 3,73 Kkal / menit. Hal ini

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

menandakan bahwa waktu istirahat yang disediakan yaitu sebesar 10 menit sudah cukup, maka operator tidak merasa lelah. c. Beban 4 N mempunyai R (waktu istirahat) sebesar 1,3512 menit. Konsumsi energi yang dihasilkan sebesar 5,19 Kkal / menit, hal ini menandakan bahwa waktu istirahat yang disediakan yaitu sebesar 10 menit cukup, maka operator merasa tidak lelah.

4.4. Manfaat Perhitungan Waktu Istirahat Total Dalam Perancangan Kerja Dengan melakukan perhitungan yang ada di atas kita dapat merancang sistem kerja yang terbaik bagi

operator, sehingga operator tidak akan cepat

merasa lelah, karena apabila operator merasa lelah maka kemampuan kerja dari operatorpun menurun. Dan dari perhitungan yang telah dilakukan, terlihat bahwa semakin besar beban kerja, maka energi yang akan dikonsumsi pun semakin besar juga.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 1.

Secara teori beban kerja, konsumsi energi, dan lamanya waktu pemulihan adalah berbanding lurus. Makin besar beban kerja, maka konsumsi energi

LAPORAN PRAKTIKUM PSK DAN ERGONOMI MODUL 2A: BIOMEKANIKA DAN FISIOLOGI

dan lamanya waktu pemulihan juga makin besar tetapi dalam prakteknya ternyata semakin besar beban kerja, belum tentu konsumsi energi dan lamanya waktu pemulihan juga makin besar. Hal ini dikarenakan : 

Kondisi

fisik operator tidak stabil, hal

ini

dapat dilihat

dari

grafik

perbandingan waktu dan denyut nadi. 

Ketidakakuratan alat yang digunakan.



Perbedaan kecepatan gerak konstan saat mengayuh sepeda.

2.

Fatique

dan konsumsi energi semakin besar jika periode kerja yang

dilakukan semakin lama, sehingga dibutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama. 3.

Adanya perancangan suatu sistem kerja yang lebih baik, sehingga akan meningkatkan produktifitas kerja. Dalam merancang sistem kerja antara lain, kita dapat menentukan waktu kerja dan waktu istirahat yang tepat dan sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan operator.

5.2 Saran 1.

Dalam melakukan penghitungan denyut jantung sebaiknya digunakan peralatan otomatis sehingga jumlah denyut jantung per menit dapat diketahui dengan tepat.

2.

Operator yang melaksanakan kerja sebaiknya dipilih yang memiliki kondisi stabil.

Related Documents

Fisiologi
May 2020 48
Fisiologi
June 2020 30
Fisiologi Jantung.docx
December 2019 14
Fisiologi Hewan.docx
June 2020 11
Fisiologi Kehamilan.docx
April 2020 12

More Documents from "dera susanti"

Fisiologi
May 2020 48
5567-12210-1-sm.pdf
November 2019 47
Jenis2 Ikan Asin.docx
December 2019 44
Lingkungan Fisik
May 2020 35
Bab Iv Asli.docx
October 2019 21