D.
1.
Jenis-Jenis Ikan Yang Di Olah Menjadi Ikan Asin
Ikan Gabus (Channal Striata) Ikan Gabus termasuk hewan karnivora yang hidup didasar perairan,
cenderung
hidup
dirawa,
sungai
dan
perairan
keruh.
Saanin
(1976)
mengklasifikasikan ikan gabus sebgai berikut: Kelas Pisces, Ordo Teleosteri, Famili Ophiochephalidae, Spesies (Canna Striata). Menurut Djuhanda (1981), ikan gabus mempunyai bentuk tubuh agak bulat, panjang dan makin ke ekor makin gepeng. Bagian punggungnya cembung sedangkan bagian ventralnya rata. Sirip punggung mempunyai jari-jari lemah. Sedangkan linealiteralisnya sempurna dengan 52-57 sisik dan ikan ini mempunyai panjang sampai 100 cm. Bloch (1793), menyatakan taksonomi ikan gabus sebagai berikut:
2.
Filum
: Cordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Teleosteri
Family
: Ophiochephalidae
Ganus
: Channa
Spesies
: Channa Striata
Ikan Toman (Chana Micropeltes Cuvier) Ikan toman merupan salah satu jenis ikan yang habitatnya di sungai dan di
rawa. Ikan tomen termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang terdapat di Indonesia, dan terbesar disebagian wilayah jawa. Sumatera Selatan dan Kalimantan.
Menurut Wudianto, dkk (2001), ikan toman memiliki bentuk tubuh panjang dan bulat, mulut berukuran lebar dan terletak diujung hidung. Ikan toman muda, warna tubuhnya merah, setelah dewasa menjadi hijau kebiruan kearah ungu. Ikan ini panjangnya bisa mencapai 65 cm. Adapun tingkah laku dari ikan Toman yaitu agresif (bersifat menyerang) ikan ini dapat hidup pada temperature 22-270 C, untuk PH airnya 6,5-7,2. Makanan ikan Toman berupa daging, cacing dan ikan rucah. Saanin (1968), menyatakan taksonomi ikan toman sebagai berikut :
3.
Filum
: Cordata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Teleostei
Family
: Ophiocephalidae
Ordo
: Labyrinthici
Sub Ordo
: Ophiocephaloidae
Genus
: Ophiocephalus
Spesies
: Ophiocephalus Micropeltas. M.
Ikan Patin (Pangasius Pangasius) Kordi (2005), ciri-ciri morfologi ikan patin yakni mempunyai tubuh
memanjang, agak pipih dan tidak bersisik. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. warna tubuh ikan patin pada bagin punggung ke abu-abuan atau kebiru-biruan bagian perut putih keperak-perakan. Kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak kebawah. Hal ini merupakan ciri golomgan Catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut (kumis) pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung mempunyai satu jari-jari keras yang berubah
menjadi patil yang besar dan bergigi dibelakangnya. Sedangkan jari lunak pada sirip ini 6-7 buah pada permukaan punggung terdapat sirip dada, terdapat satu jarijari keras yang berubah-ubah menjadi patil dan 12-13 jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dan bentuknya simetris. Kordi (2005), menyatakan ikan dari keluarga Pangasidae ini sistematik di klasifikasikan sebagai berikut :
4.
Filum
: Cordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Silurifarmes
Family
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
Spesies
: Pangasius djmbal atau Pangasius Pangasius
Ikan Biawan (Helostoma Temminckii) Ikan biawan (Helostoma Temminckii) adalah ikan asli Indonesia terdapat
dibeberapa sungai di Sumatera dan Kalimantan. Ikan tersebut hidup di sungai, anak sungai dan daerah genangan kawasan hulu hingga hilir bahkan dimuaramuara sungai yang berlubuk dan berhutan dipinggirnya. Komoditas ikan ini tergolong ekonomis penting karena harganya yang tinggi, dan rasa dagingnya yang gurih membuat ikan biawan sangat digemari dikalangan masyarakat Indonesia bahkan dibeberapa negara seperti Brunei dan Malaysia (Depertemen Kelautan dan Perikanan, 1992). Ikan biawan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri berbentuk bundar atau mengarah cembung ke luar, sementara sirip
dadanya yang berjumlah sepasang juga berbentuk bundar. Di kedua sisi tubuhnya terdapat gurat sisi, pola berupa garis tipis yang berawal dari pangkal celah insangnya sampai pangkal sirip ekornya. Kurang lebih ada sekitar 43-48 sisik yang menyusun gurat sisi tersebut. Ikan biawan diketahui bisa tumbuh hingga ukuran 30 cm (Aimeri, 2007). Menurut Saanin (1984), ciri-ciri ikan biawan yaitu memiliki badan pipih dan berbentuk oval lonjong. Mulut monyong dan dapat disembulkan, celah mulut horisontal sangat kecil. Rahang atas dan bawah sama, bibir tebal, memiliki deretan gigi yang pada ujungnya berwarna hitam. Sisik tergolong stenoid, pada daerah punggung bewarna kehijauan dan mempunyai garis sisik (linea lateralis). Utomo dan Krismono, (2006). Berikut ini adalah klasifikasi ikan Biawan (Helostoma temminckii) : Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Helostomatidae
Genus
: Helostoma
Spesies
: Helostoma temminckii
A.
Pengolahan Ikan Asin Biawan
Menurut Afrianto (2002), banyak bahan makanan yang mudah busuk atau tidak tahan lama sehingga terbatasnya lama penyimpanan dan daerah pemasarannya tidak begitu luas. Salah satu dari bahan makanan tersebut adalah ikan. Oleh sebab itu dilakukan pengawetan makanan, yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas suatu makanan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan makanan (misalnya aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen) agar makanan tersebut tetap dalam kondisi yang baik. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses kemunduran mutu dan pembusukan, dimana hal ini terjadi setelah ikan ditangkap. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak (Suhartini dan Hidayat, 2005). Metode pengawetan yang paling sederhana adalah dengan memproses menjadi ikan asin. Ikan ditaburi dengan garam lalu dikeringkan menggunakan metode pengeringan matahari. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain: penggaraman, pengeringan, pindang, pengasapan, peragian ataupun pendinginan. Pengawetan ikan dapat juga dilakukan dengan pembuatan bekasam. Menurut Afrianto (2002), garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman ikan. Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri
dari dua proses, yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya, yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan. Penggunaan garam sebagai bahan pengawet terutama diandalkan pada kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri dan kegiatan enzim penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Menurut pengeolahan ikan asin merupakan ikan yang diawetkan secara tradisional dengan penggaraman dan pengeringan. Dengan mengasinkan ikanikan tersebut dengan garam, ikan-ikan tersebut akan tahan lebih lama, selain itu juga dapat meningkatkan nilai jual. Menurut Afrianto (2002), ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Selain itu daging ikan yang diasinkan akan bertahan lebih lama dan terhindar dari kerusakan fisik akibat infestasi serangga, ulat lalat dan beberapa jasad renik perusak lainnya. Menurut Adawyah (2007), ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan ikat yang sedikit sehingga mudah di cerna.
Menurut Moeljanto (1992), beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penetrasi garam kedalam tubuh ikan, selain tingkat kemurnian garam yang digunakan, yaitu sebagai berikut : 1.
Konsentrasi garam, semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan semakin cepat proses masuknya garam kedalam daging ikan. Akan lebih baik apabila digunakan garam kristal untuk mengasinkan
2.
Jenis garam, garam dapur murni (NaCl
95%) lebih mudah diserap dan
menghasilkan ikan asin dengan kualitas yang lebih baik. Garam rakyat mengandung unsur-unsur lain (Mg, Ca, senyawa sulfat), kotoran, bakteri dan lain-lain yang dapat menghambat penetrasi garam dan merusak rasa ikan. 3.
Ketebalan daging ikan, semakin tebal daging ikan proses pengasinan akan membutuhkan waktu yang semakin lama dan garam yang lebih banyak. Sehingga ikan-ikan besar biasanya dibelah-belah, dikeping atau diiris-iris sebelum diasinkan.
4.
Kadar lemak dalam daging, kadar lemak yang tinggi (diatas 2%) akan memperlambat penetrasi garam ke dalam daging ikan.
5.
Kesegaran daging ikan, ikan yang kurang segar memiliki daging yang lebih lunak dan cairan tubuh yang mudah keluar, sehingga proses pengasinan bisa lebih cepat. Namun juga garam yang masuk dapat terlalu banyak sehingga ikan menjadi terlalu asin dan kaku.
6.
Suhu daging ikan, semakin tinggi suhu daging ikan semakin cepat garam masuk ke dalam tubuh ikan. Menurut Margono, dkk (1993), menyatakan produk yang dihasilkan dari
proses penggaraman terdiri atas bermacam-macam tergantung proses selanjutnya.
Misalnya, setelah dilakukan penggaraman dilanjutkan dengan pengeringan, maka hasilnya adalah ikan kering. Apabila dilanjutkan dengan perebusan maka menghasilkan ikan pindang, dan bila diteruskan dengan proses fermentasi diperoleh beberapa produk fermentasi seperti papeda, terasi dan wadi.
B.
Tahapan Pembuatan Ikan Asin
Menurut Hadiwiyoto (2009), menyatakan bahwa ikan asin adalah produk yang tidak asing lagi bagi rakyat Indonesia, karena harganya murah dan mudah dalam membuatnya. Bahan utama dalam pembuatan ikan asin adalah garam sedangkan yang dapat dibuat ikan asin adalah hamper semua jenis ikan bisa dibuat menjadi ikan asin. Langkah-langkah dalam proses pembuatan ikan asin adalah sebagai berikut: 1.
Penyiangan Ikan yang berukuran besar dibuang isi perutnya, dibuang sisiknya dan kemudian dibelah. Beberapa jenis ikan dipotong bagian kepalanya. Caracara penyiangan yang banyak dikerjakan dibeberapa daerah kadang berbeda-beda namun pada umumnya perbedaan tidak banyak.
2.
Pencucian Pencucian dengan menggunakan air bersih dilakukan untuk menghilangkan bekas-bekas darah, sisik, dan kotoran lainnya. Kadang-kadang untuk pencucian ini digunakan larutan garam ringan sebagai penggaraman awal dengan kadar garam rendah agar ikan yang ditangkap tidak membusuk ketika masih dikapal. Apabila penggaraman dikerjakan ditengah laut
(dikapal-kapal penangkapan ikan) maka untuk pencucian menggunakan air laut. 3.
Penggaraman Penggaraman yang masih tradisional hanya dikerjakan dengan cara menaburkan kristal-kristal garam pada permukaan ikan atau menyikatnya dengan larutan garam atau campuran antara kristal garam dan larutan garam. Pada penggaraman yang sudah maju digunakan alat-alat yang dapat memuaskan larutan garam kedalam daging ikan.
4.
Pengeringan dan Pengepakan Setelah penggaraman selesai dikerjakan, ikan lalu dijemur atau dikeringkan dengan cara mekanis. Pengeringan hanya bertujuan mengurangi hanya sedikit kadar air, supaya produk ikan asin tidak Nampak berair. Jadi pengeringan tidak sampai ikan asinnya benar-benar menjadi kering, lalu di pack dan dapat dijual kepasar-pasar. Menurut Astawan (2008), langkah penggaraman pada ikan asin pada
prinsipnya bersifat menarik air dari jaringan daging ikan sehingga protein daging ikan akan menggumpal dan sel daging pun mengerut. Penggaraman juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk tetap dengan kadar garam tingkat tinggi. Penggaraman merupakan bentuk pengawetan kuno yang masih banyak digunakan
hingga sekarang. Secara umum terdapat dua macam cara yang
digunakan yaitu penggaraman kering dan penggaraman basah. Penggaraman kering dimana garam dihamburkan antara lapisan ikan yang telah diambil isi perutnya dan dibersihkan, proses ini memakan waktu 14-16 hari. Penggaraman
basah dimana ikan yang telah diambil isi perutnya dan dibersihkan diletakkan dalam tong berisi larutan yang terdiri dari garam dan cairan ikan, proses ini memakan waktu kira-kira 20 hari (Moeljanto. 1992).