Esensi Pendidikan Bagikan 22 Mei 2009 jam 11:10 Diunggah melalui Facebook Seluler Perbincangan tentang pendidikan, akhir-akhir ini hanya mengarah di seputar besarnya APBN untuk pendidikan, buku teks, sarana pendidikan yang kurang memadai, Ujian Nasional, gaji guru. Masih terkait di seputar itu, akhir-akhir ini dibicarakan tentang serifikasi guru dan dosen, dan telah disetujuinya oleh DPR UU-BLU dan selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden sebagai UndangUndang RI nomor 9 pada tanggal 16 Januari 2009 yang lalu. Hal yang sesungguhnya lebih esensial terkait dengan persoalan pendidikan, tetapi justru kurang banyak mendapatkan perhatian, adalah tentang hasil atau produk pendidikan dalam pengertian yang lebih dalam. Orang biasanya belum peduli terhadap makna pendidikan yang sesungguhnya itu. Jika pendidikan itu dimaksudkan adalah sebagai upaya melakukan perubahan pada diri seseorang, maka ternyata belum banyak pihak yang mempertanyakan sesungguhnya apa yang sudah berubah pada diri seorang anak tatkala telah menyelesaikan program pendidikan pada jenjang tertentu.
Sudah menjadi kebiasaan, bahwa setelah dinyatakan lulus, para siswa melakukan pesta, dengan cara yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai pendidikan, misalnya dengan melakukan kebut-kebutan di jalan raya, melakukan corat-coret di baju seragam dan lain-lain yang kurang pantas.Keadaan seperti itu, lembaga pendidikan tidak berkuasa mencegahnya. Hal yang bisa dilakukan hanyalah mengurangi terjadinya gejala yang tidak pantas itu. Misalnya, mengirim laporan hasil ujian ke rumah masing-masing siswa. Atau menyerahkannya langsung kepada orang tua. Selain itu meminta bantuan pihak kepolisian untuk mengamankan berbagai kegiatan para siswa yang baru dinyatakan lulus itu yang sekiranya dianggap merugikan. Hingga perlu melibatkan pihak keamanan segala, karena tidak jarang ekspresi kegembiraan para siswa yang baru dinyatakan lulus, membahayakan orang lain. Hal seperti itu sesungguhnya sangat kontradiktif dari makna pendidikan yang susungguhnya. Pendidikan dimaksudkan untuk mengantarkan para siswa memiliki akhlak yang luhur, cerdas, trampil, percaya pada diri sendiri, maka dengan ekspresi kegembiraan yang melebihi batas itu justru menunjukkan bahwa esensi pendidikan menjadi hilang, tidak membekas. Pendidikan seolah-olah hanya mengantarkan para anak didik mendapatkan selembar
ijazah. Padahal ijazah tersebut semestinya dijadikan petunjuk atau simbol bahwa tujuanpendidikan telah selesai. Persoalan lainnya, dapat dilihat dan dirasakan bahwa tatkala para siswa dihadapkan pada kehidupan nyata di tengah-tengah masyarakat, ternyata masih gagap . Mereka setelah lulus, tidak sedikit yang belum mampu beradaptasi dan menjawab persoalan kehidupannyasendiri di tengah masyarakat. Sekalipun sudah lulus perguruan tinggi, sementara mereka masih harus menganggur, kesulitan mencari pekerjaan. Sebagai alternatif yang bisa dipilih, mereka bekerja apa saja yang bisa dilakukan, walaupun sesungguhnya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang diperolehnya. Atau, jika ada jalan mereka ikut pergi ke luar negeri mencari pekerjaan di sana. Dari selintas gambaran itu, seolah-olah masih ada jarak yang sedemikian jauh antara apa yang diprogram di sekolah dengan tuntutan di tengah masyarakat. Di sekolah diajarkan tentang biologi, fisika, kimia, bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan ilmu sosial, tetapi ternyata seolah-olah mata pelajaran tersebut belum ada rerevansinya dengan kehidupan nyata di masyarakat. Para siswa telahdinyatakan lulus ujian, baik ujian sekolah atau ujian nasional. Tetapi, apa yang didapat itu ternyata belum bisa dijadikan bekal hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan kemudian menjadi sebatas agenda atau jadwal kehidupan yang harus dilalui oleh setiap anak bangsa, tetapi masih minus makna atau esensi yang sebenarnya. Pendidikan terasa belum berhasil mengantarkan siswa agar mampu hidup di tengah masyarakat. Akhirnya, pendidikan baru sebatas sebagai pemenuhan kewajiban, dan sebaliknya belum benar-benar berhasil mengantarkan siswa menjalani hidupnya secara mandiri dan bertanggung jawab.Persoalan-persoalan tersebut, rasanya belum mendapatkan perhatian secara cukup oleh mereka yang berwenang dan apalagi masyarakatluas. Pendidikan yang seharusnya mengantarkan peserta didik menjadi warga negara yang baik, berakhlak mulia, berwawasan luas dan memiliki ketrampilan dan seterusnya, ternyata rumusan indah itu belum semua berhasil dicapai. Sayangnya, kegagalan dari aspek yang justru bersifat esensial atau inti pendidikan tersebut belum banyak dirasakan oleh kalangan luas. Pada umumnya orang masih sedemikian percaya dengan ijazah, sekalipun selembar kertas yang dianggap penting itu sesunguhnya belum tentu bermakna apa-apa.Tulisan singkat dan sederhana ini bukan dimaksudkan mengajak agar tidak mempercayai lembaga pendidikan yang sudah ada, melainkaningin mengintakan kembali pada pembaca tentang pesan pendidikan yang sesungguhnya. Tatkala berbicara pendidikan, semestinya
dipahahami secara kritis dan mendalam makna pendidikan yang paling dalam itu, sehingga selanjutnya menjadi kekuatan pendorong terhadap peningkatan kualitas pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan sesungguhnya bukan hanya sebatas kegiatan mempelajari mata pelajaran -----biologi, kimia, fisika, bahasa dan lain-lain, lebih dari itu dimaksudkan adalah untuk memperkaya, menumbuhkan dan bahkan mengubah jiwa, pikiran dan ketrampilan si terdidik. Pendidikan bukan hanya sebatas rangkaian program yang harus dilewati oleh semua warga negara. Tetapi pendidikan memiliki tujuan terkait dengan kehidudupan anak manusia pada masa depannya. Setelah melewati dan mengikuti program yang disebut dengan istilahpendidikan itu, maka yang seharusnya dipertanyakan adalah dampak apa, atau apa sesungguhnyha yang telah berubah pada diri si terdidik setelah mengikuti proses pendidikan, serta apa makna apa yang telah diperolehnya dari serangkaian proses itu untuk kehidupan mereka itu. Pertanyaan seperti ini penting untuk dijawab bersama tatkala kita memikirkan tentang esensi pendidikan yang sesungguhnya. Wallahu a’lam.