Beban Menjadi Seorang Pemimpin Bagikan 11 Mei 2009 jam 12:03 Diunggah melalui Facebook Seluler Seringkali saya mendapatkan pertanyaan, khususnya dari kalangan mahasiswa tentang bagaimana agar pemimpin itu sukses. Saya menjawabnya sederhana, bahwa agar pemimpin itu berhasil, maka jadilah pemimpin yang mau berjuang. Pemimpin di bidang apa saja, tidak akan pernah berhasil jika tidak mau menempatkan dirinya sebagai pejuang. Pemimpin yang hanya berharap mendapatkan kehormatan, fasilitas dan apalagi prestise, maka tidak akan mendapatkan apa-apa dari kepemimpinannya itu. Pejuang harus tahu apa sesungguhnya yang akan diperjuangkan. Orang biasanya mengatakan ia akan berjuang untuk rakyat. Kalimat itu sepertinya jelas, sebab memang rakyat lah yang selama ini ingin diperjuangkan. Tetapi sesungguhnya, kepentingan rakyat sepertiapa yang akan diperjuangkan itu. Wilayah kepentingan rakyat saat ini sedemikian luas. Rakyat membutuhkan berbagai jenis pelayanan dari para pemimpinnya. Lebih dari 30 juta bangsa saat ini sedang membutuhkan lapangan pekerjaan. Rakyat juga sedang mendambakan pendidikan murah tetapiberkualitas. Dan syukur kalau bisa gratis. Selain itu rakyat juga menghendaki agar jalan-jalan yang rusak segera diperbaiki, harga sembako murah, mencari gas atau minyak tidak sulit. Rakyat juga berharap mendapatkan layanan birokrasi pemerintahan secara cepat dan tidak berbelit-belit.Rakyat juga membutuhkan layanan kesehatan yang baik. Di masing-masing kecamatan terdapat layanan kesehatan oleh dokter yang berpengalaman dan berkualitas. Rakyat membutuhkan obat-obatan murah, atau setidak-tidaknya terjangkau. Selain itu, jika misalnya layanan itu digratiskan juga jangan sampai menganggu harkat dan martabat dirinya. Misalnya, pelayanan gratis tetapi dilayani oleh perawat yang tidak memperhatikan harga diri pasien, ------alasan gratis itu, rakyat juga tidak mau menerimanya.
Semua itu di antaranya adalah hal yang ditunggu oleh rakyat. Pemimpin yang berhasil adalah mereka yang mampu memenuhi berbagai tuntutan itu. Sehingga, sesungguhnya menjadi pemimpin tidak mudah. Rakyat yang telah memilih atas dasar keyakinan mereka, bahwa sang calon pemimpin bisa menyelesaikan segala tuntutan itu, mereka mengharap kesanggupan itu benar-benar berhasil diwujutkan. Lebih dari sekedar memenuhi tuntutan yang bersifat material itu, pemimpin sesungguhnya juga dituntut agar mampu menjadi tauladan------uswah hasanah, sebagai sumber inspirasi, cita-cita, ide, semangat, motivasi, maupun kekuatan penggerak lainnya. Selain itu pemimpin juga harus mampu melakukan peran-peran manajerial, yaitu misalnya menempatkan orang tepat pada tempatnya, menjadikan bawahan mampu, menghilangkan berbagai rintangan dalam menjalankan tugas, memfasilitasi agar semua pekerjaan dapat dijalankan dengan maksimal. Pemimpin juga harus bisa menunjukkan arah, memilih alternative yang tepat, ----efektif dan efisien. Pemimpin agar berhasil juga harus mampu membangun kepercayaan dari bawahannya, serta membuat mereka dengan senang hati dan ikhlas menjalankan tugas-tugasnyadengan baik. Pemimpin juga semestinya menjadikan para bawahannya berlaku jujur dan tidak menyimpang serta mencegah dari hal yang berakibat merugikan orang lain. Oleh karena itu, maka pemimpin tidak akan sukses jika tidak mau berjuang. Sedangkan berjuang harus diikuti oleh kesediaan berkorban. Orang mengasku sebagai pejuang, tetapi tidak mau berkorban, maka sesungguhnya yang bersanhgkutan bukan pejuang yang sebenarnya. Ia lebih tepat disebut sebagai makelar atau calo saja. Mengingat betapa beratnya tugas para pemimpin itu, maka bangsa ini seharusnya bersyukur. Ternyata masih banyak di antara warga bangsa, yang mau menjadi pemimpin yang tugas dan resikonya amat berat itu. Kita bisa membayangkan, alangkah repotnya kelak bangsaini, jika misalnya Tuhan mencabut nafsu memimpin dari seluruh warga bangsa ini. Saat sekarang, bangsa Indonesia patut bersyukur, masih banyak orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin, baik di lingkungan eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Pemimpin pada saat ini, selain tanggung jawab dan bebannya begitu berat masih ditambah lagi dengan berbagai resiko yang harus dihadapi. Padahal untuk menghindarinya tidak mudah. Apalagi proses rekruitmen menjadi pemimpin berjalan seperti sekarang ini, sangat mahal. Tidak pernah ada rasanya, seseorang naik menjadi pemimpin, apalagi pemimpin politik tanpa biaya, alias gratis. Saya pernah mendengar dari orang yang saya anggap layak dipercaya, untuk mencalonkan sebagai kepala daerah tingkat II saja, harus mengeluarkan uang tidak kurang dari 10 milyard. Apalagi un tuk menjadi gubernur, atau yang lebih besar lagi. Selanjutnya, sesungguhnya wajar jika pemimpin itu berharap agar dana besar yang telah dikeluarkan tersebut, bisa kembali. Logikasehat akan selalu mengatakan, bahwa siapa yang mau jadi pemimpin harus bekerja keras, sementara masih harus berkorban material sedemikian besar. Rasanya tidak adil. Oleh karenanya, biaya besar menjadi pemimpin itu suatu saat harus kembali. Padahal, jika melihat daftar imbalan pejabat politik, ternyata juga tidak seberapa. Jika dikalkulasi selama satu masa periode, rasanya tidak cukup untuk nutup sejumlah uang yang telah dikeluarkan. Satu-satunya cara yang paling mungkin untuk menutupnya ialah mencari peluang selainnya itu. Pintu mana yang harus dilalui, tentu jawabnya tidak boleh sembarang orang mengetahuinya.Pintu untuk mendapatkan pengembalian dana yang tidak boleh diketahui itulah yang seringkali kemudian menjadi sebab pejabat tersebut ditangkap, diadili dan akhirnya dimasukkan ke penjara. Jika itu benar-benar terjadi, maka habislah karier pemimpin politik itu. Hartanya akan habis, keluarganya kalut dan juga harga dirinya jatuh menjadi serendah-rendahnya. Mereka akan diberi identitassebagai mantan koruptor dan tidak mudah masyarakat memahaminya. Itulah saya katakana, pemimpin polotik di saat sekarang memang benar-benar berat dari berbagai aspeknya. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa, masih saja ada orangorang yang mau menjadi pemimpin, di saat berdemokrasi ternyata berbiaya dan beresiko yang sedemikian besar itu. Jawabnya gampang. Pertama, bisa jadi memang karena orang tersebut memiliki syahwat kekuasaan yang terlalu tinggi. Mereka berpikir bahwa dengan kekuasaan itu maka segalanya, seperti kewibawaan, ketenaran, prestisedan bahkan juga fasilitas lainnya berhasil didapat. Mereka
percaya dengan kekuasaan oitu akan diperoleh kenikmatan yang seimbang dengan biaya yang telah dikeluarkannya.Kedua, karena memang panggilan jiwa. Ada saja orang yang merasa terpanggil untuk mengabdikan diri pada masyarakat. Sedangkan menurut mereka bahwa pintu yang bisa dilalui adalah jabatan atau kekuasaan itu. Orang yang berpandangan seperti ini akan berpikir, bahwa jangankan harta, jika perlu jiwa pun diberikan guna meraih cita-cita membangun masyarakat. Gambaran seperti itu terasa aneh. Tetapi sesungguhnya, telah banyak kita mendapat bukti betapa banyak para pejuang terdadulu, mereka bersedia mengorbankan apa saja yang dimiliki demi kemerdekaan bangsa ini. Sekalipun memang ada saja, di tengah-tengah orang bersemangat berjuang dan berkorban, masih ada sementara lainnya yang mencari untung untuk kepentingan dirinya sendiri. Ketiga, kemungkinan lainnya seseorang bersemangat menjadi pemimpin, karena didorong oleh banyak orang. Dorongan masyarakat yang sedemikian kuat, menjadikan jiwanya terpanggil untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin.Akhirnya, apapun jalan yang dilalui hingga seseorang meraih posisi penting, yakni menjadi pemimpin, ia akan berhasil jika semua tugas-tugasnya itu dijalankan dengan sepenuh hati. Sejak mengawali amanah, ia telah berusaha membangun dirinya sendiri untuk mencintai siapapun yang dipimpinnya. Berbekalkan cinta itulah maka, akan muncul pada dirinya semangat berkorban, integritas yang tinggi, serta ketulusan dalam memimpin. Jika hal ini berhasil dibangun, insya Allah kepemimpinannya akan menuai hasil. Wallahu a’lam.