Diagnosis Hepatitis D Dan E.docx

  • Uploaded by: Agung Yashinta
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Diagnosis Hepatitis D Dan E.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 642
  • Pages: 3
1.

Diagnosis Hepatitis D Untuk memastikan diagnosis hepatitis D pada penderita, dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Antibodi Jika ditemukan antibodi anti-hepatitis D (IgM dan IgG anti-HDV), maka pasien positif menderita hepatitis D. Selain antibody, dapat diperiksa banyaknya virus dalam darah (viral load) untuk hepatitis D yaitu HDV RNA. Namun pemeriksaan ini masih jarang tersedia. Perlu diingat bahwa infeksi HDV hanya bisa terjadi bersamaan atau setelah terjadinya infeksi HBV. Oleh karena itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi hepatitis B pada pasien. 2. Pemeriksaan Fungsi Hati Tes ini bertujuan untuk memeriksa kondisi oorgan hati melalui sampel darah. Dari hasil tes, dapat diketahuiapakahhati mengalami gangguan atau kerusakan berdasarkan parameter-parameter yang diperiksa pada sampel darah, antara lain adalah: 1) Kadar protein dalam darah (albumin). 2) Kadar enzim hati (SGOT dan SGPT). 3) Kadar bilirubin. 4) Status pembekuan darah (Trombosit dan INR), mengingat hati memroduksi protein yang penting dalam pembekuan darah. 3. USG, CT scan atau Ketiga metode pemindaian ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kanker hati yang merupakan komplikasi dari hepatitis D.

Terapi Hepatitis D Sampai saat ini belum ada pengobatan yang memuaskan untuk hepatitis D. Diagnosis dini sangat penting untuk mencegah kerusakan hati. Interferonalpha adalah satu-satunya obat yang menunjukkan efek terapi pada penyakit ini. Pengobatan menggunakan interferon pada pasien dilakukan dengan penyuntikkan setiap minggu dan dapat berlangsung selama 12-18 bulan.

Meskipun demikian, terkadang setelah pengobatan interferon selesai dijalani, pasien masih dapat memberikan hasil positif pada pengetesan virus HDV. Pendekatan akhir untuk menghilangkan hepatitis D adalah menghilangkan hepatitis B. Jika hepatitis B masih positif, Hepatitis D masih infeksius. Pengobatan hepatitis D terfokus pada observasi terhadap pemeriksaan fungsi hati. Khusus bagi penderita hepatitis D yang sudah mengalami kerusakan hati akibat sirosis ataupun fibrosis, dapat menjalani operasi cangkok hati. Operasi ini dilakukan dengan mengangkat hati pasien yang sudah rusak dan menggantinya dengan hati yang masih sehat yang diperoleh dari donor. Pasien harus selalu rutin menjalani program kontrol yang dijadwalkan oleh dokter. Program kontrol yang dianjurkan adalah paling tidak setiap 6 bulan untuk memantau perkembangan infeksi hepatitis D dan juga hepatitis B kronis.

2.

Diagnosis Hepatitis E Diagnosis hepatitis E dapat dilakukan dengan tes darah. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus hepatitis dalam tubuh, dan apakah ada antibodi dalam tubuh. Tes darah bisa membantu dokter memulai pengobatan atau menganjurkan perubahan gaya hidup yang bisa memperlambat proses kerusakan hati. Pengobatan hepatitis E bertujuan untuk menyingkirkan virus dari tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh cukup kuat, pengidap hepatitis E mungkin tidak membutuhkan obat-obatan. Jika pasien positif mengidap hepatitis E, dokter akan menyarankan untuk : 1) Beristirahat di rumah sampai energi kembali. 2) Minum banyak cairan untuk menghindari dehidrasi. Pilihlah cairan tinggi kalori seperti jus buah dan sup kaldu. 3) Menerapkan pola makan yang sehat. 4) Jangan minum alkohol atau menggunakan narkoba.

Terapi Hepatitis E Untuk langkah pertama mengobati hepatitis E, dokter biasanya menggunakan terapi imunosupresi. Hasilnya, viral load (jumlah virus dalam darah) HEV dapat berkurang hingga 30 persen pada pasien. Bagi pasien yang terapi imunosupresinya tidak dapat dikurangi dan bagi mereka yang virusnya tidak berkurang setelah menggunakan imunosupresi, dianjurkan untuk menggunakan terapi antivirus. Monoterapi ribavirin (600 - 1000 miligram per hari) untuk minimal tiga bulan akan diresepkan sebagai pilihan pertama. Pada kasus tertentu, hepatitis E juga dapat diobati dengan prosedur transplantasi hati. Penanganan ini biasanya dilakukan jika hepatitis E sudah masuk ke tahap kronis. Pasien yang terinfeksi HEV kronis dan yang telah menjalani transplantasi hati biasanya akan dianjurkan terapi interferon alfaa pegilasi selama 3 - 12 bulan. Namun, pengobatan ini bisa memicu efek samping yang signifikan dan penolakan organ pada penerima transplan, terutama cangkok jantung atau ginjal. Jika klien memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah atau sedang hamil, periksakan diri segera ke dokter. Sebab, mungkin saja klien membutuhkan penanganan yang lebih serius di rumah sakit.

Daftar Pustaka Akbar H. N. 2007. Hepatitis : Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. 1 st ed. Jakarta: Jayabadi pp. 201-4.

Related Documents

Hepatitis
November 2019 59
Hepatitis
April 2020 38
Hepatitis
June 2020 23
Hepatitis
June 2020 19

More Documents from "migdoel"