Circumstance

  • Uploaded by: sabil
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Circumstance as PDF for free.

More details

  • Words: 704
  • Pages: 2
Circumstance Oleh

: Roni Basa

Lembang, 5 Muharram 1430 H

Belum habis penasaran dengan berjejalnya poster dan baligho calon anggota legislatif yang berebut tempat dengan iklan produk obat pencahar di setiap ruang kosong aktifitas publik, saya dikejutkan dengan sekelompok pelajar-demonstran. Dibawah matahari pagi, berjalan dalam lingkaran tali pembatas, mengusung poster bertema penolakan, bergerak relatif cepat menyusur jalanan lengang, teriakan dari seseorang yang menyandang pengeras suara berulang kali memecah keheningan, satu teriakan penyemangat yang disambut puluhan teriakan lainnya. Teriakan anti perang dan bentuk kekerasan lainnya yang terjadi ratusan mil jaraknya dari tempat mereka berteriak. Visualy, they are demonstran. Saya tidak terlalu faham apa yang menggerakan mereka turun ke jalan, apakah mereka benar-benar memiliki relasi dengan apa yang mereka tentangkan, apakah mereka hanya sekelompok manusia muda yang berkehendak untuk ‘berteriak’ di bawah bendera kelompoknya. *** Tiga hari sebelumnya, saya berkesempatan mewawancara puluhan pekerja sosial untuk memastikan memiliki komitmen melanjutkan pendampingan masyarakat. Prosedur mewajibkan saya untuk menanyakan kesiapannya melanjutkan pekerjaan, meskipun itu artinya, mereka akan benar-benar menjadi pekerja sosial tanpa insentif dana kesejahteraan dan operasional beberapa bulan kedepan.Variatif memang reaksinya. Umumnya, tidak mempermasalahkan keterbatasan dana insentif kesejahteraan untuk pribadi dan atau dana insentif untuk operasionalisasi pekerjaan pendampingan. Sebab, berdasarkan pengalaman yang mereka utarakan, dana insentif kesejahteraan dan operasionalisasi tetap akan diberikan menjelang akhir pekerjaan. Saya tidak berani menduga, apa yang mendasari sikap kerelawanan itu. Apakah hal itu juga yang menggerakan mereka tetap melakukan pendampingan masyarakat, mempertaruhkan kesejahteraan keluarga, anak dan suami atau isteri. Apa masyarakat yang mereka dampingi selama ini merepresentasikan pula kondisi keterasingan warga terhadap negara yang mereka alami. Apakah mereka hanya ingin bercitra moralis. *** Pada “perlawanan dalam kepatuhan”, Ariel Heryanto sampai di sebuah pernyataan “Orang hidup dengan tidak hanya dari dan dengan benda-benda, betapapun pentingnya bendabenda itu seperti makanan, minuman, pondok atau orang-orang lain. Orang juga hidup dari makna-makna berbagai benda, kegiatan, dan hubungan dirinya dengan semua itu. Orang senantiasa diliputi kesadaran, pikiran, perasaan, pandangan, khayalan, kenangan, selera dan nilai-nilai pada saat berhubungan dengan dunia disekitarnya. Semua ini memakai segala sesuatu disekitar kita”. Saya tidak bergeming untuk beberapa jam saat menuliskan ini semua. Terdera rupanya seluruh kesadaran akan nilai dan makna, sesuatu dalam kehidupan yang belum memungkinkan untuk dijamah jemari dan dipeluk kehangatan raga. Relasi realitas, nilai, makna, fikiran, tindakan dan refleksi atas dunia sekitar tidak melulu bergerak sebidang dan berbanding lurus prosesnya.

cakra bagaskara manjer kawuryan

Realitas, memproduksi biliunan kondisi yang akan selalu dicermati indera. Nilai, makna akan membahasnya dalam ruang-ruang fikiran bersama nurani. Setelahnya, tindakan akan merefleksikan secara utuh kesemuanya, namun lagi-lagi, tindakan akan terjebak menjadi bagian dari definisi realitas mikro, bentuk realitas bersifat personal. Kemunculan refleksi akhirnya hadir untuk menstimulasikan kembali indera untuk mencermati realitas. Begitu dan begitu terus realitas lahir dan terlahirkan kembali tanpa akhir. Calon-calon legislatif berperang poster dan baligho di jalanan. Tidak perduli poster dan balighonya menutupi rambu-rambu jalan dan iklan layanan masyarakat. Tidak terlalu menganggap perlu sejauh mana ekspansi identitasnya justru menunjukan sebagian besar dari mereka belum mengakar dalam entitas masyarakat warga pemilih. Sebuah fenomena baru dalam khasanah antropologis, krisis eksistensi yang dialami oleh kelompokkelompok ‘populis’, terlepas dari keberadaanya dalam kamus kehidupan politik praktis. Saat poster dan baligho-nya berhimpit rapat dengan iklan produk obat pencahar, saya membayangkan konsumen politik dan konsumen produk kesehatan akan mengalami hal yang serupa, kesulitan –maaf- ‘buang air besar’ lantas menjatuhkan pilihan untuk mengakhiri penderitaannya dengan mengkonsumsi kedua produk tersebut. Mengenai pelajar-demonstran dan fasilitator pemberdayaan, saya kira, realitas peperangan dan realitas masyarakat tidak dapat ditunjuk sebagai realitas yang merepresentasikan kehidupan personal masing-masing diri. Jika memang bukan itu semua yang menjadikan pelajar-demonstran dan fasilitator tetap turun ke jalan dan melakukan proses pendampingan, lalu apa motifnya. At least, ”Action, the only activity wich corresponds to the unnaturalness of human existence, wich is not imbedded in, and whose mortality is not compesated by, the species’ ever-recurring life cycle. Work provides an “artificial” world of things, distintcly different from all natural sorroundings. Within its borders each individual life is housed, while this world iteself is meant is meant to outlast and transcend them all. The human condition of work is worldliness. Saya kira, seperti yang saya yakini saat ini, realitas, tertilai dan termakna oleh fikiran dan nurani tidak selalu sepadan dengan sikap dan tingkat refleksi selanjutnya. Kesemuanya, circumstance sejatinya. Memang seperti itu adanya.

cakra bagaskara manjer kawuryan

Related Documents


More Documents from "David Everitt-Carlson"

Hamukti Wiwaha
December 2019 35
Simulakra
December 2019 32
Zero Deforestation
December 2019 41
Manifesto Vagy
December 2019 29
Syair Mahabbah
December 2019 39