Cerpen_lika-liku Jalan Pulang2.docx

  • Uploaded by: niluh
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cerpen_lika-liku Jalan Pulang2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,104
  • Pages: 8
Lika-Liku Jalan Pulang Panas terik sinar matahari menerpa kulit hingga terasa begitu membakar kulit. Di sini lah kami berkumpul dan berbaris di tengah lapangan ditemani fatamorgana akibat dari lapangan yang berlapis semen namun dibeberapa bagiannya sudah terlihat retak dan catnya pun juga mulai pudar. Sekilas aku melirik jam tangan yang aku kenakan dipergelangan tangan kiriku, jarum pendeknya menunjuk angka 1 dan jarum panjangnya menunjuk angka 5. Ya, sudah 5 menit kami berdiri di sini. Kami adalah siswa SMA yang saat ini tengah kehausan ditengah lapangan ini. Bukan hanya haus biasa itu, kami sebagai siswa SMA pun juga merasa haus akan datangnya hari libur, hari yang kami nanti-nanti, hari yang ibarat sebuah hadiah mewah bagi kami. Oh... Betapa kami mengharapkannya. Dari tempatku berbaris, sekitar arah jam 5 dari tiang bendera dengan posisiku berada paling depan dibarisan, aku melihat sosok yang begitu terkenal dikalangan siswa dan siswi kelas 12, beliau adalah pak Hamid, guru Fisika kami. Kenapa aku mengatakan beliau begitu terkenal? Alasannya karena beliau telah sukses menyebarkan kesan pertama yang membekas bagi seluruh siswa kelas 12. Beliau mulai berjalan maju ke depan menuju "Podium" di tiang bendera dari teras depan kantor guru, langkah beliau perlahan namun pasti, hingga akhirnya beliau sampai di tiang bendera sambil memegang mic dan mengetuk-ngetuk kepala mic tersebut menggunakan jari telunjuknya sebanyak tiga kali untuk menguji apakah mic tersebut berfungsi atau tidak. "Selamat siang, di sini saya tidak akan berlama-lama karena saya juga merasakan apa yang kalian rasakan, jadi langsung saja saya akan sampaikan apa yang harus saya sampaikan," kata beliau, kemudian jeda sesaat dan dilanjutkan lagi "Namun sebelum itu saya akan mengevaluasi dahulu hasil ujian semester ganjil kalian ini, terutama bagi kelas 12, waktu kalian di sekolah ini sudah tidak lama lagi, jadi berusahalah untuk memberikan yang terbaik bagi diri kalian sendiri dan juga sekolah ini, lebih giat lagi belajar, disemester berikutnya jangan lagi sampai terjadi remedial satu angkatan untuk Fisika, itu benar-benar memalukan," kemudian jeda lagi sesaat, tanpa sadar mulutku berucap dengan suara yang sangat kecil bahkan seperti bergumam "Tadi dia mengatakan tidak akan berlama-lama, tapi apa yang dia sampaikan sangatlah lama," dan beliau melanjutkan lagi "Dan untuk porseni yang kalian lakukan sudah berjalan dengan baik menurut saya, sudah cukup meriah dan cukup menghibur diri kalian sendiri tentunya. Dan untuk rapor kalian nanti akan dibagikan setelah kalian sekolah lagi disemester berikutnya. Oke kembali ke topik utama kita, saya

yakin kalian sudah tidak sabar. Saya yakin sebagian besar dari kalian sudah menebak-nebak tanggal libur ini, jadi saya resmikan saja kalau kalian akan libur mulai dari besok hari Minggu tanggal 26 Juni 2016 sampai dengan tanggal 3 Juli 2016. Jadi, kalian mulai masuk sekolah lagi tanggal 4 Juli.". Seketika suasana lapangan yang tadinya nampak begitu kehilangan kehidupannya mendadak menjadi riuh dengan teriakan siswa-siswi yang berdiri di atasnya. "Apa ada yang ingin kalian tanyakan?" Tanya beliau. Karena sudah tidak sabar ingin pulang serempak kami semua menjawab "TIDAK PAK". "Baiklah kalau begitu, sekian saja yang saya sampaikan, selamat berlibur dan sampai jumpa lagi. Selamat siang" itulah katakata penutup dari beliau pada siang hari yang panas namun membahagiakan itu. Tidak perlu berlama-lama untuk tetap tinggal di sekolah untuk bercerita dan berkumpul dengan teman-teman, sebab aku sebagai anak rantau yang selalu merindukan rumah dan juga isinya harus segera kembali ke kost dan segera berangkat ke kampung halaman. Sekedar informasi, lama perjalanan yang perlu aku tempuh untuk pulang ke rumah ialah sekitar 2-3 jam, jadi tidak perlu berpikir dan menunda lagi, aku harus segera pulang. Sesampainya di kost, aku segera mandi. Packing? Aku sudah menyiapkannya sejak tadi malam. Setelah selesai mandi dan membersikan kost-an sebelum ku tinggal, aku menengok keluar dari jendela kamar, langit di atasku ini nampak mendung, namun dibagian pegunungan sana masih cerah. Aku harus segera bergegas sebelum hujan turun. Aku menekan tombol home hp ku untuk melihat jam, dan saat itu adalah jam 15.47, oke jam 16.00 aku sudah harus benar-benar berangkat, segera aku mengenakan jaket abu-abu tebal andalanku agar tidak kedinginan selama perjalanan di gunung nanti, ku kenakan sarung tangan, masker, kaus kaki, dan terakhir sepatu. Oke aku sudah siap, saatnya menaruh tas dimotor dan mengunci semua pintu. Tepat jam 16.00 aku menghidupkan motor Mio J biru kesayanganku dan segera berangkat. Selama perjalanan hatiku was-was jika hujan mendadak turun, dari spion aku melihat bahwa langit di belakangku mulai semakin gelap, namun langit di depanku masih tampak cerah. Ku tambah lagi kecepatan motorku dengan harapan langit mendung di belakang tidak dapat mengejarku. Setelah sekitar 30 menit perjalanan dari kost aku saat ini berada di sebuah desa yang mana setelah desa ini adalah perjalanan yang berat karena aku harus mengendarai motorku di daerah pegunungan yang jalannya begitu berliku-liku dan di sebelah kiriku adalah jurang yang dalam. Butuh waktu sekitar satu jam untuk melewati gunung ini.

Setelah sekitar 45 menit perjalanan aku melalui jalan yang terdapat banyak kerikil, saat melewati jalan itu motorku sempat hampir jatuh karena kehilangan keseimbangan, tapi untung saja aku bisa mempertahankan posisinya, namun saat itu aku seperti mendengar seperti suara hembusan ban bocor, namun tak ku pedulikan. Ku lanjutkan perjalanan dengan harapan agar aku sampai di rumah sebelum hujan turun, sebab dari ketinggian ini aku melihat mulai ada awan mendung di bawah sana. Ku kendarai motorku dengan kecepatan sedang karena takut tergelincir saat menikung, namun setiap akan menikung bagian belakang motorku bergoyang seperti tergelincir, akhirnya aku pelankan laju motorku. Saat sudah mulai penurunan, aku mulai merasakan bagian belakang motorku terus bergoyang, karena penasaran akhirnya aku berhenti dan turun dari motor untuk melihat keadaan motorku ini. Saat aku melihat ban belakang, ternyata ban belakangku bocor. "Oh tidak, bannya bocor, dimana aku mencari bengkel ditengah gunung ini? Dan disini tidak ada signal hp, bagaimana aku menghubungi Bapak dan Ibu di rumah? Belum lagi disini sepi, tidak ada orang lewat. Ah sial." cakap ku sendiri sebagai wujud sedikit kekesalan ku akan kesialan ku kali ini. Tapi disamping kekesalan itu, aku sedikit bersyukur sebab saat ini aku sudah berada pada perjalanan yang merupakan penurunan gunung, itu berarti tidak lama lagi aku akan melihat sebuah desa yang pastinya ada bengkel di desa itu. Sekarang yang harus aku lakukan ialah mengendarai motor dengan sangat pelan sebab ban belakang motor ku ini benar-benar mulai kehabisan gas sehingga jika dikendarai akan selalu bergoyang. Benar saja, setelah 20 menit, aku mulai melihat ada rumah warga dan jurang disebelah kiriku sudah mulai datar, itu menandakan bahwa perjalananku melewati gunung ini akan segera selesai, oh leganya. Tapi, saat aku benar-benar sudah keluar dari jalan yang berliku-liku itu, titik-titik air hujan mulai menerpa kaca helm yang ku kenakan, aku melihat langit sekitar, ternyata semuanya gelap, oh tidak. "Duh mau hujan, harus cepat-cepat cari bengkel dan sekalian berteduh," kataku berbicara sendiri. Bengkel pertama yang aku temui tutup, "ah pasti ini karena mendung dan sudah mau adzan maghrib makanya sudah tutup, semoga masih ada yang buka," cakapku sendiri penuh harap. Jarak sekitar 500 meter dari bengkel pertama yang ku lihat tadi, aku menemukan bengkel berikutnya dan kabar baiknya adalah bengkel itu masih buka, oh senangnya. Segera aku arahkan motorku untuk memasuki bengkel itu dan tepat ketika aku masuk, butir hujan yang tadinya rintik-rintik mendadak turun dengan begitu lebatnya dan dengan bulir air hujan yang lebih besar. Suara hujan yang menerpa atap seng bengkel tersebut berbunyi bagaikan diterpa hujan batu. Aku sangat bersyukur di balik kesialan ku tadi, Tuhan masih memberikanku tempat untuk berlindung.

Sambil menunggu ban motorku ditambal, pemilik bengkel tersebut berkata "Untung pas Mbak sampai disini baru turun hujan lebat, kalau tidak, Mbak bisa basah kuyup," cakap pemilik bengkel sambil menyalakan api pada alat penambal ban. "Iya Mas, untung banget, tadi ban motor saya bocor mulai dari pertengahan gunung, untung masih bisa dikendarai", balasku. "Mbak saya mau permisi kedalam dulu, mau sholat, tadi adzan maghrib udah bunyi soalnya," izin pemilik bengkel tersebut. "Oh iya Mas, silahkan, saya numpang berteduh disini ya mas, itu motor saya juga belum selesai ditambal kan bannya hehe". "Iya silahkan aja Mbak, iya itu juga motornya belum selesai kok, tunggu saja disini mbak sampai hujannya reda lalu sebentar lanjutkan perjalanan lagi," balas pemilik bengkel tersebut. "Terimakasih banyak Mas" ucapku. Sambil menunggu aku merenungkan kalau seandainya tadi ban motorku tidak bocor dan tidak hujan, pasti aku sudah berada di rumah sekarang. Hari ini adalah hari yang cukup berat dan tak terduga akan apa yang aku alami. Aku ingin menelpon Ibuku, tapi aku takut dia akan khawatir dan aku pun sejak awal memang tidak memberitahu kalau aku akan pulang karena aku ingin memberi sebuah kejutan, akhirnya aku urungkan niatku itu. Kurang lebih 10 menit kemudian, pemilik bengkel keluar dari dalam rumahnya dan melanjutkan pekerjaannya untuk menambal ban motorku. saat ban motorku selesai ditambal, butir-butir air hujan masih saja jatuh ke bumi, namun sudah tidak sederas tadi, sudah mulai menjadi rintik-rintik kembali. Karena langit diarah aku akan menuju rumah masih gelap karena awan mendung dan juga ditambah karena hari sudah petang, aku memutuskan untuk menerobos hujan saja sebelum hari makin gelap. Untung saja aku selalu menyediakan jas hujan dibagasi motorku dan juga selalu menyediakan plastik ukuran besar untuk membungkus tas ku agar tidak basah. Diriku dan tasku sudah terbungkus oleh jas hujan dan plastik, saatnya melanjutkan perjalanan. Karena suasananya hujan dan petang jadi aku mengendarai motor dengan pelan-pelan, jadi perkiraanku satu jam lagi barulah aku akan sampai di rumah, semoga tidak ada hambatan lagi. Baru 15 menit aku melanjutkan perjalanan, hujan mulai turun lagi dengan deras seperti tadi hingga jarak pandang ku ke jalan tidak lagi jelas, oh tidak hambatan baru datang lagi. Sambil mengendarai dengan begitu pelan, aku berfikir, rumah siapakah yang bisa ku jadikan persinggahan? Sebab tak mungkin jika aku melanjutkan perjalanan ini, terlalu beresiko dan juga hari mulai malam. Setelah mengingat rumah siapa saja yang mungkin akan ku lewati, aku teringat akan rumah sanak keluarga jauhku, aku biasa memanggilnya Menik.

Beliau adalah orang yang sangat ramah dan juga penyayang, aku teringat ketika aku kecil dulu sering berkunjung ke rumah Menik ini. Saat sampai di depan rumah Menik, aku menghentikan motorku untuk melihat apakah Menik ada di rumah atau tidak, dari pinggir jalan tempatku berhenti, masih dengan hujan yang sangat deras aku melihat bahwa lampu rumah Menik menyala dan juga ada motor Supra Fit yang terparkir di teras rumahnya, itu tanda bahwa Menik dan suaminya ada di rumah. Tanpa pikir panjang lagi, segera ku arahkan motorku ke halaman rumah Menik dan aku parkirkan motorku di depan teras rumahnya tepat di bawah pohon mangga yang tumbuh agak di pinggir teras tersebut. Setelah turun dari motor, aku berdiri tepat di depan pintunya masih lengkap mengenakan jas hujan, helm dikepala, dan masker yang menutupi hidung serta mulutku, aku ketuk pintu rumah itu sambil mengucap salam dan memanggil "Om Swastiastu, Menik... Menik..." Setelah mengetuk-ngetuk, tak lama kemudian daun pintunya bergerak dan pintu itu pun terbuka serta menampakkan wajah seorang wanita yang masih awet muda menurutku walaupun umurnya sudah menginjak angka 50 tahun-an. Terlihat raut wajah heran dan matanya menyipit menimbulkan sedikit lipatan muncul didahinya seperti sedang menebak-nebak siapakah orang yang sedang berdiri dihadapanku ini?. Wajar saja beliau sulit untuk mengenaliku karena cahaya lampu terasnya adalah cahaya kuning ditambah lagi suasana gelap akibat hujan dan hari yang sudah malam dan ditambah lagi penampilanku yang seperti orang asing yang tubuh dan wajahnya tertutup sehingga sangat sulit untuk dikenali. Akhirnya aku lepaskan helm dan maskerku, setelah itu aku perhatikan raut wajah Menik yang tadinya bingung sekarang berubah menjadi kaget. Beliau kaget karena itu adalah aku, seorang gadis datang di malam hari saat suasana hujan deras tentu membuat beliau kaget. "Ya ampun Nika, kenapa datang saat malam dan hujan begini? Atau kamu baru saja dari Palu dan mau pulang ke Rumah ya? Ya ampun sampai hujan-hujanan begini. Sini-sini masuk ganti baju kamu, nanti masuk angin kalau kamu pakai baju basah itu." Kata beliau setelah menyadari bahwa orang yang berdiri di depan pintu terasnya adalah aku. "Iya Menik, saya tadi sore berangkat dari Palu mau pulang ke rumah, tapi malah ketemu hujan dan tadi juga ban motornya bocor, makanya jadinya kemalaman begini." Ucapku membalas perkataan Menik tadi. Setelah diizinkan untuk masuk, pertama aku melepaskan jas hujanku kemudian kuletakkan dilantai terasnya dan kemudian ku letakkan juga helm yang aku pegang tadi di atas jas hujan itu, kemudian aku melepas sepatu dan kaos kaki serta sarung tangan yang semuanya basah akibat air hujan.

Saat memasuki rumah Menik, suasana hangat langsung kurasakan di kulitku, begitu nyaman suasananya, tidak seperti di luar tadi yang begitu gelap, dingin dan sepi. Aku diarahkan menuju kamar mandi untuk membasuh diri dan mengganti pakaian, untung saja semua pakaian dalam tasku masih aman, tidak basah. Setelah mengganti pakaian, Menik langsung mengajakku ke meja makan. Di meja makan ternyata ada suami Menik yang baru saja menyelesaikan makan malamnya, aku biasa memanggil suami Menik dengan panggilan Pak Nik. Aku pun menghampiri beliau dan menyalami tangan beliau, ternyata wajah beliau pun juga menunjukkan ekspresi kaget. "Eh Nika kok bisa ada disini malam-malam dan juga lagi hujan di luar, kapan sampainya?" Tanya Pak Nik padaku. "Iya Pak Nik, maaf nih saya datang tiba-tiba dan malam-malam dengan suasana hujan begini, soalnya saya sudah kehujanan sejak perjalanan penurunan gunung tadi, dan saat sampai disini hujannya jadi lebat, jadi saya putuskan untuk singgah disini." Jawabku pada Pak Nik. "Oh begitu, iya tidak apa-apa, malah lebih bagus kalau kamu mau singgah, daripada kamu lanjut buat menerobos hujannya nanti malah berbahaya. Untuk malam ini kamu nginap saja disini. Besok pagi saja kamu lanjutkan perjalananmu, kelihatannya hujannya masih lama kalau kamu mau tunggu redanya." Ucap Pak Nik padaku sambil menoleh pada Menik seperti meminta persetujuan dan Menik pun mengangguk kearahku. Untuk menanggapi tawaran itu, aku pun tersenyum lebar sambil berkata "Wah terimakasih banyak Pak Nik, Menik sudah izinkan saya menginap disini." Ucapku sambil menyatukan kedua telak tanganku. "Ya udah sekarang kamu makan dulu ya, habis itu kamu biasa tidur di kamar kak Donik, kebetulan kamarnya lagi kosong soalnya kak Donikmu lagi ada tugas di Palu, jadi kamu bisa tidur di kamarnya ya." Ucap Menik kepadaku. “Iya iya Menik, sekali lagi terimakasih banyak Menik.” Setelah aku menyelesaikan makan malamku, aku masuk ke ruang keluarga dimana disana Menik dan Pak Nik sedang menonton TV dan mereka duduk lesehan di lantai, terlihat juga kalau mereka menonton TV sambil mengikat sayur kangkung yang sepertinya baru mereka panen tadi. Aku pun juga ikut mengambil posisi duduk lesehan disamping Menik dan juga tanganku mulai ikut mengambil batang-batang sayur kangkung kemudian aku kumpulkan dalam genggaman dan terakhir diikat dengan karet gelang. Melihat aku ikut bekerja mengikat sayur, Menik melarang aku untuk melakukan itu dan berkata “Nika, kamu mendingan istirahat saja di kamar, tidur. Tadi kan kamu sudah hujan-hujanan juga, pasti kamu lelah, sayur-sayur ini biarkan Menik dan Pak Nik yang ikat,”. “Tidak apa-apa Menik, tidak baik juga kalau habis makan terus langsung tidur, jadi daripada saya bengong dan berdiam diri saja, kan lebih baik saya ikut duduk disini sambil membantu Menik dan Pak

Nik. Nanti kalau saya sudah merasa mengantuk barulah saya masuk ke kamar,” begitu kataku pada Menik. “Oh iya benar juga, tidak baik kalau habis makan kemudian langsung tidur. Ya sudahlah, nanti kalau sudah capek, berhenti saja dan pergilah ke kamar.”. “Siap Menik.” Ucapku sambil menunjukkan jari jempol kananku pada Menik. Selama duduk lesehan itu, kami saling bertukar kabar dan cerita, baik itu tentangku, tentang mereka dan bahkan tentang anak mereka, Kak Donik. Tak terasa jarum pendek pada jam dinding yang menempel ditembok diatas TV tersebut sudah menunjukan jam 09.10 malam, mulutku sudah mulai menguap disusul dengan mata yang mulai berair setelah menguap. Karena sudah merasa mengantuk, aku pun meminta izin kepada Menik dan Pak Nik untuk pergi ke kamar duluan, dan tentu saja mereka mengizinkannya. Sesampainya di dalam kamar, langsung kurebahkan tubuhku di atas kasur empuk itu, terasa begitu nyaman dan sukses membuat aku langsung terlelap sesaat setelah menjatuhkan tubuhku ke atas kasur tersebut. Keesokan paginya, telingaku mendengar suara ayam yang telah berkokok berkali-kali sejak tadi, namun kali ini yang membuat mataku mulai terbuka. Setelah menyadari bahwa hari mulai pagi, segera aku bangun dan duduk dipinggir kasur sambil memulihkan seluruh kesadaranku. Aku lirik jam dinding yang ada didalam kamar ini, ternyata masih jam setengah 6 pagi. Segera aku berjalan keluar kamar dan menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah keluar dari kamar mandi, aku berjalan ke dapur dan melewati ruang keluarga sambil sesekali memanggil Menik dan Pak Nik karena aku merasakan suasana rumah ini yang sangat sepi, hingga sampai di dapur aku menyadari tidak ada siapapun di rumah ini kecuali aku. Aku pun mulai panik, pikiranku mulai melayang memikirkan berbagai macam hal seperti salah satunya yang paling aku pikirkan adalah, “Apakah saat ini aku sedang bermimpi?” aku benarbenar bingung. Tapi, tiba-tiba aku mendengar suara derungan motor memasuki halaman rumah, segera aku berjalan menuju ruang tamu dan mengintip melalui jendela, ternyata itu adalah Menik dan Pak Nik. Saat itu juga aku merasa lega karena aku tidak bermimpi, baru aku ingat kalau semalam saat bercerita Menik sempat mengatakan bahwa esok harinya saat pagi buta, ia dan Pak Nik akan pergi ke pasar untuk menjual sayur kangkung yang kami ikat itu. Saat Menik masuk ke dalam rumah, beliau mengajakku untuk sarapan bersama karena beliau tadi membeli nasi kuning untuk sarapan bersama. Setelah selesai sarapan, aku mulai merapikan barang-barang dalam tasku karena aku akan melanjutkan perjalananku menuju rumah. Setelah selesai berberes-beres dan mandi, aku

berpamitan kepada Menik dan Pak Nik dan tak lupa juga mengucapkan terimakasih lagi kepada mereka. Aku hidupkan motorku dan kunaiki, sebelum ku jalankan motorku, aku menengok ke langit, syukurlah pagi ini langitnya cerah, jadi pasti aku bisa sampai di rumah dengan segera. Semoga tidak ada hambatan lagi, ku mohon Tuhan, harapku dalam doa sebelum berangkat. Akhirnya aku pun mulai menarik gas motorku dan mengendarainya dengan santai. Setelah 30 menit, akhirnya aku sampai di halaman rumahku. Ku parkirkan motorku di depan teras dan segera aku turun dari motor sambil menggendong tas yang aku bawa dari Palu. Terlihat pintu depan rumah terbuka, karena tak sabar ingin bertemu ibu, aku langsung berlari masuk ke rumah sambil mengucap salam “Om swastiastu... Ibu, Nika pulang nih,” ku lihat Ibuku keluar dari dapur dan benar saja sesuai dugaanku, kejutanku berhasil. Ibu kaget melihatku tiba-tiba berada di rumah setelah 6 bulan yang lalu aku meninggalkan rumah. Ku hampiri Ibu dan ku cium tangannya lalu ku peluk, sungguh rindunya diriku pada Ibu. Dan raut wajah Ibu yang tadinya kaget berubah senang dan berlanjut menjadi haru, benar-benar suasana bahagia penuh haru. Namun sayang, aku belum melihat keberadaan Bapak, sepertinya Bapak sudah pergi ke ladang, nanti aku akan menyusul ke ladang untuk memberi kejutan yang sama kepadanya. Betapa senangnya akhirnya aku bisa sampai di rumah untuk berkumpul lagi bersama keluargaku, walaupun hanya selama seminggu. Begitu sulit perjalanan yang aku lewati kali ini, mungkin juga sebanding dengan bahagia yang kudapatkan saat melihat bahwa keluarga yang ku tinggalkan masih dalam keadaan baik dan sehat semua.

Related Documents

Jalan
November 2019 50
Jalan Sono
May 2020 16
Jalan Menurun
November 2019 42
Jalan Telford.xlsx
June 2020 19

More Documents from "rini"