BAB 103 PATOFISIOLOGI DAN ASPEK KLINIS GATAL Gil Yosipovitch, Tejesh S. Patel GAMBARAN UTAMA
Pruritus adalah gejala yang paling menonjol dari penyakit kulit Dapat berasal dari kulit atau system saraf pusat Klasifikasi klinis dari gatal adalah: -Pruritus pada penyakit( inflamasi) kulit -Pruritus pada non penyakit ( non inflamasi) kulit -Pruritus yang muncul pada lesi garukan sekunder kronis yang parah Gatal yang kronis terdiri dari fenomena multi dimensi,termasuk sensoris, emosional, dan komponen kognitif Mediator sentral dan perifer pada manusia termasuk histamine, proteinase, opiate, substan P, nerve growth factors, interleukin, dan prostaglandin Terapi harus mencakup multifaktor termasuk Central pathway dan mediator perifer
PENDAHULUAN Pruritus (gatal) adalah gejala yang paling menonjol dari penyakit kulit dan dapat digambarkan sebagai sensasi yang menyebabkan keinginan untuk menggaruk. Seluruh manusia pernah merasakan sensasi ini pada kehidupan mereka. Oleh karena itu penting untuk membedakan antara gatal yang akut, yang terbatas pada periode waktu antara menit hingga minggu, seperti gatal yang berkaitan dengan gigitan serangga akut, dan gatal kronis yang berlangsung berbulan- bulan, dan ini adalah fokus dari bab ini. Gatal kronis adalah fenomena multidimensi yang terdiri dari sensoris, emosional,dan komponen kognitif. Pada sebagian besar kasus, gatal kronis dihasilkan dari interaksi antara jaras otak dan kulit. Meskipun gatal dan nyeri adalah sensasi yang berbeda dan terpisah, gatal memiliki banyak kemiripan dengan nyeri. Gatal dan nyeri keduanya adalah pengalaman sensoris yang tidak nyaman, mengikuti jaras yang serupa, dan dapat sangat menurunkan kualitas hidup. Bagaimanapun, pola sifat respon yang dihasilkan berbeda, nyeri menghasilkan reflek menghindar, sedangkan gatal menyebabkan reflek menggaruk. Pemahaman yang terbatas tentang gatal disebabkan sifat asalnya yang subjektif, tidak adanya metode investigasi yang spesifik dan sensitif untuk mempelajari neuropatofisiologi dan basis molekuler dari gatal pada manusia, kurangnya model binatang coba yang meyakinkan dan kurangnya pengetahuan tentang mediator farmakologi dari gatal. Bagaimanapun telah terjadi perkembangan yang signifikan pada dekade ini dengan ditemukannya jaras neural yang baru ( histaminergik dan nonhistaminergik) begitu juga dengan reseptor penting pada manusia dan hewan. Konsep bahwa gatal ditransmisikan ke Sistem Syaraf Pusat dan diproses di otak menghasilkan pendekatan baru untuk terapi antigatal.
1
Tabel 103-1 Prevalensi dari gatal pada kelainan kulit dan penyakit kulit menular Prevalensi dari gatal pada kelainan kulit dan penyakit kulit menular Penyebab Penyakit Kulit Dermatitis atopik Dermatitis kontak Kontak racun Xerosis idiopatik pada usia tua Urtikaria Psoriasis ekstensiv Pitiriasis rosea Dermatitis seboroik Neurodermatitis: lichen simpleks kronik, prurigo nodular, lichen amyloidosis Luka bakar Pitiriasis rubra pilaris Dermatitis herpetiformis Acne Penyakit Linear immunoglobulin A Pemphigoid bullosa Penyakit kolagen Dermatomyositis Sjorgen sindrom Scleroderma Infeksi Varicella Penyakit HIV
Onchocerciasis Scabies Infeksi jamur superficial
Estimasi prevalensi gatal 100 % Tidak diketahui Tidak diketahui 30 % -60 % 97 % 80 % Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui 67%-87% Tidak diketahui Tidak diketahui 50% -70% Tidak diketahui Tidak diketahui 38% Tidak diketahui 45 % Tidak diketahui Tidak diketahui HIV dihubungkan dengan folikulitis pada 20% sampai 50% pasien HIV;erupsi gatal tidak spesifik pada pasien HIV 5%-67% 100%( kecuali scabies Norwegia) Tidak diketahui
HIV= Human immunodeficiency virus. Diadaptasi dari Yosipovitch G: Epidemology of itching in skin desease. Pada: Itch:Basic Mechanism and Therapy, disunting oleh G Yosipovitch et al: New York, Marcel Dekker,2004 dengan
Tabel 103-2 Prevalensi dari gatal pada Penyakit Sistemik Prevalensi dari gatal pada kelainan kulit dan penyakit kulit menular Penyakit Gagal ginjal kronik, fase akhir Hepatik : Jaundice kolestasis Sirosis bilier primer Hepatitis C Kolestasis pada kehamilan Hematopoitik Palisitemia Vera Anemia defisiensi besi Multiple myeloma Mastositosis Hodkin limfoma Nonhodkin limfoma Endokrin Hipertiroid Hipotiroid Sindroma carcinoid Diabetes Anoreksia nervosa
Estimasi prevalensi gatal 25%- 85 % 20 %- 25 % 100 % 4% Tidak diketahui 48% Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui 30% Tidak diketahui 60 % Tidak diketahui Tidak diketahui 11% 58%
2
EPIDEMOLOGI Gatal adalah gejala dibandingkan dengan entitas penyakit yang spesifik. Oleh karena itu data epidemologis untuk gatal terbatas. Bagaimanapun gatal adalah keluhan utama pada kulit di semua kelompok umur. Pada percobaan cross sectional di Norway, prevalensi pruritus berkisar 8% diantara orang dewasa. Gatal adalah gejala utama pada penyakit kulit yang bervariasi sebagaimana penyakit sistemik. Prevalensi pruritus pada Penyakit Kulit dan penyakit sistemik dicantumkan pada tabel 103.1 dan 103.2 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Gatal dapat berasal dari kulit atau Sistem Syaraf Pusat. Tidak ada klasifikasi definitif tunggal dari gatal, IFSI (International Forum for the Study of Itch) membuat klasifikasi gatal untuk membedakan tiga grup pasien secara klinis: Grup I : Gatal pada penyakit( inflamasi) kulit Grup II : Gatal pada non penyakit ( non inflamasi) kulit Grup III: Gatal yang muncul pada lesi garukan sekunder kronis yang parah,seperti prurigo nodularis Grup yang pertama termasuk penyakit kulit yang mendasari, sedangkan kedua dan ketiga termasuk pasien dengan penyakit sistemik termasuk penyakit pada kehamilan, dan gatal yang dipicu oleh obat, neuropati, dan penyakit psikiatri. Pada sebagian pasien, ditemukan lebih dari satu penyebab gatal atau kategori campuran. Sedangkan pada kategori lainnya tidak ditemukan penyakit yang mendasari. Penting untuk membedakan gatal yang bersifat akut dengan gatal yang bersifat kronis, karena terapi sementara untuk meredakan gatal seringkali tidak dapat mengatasi proses patologis yang mendasari gatal kronis. Terlebih fungsi biologis dari serabut syaraf mungkin berbeda antara gatal kronis dan akut.
LINGKARAN GATAL-GARUKAN Gatal dan garukan adalah hal yang berkaitan pada kondisi gatal akut dan kronis. Secara Philogenetic gatal adalah mekanisme dari hewan untuk mengusir parasit pada kulitnya yang berbulu. Garukan adalah respon dari perilaku. Studi pada manusia telah menunjukkan bahwa garukan yang berulang mengaktifkan korteks prefrontal( area pada otak yang mengatur arah tujuan dan sistem perilaku belajar). Hal ini memungkinkan bahwa aktifitas dari korteks prefrontal yang dipicu garukan akan menyebabkan kompulsi untuk terus menggaruk dan menyebabkan perasaan yang nyaman saat menggaruk. Pengalaman menggaruk juga dipengaruhi oleh pelepasan opiat endogen . Garukan berulang seperti yang terjadi pada dermatitis atopik dan psoriasis lebih jauh akan merusak kulit dan menyebabkan sekresi neuropeptide dan opiat yang akan memperkuat lingkaran gatal dan garukan yang berulang.
ALLOKNESIS Alloknesis adalah fenomena dimana rangsang normal yang tidak berbahaya dapat memicu gatal. Misalnya aplikasi sikat yang halus pada area yang dapat memicu gatal pada tempat 3
tersebut. Alloknesis adalah analog dari Allodynia yang lebih dikenal dengan suatu nyeri yang yang disebabkan suatu stimulus yang pada keadaan normal tidak menyebabkan nyeri. Tipe gatal ini dimediasi oleh unit mekanoreseptor dan aktivitas serabut saraf afferent C dan dianggap sebagai respon sensitisasi dari syaraf pusat. Alloknesis umum didapatkan pada dermatitis atopik, saat berkeringat atau saat mengalami stimulus mekanis ringan seperti menggunakan bahan dari wool yang bisa merangsang gatal. Peran dari sensitisasi saraf pusat pada gatal yang berkaitan dengan penyakit spesifik belum diketahui.
Gambar 103-1 Etiologi dasar Lingkaran Gatal- Garukan
TRANSMISI GATAL PADA KULIT Jaringan perifer yang dapat merasakan gatal adalah kulit, selaput mukosa, dan kornea. Menariknya, syaraf pada lapisan yang lebih dalam dari dermis retikuler dan lemak subkutan tidak menghantarkan gatal dan penyakit kulit inflamasi yang mengenai daerah ini seperti pannikulitis dapat menyebabkan nyeri tetapi tidak dapat menyebabkan gatal. Penghilangan dari lapisan edermis dapat menghilangkan persepsi gatal, menjelaskan bahwa unit reseptor gatal yang utama ada di epidermis. Penulis menduga bahwa epidermis berperan sebagai reseptor gatal, namun reseptor yang spesifik belum ditemukan. Mikroskop cahaya dan penelitian struktur ultra pada kulit manusia menunjukkan adanya serabut syaraf intraepidermal yang bebas dengan nerve ending yang tidak spesifik yang mencapai stratum granulosum. Banyak serabut syaraf epidermal dengan pengecatan positif untuk neuropeptida yang memperantarai transmisi gatal. Penemuan baru menunjukkan Mrgprs yang merupakan famili dari reseptor protein G berpasangan yang hanya terdapat pada neuron sensoris perifer, yang berfungsi sebagai reseptor gatal. Keratinosit mengekspresikan bermacam mediator dan reseptor syaraf, yang semuanya terlibat pada sensasi gatal. Mediator- mediator seperti opiate, protease , P subtans , NGF dan neurotropin 4. Sedangkan reseptor terdiri dari reseptor opiate µ dan ĸ ,(proteinase activated receptor- 2( PAR- 2), reseptor vanilloid, tropomyosin-related kinase A(TRKA), transient receptor potential vanilloid(TPRV) kanal ion, gastrin releasing peptide receptor, dan reseptor cannabinoid 1dan 2. Keratinosit memiliki kanal adenosin triphospat dan reseptor adenosine yang mirip dengan serabut syaraf C. Karena kanal ini tidak memiliki peran dalam nyeri, maka penemuan ini menunjukkan bahwa keratinosit berperan sebagai reseptor gatal.
4
Gambar 103-2 pendekatan pada pasien dengan gatal. DL: darah lengkap, DIF :differential (hitung jenis)
SERABUT SYARAF C PENGHANTAR RANGSANG GATAL Perkembangan yang sangat signifikan dalam pemahaman tentang neurofisiologi telah terjadi pada dekade terakhir. Mikroneurografi telah membantu untuk membantah konsep historis bahwa gatal dan nyeri merupakan tangggapan sederhana dari neuron yang sama terhadap rangsangan yang ringan versus intens. Studi yang menggunakan stimulasi lapangan elektrik ditambah dengan mikroneurografi telah mengidentifikasi serabut syaraf C yang yang sensitif terhadap histamin sebagai penghantar gatal. Serabut syaraf C mempunyai kecepatan konduksi yang sangat lambat, area inervasi yang luas, dan mewakili tidak lebih dari 5% total dari serabut C. Sel syaraf ini sensitif terhadap pruritogenik dan stimulus termal seperti capsaicin, tetapi tidak sensitif terhadap respon mekanik. Koresponsif dari bagian serabut saraf C untuk rangsang perubahan suhu maupun rangsang gatal ini menarik karena meningkatnya suhu tubuh akan menurunkan ambang batas reseptor pada rangsang gatal, dan hampir sebagian besar penderita mengeluhkan gatal yang bertambah di lingkungan yang hangat. Pada gatal yang kronik, aktifitas spontan pada serabut syaraf C terjadi. Sebaliknya sebagian besar serabut C sensitif terhadap rangsang mekanik dan stimulus panas sama sekali tidak sensitif terhadap histamin. Adanya bagian dari serabut saraf C penghantar rangsang gatal mendapat dukungan dari studi tentang jalur spinal cord yang menjelaskan bahwa neuron C aferen primer penghantar gatal melakukan sinap dengan neuron transmisi sekunder yang menyilang kontralateral traktus spinotalamikus dan ascending pada thalamus. Pada kucing mikroneurografi mengidentifikasi lamina 1 neuron pada traktus spinotalamikus yang mempunyai respon selektif terhadap histamin, mendukung jalur syaraf sentral untuk gatal. Serabut syaraf C yang lain juga mentransmisi gatal. Gatal yang dipicu rangsang mekanis umumnya bisa diamati secara klinis. Misalnya gatal yang disebabkan kontak dengan woll tidak dapat dijelaskan dengan serabut syaraf yang sesitif terhadap histamin. Bahkan pada Pasien dengan gatal kronis, stimulus alektrik maupun nyeri juga dapat menginduksi gatal. Antihistamin oral tidak efektif pada terapi sebagian besar gatal, mendukung bahwa serabut syaraf yang dimediasi nonhistamin juga memiliki peran yang panting. Jalur pemrosesan gatal 5
non-histaminergik yang terpisah diaktifkan oleh cowhage(mucuna pruriens) telah ditemukan pada serabut syaraf perifer manusia seperti traktus spinotalamikus pada primata. Bahan aktif yang menginduksi gatal oleh cowhage telah ditemukan, yaitu cistine protease yang berperan melalui PAR 2 dan PAR 4. Oleh karena itu dua sub populasi peralel dari serabut C aferen primer dan neuron traktus spinotalamikus mentransmisi gatal pada manusia. Kedua jalur ini sangat mungkin tidak spesifik untuk untuk gatal, karena keduanya juga menghantarkan sensasi terbakar dan mempunyai respon terhadap algogen, yaitu capsaicin. Terlebih ,Gastrin Releasing Peptide( GRP) neuron positif reseptor baru ditemukan dapat menentukan jaras neuronal khusus untuk gatal pada spinal cord tikus. Peran dari neuron ini dan interaksinya dengan jalur histaminergik maupun nonhistaminergik pada manusia masih belum dapat ditentukan Sensasi gatal yang diterima dapat bervariasi dalam kualitas. Pasien dapat merasakan sensasi terbakar atau tertusuk, namun neurofisiologi dan psikologi saling berkaitan antara dua hal yang berbeda ini belum dapat dipastikan. Informasi yang didapatkan dari kuesioner tentang gatal berdasarkan perkembangan dari kuesioner tentang nyeri telah membuat pemahaman yang lebih baik.
PROSES SENTRAL DARI GATAL Proses sentral dari gatal telah didemonstrasikan dengan teknik neuroimaging dari teknik emisi positron tomografi dan Magnetic Resonance Imaging fungsional pada manusia sehat dan pasien dengan dermatitis atopi. Pada studi ini gatal yang diinduksi histamin mengaktifkan berbagai area otak yang mengatur fungsi sensorik, motorik dan serta emosi. Hal ini mencerminkan aspek multi dimensi dari gejala ini. Studi terkini menunjukkan bahwa proses sentral dari gatal pada dermatitis atopik berbeda dengan orang normal. Korteks cingulate anterior dan posterior dan dorsal lateral prefrontal korteks yang terlibat pada emosi, penghargaan, dan memori tentang pengalaman negatif sangat teraktivasi pada pasien dengan dermatitis atopik, namun tidak pada subjek yang sehat. Aktivasi dari precuneus yang terletak didekat korteks cingulate posterior sangat unik untuk gatal dan jarang dilaporkan pada imaging untuk nyeri. Precuneus terlibat pada penggalian ingatan episodik dan dapat berkaitan dengan komponen efektif yang terlibat dalam gatal. TEMUAN KLINIS Sangat penting untuk membedakan apakah penyebab berkaitan dengan penyakit kulit primer atau berkaitan dengan penyakit sistemik. Penyakit seperti kulit kering atau skabies dapat muncul dengan sedikit lesi primer, oleh karena itu anamnesa yang lengkap dan evaluasi laboratorium menjadi penting. Hal ini penting untuk membedakan apakah pruritus bersifat general atau lokal. Anamnesa yang teliti termasuk riwayat lengkap tentang obat-obatan yang dikonsumsi, dan pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan kelenjar limfe, adalah poin awal. Anamnesa harus mengarahkan pada sifat multi dimensi dari gatal dan harus meliputi detail dari kualitas, distribusi dan periode/waktu. Sebagian pasien dirujuk karena riwayat gatal seluruh tubuh dengan riwayat anggota keluarga lain yang mempunyai gatal serupa, harus diasumsikan mempunyai skabies hingga terbukti tidak. Tanda pada kulit dapat secara klinis tidak nampak, 6
mungkin terbatas pada nodul kecil pada genetalia. Terlebih pasien dengan pruritus lokal, khusunya terdistribusi dermatom, yang muncul dengan keluhan sensoris lainnya seperti sensasi terbakar, berkurangnya rasa raba, dan bertambah nyeri harus dievaluasi sebagai sebagai gatal neuropati. LESI KULIT Karakteristik lesi kulit sekunder adalah ekskoriasi, likenifikasi, hiperpigmentasi maupun hipopigmentasi. Likenifikasi dihasilkan dari gosokan dan garukan yang kontinyu, yang terdiri dari plak yang menebal dengan garis lipatan kulit yang menonjol. Hiperpigmentasi dan Hipopigmentasi Post Inflamasi adalah umum pada pasien dengan fototipe 4 hingga 6. Plak likenifikasi umumnya terdistribusi pada area dimana pasien dapat secara mudah menggosok atau menggaruk, yaitu belakang leher, dibawah siku, pergelangan kaki,
bokong, dan genetalia.
Butterfly sign terdiri dari kulit normal di bagian tengah pada punggung yang tampak dari pola kontras hiperpigmentasi pada area yang sering digaruk, pasien tidak dapat meraih punggung area tengah. Kuku yang mengkilat muncul akibat terus-menerus menggosok kulit yang gatal. Prurigo nodula sering berkaitan dengan stress emosional, dan obsessive compulsive disorder, namun dapat muncul pada dermatitis atopik maupun gagal ginjal. Nodul tersebut biasanya terdistribusi pada bagian ekstensor. Sebagian gatal memiliki tanda klinis yang spesifik. Selain gatal yang sangat, urtikari yang kronis umumnya tidak menunjukkan lesi kulit sekunder berkaitan dengan garukan. Gatal neuropati seperti post herpetik neuralgi ,pruritus brakioradial,dan notalgia paresthetica, berkaitan dengan sensasi nyeri dan terbakar, dermatitis atopik juga berkaitan dengan sensasi terbakar setelah menggaruk. LABORATORIUM Tes laboratorium dapat dipertimbangkan apabila terdapat pruritus generalisata seperti tercantum pada Box 103-1. Pertimbangan laboratorium termasuk pemeriksaan feses,untuk mencari telur dan parasit, skrining hepatitis B atau C, elektroforesis protein plasma, dan imunoelektroforesis. CT Scan dari dada dan abdomen yang berguna untuk menyingkirkan limfoma. Biopsy kulit tidak dianjurkan, dan hanya berguna untuk menyingkirkan kutaneus mastositosis, pemfigoid bullosa,atau kutaneus Tsel limfoma yang secara klinis tidak tampak. Tabel 103-1 Laboratorium yang dianjurkan untuk pasien dengan gatal general Rekomendasi : Darah lengkap dengan Diff Count Kimia darah: urea, kreatinin, liver enzim Tes fungsi tiroid Thoraks foto Opsional : Pemeriksaan feses untuk parasit HIV testing bila ada gejala dan tanda yang berhubungan
7
KOMPLIKASI Pruritus dapat sangat mengganggu kualitas hidup penderita dan mempunyai efek pada prognosis. Pasien dengan pruritus kronis dapat mengalami kesulitan tidur,kesulitan konsentrasi, menurunnya fungsi seksual, agitasi, dan depresi. Lagipula lesi yang digaruk dapat mengalami infeksi sekunder. Studi multi nasional pada pasien hemodialisa, pasien dengan pruritus berkaitan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi sebanyak 17 % Box 103-2 Diferensial Diagnosis dari pruritus general tanpa penyakit kulit primer
Penyakit ginjal kronis Kolestasis Hipertiroid Pruritus pada penyakit hematologic dan keganasan limforetikuler: Hodkin dan Non Hodkin Limfoma Palisitemia vera Myeloid dan Limfatik Leukemia Myelodisplasia Mastositosis Tumor maligna solid Gatal yang berhubungan dengan HIV(human immunodefisiensi virus) Gatal pada geriatric Pruritus akuagenik Gatal sebagai manifestasi penyakit psikiatri: Delusi adanya parasit gatal yang berhubungan dengan obsesiv kompulsiv Gatal yang berhubungan dengan fibromyalgia dan depresi Gatal dari anorexia nervosa Gatal neuropati Gatal Postserebral accident Gatal pada multiple sklerosis Gatal pada creutzfeldt- Jakob disease (prion pruritus) Gatal yang dipicu obat: Gatal yang diinduksi Opiat Gatal yang diiduksi Hydroxyethyl starch
ONSET KLINIS Pruritus yang general dapat timbul dan dapat menghilang. Perubahan klinis dihubungkan dengan perubahan musim seperti eksaserbasi dari dermatitis atopik pada saat musim dingin, atau perubahan antara lingkungan yang kering dan lembab. Pruritus diasosiasikan dengan penyakit internal yang mendasari yang sering bersifat multifaktorial, melibatkan faktor sistemik dan eksternal,seperti temperatur dan kelembaban. Gatal yang kronik berkaitan dengan penyakit kulit juga termasuk dalam sensitisasi sentral neural.
GATAL YANG DISEBABKAN KELAINAN KULIT PRURITUS PADA DERMATITIS ATOPIK Pruritus pada dermatitis atopik masih menjadi area kontroversi dan basis molekuler dari pruritus pada dermatitis atopik masih tidak dapat dijelaskan. Apakah gatal mendahului lesi kulit atau sebaliknya juga masalah yang belum terselesaikan. Yang pasti adalah adanya lingkaran dari gatal dan garukan yang saling menguatkan muncul pada pasien atopik, dimana kerusakan akibat garukan akan meningkatkan rasa gatal. Rasa gatal dapat disebabkan respon dari stimulus kecil seperti serat woll. Alloknesis adalah gambaran yang menonjol pada dermatitis atopik dan 8
menjelaskan gatal yang bertambah karena berkeringat,perubahan temperatur mendadak,memakai maupun melepas pakaian, dan kontak langsung dengan woll. Komponen neurogenik dari gatal pada dermatitis atopik dikaitkan dengan kurangnya respon terhadap antihistamin 1. Intensitas gatal pada dermatitis atopik berhubungan dengan faktor mental , yaitu gatal dapat diinduksi oleh stress kognitif, seperti panik dan depresi. Intensitas gatal dan dan keparahan penyakit sangat berkaitan dengan aktifitas otak pada kortex cingulate anterior dan insula pada dermatitis atopik. Peptida opiat dapat berfungsi sebagai mediator sentral dan perifer oleh karena antagonis opiat yang bekerja pada level ini efektif untuk beberapa pasien. Menariknya, ada umpan balik yang negatif untuk ekspresi reseptor opiate µ pada epidermis dari pasien dengan dermatitis atopi. Garukan pada malam hari adalah masalah utama yang timbul saat tidur superfisial, dan meliputi 10% - 20 % dari waktu tidur yang dapat menyebabkan kelelahan dan iritabilitas. PSORIASIS Gatal pada psoriasis adalah signifikan namun kurang dikenali. Beberapa studi menunjukkan bahwa gatal adalah gejala utama pada psoriasis. Diantara pasien psoriasis, 77% pasien mengalami gatal pada kehidupan sehari-hari. Dermatolog mengamati kriteria dari gejala psoriasis yang muncul yaitu lesi kulit, namun gatal biasanya muncul pada area dimana tidak ada plak psoriasis yang terlihat, gatal pada kepala, spesifik untuk psoriasis dan dapat memerlukan terapi yang berbeda dengan gatal pada area tubuh yang lain. GATAL NEUROPATI NEURALGIA POST HERPETIK Pada neuralgi post herpetik umumnya didapatkan nyeri, dan sering berkaitan dengan nyeri neuropati pada 30% -58 % dari pasien. Gatal umumnya bersamaan dengan zoster akut dan neuralgi post herpetik, dan umumnya mengenai kepala, wajah dan leher. PRURITUS BRACHIORADIAL Pruritus brachioradial, adalah gatal yang terlokalisir,yang semakin umum didapatkan. Pasien umumnya kurus dan berkulit putih, usia pertegahan dan sering melakukan aktivits diluar ruangan seperti golf, tenis, berlayar, dan aktifitas lainnya diluar ruangan saat cuaca panas. Muncul gatal yang menetap pada permukaan luar dari lengan atas, siku, dan berkaitan dengan kerusakan akibat sinar matahari dan kulit kering. Galtal yang timbul bersama sensasi terbakar. Gatal menjadi berangsur menyebar. Patofisiologi yang timbul karena keterlibatan dari kompresi syaraf spinal C4- C6 dan pada kasus yang jarang juga dikaitkan dengan tumor pada syaraf spinal, dengan catatan paparan terhadap sinar UV telah menjadi faktor pencetus. NOTALGIA PARASTHETICA Notalgia paresthetica adalah merupakan gatal kronis yang terlokalisir,terutama mengenai area interskapular, khususnya dermatom T2-T6, namun kadang mempunyai distribusi yang lebih luas, melibatkan punggung, bahu dan dada bagian atas. Sensasi yang diterima pasien adalah sebagian gatal dan sebagian lain parastesia. Tidak ada tanda pada kulit yang spesifik, terlepas dari 9
bekas garukan dan gosokan. Deposisi amyloid pada biopsi kulit adalah peristiwa sekunder. Sudut pandang pada etiologi terbaru adalah gatal neuropatik disebabkan oleh syaraf yang terjepit pada ramus posterior dari syaraf spinal yang keluar dari T2- T6 GATAL SISTEMIK GATAL PADA GAGAL GINJAL KRONIS Gatal adalah salah satu gejala yang menyusahkan pada gagal ginjal kronis. Mengenai 42% pasien yang menjalani hemodialisa yang dilaporkan oleh Dialysis Outcomes and Practise Pattern Study DOPPS, laporan dari DOPPS dan studi berskala luas di Jepang menunjukkan bahwa gatal yang berhubungan dengan GGK menyebabkan depresi, gangguan tidur, dan peningkatan mortalitas. Menggaruk adalah hal yang umum,dan pasien akan mengalami ekskoriasi yang parah atau kulit mengalami likenifikasi atau timbul prurigo nodular, daerah pada punggung selalu terkena, dan tangan yang terdapat arteriovenous fistula adalah umum pada pasien yang menjalani dialysis. Pasien dengan gatal akibat GGK sering memiliki kulit yang kering, namun koreksi dengan emolien biasanya memberikan sedikit perbaikan. Patofisiologi dari gatal yang berkaitan dengan Gagal ginjal Kronis masih kurang dipahami. Pengetahuan terkini terpusat pada sistem opioidergik dan imun. Didalilkan bahwa gatal yang berkaitan dengan gagal ginjal kronis adalah manifestasi dari kerancuan system imun yang menghasilkan status peradangan. Sejalan dengan teori ini imunomodulator seperti Ultraviolet B ringan, tacrolimus, dan thalidomide telah ditunjukkan dapat meringankan gatal yang berkaitan dengan gagal ginjal kronik. Ketidak seimbangan dari system opiodergik endogen juga telah mendapatkan perhatian terkini dalam penentuan patofisiologi dari gatal yang berkaitan dengan GGK. Peningkatan dari rasio serum β-endorphin dibanding dynorphin A telah dilaporkan pada pasien hemodialisa dibanding dengan kontrol orang sehat,dan rasio meningkat dengan peningkatan intensitas gatal. Bahkan agonis reseptor a Kappa yaitu nalfurafne ditunjukkan secara signifikan mengurangi intensitas gatal dan ekskoriasi pada pasien dengan hemodialisa. Faktor etiologi lain yang diusulkan termasuk meningkatnya level kalsium, pelepasan sitokin pruritogenik saat hemodialisa, kerusakan serabur saraf C, proliferasi dari ujung saraf sensoris pada kulit,dan meningkatnya sel mast dermal, meningkatnya kadar histamine plasma, hiperparatiroid sekunder dan kadar abnormal dari katoin divalent. Hiperparatiroid sekunder, walaupun umum pada pasien dengan gagal ginjal adalah sebab yang jarang untuk gatal karena gagal ginjal. Proliferasi dari ujung saraf pada kulit kemungkinan besar adalah respon dari garukan dan gosokan yang terus menerus, daripada penyebab primer dari gatal. Peningkatan dari kadar histamine,dengan atau tanpa disertai dengan paningkatan densitas sel mast dermal juga tidak mungkin menjadi bermakna karena antihistamin jarang efektif. GATAL PADA KOLESTASIS Gatal pada kolestasis adalah suatu hal yang sangat menyusahkan. Karakteristik yang unik dari gatal pada kolestasis adalah gatal awalnya dimulai dan paling intens pada telapak tangan dan telapak kaki,dimana tidak dilaporkan pada penyakit lain dan selanjutnya menjadi lebih generalisata. Dengan catatan gatal yang tidak dapat dikontrol pada penyakit hati kronis dapat 10
merupakan indikasi untuk transplantasi hepar, meskipun tanpa disertai gagal hati fulminan. Kedua mekanisme sentral maupun perifer adalah penting. Gatal kolestasis dihubungkan dengan tingginya kadar garam empedu. Namun hanya sedikit atau tidak ada korelasi antara konsentasi serum garam empedu dan gatal. Walaupun pemberian kolestiramin, yang dapat menurunkan garam empedu dapat menyebabkan perbaikan. Pasien juga mengalami peningkatan kadar opioid,dan gatal mengalami perbaikan dengan terapi antagonis opioid termasuk naloxone, naltrexone dan buthorphanol. Sebagai tambahan model binatang yang mengalami kolestasis berkaitan dengan peningkatan kadar peptida opioid dan garukan berkurang dengan naloxone. Dengan demikian kombinasi penurunan garam empedu dan strategi tentang opioid tampaknya menjadi pengelolaan yang beralasan. Lebih jauh studi terkini menunjukkan bahwa pada pasien dengan gatal karena kolestasis mempunya peningkatan serum autotaxin dan substrat asam lisofosfatidik LPA yang merupakan fosfolipis penyandi. Aktifitas dari autotaxin pada pasien kolestasis berkorelasi dengan intensitas gatal. LPA dan autotaxin dapat merupakan target potensial pada terapi gatal karena kolestasis. GATAL KARENA PENYAKIT ENDOKRIN Gatal generalisata yang sangat parah adalah manifestasi yang dapat dikenali dari thyrotoxicosis dan merupakan gejala yang tampak. Hai ini dapat merupakan peningkatan aliran darah,yang meningkatkan suhu kulit dan menurunkan ambang batas gatal. Hipotiroid lebih jarang berkaitan dengan gatal. Gatal general bukanlah karakteristik dari diabetes millitus, namun gatal anogenital adalah gejala yang umum karena berkaitan dengan kandidiasis mukokutan. Gatal yang terlokalisir pada kulit kepala dan ekstrimitas bawah dalam bentuk liken simpleks kronis dapat pula menjadi manifestasi dari neuropati diabetik yang dapat mempunyai respon dengan terapi capsaicin topikal. Selain itu gatal pada tubuh dengan asal yang tidak diketahui telah dilaporkan berkaitan dengan diabetes dan neoropati diabetes GATAL PADA PANYAKIT HEMATOLOGI DAN MALIGNANSI LIMFORETIKULER Gatal sangat umum didapatkan pada kelainan hematologi. Pada kutaneus T sel Limfoma yang luas dan bentuk eritrodermi dari kutaneus T sel limfoma termasuk sindroma Sezary( T cell Leukimia),gatal yang sangat mengganggu sulit untuk diatasi. Pada polisitemia vera muncul pada 50% pasien, dan sering dipicu oleh kontak dengan air ( bath itch) dan berhubungan dengan meningkatnya kadar histamin. Pada penyakir limfoproliferatif yang lain gatal juga dapat dipicu oleh kontak dengan air. Pada penyakit Hodkin gatal dapat merupakan gejala yang tampak dan terjadi pada 15% -19% pasien. Dapat pula menjadi gejala yang nampak pada Non Hodkin Limfoma. Data terbaru menunjukkan bahwa fungsi abnormal dari mast sel pada pasien dengan penyakit
myeloproliferatif
leukotriens,dan
IL-31,saat
dengan
peningkatan
dibandingkan
dengan
faktor sel
pruritogenik mast
normal.
seperti
histamin,
Pada
kutaneus
mastositosis,gatal muncul lokal setelah menggosok kulit, walaupun dapat meluas pada pasien yang terkena, ketika berhubungan dengan gejala sistemik. Gatal dapat muncul pada pasien dengan myeloid dan lekemia limfatik dan myelodisplasia.
11
GATAL PARANEOPLASTIK Gatal kronik dapat menjadi gejala yang nampak pada kedua malignansi hematologi maupun tumor solid. Hai ini dapat muncul bertahun-tahun sebelum tumor dapat di deteksi secara klinis. Dapat pula muncul sebagai bagian dari penyakit epidermal maupun dermal primer yang berkaitan dengan keganasan seperti keratosis seboroik eruptif, akantosis nigrikans maligna ,eritroderma, dermatosis akantolisis transien(grover desease) dan dermatomyositis. Pada umumnya onset dari gatal pada usia pertengahan atau pasien usia tua dengan penampakan kulit yang normal membutuhkan investigasi untuk penyebab sistemik yang mendasari,termasuk neoplasia interna, meskipun yang terakhir adalah penyebab yang jarang. Investigasi yang menyeluruh tentang tumoe solis yang menjadi penyebab mungkin tidak berarti apabila tidak ada penemuan pada kulit maupun sistemik yang mendukung malignansi walaupun sumber tersedia.
GATAL PADA INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS Gatal adalah gejala awal pada infeksi HIV dan dapat berhubungan dengan penyakit kulit atau akibat dari penyakit sistemik( seperti: hepatik, renal, adverse drug reaction, limfoma,dan penyakit kulit sistemik seperti stafilokokus aureus dan pityrosporum. Bagaimanapun dapat muncul sebagai gejala primer dari HIV. Contoh yang paling umum adalah folikulitis eosinifilia, tipe gatal lain yang umum pada HIV adalah reaksi hipersensitifitas karena ggigitan binatang, papul pruritus selain eosinofilik folikulitis dan gatal yang berkaitan dengan kulit kering dan dermatitis likenoid, maupun eksaserbasi dermatitis seboroik dan psoriasis. GATAL PSIKOGENIK Prevalensi dari gatal diantara pasien psikiatri yang rawat inap adalah tinggi, sebesar 42% yang tampaknya berkaitan dengan stres psikososial. Pasien dengan depresi, fibromialgia dan somatoform disorder lain dapat menderita gatal yang parah yang mempunyai respon yang baik dengan pemberian SSRis atau selektif serotonin reuptake inhibitor. Penting bahwa delusi dari parasit juga salah satu gatal yang paling sulit ditemukan oleh dermatologis. Pasien memegang kepercayaan yang salah bahwa mereka telah terinfestasi oleh parasit walaupun pemeriksaan yang seksama tidak ditemukan penemuan klinis. Pasien sering membawa bukti dari fragmen yang dikumpulkan walaupun pemeriksaan pada material membuktikan kotoran yang tidak spesifik. Pasien sering menolak untuk menemui psikiater. Delusi tentang parasit dapat diterapi dengan agen antipsikotik,pimozide adalah obat yang paling sering digunakan oleh dermatologis. Olanzapine(5mg/hari) adalah pilihan yang lain untuk mengobatigatal psikogenik. Gatal yang terlokalisir dengan bentuk prurigo nodular atau gatal anogenital dapat merupakan manifestasi dari obsessive kompusiv disorder dan kecemasan. GATAL PADA USIA TUA Gatal adalah gejala yang paling umum pada pasien berusia diatas 65 tahun, setidaknya 50 % pasien berusia 70 tahun mengalami serangan pruritus yang mengganggu dalam waktu lama. Gatal idiopatik pada usia tua,kadang dirujuk secara tidak tepat dengan senile pruritus, sering 12
terjadi dan memberikan tantangan dalam diagnosa dan terapi. Gatal pada kulit yang semakin tua dapat dihasilkan dari penyebab yang bervariasi termasuk kulit kering, penyakit kulit inflamasi seperti eksema derajat rendah dan skabies,maupun penyakit sistemik yang mendasari termasuk kolestasis dan gagal ginjal. Beberapa obat dapat menyebabkan gatal tanpa disertai ruam, seperti opioid dan angiotensin converting enzim inhibitor. Namun dalam banyak kasus tidak ada penyebab yang ditemukan. Walaupun kulit yang kering mungkin adalah penyebab yang paling umum, namun itu mungkin bukan penyebab gatal. Banyak orang dengan kulit yang menua tanpa kulit kering. Faktor lain yang mungkin berperan seperti perubahan kulit terkait umur adalah perubahan pada serabut saraf dan input dari serabut saraf nyeri yang menyebabkan disinhibisi sentral dari gatal. Perubahan lainnya pada pasien tua yang menyebabkan gatal adalah berkurangnya lemak permukaan kulit, berkurangnya klierens dari material yang diabsorbsi transepidermal dari dermis, berkurangnya produksi keringat dan sebum, dan berkurangnya perbaikan barier. GATAL YANG BERKAITAN DENGAN LUKA BAKAR DAN SKAR Skar luka bakar umum pada anak- anak dan dewasa dan berhubungan dengan gatal yang signifikan. Laporan angka prevalensi dari gatal yang ringan hingga gatal yang parah adalah 87%, 70% dan 67% pada 3, 12, dan 24 bulan setelah luka bakar . Dibandingkan dengan kulit yang sehat, graft dari kulit dengan luka bakar menunjukkan peningkatan serabut saraf SP seperti meningkatnya treshold untuk pinprick, pemanasan, sentuhan dan getaran. Lesi keloid dan yang lebih jarang nyeri ditengah dari keloid. Penemuan ini mungkin dihasilkan dari serabut saraf yang terjepit GATAL AQUAGENIC Awalnya dideskripsikan oleh Shelley dan dijelaskan oleh Greaves et al. Gatal Aquagenik adalah gatal yang jarang, dan sangat mengganggu dengan etiologi yang tidak diketahui dan ditemukan utamanya pada usia pertengahan dan usia tua. Mempunyai karakteristik gatal lokal tanpa tanda yang terlihat pada kulit yang dipicu oleh kontak dengan air. Aquagenik dapat berhubungan dengan kelainan limfoproliferatif seperti polycitemia
13