Cbd Omsk Lutfi.docx

  • Uploaded by: Lutfi Edogawa
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cbd Omsk Lutfi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,166
  • Pages: 28
CASE BASED DISCUSSION

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu THT- KL RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang

disusun oleh : Hannydita Lutfi B.A 012095918

Pembimbing: Kolonel CKM (Purn) dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2019

LEMBAR PENGESAHAN CASE BASED DISCUSSION OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Kepaniteraan Klinik Bagian THT-KL RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang

oleh : Hannydita Lutfi B.A 012095918

Magelang, 25 Maret 2019 Telah dibimbing dan disahkan oleh, Pembimbing,

Kolonel CKM (Purn) dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini. Penulis berharap agar laporan ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan dan instasi. Dalam penyelesaian laporan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Kolonel CKM (Purn) dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL 2. Teman-teman Departemen stase THT yang selama ini selalu memberikan dukungan Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini, penulis masih mempunyai banyak kekurangan.

Oleh

karena itu penulis

menerima saran dan kritikan untuk

menyempurnakan laporan ini.

Magelang, 25 Maret 2019

Penulis

3

BAB I TINJAUAN PUSTAKA Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul diikuti dengan perubahan jaringan. Sekret bisa encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronik (OMSK) didalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak yang dapat menyebabkan kematian. Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe bening pun dapat menyebabkan suatu komplikasi. Di seluruh dunia prevalensi OMSK 65330 juta jiwa, 60% (39200 juta jiwa) mengalami gangguan pendengaran yang sangat klinis bermakna. Diperkirakan 28000 mengalami kematian dan <2 juta mengalami kecacatan; 94% terdapat di negara berkembang. Prevalensi OMSK di Indonesia secara umum adalah 3,8%.12 Pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT RS Dr Sardjito Yogyakarta tahun 2004. Pada dasarnya keberhasilan pengobatan penyakit infeksi bakteri dengan antibiotik merupakan hasil akhir dari 3 komponen, yaitu penderita, bakteri dan antibiotika. Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi bakteri adalah manifestasi klinik dari interaksi antara penderita dan bakteri. Adapun untuk pengobatan infeksi dibutuhkan antibiotika yang tepat dan daya tahan tubuh penderita itu sendiri. Memilih antibiotika yang tepat dapat dilakukan berdasarkan sekurang-kurangnya mengetahui jenis bakteri penyebab penyakit dan akan lebih baik lagi apabila disertai dengan adanya hasil uji kepekaan pemeriksaan mikrobiologi. Ketidak patuhan penderita dalam perawatan, kuman yang resisten, bentuk anatomi telinga, adanyakomplikasi, menyebabkan kesulitan dalam hal pengobatan dan perawatan penderita OMSK.

4

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI TELINGA

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis auditorius eksternus ( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba eustachius. 1. Membrana timpani Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm. Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars flacida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa.

5

Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna. 2. Kavum timpani Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya. Batas cavum timpani ; Atas

: tegmen timpani

Dasar

: dinding vena jugularis dan promenensia styloid

Posterior

: mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal

Anterior

: dinding arteri karotis, muara tuba eustachius, m.tensor timpani

Medial

: dinding labirin

Lateral

: membrana timpani Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes.

Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani dengan foramen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam. Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal. 6

Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu : - M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang. - M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale dari getaran yang terlalu kuat. 3. Tuba eustachius Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-inferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa, sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.

7

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS 3.1.Definisi Yang disebut dengan otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis ditelinga tengah dengan perfirasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret yang keluar mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis media supuratif kronis bila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut sebagai otitis media supuratif subakut.

3.2.Etiologi Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cellmediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis. Penyebab OMSK antara lain3: 1.

Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.

2.

Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. 8

3.

Otitis media sebelumnya. Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis.

4.

Infeksi Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5.

Infeksi saluran nafas atas Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6.

Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis.

7.

Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

8.

Gangguan fungsi tuba eustachius. Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK : ·

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.

9

·

Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.

·

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.

·

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

· 3.3.Patofisiologi Disfungsi tuba Eustachius merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM).1 Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.

10

Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.

3.4.Klasifikasi OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna). Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK tipe aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering. Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak disentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma. Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Yang dimaksud OMSK tipe maligna adalah OMSK yang disertai dengan kolesteatom. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatom pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya. Bentuk perforasi membran timpani adalah : 1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total. 2. Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom. 3. Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

3.5.Gejala Klinis 1. Telinga berair (otorrhoe) 11

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 2. Gangguan pendengaran Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara

sehingga

ambang pendengaran

yang didapat

harus

diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya 12

labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.

3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

3.6.Diagnosis Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara: 1. Anamnesis (history-taking) Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak 13

berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. 2. Gejala klinis Ada beberapa gejala klinis yang menyebabkan pasien berobat ke pelayanan kesehatan, antara lain: -

Telinga berair (otorrhoe), sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan.

-

Gangguan pendengaran, ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.

-

Otalgia (nyeri telinga), nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius.

-

Vertigo, vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.

3. Pemeriksaan otoskopi Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. 4. Pemeriksaan audiologi Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. Pemeriksaan penala adalah pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked responce audiometry) bagi pasien anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.

5. Pemeriksaan radiologi Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. 14

6. Pemeriksaan bakeriologik dengan media kultur pada OMSK Identifikasi kuman didasarkan pada morfologi koloni kuman yang tumbuh pada media kultur (agar darah) dan uji biokimia. Identifikasi bakteriologik dalam tubuh manusia (dalam hal ini sekret telinga penderita OMSKBA) masih mengandalkan teknik kultur murni. 7. Pemeriksaan penunjang lain berupa uji resistensi kuman dari sekret telinga.

3.7.Penatalaksanaan Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu: adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar; terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal; sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid dan ; gizi dan higiene yang kurang. Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konserfatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap ampisilin) sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebebnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan maka idealnya dilakukan meringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi dan kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu dilakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat adalah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medika mentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses periosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi. 15

Untuk mencapai hasil terapi antimikroba yang optimal pada OMSK, harus dilakukan isolasi kuman penyebab dan uji kepekaan terhadap antimikroba. Meskipun demikian, tidak semua OMSK berhasil diatasi dengan terapi antimikroba, walaupun terapi yang diberikan telah sesuai dengan uji kepekaan.

3.8.Komplikasi Komplikasi OMSK dapat dibagi atas: 1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) terdiri dari parese n. Fasial dan labirinitis. 2. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, hidrosefalus otitis. Pada radang telinga tengah menahun ini walaupun telinga berair sudah bertahuntahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial.

16

BAB II LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nama

: An. M

Umur

: 17 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Blabak, Mungkid, Magelang

Pekerjaan

: Pelajar

II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan tanggal 14 Maret 2019 di poli THT RST dr. Soedjono Magelang 2.1. Keluhan Utama: Keluar cairan dari telinga kiri 2.2. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan orang tuanya dengan keluhan keluar cairan melalui telinga kiri sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Cairan tersebut berbau, bewarna kuning kehijauan, agak kental dan bersifat hilang timbul. Menurut orang tua pasien cairan tersebut keluar jika menderita pilek atau batuk. Menurut pengakuan anak,telinga kiri tidak nyeri, dan merasa pendengaran berkurang,orang tua mengatakan bahwa anaknya demam ringan diakui 3 hari hari SMRS, riwayat berenang di kolam renang (+) 10 hari yang lalu. Nyeri telinga dan panas badan dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan pada telinga kanan. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal. 17

2.3.

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit serupa

: Orang tua mengaku bahwa anak pernah menderita keluhan serupa pada telinga kiri kurang lebih 1 tahun yang lalu.sembuh dengan pengobatan dokter spesialis.

Riwayat batuk pilek

: batuk pilek dan hidung tersumbat (+) 1 minggu yang lalu, demem ringan 3 hari SMRS.

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Operasi

: disangkal

2.4. Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat batuk pilek

: disangkal

Riwayat alergi dan asma

: disangkal

2.5. Riwayat Sosial Ekonomi: Pasien tinggal dengan bapak ibu. Biaya kesehatan ditanggung oleh BPJS Non-PBI. Kesan ekonomi : cukup

18

III.

PEMERIKSAAN FISIK 3.1. Status Generalis: 3.1.1. Keadaan Umum

: Baik

3.1.2. Kesadaran

: Compos Mentis

3.1.3. Aktifitas

: Normoaktif

3.1.4. Kooperatif

: Kooperatif

3.1.5. Status Gizi

: cukup

3.1.6. Tanda Vital i. Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

ii. Nadi

: 90 x/menit

iii. Frekuensi Pernafasan

: 20 x/menit

iv. Suhu

: 37,3 C

3.2. Status Lokalis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) 3.2.1.

Kepala dan Leher 

Kepala

: Mesocephale



Wajah

: Simetris



Leher

: Pembesaran kelenjar limfe (-)

3.2.2. Gigi dan Mulut: 

Gigi-geligi

: normal



Lidah

: normal, kotor (-), tremor (-)



Pipi

: bengkak (-)

19

3.2.3. Telinga Kanan Auricula

Pre Auricular

Retro Auricular

Mastoid

CAE

Kiri

Bentuk normal,

Bentuk normal,

nyeri tarik (-)

nyeri tarik (-)

tragus pain (-)

tragus pain (+)

Bengkak (-),

Bengkak (-),

nyeri tekan(-),

nyeri tekan (-),

fistula(-)

fistula (-)

Bengkak (-),

Bengkak (-),

Nyeri tekan(-)

Nyeri tekan(-)

Bengkak (-),

Bengkak (-),

Nyeri tekan(-)

Nyeri tekan(-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Serumen (-)

Serumen (-)

Otorea (-)

Otorea (+) kuning kehijauan

Membran

Warna:

Putih

Warna: kemerahan

Timpani

keabu-abuan

Intake (-)

Intake (+)

Perforasi (+) sentral

Perforasi (-)

diameter ±0,3 cm di

Cone of light (+)

kuadran

Retraksi (-)

posterosuperior Cone of light (-)

20

Retraksi (-),

Garpu Tala Tes

AD

AS

Rinne

(+)

(-) Lateralisasi ke kiri

Webber Swabach

Sama dengan

Memanjang

pemeriksa Kesan : CHL AS

3.2.4. Hidung dan Sinus Paranasal: Luar:

Kanan

Kiri

Bentuk

Normal

Normal

Sinus

Inflamasi/tumor

Rhinoskopi

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Transluminasi

Transluminasi

(tidak dilakukan)

(tidak dilakukan)

(-)

(-)

Kanan

Kiri

Anterior

21

Sekret

mukoid (+)

mukoid (+)

Mukosa

hiperemis (+)

hiperemis (+)

Konka Media dan hipertrofi (+)

hipertrofi (+)

Inferior

hiperemis (+)

hiperemis (+)

Tumor Septum Deviasi

(-)

(-)

Tidak terdapat deviasi septum

Massa

(-)

(-)

3.2.5. Faring Orofaring:

Kanan

Kiri

Mukosa

Hiperemis (+)

Hiperemis (+)

Palatum mole

Ulkus (-)

Ulkus(-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Simetris (+)

Simetris (+)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Arcus Laring

Uvula

Ditengah Edema (-)

Tonsil: 

Ukuran



Permukaan

Rata

Rata



Warna

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)



Kripte

Melebar (-)

Melebar (-)



Detritus

T1

(-)

T1

(-)

22

IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG 4.2.Audiometri

: memeriksa gangguan pendengaran.

4.3.Pungsi

: mengambil sekret untuk diperiksa bakteriologis

4.4.Lab darah rutin

: mengetahui tanda-tanda infeksi akut (leukositosis, LED

meningkat, dsb).

V.

RINGKASAN 5.1. Anamnesis  Auris Sinistra i. Otorea (+) ii. Otalgia (-) iii. Pendengaran menurun (+) 

Riw. Batuk Pilek dan Demam ringan (+)



Riw. Berenang di kolam renang 10 hari yang lalu



Orang tua mengaku bahwa anak pernah menderita keluhan serupa pada telinga kiri kurang lebih 1 tahun yang lalu.sembuh dengan pengobatan dokter spesialis.

5.2. Pemeriksaan  Auris Sinistra i. CAE hiperemis (-) ii. Tragus pain (-) iii. Otorea (+) kuning kehijauan

23

iv. Cone of light (-) v. Membran tympani Hiperemis (+) vi. Membran tympani perforasi (+) sentral vii.

Garpu Tala : CHL

 Auris dextra: dbN

VI.

DIAGNOSIS BANDING: 4.1. AS Otitis media supuratif kronik aktif tipe aman 4.2. AS Otitis Media Eksaserbasi Akut 4.3. AS Otitis Media Efusi 4.4. AS Otitis Eksterna

VII.

DIAGNOSIS PRIMER AS Otitis media supuratif kronik aktif tipe aman SEKUNDER Conductive Hearing Loss (CHL) AS

VIII.

USULAN TERAPI dan PENGELOLAAN 

Pembersihan liang telinga dengan suction



Pemberian obat cuci telinga H2O2 / perhidrol



Pemberian obat a. Dekongestan hidung topicalHCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologis b. KortikosteroidDeksametasone oral 0,5mg. 3x1 c. Analgetik Paracetamol 500mg 3 x 1 d. Antibiotik cefadroxil oral 500mg 3x1 selama 5 hari 24

e. Mukolitik  ambroxol 3x 30 mg

IX.

EDUKASI a. Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek liang telinga. b. Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah hilang, agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi. c. Untuk sementara, telinga kiri jangan dulu terkena air. Bila mandi telinga kiri ditutup dengan kapas. d. Datang kembali untuk kontrol, untuk melihat perkembangan peyembuhan pada perforasi membran timpani.

X.

PROGNOSIS: Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad sanam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

25

BAB III PEMBAHASAN

Pada kasus ini diperoleh informasi yang dapat mendukung diagnosis baik dari anamnesa maupun pemeriksaan fisik yang dilakukan. Dari hasil anamnesa didapatkan: Pasien datang dengan orang tuanya dengan keluhan keluar cairan melalui telinga kiri sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Cairan tersebut berbau, bewarna kuning kehijauan, agak kental dan bersifat hilang timbul. Menurut orang tua pasien cairan tersebut keluar jika menderita pilek atau batuk. Menurut pengakuan anak,telinga kiri tidak nyeri, dan merasa pendengaran berkurang,orang tua mengatakan bahwa anaknya demam ringan diakui 3 hari hari SMRS, riwayat berenang di kolam renang (+) 10 hari yang lalu. Nyeri telinga dan panas badan dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan pada telinga kanan. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal. Dari hasil pemeriksaan klinis pada telinga didapatkan adanya otore pada telinga kiri, otore tersebut bersifat mukopurulen dan dari pemeriksaan otoskop terlihat membran timpani perforasi sentral, ukuran sedang kira kira ± 0,3 cm, dan terletak pada kuadran posterosuperior. Sedangkan pada telinga kanan hasil pemeriksaan dengan otoskop didapatkan serumen, membran timpani intak, cone of light yang minimal. Pada pemeriksaan hidung dengan menggunakan spekulum tidak ditemukan adanya kelainan anatomis , hanya ada tanda seperti peradangan. Begitu pula dengan pemeriksaan tenggorokan tidak tampak adanya peradangan pada mukosa dinding faring serta tonsil dalam batas normal. Berdasarkan data pasien diatas dapat mengarahkan diagnosis yaitu AS Otitis media supuratif kronik aktif tipe aman. Diagnosis kronis dapat dilihat dari hasil anamnesis dimana orang tua os mengaku pernah menderita keluhan serupa pada telinga kiri anak lebih kurang 1 tahun yang lalu sehingga untuk diagnosis banding otitis media akut dapat disingkirkan. Terlihat adanya otore dari telinga kanan dan tampak adanya perforsai sentral pada membran timpani dengan ukuran sedang pada kuadran posterosuperior. Pasien didiagnosis dengan OMSK tipe aman karena perforasinya letaknya sentral, hal ini berdasarkan teori mengatakan bahwa pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang, perforasi letaknya di sentral. Dari data pasien diatas dapat ditemukan bahwa faktor predisposisi terjadinya OMSK pada pasien ini adalah pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa. Hal 26

ini berdasarkan teori mengatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis. Selain itu riwayat berenang di kolam renang merupakan salah satu faktor higiene yang berpengaruh. Oleh karena itu dapat diberikan edukasi pada orang tua pasien untuk menjaga kondisi kesehatan anaknya agar infeksi saluran napas atas yang merupakan faktor predisposisi OMSK dapat dihindari serta melarang anaknya untuk tidak berenang/ bisa berenang asalkan menggunahkan ear plug sehingga keadaan membran timpani selalu kering. Untuk terapi medikamentosa pada pasien ini dapat diberikan obat cuci telinga (H2O2/perhidrol 3%) pada telinga yang otore aktif. Dan dapat diberikan antibiotik golongan cefalosporin atau eritromisin (bila alergi terhadap cephalosporin) sebelum ada hasil kultur. idealnya adalah memberikan antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya, Oleh kerena itu diperlukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi antibiotika dari sekret telinga. Selanjutnya di berikan obat anti inflamasi kortikosteroid untuk menekan respon iflamasi,lalu di berikan anti piretik/anti nyeri paracetamol, dan dekongestan untuk mengatasi hidung tersumbat.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p. 64-77. 2. Christanto, A. et al. Pendekatan Molekuler (RISA) untuk Membedakan Spesies Bakteri Otitis Media Supuratif Kronik Benigna Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007 3. Nursiah, S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU / RSUP. H. Adam Malik Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003 4. Soetirto, I. et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p.10-22 5. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994: p. 392-412. 6. Aboet, A. Radang Telinga Tengah Menahun. Universitas Sumatera Utara: Medan.2007 7. Boesoirie, TS dan Lasminingrum. Perjalanan Klinis dan Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Fakultas Kedokteran UNPAD/RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung. 2009.

28

Related Documents

Cbd Omsk Lutfi.docx
May 2020 15
Omsk Darini.docx
June 2020 10
Cbd Andri.docx
May 2020 10
Cbd Fara.docx
June 2020 16
Cbd Brpn.docx
May 2020 14
Cbd-pe.pptx
May 2020 14

More Documents from "Chuks Levi"