Patologi Teinga.docx

  • Uploaded by: Lutfi Edogawa
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Patologi Teinga.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 15,691
  • Pages: 79
ANATOMI ,FISIOLOGI DAN PATOLOGI TELINGA Anatomi Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam

Gambar 1: Anatomi Telinga dan Pembagian Telinga a. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga sampai membran timpani.1,3 Aurikula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara. Aurikula terdiri atas lempeng tulang rawan elastik tipis yang ditutupi kulit. Aurikula mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh N. Facialis.1

1

Gambar 2 : Anatomi Telinga Luar Meatus akustikus eksternus (liang telinga) adalah tabung berkelok yang terbentang antara aurikula sampai membaran timpani. Berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke mebran timpani. Pada orang dewasa panjang nya ± 1 inci (2,5 cm) dan dapat diluruskan untuk memasang otoskop dengan menarik aurikula ke atas dan ke belakang. Pada anak, aurikula cukup ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan kebelakang. Daerah meatus yang paling sempit ± 5 mm dari membran timpani.1 Sepertiga meatus bagian luar mempunyai kerangka tulang rawan elastik dan dua pertiga dalam oleh tulang, yang dibentuk lempeng timpani. Meatus dilapisi kulit dan sepertiga bagian luarnya memiliki rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen. Yang terakhir ini adalah modifikasi kelenjar keringat, yang menghasilkan lilin

coklat

kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket untuk mencegah masuknya benda-benda asing. Suplai saraf sensoris ke kulit pelapisnya, berasal dari N. Aurikulo temporalis dan cabang N. Vagus.1 2

b. Telinga Tengah kavum timpani adalah ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi membran mukosa. Di dalamnya didapatkan tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendangan) ke perilimf telinga dalam. Merupakan suatu ruang mirip celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak sejajar dengan bidang membran timpani.1 Telinga tengah berbentuk kubus dengan: Batas luar

: Membran timpani

Batas depan

: Tuba eustachius

Batas Bawah

: Vena Jugularis

Batas belakang

: Aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis

Batas Dalam

: Kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani adalah membran fibrosa tipis yang berbentuk bundar yang berwarna putih mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan “kerucut cahaya”, yang memancar ke anterior dan inferior dari umbo.1 Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada jendela oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.8 Tuba auditiva terbentang dari dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan medial sampai ke nasofaring. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah kartilago. Tuba berhubungan dengan nasofaring dengan berjalan melalui pinggir atas m. konstriktor faringes superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan nasofaring.1

3

Gambar 3 : Anatomi telinga tengah

c. Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis yaitu: -

Kanalis semisirkularis superior

-

Kanalis semisirkularis posterior

-

Kanalis semisirkularis lateral

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ korti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membrane basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, luas dan kanalis korti, yang membentuk organ korti.3

4

Gambar 4 : Anatomi Telinga Dalam

Fisiologi Pendengaran Proses pendengaran diawali oleh dengan ditangkapnya energi bunyi (gelombang suara) oleh daun telinga dan melalui liang telinga diteruskan ke membran timpani. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian

5

tulang pendengaran yang akan mengaplikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian luas membran timpani dan tingkap lonjong (oval window).3 Energi getar yang telah di amplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggetarkan oval window sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.3 Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.3 Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi steresilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.3 Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 3940) dilobus temporalis. 3

Gambar 6 : Fisiologi Pendengaran

6

1. KELANAN KONGENITAL TELINGA FISTULA PREAURIKULA DEFINISI Kelainan bawaan pada telinga yang sering ditemukan, namun tidak semuanya menimbulkan keluhan bagi penderitanya. Kelainan ini terbentuk akibat gangguan perkembangan arkus brakial I dan II.6,7,10

EPIDEMIOLOGI Dalam sebuah studi, insidensi fistula preaurikular di Amerika Serikat sekitar 00.9% dan insidensinya di kota New York sekitar 0.23%. Di Taiwan, insidensinya sekitar 1.6-2.5% di Skotlandia sekitar 0.06% dan di Hungaria sekitar 0.47%. Di beberapa bagian Asia dan Afrika, insidensinya sekitar 4-10%.10 Mortalitas/ Morbiditas 

Fistula preaurikular tidak berhubungan dengan dengan mortalitas.



Morbiditas termasuk infeksi rekuren pada bagian tersebut, ulserasi, jaringan parut, pioderma dan sellulitis fasial. Secara spesifik, kondisi ini dapat diikuti oleh terjadinya: abses pada dan anterior dari telinga yang terlibat, drainase kronik dan rekurren dari lubang fistula, otitis externa dan sellulitis fasial unilateral.



Terapi dengan operasi dihubungkan dengan angka kejadian morbiditas ini, dengan kemungkinan kekambuhan post operasi.10 Insidens fistula preaurikular pada orang kulit putih adalah 0.0-0.6% dan

insidensinya pada ras Amerika, Afrika dan Asia adalah 1-10%. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk menderita kelainan ini. Fistula preaurikular muncul pada masa antenatal dan terlihat pada saat lahir.10 GEJALA KLINIS 1. Biasanya pasien datang berobat oleh karena terdapat obstruksi dan infeksi. 2. Karena muara dari fistula ini mengeluarkan sekret.11

7

TERAPI Terapi Medis Dalam sebuah studi yang besar, 52% pasien mengalami peradangan pada fistulanya, 34% mengalami abses dan 18% dari fistulanya mengalami infeksi. Agen infeksius yang teridentifikasi adalah Staphylococcus epidermidis (31%), Staphylococcus aureus(31%), Streptococcus viridans(15%), Peptococcus sp. (15%) dan Proteus sp. (8%). Sekali pasien mengalami infeksi pada fistulanya, pasien tersebut harus diberikan antibiotik sistemik. Jika terdapat abses, abses tersebut harus di insisi dan di drainase dan eksudat harus dikirim untuk dilakukan pengecatan Gram dan kultur untuk dapat memilih antibiotik yang tepat.10 Operasi Sekali infeksi terjadi, kemungkinan terjadinya kekambuhan eksaserbasi akut sangat tinggi dan saluran fistula harus diangkat dengan cara operasi. Operasi perlu sekali dilakukan ketika infeksi yang telah diberikan antibiotik dan peradangan pasti memiliki waktu untuk sembuh. Indikasi operasi masih menjadi perdebatan. Beberapa percaya bahwa saluran fistula harus di ektirpasi dengan cara operasi pada pasien yang asimptomatik karena onset gejala dan infeksi yang berikutnya menyebabkan pembentukan jaringan parut (scarring), yang memungkinkan pengangkatan yang tidak sempurna dari saluran fistula dan kekambuhan setelah operasi. Angka kekambuhan setelah operasi adalah 13-42%.10 Sebagian besar kekambuhan setelah operasi terjadi karena pengangkatan yang tidak sempurna pada saat dioperasi. Salah satu jalan untuk mencegah kekambuhan adalah dengan mengetahui gambaran jelas dari saluran tersebut ketika operasi. Beberapa ahli bedah memasang kanul mulut dan menginjeksi biru metilen kedalam saluran 3 hari sebelum operasi di bawah kondisi yang steril. Membuka saluran dan kemudian melakukan jahitan pada sutura. Teknik ini memperbesar saluran dan ini diperpanjang oleh sekresinya sendiri dengan memasukkan biru metilen.10 Selama operasi, beberapa ahli bedah menggunakan sebuah probe atau memasukkan metilen blue ke dalam saluran untuk kanulasi mulut. Teknik standar untuk ekstirpasi saluran sinus meliputi insisi sekeliling fistula dan sekaligus pembedahan traktus dekat 8

heliks. Pendekatan insisi supra aurikular lebih sering berhasil dan diperpanjang insisi sampai post aurikular. Sekali fasia temporalis di identifikasi, pembedahan traktus dimulai. Kartilago aurikular yang menempel pada saluran diangkat untuk menurunkan angka kekambuhan sampai dengan 5%.10 KOMPLIKASI 1. Pasien dapat mengalami infeksi pada salurannya dengan pembentukan abses. 2. Kekambuhan post operasi merupakan komplikasi dari ekstirpasi saluran fistula 3. Sebagian kekambuhan terjadi masa-masa awal setelah operasi, berlangsung dalam 1 bulan prosedur. Kekambuhan harus dicurigai ketika discharge dari saluran sinus tetap ada. Insidensi kekambuhan terjadi sekitar 5-42%.10 PROGNOSIS 

Fistula preaurikular umumnya memiliki prognosis yang baik.

MIKROTIA DEFINISI Malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia). Biasanya bilateral dan berhubungan dengan stenosis atau atresia meatus akustikus eksternus dan mungkin malformasi inkus dan maleus.9,12 EIOLOGI Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Mikrotia. Tapi hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan : a. Faktor Makanan b. Stress c. Kurang Gizi pada saat kehamilan d. Menghindari pemberian / penggunaan obat - obatan / zat kimia e. Genetik bisa menjadi salah satu faktor penyebab mikrotia tapi belum pernah diketahui bagaimana genetik bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab Mikrotia.9 9

EPIDEMIOLOGI Terjadi pada setiap 5000 - 7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap negara dan ras individual). Jumlahnya di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum pernah ada koleksi data sehubungan dengan mikrotia. Sekitar 90% kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10% dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral. Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga kanan. Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan anak perempuan (sekitar 65:35). Dan ras Asia lebih sering terkena dibanding ras lain.9 MANIFESTASI KLINIS Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar dan Jahrsdoerfer,1 yaitu: a.

Derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak diperlukan prosedur operasi untuk kelainan daun telinga ini. Telinga berbentuk lebih kecil dari telinga normal. Semua struktur telinga luar ada pada grade I ini, yaitu kita bisa melihat adanya lobus, heliks dan anti heliks. Grade I ini dapat disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar (eksternal auditori kanal).

b.

Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya lobus, heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang hilang. Namun masih terdapat lobulus dan sedikit bagian dari heliks dan anti heliks.

c.

Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia. Kelainan ini membutuhkan proses operasi rekonstruksi dua tahap atau lebih. Kelompok ini diklasifikasikan sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar pasien anak akan mempunyai mikrotia jenis ini. Telinga hanya akan tersusun dari kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian bawahnya. Biasanya juga terdapat jaringan lunak di bagian atas nya, dimana ini merupakan tulang kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya pada kategori ini juga akan disertai atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.9,12

10

Gambar 1: Grade I

Gambar 3: Grade III

Gambar 2: Grade II

Gambar 4: Anotia

DIAGNOSIS Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang dilahirkan memiliki telinga yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran akan digunakan untuk mengetahui apakah ada gangguan pendengaran di telinga yang bermasalah atau tidak. Dan jika ada gangguan pendengaran, maka derajat berapa gangguan pendengarannya.9 PENATALAKSANAAN Usia pasien menjadi pertimbangan operasi, minimal berumur 6–8tahun. Pada usia ini, kartilago tulang iga sudah cukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka telinga dan telinga sisi normal telah mencapai pertumbuhan maksimal, sehingga dapat digunakan sebagai contoh rangka telinga. Pada usia ini daun telinga mencapai 80–90% ukuran dewasa.8,12 Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi jarang menghasilkan kosmetik yang memuaskan. Prostesis yang artistik adalah pemecahan yang 11

paling baik untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan pendengaran normal dari telinga telinga sisi lain, rekonstruksi telinga tengah tidak dianjurkan, tetapi bila terjadi gangguan pendengaran bilateral, dianjurkan rekonstruksi telinga tengah.9 Teknik Brent melibatkan empat tahapan: 1.

Pembuatan dan penempatan dari kerangka aurikuler kartilago tulang rusuk.

Gambar 5. Pembuatan dari kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk. Teknik brent tahap 1 A: Blok dasar diperoleh dari sinkondrosis dari dua kartilago tulang rusuk. Pinggiran heliks dipertahankan dari sebuah kartilago rusuk yang “mengambang” B: Mengukir detail menjadi dasar menggunakan gouge. C: Penipisan dari kartilago tulang rusuk untuk membuat pinggiran heliks. D: Mengaitkan pinggiran ke blok dasar menggunakan benang nilon. E: Kerangka selesai.9

12

Gambar 6. Pemasangan dari kerangka telinga Teknik Brent tahap 1. A: Tanda preoperatif menandakan lokasi yang diinginkan dari kerangka (garis lurus) dan pelebaran dari pembedahan yang diperlukan (garis putus-putus). B: Pemasangan dari kerangka kartilago. C: Tampilan setelah tahap pertama. Kateter suction digunakan untuk menghisap kulit ke dalam jaringan interstisial dari kerangka.9

Gambat 7. Rotasi dari lobulus. Teknik Brent tahap 2. Lubang telinga di rotasi dari malposisi vertikal menjadi posisi yang benar di aspek kaudal dari kerangka. A: Desain dari rotasi lobus dibuat dengan insisi yang dapat digunakan di tahap 4, konstruksi tragus. B: Setelah rotasi dari lobulus.9

13

A

B C

Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler. Gambar 8. Elevasi dari kerangka dan skin graft menjadi sulkus. Teknik Brent tahap 3. A: Insisi dibuat dibelakang telinga. B: Kulit kepala retroaurikuler dimajukan ke sulkus jadi graft akhir tidak akan terlihat. C: Graft yang tebal pada permukaan medial yang tidak tersembunyi dari aurikel.9

Gambar 9. Konstruksi dari tragus.

Teknik Brent tahap 4. A: Graft konka diambil dari dinding konka posterior dari telinga yang berlawanan. B: Insisi bentuk L dibuat dan graft dimasukkan dengan permukaan kulit di bawah. C: Graft sembuh dengan baik.9

14

PROGNOSIS Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang normal. Karena adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan terbiasa dengan pendengaran yang mono aural (tidak stereo). Sebaiknya orang tua berbicara dengan gurunya untuk menempatkan anak di kelas sesuai dengan sisi telinga yang sehat agar anak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Pada kasus bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga tidak terjadi gangguan pendengaran. Hanya saja anak-anak perlu dibantu untuk dipasang dengan alat bantu dengar konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor Hearing Aid). Hal ini diperlukan agar tidak terjadi gangguan perkembangan bicara pada anak. Lebih jauh lagi agar proses belajar anak tidak terganggu.

LOP’S EAR (BAT’S EAR) Kelainan ini merupakan kelainan kongenital, yaitu bentuk abnormal daun telinga dimana terjadi kegagalan pelipatan antiheliks. Tampak daun telinga lebih lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologik tidak terdapat gangguan pendengaran, tetapi dapat menyebabkan ganguan psikis karena estetik. Koreksi bedah umumnya dilakukan pada usia 5 tahun karena perkembangan telinga luar hampir sempurna. Operasi dilakukan sebelum anak masuk sekolah untuk mencegah ejekan teman dan efek emosional serta psikologis.4,6,7

15

ATRESIA LIANG TELINGA Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk, juga biasanya disertai dengan kelainan daun telinga dan tulang pendengaran. Kelainan ini jarang disertai kelainan telinga dalam, karena perkembangan embriologik yang berbeda antara telinga dalam dengan telinga luar dan telinga tengah.6,7 Atresia telinga kongenital merupakan kelainan yang jarang ditemukan. Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan jelas, diduga oleh faktor genetik, seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia pada kehamilan muda.6 Diagnosis atresia telinga kongenital hanya dengan melihat daun telinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atresia saja, keadaan telinga tengahnya tidak mudah di evaluasi. Sebagai indikator untuk meramalkan keadaan telinga tengah ialah keadaan daun telinganya. Makin buruk keadaan daun telinga, makin buruk pula keadaan telinga tengah.6 Atresia liang telinga dapat unilateral dan bilateral. Tujuan operasi rekontruksi ialah selain dari memperbaiki fungsi pendengaran, juga untuk kosmetik. Pada atresia liang telinga bilateral masalah utama ialah gangguan pendengaran. Setelah diagnosis ditegakkan sebaiknya pada pasien dipasang alat bantu dengar, baru setelah berusia 5 – 7 tahun dilakukan operasi pada sebelah telinga. Pada atresia liang telinga unilateral, operasi sebaiknya dilakukan setelah dewasa, yaitu pada umur 15 – 17 tahun. Operasi dilakukan dengan bedah mikro telinga.6

2. INFEKSI TELINGA 2.1. Infeksi Aurikula a. Selulitis aurikular Selulitis auricular adalah infeksi pada kulit yang melapisi bagian luar telinga dan biasanya didahului riwayat trauma. Gejala selulitis dapat berupa nyeri, eritem, bengkak dan hangat pada bagian luar telinga terutama lobul namun tanpa keterlibatan meatus auditorius atau struktur lainnya. Terapi berupa kompres hangat dan antibiotik oral seperti dicloxacillin yang aktif terhadap patogen kulit dan jaringan lunak (terutama S.aureus dan

16

streptokokus). Antibiotik

intravena seperti sefalosporin generasi pertama

jarang digunakan kecuali pada kasus yang sangat berat. b. Perikondritis Perikondritis merupakan infeksi pada perikondrium dari kartilago aurikular yang biasanya didahului trauma. Infeksi dapat menyebar ke dalam kartilago dan menjadi kondritis. Gejala infeksi menyerupai selulitis aurikular, terdapat eritem dan nyeri yang luar biasa pada pinna, namun lobul tidak begitu terlibat. Etiologi tersering adalah P. Aeruginosa dan S. Aureus. Terapi dengan memberikan antibiotik sistemik yang sensitif terhadap etiologi tersering. Jika perikondritis tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi antibiotik, penyebab inflamasi lain harus dipikirkan. Dapat terjadi komplikasi berupa mengkerutnya daun telinga akibat hancurnya tulang rawan yang menjadi kerangka daun telinga (cauliflower ear).

2.2. Otitis Eksterna Otitis eksterna adalah radang liang telinga akibat infeksi bakteri, jamur dan virus. Ada 2 jenis otitis eksterna yaitu otitis eksterna akut dan otitis eksterna kronik. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna, yaitu :

17

1. Derajat keasaman (pH). pH basa mempermudah terjadinya otitis eksterna. pH asam berfungsi sebagai protektor terhadap kuman. 2.

Udara. Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman bertambah banyak.

3. Trauma. Trauma ringan misalnya setelah mengorek telinga. 4. Berenang. Perubahan warna kulit liang telinga dapat terjadi setelah terkena air. Otitis eksterna merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis eksterna. Otitis eksterna difusa merupakan tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh pseudomonas, stafilokokus dan proteus, atau jamur. Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang pada iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dari otitis eksterna sangat komplek dan sejak tahun 1844 banyak peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini seperti Branca (1953) mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan kekambuhan. Senturia dkk (1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab dan trauma terhadap epitel dari liang telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk (1984) mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan terjadi otitis eksterna baik yang akut maupun kronik.

Etiologi Swimmer’s ear (otitis eksterna) sering dijumpai, didapati 4 dari 1000 orang, kebanyakan pada usia remaja dan dewasa muda. Terdiri dari inflamasi, iritasi atau infeksi pada telinga bagian luar. Dijumpai riwayat pemaparan terhadap air, trauma mekanik dan goresan atau benda asing dalam liang telinga. Berenang dalam air yang tercemar merupakan salah satu cara terjadinya otitis eksterna (swimmer’s ear). Bentuk yang paling umum adalah bentuk boil (Furunkulosis) salah satu dari satu kelenjar sebasea 1/3 liang telinga luar. Pada otitis eksterna difusa disini proses patologis membatasi kulit sebagian kartilago dari otitis liang telinga luar, konka daun telinga penyebabnya idiopatik, trauma, iritan, bakteri atau fungal, alergi dan lingkungan. Kebanyakan 18

disebabkan alergi pemakaian topikal obat tetes telinga. Alergen yang paling sering adalah antibiotik, contohnya: neomycin, framycetyn, gentamicin, polimixin, anti bakteri dan anti histamin. Sensitifitas poten lainnya adalah metal dan khususnya nikel yang sering muncul pada kertas dan klip rambut yang mungkin digunakan untuk mengorek telinga. Infeksi merupakan penyakit yang paling umum dari liang telinga luar seperti otitis eksterna difusa akut pada lingkungan yang lembab. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %), strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides (11%).1 Istilah otitis eksterna akut meliputi adanya kondisi inflasi kulit dari liang telinga bagian luar.

Patofisiologi Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana. Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur.

Klasifikasi Otitis Eksterna A. Penyebab tidak diketahui :  Malfungsi kulit : dermatitis seboroita, hiperseruminosis, asteotosis  Eksema infantil : intertigo, dermatitis infantil.  Otitis eksterna membranosa.  Meningitis kronik idiopatik.  Lupus erimatosus, psoriasis. B. Penyebab infeksi  Bakteri gram (+) : furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima, sellulitis, erisipelas.

19

 Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa, otitis eksterna granulosa, perikondritis.  Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC.  Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen.  Meningitis

bullosa,

herpes

simplek,

herpes

zoster,

moluskum

kontangiosum, variola dan varicella.  Protozoa  Parasit C. Erupsi neurogenik : proritus simpek, neurodermatitis lokalisata/desiminata, ekskoriasi, neurogenik. D. Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat), dermatis atopik, erupsi karena obat, dermatitis eksamatoid infeksiosa, alergi fisik. E.

Lesi traumatika : kontusio dan laserasi, insisi bedah, hemorhagi (hematom vesikel dan bulla), trauma (terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi).

F.

Perubahan senilitas.

G. Deskrasia vitamin. H. Diskrasia endokrin.

1.

Otitis Eksterna Sirkumskripta (furunkel = bisul) Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat itu dapar terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentk furunkel. Kuman penyebab biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar di bawahnya sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri juga dapat timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibula). Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran, bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga.

20

Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan antibiotic dalam bantuk salep, seperti polymixin B atau bacitracin atau antiseptic (asm asetat 2-5% dalam alkohol). Kalau dinding furunkel tebal, dilakukan insisi, kemudian dipasang salir (drain) untuk menfalirkan nanahnya. Biasanya tidak perlu diberikan antibiotik secara sistemik, hanya diberikan obat simptomatik seperti analgetik dan obat penenang.

2.

Otitis Eksterna Difus Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya. Kuman penyebab biasanya golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai penyebab ialah Staphylococcus albus, Escherichia coli dan sebagainya. Otitis eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis. Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar getah bening regional membesar dan nyeri tekan serta terdapat secret yang berbau, secret ini tidak mengandung lender (musin) seperti sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.

21

Otitis eksterna diffusa dapat dibagi atas 3 stadium yaitu : 1.

“Pre Inflammatory“

2.

Peradangan akut (ringan/ sedang/ berat)

3.

Radang kronik Pengobatannya dengan membersihkan liang telinga, memasukkan

tampon yang mengandung antibiotic ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kul;it yang meradang. Kadangkadang diperlukan obat antibiotik sistemik.

3.

Otitis Eksterna Maligna Otitis eksterna maligna adalah infeksi difus di liang telinga luar dan struktur lain di sekitarnya. Biasanya terjadi pada orang tua dengan penyakit diabetes melitus yang diakibatkan peningkatan pH serumen sehingga lebih rentan terhadap otitis eksterna. Kondisi immunocompromise dan mikroangiopati dapat menyebabkan otitis eksterna berkembang menjadi otitis eksterna maligna. Pada otitis eksterna maligna peradangan meluas secara progresif ke lapisan subkutis, tulang rawan dan tulang sekitar sehingga menyebabkan kondritis, osteitis dan osteomielitis yang menghancurkan tulang temporal. Gejala otitis eskterna maligna berupa rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikuti oleh nyeri, sekret yang banyak serta pembengkakan liang telinga. Liang telinga dapat tertutup oleh pertumbuhan jaringan granulasi. Jika saraf fasialis mengalami kerusakan, dapat terjadi paresis atau paralisis fasial. 22

Pada pemeriksaan dapat ditemukan : • Adanya inflamasi yang terlihat pada liang telinga luar dan jaringan lunak periaurikuler • Nyeri yang hebat, ditandai kekakuan jaringan lunak ramus mandibula dan mastoid • Jaringan granulasi terdapat pada dasar hubungan tulang dan tulang rawan. •

Nervus kranialis harus (V-XII) diperiksa

• Status mental harus diperiksa. •

Membran timfani intak

• Demam tidak umum terjadi. • CT scan, scan tulang, dan scan gallium dapat membantu menentukan adanya penyakit ini

Staging pada otitis eksterna maligna : - Stage I : Otitis eksterna nekrotikan otalgi yang menetap, terbatas pada liang telinga luar, tidak ada kelumpuhan n. fasialis - Stage II : osteomielitis pada basis tengkorak yang terbatas kelumpuhan nevus fasialis pada foramen jugualar bagian lateral - Stage III : Osteomielitis pada basis tengkorak yang ekstensfi Ekstensi sampai foramen jugular dan lebih medial bawah dari kepala Kelainan patologik yang penting adalah osteomielitis progresif yang disebabkan Pseudomonas aeroginosa. Pengobatan dengan antibiotik golongan fluoroquinolon dosis tinggi per oral sambil menunggu hasil kultur dan uji resistensi. Jika infeksi terlalu berat dapat diberikan antibiotik 23

parenteral kombinasi dengan antibiotik golongan aminoglikosida selama 6-8 minggu. Antibiotik lain yang sering digunakan adalah ciprofloxasin, ticarcillin-clavulanat, piperacilin, ceftriaxone, ceftazidine, cefepime, tobramicin, gentamicin. Selain pemberian antibiotik, diperlukan tindakan membersihkan luka secara radikal untuk memperlambat perjalanan penyakit. Otitis eksterna maligna dapat kambuh sekitar satu tahun setelah pengobatan komplit. Tingkat kematian 10 %, tetapi kematian tetap tinggi pada pasien dengan neuropati atau adanya komplikasi intracranial

Gejala Klinis Otitis Eksterna 1. Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan kekulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna. 2. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga. 3. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik merupakan keluhan utama. 4. Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering 24

menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara.

Tanda-Tanda Klinis Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi : 1. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit. 2. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif 3. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak 4. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif.

2.3. Otomikosis Otomikosis adalah infeksi jamur superfisial atau subakut pada kanalis auditorius externus. Liang telinga merupakan tempat yang ideal untuk tumbuhnya organisme saprofit seperti jamur tertentu karena liang telinga dihubungkan dengan udara luar oleh suatu lubang yang sempit, sehingga dapat berfungsi sebagai tabung biakan dan merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan jamur. Jamur biasanya menginvasi secara sekunder pada jaringan luka yang pertama kali disebabkan oleh infeksi bakteri, cedera fisik atau penimbunan serumen yang berlebihan di kanalis auditorius externus. Otomikosis dapat diklasifikasikan menjadi otomikosis primer dan sekunder. Otomikosis primer biasanya terjadi pada keadaan lembab saat atmosfir mengandung kelembapan yang tinggi. Kelembapan yang tinggi ini membuat kulit liang telinga luar membengkak dan berair. Hal ini menjadi predisposisi infeksi jamur. Otomikosis sekunder terjadi sebagai immunocompromised seseorang dan pada orang yang mengalami OMSK. Pasien dengan OMSK biasanya menggunakan tetes telinga antibiotik spektrum luas. Tetes telinga ini tidak hanya membunuh patogen tetapi juga komensal alami yang menyebabkan infeksi jamur sekunder. 25

Jamur dapat sebagai penyebab utama dari suatu infeksi primer, tetapi biasanya juga disertai dengan infeksi bakteri kronik yang berasal dari kanalis eksterna ataupun telinga tengah. Otomikosis sekunder dapat terjadi jika penyebab infeksi primer tidak diatasi. Semua jamur dapat berkembang pada lingkungan yang suasananya lembab, hangat dan gelap. Dari ketiga faktor tersebut suasana lembab merupakan faktor predisposisi yang mempercepat pertumbuhan jamur. Terdapat beberapa faktor yang memudahkan timbulnya otomikosis : 1. Terjadinya perubahan pH epitel liang telinga yang semula bersifat asam menjadi bersifat basa. 2. Temperatur dan kelembaban udara. 3. Trauma, kebiasaan mengorek telinga dengan bahan yang kurang bersih, atau mengorek telinga terlalu keras sehingga menimbulkan goresan pada kulit liang telinga. 4. Korpus alienum (benda asing) dalam telinga seperti air, timbunan serumen atau serangga. 5. Kelainan kongenital, yaitu bentuk liang telinga yang sempit dan melekuk lebih tajam sehingga menghalangi pembersihan serumen atau menyebabkan kelembaban yang tinggi pada liang telinga. 6. Penggunaan antibiotika dan steroid yang lama pada telinga. 7. Imunnocompromised condition. 8. Penyakit kulit seperti dermatitis seboroik dan psoriasis. Jamur yang paling sering menyebabkan otomikosis merupakan spesies Aspergillus dan Candida, meskipun jamur yang lain juga dapat ditemukan. Aspergillus merupakan jamur yang berspora yang membentuk hifa. Aspergillus flavus, Aspergillus niger dan Aspergillus fumigatus merupakan 3 spesies yang paling sering ditemukan. Jamur-jamur ini berbentuk spora yang berwarna kuning, hitam/coklat dan abu-abu. Candida merupakan jamur dimorfik. Dapat terlihat sebagai bentuk pseudohifa dan sebagai jamur berbentuk kuncup. Gejala awal otomikosis adalah perasaan penuh pada telinga dan rasa gatal pada liang telinga. Kadang-kadang juga ditemukan adanya cairan. Penyumbatan liang telinga dapat menyebabkan penurunan pendengaran dan mendengar bunyi mendenging (tinitus). Pada pemeriksaan otoskopi menunjukkan adanya kumpulan kotoran (debris), tampak meradang (eritema) dan pembengkakan liang telinga.

26

Jika penyebabnya adalah Aspergillus niger sering ditemukan adanya spora berwarna kehitaman.

Penatalaksanaan terpenting adalah menghilangkan faktor predisposisi, penggunaan antijamur dan menjaga kebersihan liang telinga. Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadangkadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara topikal.

2.4. Herpes Zoster Otikus Herpes Zoster Otikus adalah infeksi virus pada telinga dalam, telinga tengah dan telinga luar. HZO manifestasinya berupa otalgia berat yang disertai dengan erupsi kulit biasanya pada CAE dan pinna. Bila disertai dengan paralisis n VII maka disebut sebagai Ramsay Hunt Syndrome. Patofisiologi : merupakan reaktifasi dari varicella-zoster virus (VZV) yang terdistribus sepanjang saraf sensoris yang menginervasi telinga, termasuk didalamnya ganglion genikulatum. Apabila gejala disertai kurang pendengaran dan vertigo, maka ini adalah akibat penjalaran infeksi virus langsung pada N. VIII pada posisi sudut serebelo pontin, atau melalui vasa vasorum. Anamnesis disertai riwayat : nyeri dan terasa panas pada sekitar telinga, wajah, mulut dan lidah. Vertigo, nausea, muntah. Kurang pendengaran, hiperakusis, tinitus. Rasa sakit pada mata, lakrimasi. Vesikel bisa muncul sebelum, selama maupun sesudah terjadinya paralisis n VII.

27

Perlu ditanyakan riwayat pernah terkena cacar air sebelumnya, bahkan saat masih kecil. Terapi : sampai saat ini sifatnya hanya suportif misalnya kompres hangat analgetik narkotika dan antibiotika untuk mencegah sekunder infeksi. Sebenarnya antivirus memberikan efek yang baik yaitu penyakit menjadi tidak terlalu berat dan cepat membaik. 2.5. Infeksi Kronis Liang Telinga Penyakit ini merupakan akibat dari infeksi bakteri maupun infeksi jamur yang tidak diobati dengan baik, iritasi kulit yang disebabkan cairan otitis media, trauma belulang, adanya benda asing, penggunaan cetakan (mould) pada alat bantu dengar (hearing aid) dapat menyebabkn tadang kronis. Akibatnya terjadi stenosis atau penyempitan liang telinga da terbentuknya jaringan parut (sikatriks). Pengobatannya memerlukan rekonstruksi liang telinga.

2.6. Otitis Media Akut Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. 1. Etiologi Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang-kadang menginfeksi telinga tengah

28

bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir. Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal. - Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan. - Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. - Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

2. Patofisiologi Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan 29

halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

3. Gejala Klinis Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah: 1. Stadium oklusi tuba Eustachius Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.

2. Stadium hiperemis (presupurasi) Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

30

3. Stadium supurasi Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

4. Stadium perforasi Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari 31

telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.

5. Stadium resolusi Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut (OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.

Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (>39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.

4. Diagnosis Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut. 32

1.

Penyakitnya muncul mendadak (akut)

2.

Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: a. Menggembungnya gendang telinga b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga d. Cairan yang keluar dari telinga

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: a. Kemerahan pada gendang telinga b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menariknarik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejalagejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata. Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan

33

otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.

5.

Pencegahan Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA

6.

Komplikasi Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi. Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yangtidak diobati. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen. Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa. Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama 3 bulan atau lebih.

7. Penatalaksanaan Terapi OMA bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Stadium Oklusi. Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Selain itu sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman. 34

Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.

35

Stadium Supurasi. Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur. Stadium Perforasi. Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari. Stadium Resolusi. Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian, antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatansekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).

2.7.

Otitis Media Supuratif Kronik Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Batasan waktu 2 bulan tersebut dari negara ke negara bervariasi, WHO menentukan batasan waktu 2 minggu (Helmi, 2005). Bailey dan Scott-Brown’s mengatakan batasan waktu OMSK adalah lebih dari 3 bulan (Canter, 1997 ; Kenna, 2006)..Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi kronis bidang THT di Indunesia yang masih sering menimbulkan ketulian dan kematian (Djaafar, 2001). Angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang dibandingkan dengan negara maju, karena beberapa hal misalnya higiene yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk serta masih ada pengertian 36

masyarakat yang salah terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas. Berdasarkan hasil survei epidemiologi yang dilakukan di tujuh propinsi di Indonesia tahun 1994-1996, didapati bahwa prevalensi OMSK secara umum adalah 3,8%. Disamping itu pasien OMSK merupakan 25% dari pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Angka kejadian OMSK yang rendah, di negara maju ditemukan pada pemeriksaan berkala, pada anak sekolah yang dilakukan oleh School Health Service di Inggris Raya sebesar 0,9%, tetapi prevalensi OMSK yang tinggi juga masih ditemukan pada ras tertentu di negara maju, seperti Native American Apache 8,2%, Indian Kanada 6%, dan Aborigin Australia 25% (Djaafar, 2005). Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien, sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 adalah 28 dan 29%. Survei prevalensi diseluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. 1. Patogenesis Hingga saat ini patogenesis OMSK masih belum diketahui dengan jelas. Goodhill dan Paparella menyatakan bahwa OMSK merupakan penyakit yang sebagian besar sebagai komplikasi infeksi saluran pernapasan bagian atas, kelanjutan dari otitis media akut yang tidak sembuh. Kemungkinan besar proses primer terjadi pada sistem tuba eustachius, telinga tengah dan selulae mastoidea. Proses ini khas, berjalan perlahan-lahan secara kontinu dan dinamis, berakibat hilangnya sebagian mambran timpani sehingga memudahkan proses menjadi kronik. Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi menjadi kronik sangat bervariasi, antara lain : a. Gangguan fungsi sistem tuba eustachius yang kronik akibat infeksi hidung dan tenggorok yang kronik atau berulang, atau adanya obstruksi tuba eustachius parsial atau total. b. Perforasi membran timpani yang menetap.

37

c. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik yang menetap pada telinga tengah. d. Gangguan aerasi telinga tengah atau rongga mastoid yang sifatnya menetap. Hal ini disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanoslerosis. e. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelembaban umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh. 2. Patologi Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustachius sehingga rongga timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat mengeluarkan sekret terusmenerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat penumpukan sekret dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman darikanalis auditorius eksternus dan dari luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani, menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan parut. Selama fase aktif, epitel mukosa mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengekskresi sekret mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami pross pembentukan jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi drainase, menyebabkan penyakit menjadi persistenPerforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang 38

akan mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaiain tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolegenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofi dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif 3.

Etiologi OMSK dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : a. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet dan tempat tinggal yang padat. b. Genetik  Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. c. Otitis media sebelumnya  Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis. d. Infeksi  Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah baik aerob ataupun anaerob menunjukkan organisme yang multipel. Organisme yang terutama dijumpai adalah gram negatif, bowel-type flora dan beberapa organisme lainnya. e. Infeksi saluran napas atas  Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah dan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh

39

terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. f. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis. g. Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. h. Gangguan fungsi tuba eustachius.  Pada otitis media supuratif kronis aktif, tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. 4. Klasifikasi Secara klinis OMSK dapat dibagi atas dua tipe yaitu: a. Tipe Tubotimpanal Disebut juga tipe aman/benigna, karena jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Biasanya tipe ini didahului oleh gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah. Perforasi pada tipe ini biasanya letaknya sentral.

b. Tipe Atikoantral Disebut juga tipe maligna/berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi yang serius dan mengancam jiwa penderita. Biasanya dapat juga terjadi proses erosi tulang atau kolesteatoma, granulasi atau osteitis. Perforasi letaknya marginal atau atik (Ballenger, 1997, Lasisi, Olaniyan, Mulbi et al, 2007).

40

5.

Gejala dan Tanda a.

Telinga berair (otore) Otore (aural discharge) merupakan manifestasi otitis media kronis yang paling sering dijumpai. Pada OMSK tipe benigna, cairan yang keluar biasanya bersifat mukopurulen yang tidak berbau busuk. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Sedangkan pada OMSK tipe maligna, sekret yang keluar bersifat purulen dan berbau busuk, berwarna abu-abu kotor kekuning-kuningan oleh karena adanya kolesteatoma yang menyebabkan proses degenerasi epitel dan tulang. Keluarnya sekret dapat didahului oleh infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatoma yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer tanpa disertai rasa nyeri mengarahkan kemungkinan suatu tuberkulosis.

c.

Gangguan pendengaran Pada umumnya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovale.

d.

Nyeri Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat 41

hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan abses otak. e.

Vertigo Hal ini merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberikan kesan adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang dan sering terjadi pada kanalis semisirkularis horizontal.

f.

Perforasi membran timpani Perforasi membran timpani dapat bersifat sentral, subtotal, total, atik ataupun marginal. Pada perforasi atik atau marginal perlu dicurigai adanya kolesteatoma. Jaringan granulasi atau polip dapat juga ditemukan..

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna: a.

Terdapat abses atau fistel retroaurikuler.

b.

Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah.

6.

c.

Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpani.

d.

Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma).

e.

Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid.

Diagnosis Diagnosis OMSK dapat ditegakkan berdasarkan : a.

Anamnesis Anamnesis yang lengkap sangat membantu menegakkan diagnosis OMSK. Biasanya penderita datang dengan riwayat otore menetap atau berulang 42

lebih dari tiga bulan. Penurunan pendengaran juga merupakan keluhan yang paling sering. Terkadang penderita juga mengeluh adanya vertigo dan nyeri bila terjadi komplikasi. b.

Pemeriksaan otoskopi Pemeriksaan otoskopi dapat melihat lebih jelas lokasi perforasi, kondisi sisa membran timpani dan kavum timpani. OMSK ditegakkan jika ditemukan perforasi membran timpani.

c.

Pemeriksaan audiometri Pemeriksaan audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan hantaran tulang serta penilaian diskriminasi tutur, besarnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengarannya.

d.

Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi dari mastoid perlu untuk melihat perkembangan pneumatisasi mastoid dan perluasan penyakit. Foto polos dan CT Scan dapat menunjukkan adanya gambaran kolesteatoma dan keadaan tulang-tulang pendengaran juga dapat diperhatikan.

e.

Pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk menentukan bakteri penyebab OMSK dan antibiotika yang tepat.

7.

Penatalaksanaan Ada dua hal yang penting diperhatikan apabila kita merawat penderita OMSK yaitu kelainan patologi yang berperan sebagai sumber infeksi di dalam telinga tengah serta seberapa jauh kelainan patologi tersebut sudah mengganggu fungsi pendengaran. Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif atau medikamentosa. Bila sekret keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama tiga sampai lima hari. Setelah sekret berkurang maka terapi 43

dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika. Secara oral diberikan antibiotika sesuai kultur dan tes sensitivitas. Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Prinsip pengobatan pada OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi bila terdapat OMSK tipe maligna maka terapi yang tepat adalah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses retroaurikular, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (Veldman, Braunius, 1998; Djaafar, 2004).

2.8. Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik Otitis media supuratif baik yang akut maupun kronik mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya. Komplikasi sering terjadi pada OMSK tipe maligna, namun pada tipe benigna juga dapat terjadi bila virulensi patogen tinggi. Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menyebar ke jaringan sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang mampu mengisolasi infeksi. Bila sawar ini rusak, sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid, sehingga jika sawar ini runtuh, jaringan di sekitarnya akan mengalami infeksi. Kerusakan periostium akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n. Fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak. Ketika sawar tulang rusak, terdapat sawar ketiga yaitu terbentuknya jaringan granulasi.

44

Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Pada kasus kronis, penyebaran terjadi melalui erosi tulang, melalui toksin yang masuk melalui beberapa jalan, seperti fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perlimfatik dan duktus endolimfatik. Penyebaran melalui hematogen dapat diketahui dengan, (1) komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, (2) dapat terjadi pada hari pertama sampai hari kesepuluh, gejala prodormal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal, (3) pada operasi didapatkan dinding telinga tengah utuh dan tulang serta lapisan mukoperiosteal, meradang dan mudah berdarah sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika. Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila (1) komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit, (2) gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas misalnya paresis n. Fasialis ringan yang hilang timbul mendahului paresis n. Fasialis yang total atau gejala meningitis lokal yang mendahului meningitis purulen. (3) Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya dilapisi oleh jaringan granulasi. Klasifikasi komplikasi otitis media supuratif kronik menurut Adams dkk sebagai berikut : 1. Komplikasi di telinga tengah a. Perforas membran timpani persisten b. Erosi tulang pendengaran c. Paralisis nervus fasialis 2. Komplikasi di telinga dalam a. Fistula labirin b. Labirinitis supuratif c. Tuli saraf (sensorineural) 3. Komplikasi ekstradural a. Abses ekstradural b. Trombosis sinus lateralis c. Petrositis 45

4. Komplikasi ke susunan saraf pusat a. Meningitis b. Abses otak c. Hidrosefalus otitis

1) Erosi Tulang Pendengaran Pada infeksi telinga hampir selalu menyebabkan terjadinya tuli konduktif. Pada membrana timpani yang utuh tapi disertai dengan terputusnya rangkaian tulang pendengaran akan menyebabkan tuli konduktif berat. Biasanya derajat tuli konduktif tidak selalu berhubungan dengan penyakitnya, sebab jaringanpatologi seperti kolesteatoma yang terdapat di dalam kavum timpani dapat menghantarkan suara ke telinga dalam. 2) Paresis Nervus Fasialis Pada otitis media akut, nervus fasialis dapat langsung terkena dengan cara penyebaran infeksi langsung melalui kanalis fasialis. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatoma atau jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis.

46

Pada otitis media akut operasi dekompresi tidak diperlukan. Perlu diberikan antibiotik dosis tinggi dan drenase untuk menghilangkan tekanan di dalam kavum timpani. Pada Otitis Media Kronis operasi dekomperesi harus segera dilakukan. 3) Fistula Labirin Pada OMSK jika terjadi kolesteatoma dapat menyebabkan kerusakan pada vestibuler labirin sehingga terbentuk fistula. Fistula di labirin dapat iketahui dengan tes fistula, yaitu dengan memberikan tekanan udara positif atau negatif ke liang telinga melalui otoskop Siegel dengan balon yang kedap atau corong telinga yang berbentuk elips pada ujung yang dimasukkan ke dalam liang telinga. Pemeriksaan radiologik tomografi dan CT-scan terkadang membantu memperlihatkan fistula labirin, yang ditemukan di kanalis semisirkularis horizontal. Operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula sehinggga fungsi telinga dapat pulih kembali. 4) Labirintitis Labirintitis terjadi akibat penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Gejala pada labirintitis berupa vertigo dan tuli sensorineural. Terdapat dua bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Pada kedua bentuk labirintitis ini operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah, terkadang dilakukan drenase, dan pemberian antibiotik untuk mengobati otitis media. Terkadang jugadiperlukan drenase nanah untuk mencegah meningitis. Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan/tanpa kolesteatoma. 5) Petrositis Petrositis adalah infeksi dari telinga yang sampai pada os. Petrosum. Penyebaran infeksi tersering melalui penyebaran langsung ke sel-sel udara. Adanya petrositis sudah harus dicurigai apabila pada otitis media disertai gejala keluhan diplopia (terkena n.VI), rasa nyeri di daerah parietal atau oksipital (terkena n.V), dan otore persisten, yang dikenal dengan nama sindrom Gradenigo. Kecurigaan petrositis terutama jika terdapat nanah yang keluatr terus menerus dan rasa nyeri yang menetap pasca mastoidektomi. Tatalaksana pada petrositis adalah operasi dan pemberian antibiotik protokolkomplikasi intra kranial. 47

Pada saat dilakukan operasi dilakukan juga eksplorasi sel-sel udara tulang petrosum untuk mengeluarkan jaringa patogen.

6) Trombosis Sinus Lateralis Trombosis sinus lateralis terjadi akibat invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid. Gejala dapat berupa demam tanpa diketahui penyebabnya, suhu tubuh menurun dan disertai menggigil, nyeri tidak jelas, dan kultur darah positif. Pengobatan harus dilakukan dengan jalan bedah dengan membuang sumber infeksi di sel-sel mastoid, membuang tulang yang berbatasan dengan sinus atau dinding sinus yang nekrotik. Jika sudah terbentuk trombus makan trombus dikeluarkan dengan cara drenase sinus. 7) Abses Ekstradural Abses ekstradural adalah terkumpulnya nanah diantara duramater dan tulang. Pada otitis media ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid. Gejalanya terutama berupa nyeri telinga dan nyeri kepala. Dengan foto rontgen yang baik terutama dengan posisi schuller dapat dilihat kerusakan pada lempeng segmen yang menandakan tertembusnya tegmen. 8) Meningitis Meningitis adalah komplikasi otitis media tersering ke SSP. Gejala yang nampak biasanya berupa kaku

kuduk, kenaikan suhu tubuh, mual, muntah

proyektil, nyeri kepala hebat, dan kesadaran menurun. Pada pemeriksaan CSF ditemukan/tidak ditemukan bakteri, kadar gula menurun, dan kadar protein meninggi. Tatalaksana ditujukan untuk mengobati meningitis dengan antibiotik, diikuti mastoidektomi untuk menanggulangi infeksi di telinga 9) Abses Otak Abses otak merupakan perluasan langsung infeksi dari mastoid atau tromboflebitis sinus lateralis. Abses dapat terjadi pada serebelum, fosa kranial media/posterior, atau di lobus temporal. Gejala yang muncul dapat berupa afasia, tremor intensif, tidak tepat menunjuk suatu objek, nyeri kepala, mual, muntah, 48

demam, letargi, dan edema papil. Pada pemeriksaan CSF akan ditemukan kadar protein tinggi, dan tekanan CSF tinggi. Pengobatan abses otak dilakukan dengan menggunakan antibiotik parenteral dosis tinggi disertai mastoidektomi untuk membuang fokus infeksi.

10) Hidrosefalus otitis Hidrosefalus otitis disebabkan oleh tertekannya sinus lateralis yang mengakibatkan kegagalan absorpsi CSF oleh araknoid. Ditandai dengan peninggian tekanan CSF tanpa disertai adanya kelainan kimiawi dari CSF tersebut.Gejala yang muncul dapat berupa nyeri kepala menetap, diplopia, pandangan kabur, mual, dan muntah.

3.NEOPLASMA TELINGA

TABEL 136,1 neoplasma DARI EAR DAN LATERAL SKULL DASAR Neoplasma asal sel-spesifik Paraganglioma Glomus tympanicum Glomus jugulare Epidermoid Eksternal pendengaran kanal dan telinga tengah (kolesteatoma) Kanal internal auditory, puncak petrosa, dan sudut cerebellopontine Vaskular neoplasma Hemangioma Hemangiopericytoma Keganasan hematologi Limfoma Plasmacytoma Leukemia

49

Neoplasma dari pinna dan saluran pendengaran eksternal Karsinoma Cutaneous Squamous cell carcinoma Karsinoma sel basal Melanoma maligna Neoplasma kelenjar Ceruminous adenoma Adenokarsinoma Ceruminous Adenoma pleomorfik Adenoid kistik karsinoma Osteoma dan exostosis Neoplasma Miscellaneous Merkel cell carcinoma Papilloma skuamosa Pilomatrixoma Myxoma Aurikularis endochondrial pseudokista Chondrodermatitis nodularis kronika helicis (penyakit Winkler) Neoplasma dari telinga tengah, mastoid, dan temporal bone Adenomatosa neoplasma Jinak telinga tengah adenoma Endolymphatic tumor kantung Sel Langerhans histiocytosis Eosinophilic granuloma Penyakit Tangan-Schuller-Kristen Penyakit Letterer-Siwe Sarkoma Rhabdomyosarcoma Chondrosarcoma Ewing sarcoma Sarkoma osteogenik 50

Fibrosarcoma Chordoma Neoplasma kongenital Dermoid Teratoma Choristoma Kolesterol granuloma Neoplasma dari internal auditory canal dan sudut cerebellopontine Schwannoma Vestibular schwannoma Schwannoma saraf wajah Schwannoma Trigeminal Jugularis foramen schwannoma Meningioma Lipoma Metastasis

51

Gambar 136,1 Anatomi dasar tengkorak lateral dan lokasi umum neoplasma ditemukan di wilayah ini. AT, saraf auriculotemporal, CCA, arteri karotid umum, ECA, eksternal arteri karotid, ET, eustachius tabung, FO, foramen ovale, FS, foramen spinosum, IA, saraf alveolar, ICA, internal yang arteri karotid, IJV, vena jugularis internal; IMA, arteri maxillary internal yang, JF, foramen jugularis, L, labirin, Li, saraf lingual, M, proses mastoideus, MMA, tengah arteri meningeal, V 3 bermotor divisi, divisi mandibula dari saraf trigeminal IX, saraf glossopharyngeal, X, vagus saraf, XI, saraf aksesori, XII, saraf hypoglossal. \ 52

1. Epidermoid (cholesteatoma) Epidermoids adalah massa jaringan lunak yang disebabkan oleh akumulasi menyimpang dari puing-puing keratin dalam kantung epitel skuamosa. Mereka disebut massa daripada neoplasma karena mereka tidak ketat pertumbuhan seluler. Tergantung di mana mereka muncul di telinga atau di dasar tengkorak lateral, epidermoids mungkin akibat migrasi epitel skuamosa atau implantasi, jebakan bawaan selama embriogenesis, atau metaplasia dari lapisan mukosa. Massa yang merupakan hasil dari migrasi epitel dari membran timpani ke telinga tengah atau dari implantasi trauma yang mendalam pada kulit saluran pendengaran eksternal disebut kolesteatoma. Telinga tengah kolesteatoma umumnya dibedakan sebagai dua jenis, kongenital dan didapat. Kongenital telinga kolesteatoma tengah terjadi di hadapan membran timpani utuh, sedangkan massa yang diperoleh berhubungan dengan perforasi atau retraksi dari membran timpani. Massa bawaan diperkirakan berasal dari sandaran embrio apa yang disebut pembentukan epidermoid di kuadran anterosuperior dari telinga tengah celah ( 7 ). Acquired kolesteatoma terdiri dari dialihkan keratinizing epitel skuamosa di telinga tengah, epitympanum, atau mastoid. Mereka adalah jauh lebih umum dari dua jenis dan mungkin hasil dari tabung eustachius disfungsi dan / atau kekurangan struktur membran timpani yang mengarah pada pembentukan saku retraksi membran timpani, yang perangkap epitel dan menyebabkan akumulasi puing keratin di telinga tengah. Acquired kolesteatoma aural dapat memperpanjang ke tulang petrosa atau rongga tengkorak, tetapi sebagian besar lesi apeks petrosa dan sudut cerebellopontine dianggap asal bawaan. Kolesteatoma dari saluran pendengaran eksternal dibayangkan bisa dihasilkan dari sandaran bawaan jaringan terperangkap jauh ke kulit kanal, tetapi kebanyakan kolesteatoma dinding saluran terjadi setelah implantasi traumatis epitel setelah trauma eksternal atau operasi otologic. Pasien dengan kolesteatoma pada telinga tengah dan saluran pendengaran eksternal yang paling sering hadir dengan otorrhea purulen dan kehilangan pendengaran konduktif. Pasien dengan kolesteatoma kongenital, bagaimanapun, tidak dapat hadir dengan otorrhea karena membran timpani biasanya utuh.

53

Semua epidermoids dan kolesteatoma menunjukkan penampilan morfologi serupa. Lesi gembur yang baik halus dan kistik dengan penampilan bulat atau oval atau nodular dan tidak teratur. Lapisan kantung biasanya keputihan dalam warna dan spons di konsistensi. Histologi, kista dilapisi dengan epitel skuamosa keratinisasi jinak yang terdiri dari tiga komponen: kantung atau matriks epitel, perimatrix, dan isi kista. Semua lapisan normal epitel skuamosa yang khas dapat diidentifikasi dalam matriks epitel. Isi kista meliputi keratin dilaminasi sepenuhnya dibedakan. Diperoleh dan lesi kongenital sering dapat dibedakan karena kolesteatoma diakuisisi memiliki lapisan matriks tebal dan memiliki proliferasi sel-sel inflamasi di dalam kantung dan di pinggiran nya.

Diagnosis kolesteatoma biasanya dibuat selama pemeriksaan otologic, sedangkan epidermoids biasanya didiagnosis dari studi pencitraan radiografi. Epidermoids kongenital sering diidentifikasi sebagai massa asimtomatik pada kuadran anterosuperior dari telinga tengah Temuan klinis pada pasien dengan epidermoids termasuk kelemahan atau kelumpuhan wajah dan gangguan pendengaran sensorineural ketika lesi melibatkan internal auditory canal dan / atau cerebellopontine angle. Facial hypesthesia dan abducens kelumpuhan saraf terjadi ketika epidermoids menyerang puncak petrosa anterior. HRCT dari tulang temporal pada pasien dengan epidermoids menunjukkan massa homogen yang jelas yang kadang-kadang mengandung daerah kalsifikasi. Pengobatan yang optimal dari epidermoids dari dasar tengkorak termasuk eksisi bedah lengkap. Hal ini sering membutuhkan fossa posterior atau fossa kraniotomi tengah, tetapi pendekatan transtemporal dapat diindikasikan, terutama pada pasien dengan pendengaran nonserviceable di telinga ipsilateral. Karena kapsul massa mungkin padat patuh terhadap struktur pembuluh darah otak atau intrakranial, penghapusan lengkap epidermoids dari dasar tengkorak sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. dan tambahan defisit saraf kranial pasca operasi ditemukan pada sebagian besar pasien.

54

2. Hemangioma dan Hemangiopericytoma Hemangioma adalah proliferasi vaskular jinak yang timbul dari kapiler, arteriol, atau venula. Mereka diklasifikasikan sesuai dengan jenis sesuai dari mana mereka berasal: hemangioma kapiler, hemangioma kavernosa, dan hemangioma vena. Hemangioma dilaporkan terjadi di berbagai lokasi yang melibatkan telinga luar dan lateral dasar tengkorak, yaitu kanal eksternal pendengaran dan membran timpani, telinga tengah, internal auditory canal, dan segmen geniculate dari saraf wajah. Tumor spons massa nodular merah atau ungu. Pada pemeriksaan mikroskopis mereka menunjukkan saluran pembuluh darah berdinding tipis yang mengandung darah dan kecil atau menengah dalam ukuran. Saluran ini tidak dikelilingi oleh lapisan elastis atau otot. Presentasi klinis bervariasi tergantung pada lokasi tumor. Hemangioma saluran pendengaran eksternal dan membran timpani telah dilaporkan ketika pasien datang dengan gangguan pendengaran konduktif ringan dan kepenuhan aural. Pasien dengan tumor telinga tengah sering tanpa gejala, tetapi mereka juga dapat hadir dengan kehilangan pendengaran konduktif, kepenuhan aural, dan berdenyut tinnitus.

Disfungsi saraf wajah yang menyertainya lebih karakteristik hemangioma, bahkan ketika tumor kecil. Meskipun tumor umumnya extraneural, mereka kadangkadang menyusup saraf atau berhubungan dengan respon inflamasi lokal yang menyebabkan tumor untuk mematuhi erat selubung saraf. Ini hubungan yang intim dengan account saraf wajah untuk disfungsi saraf wajah sering dikaitkan, ditandai dengan kelumpuhan, berkedut, atau spasme otot-otot wajah, bahkan ketika tumor sangat kecil. Pengobatan hemangioma adalah eksisi bedah lengkap. Reseksi lesi dari saluran eksternal dan telinga tengah biasanya mudah, tetapi mungkin tidak diperlukan pada pasien anak yang tidak menunjukkan gejala karena lesi ini sering rumit spontan. Ketika hemangioma berhubungan dengan saraf wajah, namun, manajemen yang tepat masih kontroversial. Jika kelumpuhan wajah ada, reseksi tumor dengan saraf mencangkok mungkin tepat. Jika fungsi saraf wajah adalah normal atau hanya sedikit terganggu, observasi dapat menjadi manajemen yang paling cocok sampai disfungsi parah atau kelumpuhan wajah terjadi.

55

4.TRAUMA PADA TELINGA

TELINGA LUAR Trauma pada telinga luar umum terjadi pada semua kelompok usia. Aurikula yang tidak terlindungi berisiko untuk semua jenis trauma termasuk cedera termal dingin atau panas dan cedera tumpul atau tajam yang mengakibatkan ekimosis, hematoma, laserasi, atau fraktur.1

Hematoma Aurikula Hematoma aurikula biasanya terjadi setelah trauma tumpul dan umum terjadi di antara pegulat dan petinju. Mekanisme ini biasanya melibatkan gangguan traumatis dari pembuluh darah peikondrial. Akumulasi darah dalam ruang subperikondrial menghasilkan pemisahan perikondrium dari kartilago. Jika kartilago ini fraktur, darah merembes melalui garis fraktur dan meluas ke bidang subperikondrium pada kedua sisi.

Hal ini menciptakan

pembengkakan kebiruan, biasanya melibatkan seluruh aurikula, meskipun mungkin terbatas pada bagian atas. Jika lesi tidak ditangani sejak dini, darah akan berorganisasi menjadi massa fibrosa, yang menyebabkan nekrosis kartilago karena gangguan sirkulasi. Massa ini membentuk bekas luka yang bengkok, terutama setelah trauma berulang, menciptakan deformitas dikenal sebagai "”cauliflower ear”.6,7

Gambar 2. Cauliflower ear yang dihasilkan oleh hematoma aurikula.6

56

Pengobatan didasarkan pada evakuasi hematoma dan aplikasi tekanan untuk mencegah akumulasi kembali darah. Aspirasi jarum sederhana adalah pengobatan yang tidak memadai dan sering menyebabkan fibrosis dan organisasi hematoma. Perawatan yang paling efektif untuk hematoma aurikula adalah insisi yang memadai dan drainase dengan through-andthrough suture secured bolsters.6,7

Gambar 3. Otohematoma. A, Hematoma dari daun telinga. B, Hematoma diinsisi dan dievakuasi. C, gulungan dental anterior diikat dengan gulungan dental posterior pada permukaan telinga. D, tampilan pinggir, menunjukkan bagaimana bolster diamankan.6

Insisi harus ditempatkan dalam scapha, menselaraskan heliks. Paparan yang cukup harus diperoleh untuk mengeluarkan seluruh hematoma dan untuk memeriksa rongga. Jika penundaan telah menghasilkan beberapa bekuan, kuret cincin tajam dapat digunakan untuk menghilangkan bekuan darah. Gulungan dental dipotong dengan ukuran yang tepat, diterapkan pada kedua sisi aurikula, dan diikat dengan jahitan nilon atau sutra through-andthrough. Salep antibiotik diaplikasikan di atas sayatan. Gulungan dental dibiarkan ditempatnya selama 7 sampai 14 hari.6,7

57

Laserasi Laserasi aurikula dengan atau tanpa kehilangan bagian dari aurikula umum diakibatkan oleh trauma tajam. Hasil yang sangat baik mungkin dapat dicapai jika prinsip-prinsip bedah diterapkan. Sebuah usaha harus dilakukan untuk memperbaiki, mempertahankan semua jaringan yang viabel yang tersisa. Ketika aurikula tidak benar-benar terputus, sebagian besar ia dapat disambung.6

Frosbite Aurikula sangat rentan terhadap frosbite karena lokasinya terbuka dan kurangnya jaringan subkutan atau jaringan adiposa untuk melindungi pembuluh darah. Anestesi yang berkembang di daerah yang terkena dingin yang berat menghalangi pasien dari setiap peringatan

ancaman

bahaya.

Awalnya

terdapat

vasokonstriksi,

meninggalkan telinga, terutama ditepi heliks, pucat dan dingin ketika disentuh. Hiperemia dan edema terjadi setelahnya dan disebabkan oleh peningkatan bermakna dalam permeabilitas kapiler. Kristalisasi es dari cairan intraseluler terutama bertanggung jawab untuk kondisi ini, serta nekrosis seluler pada jaringan sekitarnya. Telinga menjadi bengkak, merah, dan tender, dan bula bisa terbentuk di bawah kulit, yang menyerupai luka bakar derajat pertama.7 Frostbite telinga harus cepat dihangatkan. Katun steril basah dengan suhu 38 sampai 42°C digunakan sampai telinga menjadi hangat. Telinga harus diperlakukan dengan lembut karena risiko kerusakan lebih lanjut pada jaringan yang sudah mengalami trauma dan melemah. Analgesik dan antibiotik profilaksis mungkin diperlukan. Jaringan nekrotik dibersihkan, yang inhibitor tromboksan topikal dari lidah buaya dipakai, dan obat-obatan antiprostaglandin seperti ibuprofen mungkin berguna.1,6,7

Luka Bakar Luka bakar secara tradisional diklasifikasikan dalam tiga derajat keparahan: eritema (derajat pertama), blistering (derajat kedua), dan destruksi ketebalan penuh (derajat ketiga). Luka bakar karena cairan panas atau terbakar sering dengan ketebalan penuh. Jika tidak diterapi, luka bakar dapat menyebabkan perikondritis. Penting untuk menghindari tekanan pada telinga, dan membersihkan dengan lembut dan menggunakan antibiotik topikal. 58

Penggunaan antibiotik profilaksis antipseudomonas dianjurkan. Antibiotik dapat diinjeksikan subperikondrium di beberapa lokasi injeksi yang berbeda di seluruh permukaan anterior dan posterior aurikula. Penggunaan krim mafenide acetate (Sulfamylon) setelah membersihkan luka dianjurkan. Pada tahap akhir, debridement dan skin grafting mungkin diperlukan. Perikondritis dan kondritis harus ditangani dengan iontoforesis antibiotik, debridement dini, dan grafting.

MEMBRAN TIMPANI DAN TELINGA TENGAH Trauma pada membran timpani dan telinga tengah dapat disebabkan oleh (1) overpressure, (2) luka bakar termal atau kaustik, (3) luka tumpul atau penetrasi, dan (4) barotrauma. Overpressure adalah mekanisme trauma yang paling umum pada membran timpani. Penyebab utama dari overpressure yaitu cedera tamparan dan luka ledakan. Cedera tamparan sangat umum dan dapat dihasilkan oleh tamparan tangan atau air. Cedera tamparan biasanya menghasilkan robekan segitiga atau linear dari membran timpani7.

Gambar 4. Gambar yang mengilustrasikan perforasi membran timpani di bagian anteroinferior dari drumhead.6

Sebagian besar perforasi tersebut menyebabkan gangguan pendengaran ringan, rasa penuh di telinga, dan tinnitus ringan. Cedera ledakan, meskipun kurang umum, berpotensi lebih serius. Cedera ledakan mungkin disebabkan oleh ledakan bom, ledakan bensin, dan

59

penyebaran kantung udara dalam kecelakaan mobil. Cedera ledakan dari ledakan bom tidak hanya mengganggu membran timpani tetapi juga dapat menyebabkan fraktur tulang temporal, diskontinuitas osikular, atau gangguan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi karena cedera koklea. Selain itu, cedera ledakan dapat menyebabkan fistula perilimfatik (PLF), dengan gangguan pendengaran progresif dan berfluktuasi, vertigo, dan disekuilibrium. Dalam sebuah laporan oleh Hallmo, audiometri konduksi udara dan tulang dalam rentang frekuensi masing-masing 0.125 sampai 18 kHz dan 0,25 sampai 16 kHz, dilakukan pada 38 pasien dengan perforasi membran timpani unilateral traumatik, yang sebagian besar disebabkan oleh cedera overpressure. Peningkatan ambang konduksi tulang ditemukan pada 16 telinga. Peningkatan ambang konduksi tulang dan tinnitus berkurang seiring dengan waktu, tetapi pada 9 pasien ia permanen. Penutupan perforasi membran timpani menghasilkan perbaikan 7 sampai 20 dB dari ambang konduksi udara, sedikit kurang di atas dibandingkan pada frekuensi yang lebih rendah. Gangguan pendengaran konduktif akhir rata-rata 3 dB ditemukan sekitar 5 bulan setelah cedera, mungkin karena bekas luka pada lokasi bekas perforasi. Setelah cedera overpressure, darah, sekret purulen, dan debris harus secara hatihati disedot dari kanal telinga, dan ukuran perforasi dan lokasi harus dicatat. Irigasi dan otoskopi pneumatik harus secara spesifik dihindari pada pasien ini. Kemampuan mendengar

bisikan

serta

tes

garpu

tala

harus

didokumentasikan,

dan

audiogram harus diperoleh segera setelah kondisi pasien memungkinkan. Pemeriksaan neurotologik lengkap juga harus dilakukan pada pasien untuk mendokumentasikan status dari saraf kranial termasuk saraf fasialis dan saraf vestibular begitu juga dengan sistem saraf pusat. Jika perforasi membran timpani kering, ia harus diobservasi (yaitu, tetesan tidak diindikasikan). Jika terdapat drainase yang melalui perforasi membran timpani, klinisi harus menentukan dan memperhatikan apakah drainase sesuai dengan cairan cerebrospinal (CSF). Jika dicurigai adanya kebocoran CSF, CT scan tulang temporal segera harus diperoleh untuk menyingkirkan fraktur. Jika drainase tidak sesuai dengan CSF, antibiotik oral dan ciprofloxacin serta hidrokortison tetes telinga harus diresepkan. Riwayat vertigo atau mual dan muntah dan audiogram yang menunjukkan gangguan pendengaran konduktif lebih dari 30 dB menyarankan terganggunya rantai osikular. Gangguan 60

pendengaran sensorineural yang bermakna juga menandakan kerusakan oval window atau kerusakan koklea. Cedera termal terhadap membran timpani termasuk cedera pengelasan dan cedera petir. Cedera pengelasan terjadi ketika arang besi panas memasuki kanal telinga dan melewati membran timpani. Sebagian besar cedera ini mengakibatkan inflamasi di telinga tengah dengan drainase. Panosian dan Dutcher melaporkan dua pasien dengan paralisis fasialis yang disebabkan oleh arang besi panas di telinga tengah. Salah satu pasien mereka juga menderita gangguan pendengaran sensorineural. Cedera pengelasan sering mengakibatkan perforasi yang tidak sembuh, baik sebagai akibat dari infeksi atau mungkin karena arang besi membakar atau mendevaskularisasi membran timpani saat melewatinya. Jika infeksi terjadi, pasien diobati dengan ciprofloxacin dan tetes telinga hidrokortison serta antibiotik oral. Jika perforasi kering, ia harus diobservasi selama jangka waktu 12 minggu untuk penyembuhan spontan. Jika drumhead tidak sembuh-sembuh, timpanoplasti harus dilakukan. Cedera petir dan listrik tidak jarang, dan cedera telinga yang paling sering adalah perforasi dari membran timpani. Gangguan vestibular yang paling umum adalah vertigo transien. Temuan klinis lainnya meliputi gangguan pendengaran sensorineural, gangguan pendengaran konduktif, tinnitus, fraktur tulang temporal, avulsi dari prosesus mastoid, luka bakar dari kanal telinga, dan paralisis saraf fasialis. Jones dkk melaporkan satu pasien dengan PLF oval window bilateral setelah sambaran petir. Manajemen awal pasien yang tersambar petir terdiri dari langkah-langkah pendukung kehidupan. Setelah itu, pasien harus menjalani pemeriksaan audiovestibular menyeluruh. Perforasi membran timpani yang disebabkan oleh cedera petir sering tidak sembuh, mungkin sebagai akibat dari kauterisasi atau devaskularisasi dari membran timpani, seperti cedera pengelasan. Cedera ini diterapi seperti yang dijelaskan sebelumnya untuk cedera pengelasan. Timpanoplasti harus ditunda pada pasien ini selama 12 minggu karena penyembuhan spontan dapat terjadi selama waktu tersebut. Cedera kaustik pada membran timpani dapat menyebabkan perforasi. Dengan kaustik alkali, membran timpani rusak dengan likuefaksi nekrosis, yaitu, kaustik alkali menembus membran timpani, yang menyebabkan oklusi pembuluh darah yang dapat meluas lebih jauh dari perforasi yang terlihat. Akibatnya, ukuran perforasi dapat tidak 61

sepenuhnya ditentukan sampai semua inflamasi selesai. Selanjutnya, setelah cedera kaustik, telinga tengah dapat mengembangkan reaksi granulasi yang luas dengan skarifikasi, fiksasi osikular, dan infeksi kronis. Luka kaustik juga dapat menyebabkan penumpulan kanal karena permukaan baku yang mengelilingi kanal membentuk sikatriks, yang mengarah ke penyempitan kanal telinga dan hilangnya permukaan vibrasi membran timpani. Demikian pula, setelah cedera kaustik, miringitis kronis dapat terjadi di permukaan membran timpani, yang menciptakan raw weeping suurface dengan granulasi pada permukaan drumhead tersebut. Cedera kaustik pada awalnya diterapi dengan ciprofloxacin dan tetes telinga hidrokortison, antibiotik oral, dan analgesik. Penilaian audiologi dan evaluasi neurotologi lengkap diindikasikan dalam luka kaustik untuk menentukan sejauh mana cedera. Ketika telinga telah stabil, dan sebaiknya ketika drainase telah berkurang, telinga tengah dan membran timpani dapat direkonstruksi. Perforasi membran timpani secara historis memiliki tingkat kesembuhan yang mendekati 80%. Ulasan Kristensen pada lebih dari 500 teks mengenai masalah tersebut menemukan bahwa tingkat penyembuhan spontan tampaknya 78,7% pada 760 kasus yang dapat dievaluasi dari perforasi membran timpani traumatis dari segala sumber yang dilihat dalam waktu 14 hari setelah cedera. Ruptur yang diinduksi oleh panas atau korosi, benda asing, dan tekanan air kurang mungkin untuk sembuh, mungkin karena mereka lebih besar atau

lebih

mungkin

terinfeksi. Rybak dan Johnson juga melaporkan bahwa cedera tamparan air kurang mungkin untuk sembuh sebagai akibat dari infeksi. Trauma penetrasi pada telinga tengah dapat, , menghasilkan perforasi membran timpani, tetapi tidak seperti overpressure dan cedera termal, kejadian gangguan osikular, saraf fasialis, dan cedera telinga tengah lainnya jauh lebih besar. Penyebab paling umum yaitu tembakan kecepatan rendah diikuti dengan cedera oleh benda asing seperti tongkat atau instrumen. Jenis cedera ini harus dicurigai pada pasien dengan perforasi membran timpani, darah di telinga tengah atau liang telinga, dan adanya vertigo atau pusing, gangguan pendengaran konduktif lebih besar dari 25 dB, gangguan pendengaran sensorineural, atau paralisis fasialis. Pada pasien ini, kanal telinga harus dengan lembut disedot dan dibersihkan di bawah penglihatan mikroskopis, dan membran timpani dan telinga tengah harus dengan hati-hati diperiksa. Pemeriksaan neurotologi menyeluruh, 62

termasuk evaluasi saraf fasialis dan pemeriksaan terhadap nistagmus, stabilitas gait, tes fistula, tes Romberg, dan tes Dix- Hallpike, harus dilakukan. Pencitraan termasuk CT scan tulang temporal, magnetic resonance imaging (MRI), dan bahkan arteriografi dapat diindikasikan tergantung pada jenis cedera yang dicurigai. 8

Fraktur Tulang Temporal Fraktur dari tulang temporal disebabkan oleh cedera tumpul, dan tergantung pada gaya dan arah dari pukulan yang diterima, berbagai jenis fraktur dapat terjadi. Trauma tumpul dapat dihantarkan oleh suatu obyek yang menyerang kepala atau dengan kepala yang dibenturkan terhadap suatu obyek yang padat. Secara tradisional, fraktur tulang temporal diklasifikasikan sebagai longitudinal (ekstrakapsular) atau transversal (kapsular) sehubungan dengan aksis panjang dari bagian petrosa dari tulang temporal. Keduanya merupakan fraktur basis kranii dan mengakibatkan ekimosis dari kulit postaurikula (tanda Battle). 8

Gambar 5. Gambar yang menunjukkan anatomi dari basis kranii. Di bagian kiri merupakan fraktur longitudinal atau ekstrakapsular. Di bagian kanan yaitu fraktur transversal atau kapsular. 8

Fraktur longitudinal, sejauh ini, merupakan yang paling sering terjadi, yaitu sekitar 70-90% dari fraktur tulang temporal, dan biasanya dihasilkan dari pukulan lateral langsung pada aspek temporal atau parietal dari kepala. Fraktur longitudinal dimulai dari kanal auditori eksternal dan memanjang melalui telinga tengah dan di sepanjang aksis panjang 63

dari piramida petrosa. Secara karakteristik, terdapat perdarahan dari kanal telinga akibat laserasi dari kulitnya dan dari darah yang keluar melalui membran timpani yang mengalami perforasi. Paralisis fasialis terjadi pada 15%, dan gangguan pendengaran sensorineural terjadi pada 35%. Fraktur transversal biasanya dihasilkan dari impaksi deselerasi pada area oksipital. Garis fraktur menyeberangi aksis panjang dari bagian petrosa dari tulang temporal dan biasanya memanjang melalui koklea dan kanal fallopi, yang menghasilkan gangguan pendengaran sensorineural dan paralisis fasialis pada kebanyakan kasus. Terdapat perdarahan ke dalam telinga tengah, tetapi membran timpani tetap intak dan menjadi biru kehitaman akibat hemotimpanum.

5. KELAINAN LAIN SERUMEN PROP Merupakan produksi serumen yang berlebih sehingga menyumbat dari kanalis auditorius eksternus DEFINISI SERUMEN Serumen adalah suatu campuran dari material sebasea dan sekresi apokrin dari kelenjar seruminosa yang bersatu dengan epitel deskuamasi dan rambut. Serumen ditujukan hanya pada hasil sekresi dari kelenjar seruminosa pada kanalis akustikus eksternus, dan ini merupakan salah satu unsur yang membentuk earwax. Komponen lainnya berupa lapisan besar hasil deskuamasi keratin skuamosa (sel-sel mati, penumpukan sel pada lapisan luar kulit), keringat, sebum dan bermacam-macam substansi asing. Subtansi asing ini dapat berupa zat-zat eksogen yang dapat masuk ke kanalis akustikus eksternus, contohnya spray rambut (hair spray) sampo, krim untuk mencukur janggut, bath oil, kosmetik, kotoran dan sejenisnya. Komponen utama earwax adalah keratin. KOMPOSISI DAN PRODUKSI SERUMEN

64

Kelenjar seruminosa terdapat di dinding superior dan bagian kartilaginosa kanalis akustikus eksternus. Sekresinya bercampur dengan sekret berminyak kelenjar sebasea dari bagian atas folikel rambut membentuk serumen. Serumen membentuk lapisan pada kulit kanalis akustikus eksternus bergabung dengan lapisan keratin yang bermigrasi untuk membuat lapisan pelindung pada permukaan yang mempunyai sifat antibakteri.terdapat perbedaan besar dalam jumlah dan kecepatan migrasi serumen. Pada beberapa orang mempunyai jumlah serumen sedikit sedangkan lainnya cenderung terbentuk massa serumen yang secara periodik menyumbat liang telinga. (3)

Gambar 3.1. Serumen pada cotton bud, tipe basah dan tipe kering Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering. Serumen tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras. (13) Serumen tipe basah dan tipe kering Pada ras Oriental memiliki lebih banyak tipe serumen dibandingkan dengan orang ras non-Oriental. Serumen pada ras Oriental, dan hanya pada ras Oriental, memilki karakteristik kering, berkeping-keping, berwarna kuning emas dan berkeratin 65

skuamosa yang disebut rice-brawn wax. Serumen pada ras non-Oriental berwarna coklat dan basah, dan juga dapat menjadi lunak ataupun keras (Gambar 3.1). Perkembangan serumen dipengaruhi oleh mekanisme herediter, alel serumen kering bersifat resesif terhadap alel serumen basah. Serumen tipe lunak dan tipe keras Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe lunak dan serumen tipe kering : 

Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe keras lebih sering pada orang dewasa.



Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan bersisik.



Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada serumen tipe keras.



Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan, dan tipe ini paling sering kita temukan di tempat praktek. (13)

Warna serumen bervariasi dari kuning emas, putih, sampai hitam, dan konsistensinya dapat tipis dan berminyak sampai hitam dan keras. Serumen yang berwarna hitam biasanya tidak ditemukan pada anak-anak, namun bila dijumpai maka dapat menjadi tanda awal terjadinya aklaptonuria. (5) Warna sebenarnya dari serumen tidak dapat diketahui hanya melalui mata telanjang namun harus dilakukan apusan setipis-tipisnya dari sampel. Pigmen yang menjadi zat pemberi warna pada semen masih belum dapat teridentifikasi. (13) Kanalis akstikus eksternus memiliki banyak struktur yang berperan dalam produksi serumen. Yang terpenting adalah kelenjar seruminosa yang berjumlah 1000-2000 buah, kelenjar keringat apokrin tubular yang mirip dengan kelenjar keringat apokrin yang terdapat pada ketiak. Kelenjar ini memproduksi peptide, padahal kelenjar sebasea terbuka ke folikel rambut pada kanalis akustikus eksternus yang mensekresi asam lemak rantai panjang tersaturasi dan tidak tersaturasi, alkohol, skualan, dan kolesterol. 66

Sel epidermal terdapat sepanjang telinga luar yang identik pada permukaan kulit. Sehingga kita dapat memprediksi proses generasi dari kulit tersebut, dari migrasi hingga pengeluarannya. Bila hal ini terjadi di kulit luar sel-sel dapat dengan mudah jatuh. Namun pada telinga kecil kemungkinannya untuk tidak menumpuk. Sel-sel yang mengalami deskuamasi ini terkumpul pada kanalis akustikus eksternus dalam bentuk lapisan, dan menjadi 60% dari berat total serumen. Serumen juga terdiri atas lisosim, suatu enzim anti bakteri yang dapat merusak sel dinding bakteri. Genetik mempengaruhi tipe serumen secara signifikan. Serumen diproduksi di sepertiga luar bagian kartilaginosa kanalis akustikus eksternus. Komponen utama dari serumen merupakan hasil akhir dari siklus HMGKoA reduktase, bernama skualan, lanosterol. Tipe serumen telah digunakan oleh antropologis untuk melihat pola migrasi manusia. Perbedaan tipe serumen berkaitan dengan perubahan dasar tunggal (suatu polimorfisme nukleotida tunggal/ single nucleotide poly morphism) pada gen yang dikenal gen C-11 rantai yang berikatan dengan ATP (“ATP- binding cassette C-11 gene”). Selain mempengaruhi tipe serumen, mutasi ini dapat juga menurunkan produksi keringat. Penelitian ini bermanfaat pada ras Asia Timur dan Amerika Latin yang tinggal di daerah beriklim dingin. FISIOLOGI SERUMEN Serumen memiliki banyak manfaat untuk telinga. Serumen menjaga kanalis akustikus eksternus dengan barier proteksi yang akan melapisi dan mambasahi kanalis. Sifat lengketnya yang alami dapat menangkap benda asing, menjaga secara langsung kontak dengan bermacam-macam organisme, polutan, dan serangga. Serumen juga mepunyai pH asam (sekitar 4-5). pH ini tidak dapat ditumbuhi oleh organisme sehingga dapat membantu menurunkan resiko infeksi pada kanalis akustikus eksternus. Proses fisiologis meliputi kulit kanalis akustikus eksternus yang berbeda dari kulit pada tempat lain. Pada tempat lain, sel epitel yang sudah mati dan keratin dilepaskan

67

dengan gesekan. Karena hal ini tidak mugkin terjadi dalam kanalis akustikus eksternus migrasi epitel squamosa merupakan cara utama untuk kulit mati dan debris dilepaskan dari dalam. Sel stratum korneum dalam membran timpani bergerak secara radial dari arah area anular membran timpani secara lateral sepanjang permukaan dalam kanalis akustikus eksternus. Sel berpindah terus ke lateral sampai mereka berhubungan dengan bagian kartilaginosa dan akhirnya dilepaskan, ketiadaan rete pegs dan kelenjar sub epitelial serta keberadaan membran basal halus memfasilitasi pergerakan epidermis dari meatus ke lubang lateral pergerakan pengeluaran epitel dari dalam kanal memberikan mekanisme pembersihan alami dalam kanalis akustikus eksternus, dan bila terjadi disfungsi akan menyebabkan infeksi. (5) Sejumlah kecil serumen ditemukan pada kanalis akustikus eksternus, bila tidak ditemukan maka menjadi tanda patologis terjadinya otitis eksterna kronis. Serumen dapat dikeluarkan dengan suction, kuret, dan dengan membersihkan seluruh canal profunda dan seluruh membran timpani. Beberapa pasien mungkin mengeluh tidak nyaman pada telinganya ketika ada sejumlah serumen dan mungkin dibutuhkan pembersihan. Pembersihan dengan penyemprotan sebaiknya dihindari pada pasien perforasi membran timpani, pasien dengan riwayat perforasi yang sudah lama sembuh, karena akan menyebabkan daerah perforasi menjadi lebih lemah dan mudah rusak. Serumen dapat membantu menurunkan resiko otitis eksterna akut difusa. Pada keadaan ini pasien mengalami kerusakan epidermis pada kanalis akustikus eksternus, sering disebabkan oleh cara pembersihan telinga yang tidak tepat seperti menggunakan tusuk gigi, pensil, dan sebagainya. Bila tidak ada serumen yang menjaga dan melapisi robeknya epidermis organisme dapat menginfeksi daerah tersebut. Organisme yang sering menginfeksi antara lain Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococci. Bila suhu dan kondisi tubuh kondusif untuk pertumbuhan, kerusakan epidermis ini akan berkembang menjadi otitis eksterna akut, yang juga disebut “swimmwer’s ear”. (ms) bakteri lain yang dapat menginfeksi antara Candida

68

albicans, Tturicella otitidis, dan Alloiococcus otitis namun jumlahnya tidak banyak. (10)

Fungsi Serumen (11) 

Membersihkan Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari proses yang disebut “conveyor belt” process, hasil dari migrasi epitel ditambah dengan gerakan seperti rahang (jaw movement). Sel-sel terbentuk ditengah membran timpani yang bermigrasi kearah luar dari umbo ke dinding kanalis akustikus eksternus dan bergerak keluar dari kanalis akustikus eksternus. Serumen pada kanalis akustikus eksternus juga membawa kotoran, debu, dan partikel-pertikel yang dapat ikut keluar. Jaw movement membantu proses ini dengan menempatkan kotoran yang menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus dan meningkatkan harapan pengeluaran kotoran.



Lubrikasi Lubrikasi mensegah terjadinya desikasi, gatal, dan terbakarnya kulit kanalis akustikus eksternus yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi diperoleh dari kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung kolesterol, skualan, dan asam lemak rantai panjang dalam jumlah yang banyak, dan alcohol.



Fungsi sebagai Antibakteri dan Antifungal Fungsi antibacterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an, dan banyak studi yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus influenzae, staphylococcus aureus dan escherichia colli. Pertumbuhan jamur yang biasa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat dengan signifikan oleh serumen manusia. Kemampuan anti mikroba ini 69

dikarenakan adanya asam lemak tersaturasi lisosim dan khususnya pH yang relatif rendah pada serumen (biasanya 6 pada manusia normal). Secara

empiris

serumen

hanya

berfungsi

mengeluarkan

keratin.

Studi

imunohistokimia menduga terdapat reaksi imun yang dimediasi oleh antibodi yang ada pada serumen dan menjaga kanalis akustikus eksternus dari infeksi. Epidermis dan dermis memiliki kelenjar seruminosa dan sebasea dengan pilar folikel yang dengan cepat dapat mengaktivasi reaksi imun lokal termasuk IgA dan IgG. Serumen biasanya berkumpul di lantai kanalis akustikus eksternus namun terkadang dapat berkumpul dan menyumbat meatus. Selama sisa keratin bersifat hidrofilik masuknya air dapat bercampur dengan serumen dan menyebabkan sumbatan yang total, yang menyebabkan ketulian atau perasaan penuh. Serumen yang tidak menyumbat secara sempurna kanalis akustikus eksternus tidak akan menyebabkan ketulian. Ini dapat terjadi bila serumen benar-benar menyumbat kanalis akustikus eksternus, sumbatan ini juga tejadi bila pasien mendorong kumpulan serumen ke bagian dalam kanalis akustikus eksternus. Biasanya disebabkan oleh cotton bud. (5) Ketika serumen terperangkap dalam kanalis akustikus eksternus dengan keadaan hampa udara dapat melalui membran timpani dan pasien merasa telinganya tersumbat dan terjadi tuli ringan. Jika serumen menekan membran timpani pergerakan serumen atau membran timpani dapat menimbulkan nyeri. Serumen harus dikeluarkan dengan hati-hati sehingga tidak menyebabkan trauma pada kanalis akustikus eksternus atau membran timpani. Jika itu memungkinkan maka sebaiknya serumen dikeluarkan dengan suction atau kuret. Irigasi dengan air harus dihindari karena dapat memperburuk situasi jika ada perforasi membran timpani. (4) 3. 1. 4. PENYEBAB AKUMULASI SERUMEN Pemumpukan serumen mungkin disebabkan ketidakmampuan pemisahan korneosit. Dermatologist melihat beberapa kondisi yang mereka sebut Gangguan Retensi Korneosit yang memunjukkan adanya penumpukan serumen.

70

Keratosis Obturans Beberapa pasien mendapati adanya benda yang putih seperti mutiara pada telinga mereka dan terbentuk dari keratin skuamosa yang terkompresi. Jenis ini sangat sulit untuk dibersihkan. Bila berlanjut lembar keratin akan berdeskuamasi sampai ke lumen kanalis akustikus eksternus dan massa akan bertambah banyak. Tekanan dari massa ini akan menimbulkan erosi pada tulang kanalis akustikus eksternus. Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa impaksi serumen bukan karena overproduksi dari kelenjar seruminosa, tetapi karena ketidakmampuan korneosit di stratum korneum untuk terpisah-pisah. Pada orang normal, korneosit terpisah satu sama lain sejalan dengan migrasi stratum korneum ke lateral dari bagian profunda ke jaringan ikat superfisial di kanalis akustikus eksternus bagian dalam. Bila proses ini gagal, lembara keratin tidak mengalami migrasi secara normal, sehingga terjadi akumulasi di kanal bagian dalam. ( Ketidakmampuan korneosit ini dikarenakan adanya komponen yang hilang yaitu “keratinocyte attachment-destroying substance”(KADS). Menurut teori KADS ini akan membantu sel-sel terpecah dan menjadi bagian yang kecil dan terdeskuamasi. Bila tidak ada KADS, sel tidak akan terpecah dan akan mencapai bagian superfisial namun dengan bentuk yang utuh. Hasilnya akan terbentuk akumulasi dan bersatu dengan serumen yang membentuk massa sumbatan. 3.2. PENANGANAN SERUMEN Mengeluarkan serumen dapat dilakukan dengan irigasi atau dengan alat-alat. Irigasi yang merupakan cara yang halus untuk membersihkan kanalis akustikus eksternus tetapi hanya boleh dilakukan bila membran timpani pernah diperiksa sebelumnya. Perforasi membran timpani memungkinan masuknya larutan yang terkontaminasi ke telinga tengah dan dapat menyebabkan otitis media. Semprotan air yang terlalu keras kearah membran timpani yang atrofi dapat menyebakan perforasi. Liang telinga dapat diirigasi dengan alat suntik atau yang lebih mudah dengan botol irigasi yang diberi tekanan. Liang telinga diluruskan dengan menarik daun telinga keatas dan belakang dengan pandangan langsung arus air diarahkan

71

sepanjang dinding superior kanalis akustikus ekstenus sehingga arus yang kembali mendorong serumen dari belakang. Air yang keluar ditampung dalam wadah yang dipegang erat dibawah telinga dengan bantuan seorang asisten sangat membantu dalam mengerjakan prosedur ini. (3)

Gambar 3.2 Cara Membersihkan Kanalis Akustikus Eksternus (3) Alat-alat yang membantu dalam membersihkan kanalis akustikus eksternus adalah jerat kawat, kuret cincin yang tumpul, cunam Hartmann yang halus. Yang penting pemeriksaan harus dilakukan dengan sentuhan lembut karena liang telinga sangat sensitif terhadap alatalat. Dinding posterior dan superior kanalis akustikus eksternus kurang sensitif sehingga pelepasan paling baik dilakukan disini. Kemudian serumen yang lepas dipegang dengan cunam dan ditarik keluar. (3)

72

Gambar 3.3 Memasang kapas pada ujung aplikator dengan memutar aplikator (1) Pemeriksaan gendang telinga mungkin pembersihan lebih lanjut dengan irigasi. Penghisapan digunakan untuk mengeluarkan serumen yang basah dan untuk mengeringkan liang ini. Dapat juga digunakan aplikator logam berujung kapas. Massa serumen yang keras harus lebih dahulu dilunakkan sebelum pengangkatan untuk menghindari trauma. Zat yang dapat digunakan adalah gliserit peroksida dan dipakai 2-3 hari sebelum dibersihkan. Obat pengencer serumen harus digunakan dengan hati-hati, karena enzim atau bahan kimianya sering dapat mengiritasi liang telinga dan menyebabkan otitis eksterna. Membersihkan serumen dari lubang telinga tergantung pada konsistensi serumen itu. Bila serumen cair, maka dibersihkan dengan mempergunakan kapas yang dililitkan pada peilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret, sedangkan apabila dengan cara in sukar dikeluarkan, dapat diberikan karbon gliserin 10% dulu selam 3 hari untuk melunakkannya. Atau dengan melakukan irigasi teinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. Perlu diperhatikan sebelum melakukan irigasi telinga, riwayat tentang adanya perforasi membran timpani, oleh karena pada keadaan demikian irigasi telinga tidak diperbolehkan. Sumbatan lubang telinga oleh pelepasan kulit sebaiknya dibersihkan secara manual dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas daripada dengan irigasi.

73

Zat serumenolisis Adakalanya pasien dipulangkan dan diinstruksikan memakai tetes telinga waktu singkat. Tetes telinga yang dapat digunakan antara lain minyak mineral, hydrogen peroksida, debrox, dan cerumenex. Pemakaian preparat komersial untuk jangkan panjang atau tidak tepat dapat menimbulkan iritasi kulit atau bahkan dermatitis kontak. Pada serumen tipe basah biasanya diperlukan untk melembutkan serumen sebelum dikeluarkan. Proses ini digantikan oleh zat serumenolisis dan keadaan ini tercapai dengan mengunakan lautan yang bersifat serumenolytik agen yang digunakan pada kanalis telinga biasanya dipakai untuk pengobatan di rumah. (11) Terdapat 2 tipe seruminolitik yaitu aqueos dan organic. (13) Solutio aqueos tersusun atas air yang dapa dengan baik memperbaiki masalah sumbatan serumen dengan melunakkannya, diantaranya : -

10% Sodium bicarbonate B.P.C (sodium bicarbonate dan glycerine)

-

3% hidrogen peroksida

-

2% asam asetat

-

Kombinasi 0,5% aluminium asetat dan 0,03% benzetonium chloride.

Solusio organic dengan penyusun minyak hanya berfungsi sebagai lubrikan, dan tidak berefek mengubah intergitas keratin skuamosa, antara lain : -

Carbamide peroxide (6,5%) dan glycerine

-

Various organic liquids (propylene glycerol, almond oil, mineral oil, baby oil, olive oil)

-

Cerumol (arachis oil, turpentine, dan dichlobenzene)

-

Cerumenex (Triethanolamine, polypeptides, dan oleate-condensate)

-

Docusate, sebagai active ingredient ditentukan pada laxatives

Seruminolitik dalam hal ini khususnya solutio organic dapat menimbulkan reaksi sensitivitas seperti dermatitis kontak. Dan pembersihan serumen yang tidak tuntas

74

dapat menyababkan superinfeksi jamur. Komplikasi lain yang mungkin adalah ototoksisitas yang dapat terjadi bila terdapat perforasi. (13) Zat serumenolitik ini biasanya digunakan 2-3 kali selama 3-5 hari sebelum pengangkatan serumen Penyemprotan telinga Beberapa serumen bisa dilunakkan, ini bisa dikeluarkan dari kanalis telinga dengan cara irigasi. Larutan irigasi dialirkan di canalis telinga yang sejajar dengan lantai, mengambil serumen dan debris dengan larutan irigasi mengunakan air hangat (37oC), larutan sodium bicarbonate atau larutan dan cuka untuk mencegah sekunder infeksi. (11)

Gambar 3. 4 Cara Penyemprotan Telinga (5)

75

Metode Kuretase (3,11)

Gambar 3.5 Metode Kuretase untuk mengambil Serumen (6) Serumen biasanya diangkat dengan sebuah kuret dibawah pengamatan langsung. Perlu ditekankan disini pentingnya pengamatan dan paparan yang memadai,. Umumnya kedua faktor tersebut paling baik dicapai dengan penerangan cermin kepala dan suatu speculum sederhana. Irigasi dengan air memakai spuit logam khusus juga sering dilakukan. Akhir-akhir ini sebagian dokter lebih memilih suatu alat irigasi yang biasa digunakan pada kedokteran gigi. Sementara aurikula ditarik ke atas belakang untuk meluruskan lubang telinga, air dengan suhu tubuh dialirkan dengan arah posterosuperior agar dapat lewat diantara massa serumen dengan dinding belakang lubang telinga. Namun pada sejumlah kasus, sekalipun irigasi telah beberapa kali dilakukan, pasien masih saja mengeluhkan telinga yang tesumbat dan pada pemeriksaan masih terdapat sumbat yang besar. Pada kasus demikian, kadang-kadang dilakukan pengisapan. Forsep alligator tipe Hartmann juga berguna pada sumbat yag keras. Dalam melakukan irigasi perlu berhati-hati agar tidak merusak membran timpani. Jika tidak dapat memastikan keutuhan membran timpani, sebaiknya irigasi tidak dilakukan.

76

Gambar 3.6 Pengambilan Serumen dengan Suction KELAINAN MENGENAI SERUMEN .

HIPERSERUMINOSIS Hiperseruminosis merupakan akumulasi abnormal dari serumen. Penyebabnya dapat karena kerusakan saat memproduksi atau kerusakan pada saat pembersihan. Hasil produksi serumen mungkin berhubungan dengan infeksi, walaupun kebanyakan etiolologinya tidak jelas. Sumbatan yang terjadi pada pasien dengan efek serumen menunjukkan adanya lapisan keratin berlebihan yang menyerupai stratum korneum kulit kanalis profunda. Pemisahan keratosit abnormal mungkin karena aktivitas steroid sulfat rendah pada statum korneum kanalis profunda, yang dicurigai sebagai penyebab terjadinya akumulasi serumen. Steroid sulfatase yang memicu terjadinya pemisahan keratisid dengan cara deaktivasi kolesterol sulfat yang mengikat bersama sel-sel dalam stratum korneum. Level steroid sulfatase di bagian osseus kanalis akustikus eksternus menunjukkan lebih tinggi daripada level dibagian kartilagnosa. Kekurangan steroid sulfat mungkin mencegah pemisahan keratinosit normal pada stratum korneum bagian osseus dan menyebabkan akumulasi lapisan keratinosit.

77

Akumulasi serumen dapat disebabkan obstruksi kanalis akustikus eksternus. Saluran yang berbelit-belit dan isthmus yang sempit dapat memblok migrasi alami stratum korneum dan bagian medial kanalis akustikus eksternus. Pada lansia migrasi cenderung menurun dan aurikula, kadang dapat menyebabkan oklusi parsial pada meatus eksternus dan mencegah eliminasi normal serumen. Stenosis kanalis akustikus eksternus setelah trauma, infeksi kronis, atau pembedahan mungkin akan menghalangi eliminasi serumen. Penyebab potensial obstruksi adalah benda asing dan tumor. Sebelum serumen dikeluarkan pasien perlu ditanya mengenai riwayat perforasi membran timpani, riwayat operasi, atau riwayat otitis media akut atau kronis. Tergantung konsistensi serumen, jerat kawat, kuret cincin yang tumpul, atau suction mungkin digunakan untuk membersihkan kanalis. Irigasi harus digunakan dengan hati-hati khususnya ketika kondisi membran timpani tidak diketahui. Struktur ini mungkin rusak ketika ditipiskan, bagian tengah telinga dalam yang datar mungkin rusak ketika gendang telinga tidak ada. Penerangan cahaya yang sesuai dan magnifikasi binocular memfasilitasi pengeluaran serumen dan meminimalisir trauma pada lapisan dasar epitel. Setelah semua debris dikeluarkan, hal penting memeriksa kanal untuk beberapa kondisi patologis yang mungkin menjadi predisposisi hiper serumenosa dan memeriksa keutuhan membran timpani.

78

DAFTAR PUSTAKA 1. Snell Richard S. Anatomi Telinga in Anatomi Klinik, Ed 6, EGC 2006, hal : 782 – 792 2. Boies R.L in Effendi H, Santoso K. Penyakit Telinga Luar in Boies Buku Ajar Penyakit THT (BOIES Fundamental Of Otolaringology) , Ed 6.Penerbit Buku Kedokteran, Hal: 84 – 85. 3. Soetirto I and Bashiruddin J in Soepardi A.E Iskandar N edt. Gangguan Pendengaran in Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Kepala Leher, Ed 6, FKUI 2007, hal : 10 – 16 4. Indriyani F, dr and Rachman L Y, dr. Anomali Telinga in Ilmu THT Esensial, Ed 5, EGC 2011, hal : 548 – 549 5. Omar R and Rajagopalan R. Ear Nose Throat Colour Atlas and Synopsis, University Malaya 2005, hal : 3 – 5 6. Sosialisman and Djaafar A Z in Soepardi A.E Iskandar N edt. Kelainan Telinga in Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok, Ed 1, FKUI 1991 7. Ghanie Irwan A Sp.THT-KL, dr. Hj and Sugianto, dr in Atlas Berwarna: Teknik Pemeriksaan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok, Ed 1, EGC 2007, hal : 47 – 48, 53 – 53.

79

Related Documents


More Documents from "Tanty Naomi"