Bukan Sekedar Tanggapan Namun Pelajaran Teruntuk Bani Hasan & Kawan-kawan

  • Uploaded by: abdul haq
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bukan Sekedar Tanggapan Namun Pelajaran Teruntuk Bani Hasan & Kawan-kawan as PDF for free.

More details

  • Words: 8,639
  • Pages: 26
“Bukan Sekedar Tanggapan” Namun Pelajaran, Teruntuk Bani Hasan & Kawan-Kawan

Karya: Abu Mahfudzh 'Ali bin 'Imron bin 'Ali Adam Al Andunisy

Gratis – Silakan disebarkan untuk kalangan Salafiyyin (Untuk kalangan sendiri)

‫ﺑﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‬ ‫ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪ ﺍﳌﺮﺳﻠﲔ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﺃﲨﻌﲔ‬,‫ﺍﳊﻤﺪ ﷲ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﳌﲔ‬ : ‫ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ‬ Islam adalah agama yang telah disempurnakan oleh sang Pencipta alam semesta, syariatnya juga mencakup semua segi kehidupan para penganutnya. Bahkan lebih dari itu, syariat Islam merupakan penghapus bagi semua syariat agama yang ada sebelumnya. Semua kebaikan yang berkaitan dengan kehidupan manusia telah dijelaskan oleh rasul yang mulia, sebagaimana beliau juga telah menerangkan semua kejelekan yang mendatangkan bahaya bagi kehidupan ummat manusia. Selamatnya seseorang dari bahaya yang tengah menghimpitnya tidaklah sebanding bila ditukar dengan harta seberapa-pun banyaknya, bahkan tak jarang kita menyaksikan adanya orang yang rela mengorbankan semua harta yang dimilikinya demi meraih keselamatan bagi hidupnya atau orang yang dicintainya, demikianlah mahalnya gambaran keselamatan bagi seseorang di dunia ini. Namun disana masih ada keselamatan terbesar yang dicitakan oleh semua manusia, keselamatan yang tidak ada lagi petaka di belakangnya, keselamatan abadi yang tiada lagi kebinasaan mengancam sesudahnya, yaitu selamatnya seseorang dari petaka dan huru-hara di hari kebangkitan yang pasti dijalaninya. Walaupun pada hakekatnya semua manusia akan menjalani kehidupan ini sesuai dengan taqdir yang telah ditentukan, namun mereka telah diberi satu jalan dari dua pilihan yang ada untuk mengakhiri kehidupan ini. Jalan keselamatan ataukah jalan kebinasaan. Keselamatan dunia dan akhirat merupakan impian dan cita setiap Sunny Salafy, bahkan kalangan muslimin awam juga memiliki asa yang sama. Harapan yang serupa juga terbetik dalam dada semua manusia yang masih memiliki akal sehat dan fikiran yang bersih, yang tak ingin celaka hanya karena terlena dengan kenikmatan dunia yang bersifat sementara. Namun Sunnatullah berlaku bagi semua makhluk ciptaanNya, betapa-pun semua orang menginginkan keselamatan, akan tetapi tetap saja diantara mereka ada yang akan mengalami kebinasaan terbesar yang tidak ada lagi keselamatan setelahnya. Yakni berupa kekekalan di dalam neraka bagi mereka yang enggan menempuh jalan keselamatan. Tentunya suatu do’a terangkai dalam sujud kita, bermunajat, menengadah kepada Allah Ta’ala, agar Dia yang Maha Kuasa selalu menjaga dan menunjuki kita pada jalan keselamatan. Secara sadar kita mengakui bahwa sesungguhnya orang yang benar-benar bahagia adalah mereka yang terbebas dari fitnah yang tengah melanda. Keselamatan terbesar akan dapat Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

2

diraih dikala seseorang telah membentengi diri dengan ilmu, pemahaman yang baik, serta amalan yang mencocoki tuntunan yang ada. Keselamatan yang demikian mahal itu, tentu tak mudah untuk diraih, tak gampang untuk disandang. Dalam suatu kenyataan hidup ini, kita harus mengakui bahwa betapa banyak hambatan dan rintangan yang menghalangi jalan menuju keselamatan yang telah menjadi idaman bagi setiap insan. Di sisi lain, kita mendapati adanya sebagian orang yang mengharapkan dirinya akan menuai keselamatan dengan apa yang diusahakannya, namun dia tidak mau menimbang kembali apakah usahanya itu akan menghasilkan keselamatan yang tengah dikejarnya ataukah tidak. Dengan kata lain, dia bermaksud menempuh keselamatan, namun lantaran kebodohan serta bermodal semangat berlebihan, akhirnya tak lebih dari sekedar ungkapan semangat konyol dan sia-sia. Ilmu merupakan dasar awal untuk mencapai keselamatan yang kekal abadi. Tiada kehinaan bagi mereka yang tengah menimba ilmu dien ini. Ilmu dien yang dikaji dengan niatan suci, ikhlas karena Allah Ta’ala, demi melepaskan kebodohan dari diri, merupakan suatu kemuliaan tersendiri. Dan kemuliaan itu akan bertambah di kala si penuntut ilmu mengajarkan ilmu yang telah didapatkan kepada mereka yang membutuhkannya. Demi melihat betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan sehari-hari, maka tentunya kita semua berharap untuk menjadi orang yang dipilih oleh Allah Ta’ala sebagai para penuntut ilmu, mengamalkan serta mengajarkan ilmu yang telah kita dapat kepada mereka yang membutuhkannya. Dari sinilah kita akan menjadi orang yang paling berbahagia, dimana kita bisa belajar dan mengajar, karena orang yang terbaik diantara kita adalah mereka yang mempelajari Al Quran serta mengajarkannya. Pada beberapa waktu yang lalu, saya mendapat sepucuk surat dari salah seorang ikhwah yang berada di Indonesia yang dikirimkan kepada saya melalui email. Ternyata surat itu berisikan kalimat panjang dari saudara kita yang bernama Bani Hasan bin Mukiyi rahimahullah dari Jawa Timur. Kalimat-kalimat yang keluar dari lisan pria berasal dari Ngawi itu, menunjukkan bahwa saudara kita itu sangat membutuhkan uluran tangan dari seorang pembimbing yang penuh belas kasih untuk mengajarinya perkara dien ini. Semoga ada seorang da’I di Indonesia yang rela berkorban untuk memberikan pelajaran yang sangat berharga, agar kiranya membina saudara kita yang bernama Bani Hasan dan teman-teman yang sepemahaman dengannya. Risalah ini saya tujukan kepada saudara kita yang berasal dari Ngawi itu dan juga orang-orang yang se-tipe dengannya. Semoga saudaraku, Bani Hasan serta teman-teman yang seide dengannya, kiranya bisa mengambil pelajaran dari risalah ini. Maka saya katakan: “Saya telah membaca tanggapan dari salah seorang saudara kita yang bernama Bani Hasan dari Ngawi atas tulisan yang disusun oleh Abu Mahfudzh. Sebenarnya tanggapan saudara Bani Hasan ini bukan langsung ditujukan kepada Abu Mahfudzh, melainkan kepada salah Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

3

seorang Ikhwah yang berada di Indonesia. Akan tetapi, setelah meneliti tanggapan dari saudara Bani Hasan dengan seksama, ternyata ada beberapa hal yang perlu saya utarakan terkhusus berkaitan dengan kalimat yang telah keluar dari tulisan saudara Bani Hasan. Terlepas apakah saudara Bani Hasan telah membaca tulisan yang saya terbitkan (Tirai itu kini telah tersingkap, edisi pertama dan kedua), serta memahaminya ataukah belum. Semoga Allah selalu membimbing kita semua untuk berjalan di atas Al Haq dengan pijakan yang kokoh berdasar Al Kitab dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam yang tentunya sesuai dengan pemahaman generasi terbaik ummat ini. Sebenarnya respon saudara Bani Hasan ini kurang layak untuk ditanggapi, karena apabila semua perkataan orang ditanggapi, maka kerikil di jalanan akan dibeli dengan emas. Akan tetapi saya menjadikannya bukan sebagai suatu tanggapan khusus untuknya, namun sebagai suatu pelajaran teruntuk saudara Bani Hasan dan yang sepikiran dengannya. Oleh karenanya tulisan ini saya beri judul dengan : “Bukan sekedar tanggapan, namun pelajaran teruntuk saudara Bani Hasan dan kawan-kawan. Semoga beliau dan rekan-rekan segarisnya bisa mengambil faidah dari tulisan ini.” Berikut ini adalah tanggapan yang diutarakan oleh saudara Bani Hasan kepada salah seorang ikhwah yang berada di Indonesia : Tanggal 26 Januari 2009, Bani Hasan melalui emailnya bani_hsn@*****.*** menyatakan : “Bismillahirrohmanirrohim Jika abu mahfudz di sisi syaikh yahya majhul namun di sisi ente td majhul, ente sebut tulisan abu mahfudz sbg jurnal ilmiah. Tapi saat abu thurob menulis malzamah ilmiah dimana beliau dikenal di sisi syaikh yahya dan dlm keadaan syaikh yahya mengetahui isi malzamah tsb namun ente kebetulan tdk mengenalnya dengan serta merta ente menolak malzamah tsb bahkan malah menerima "jurnal ilmiah" abu mahfudz (dimana abu mahfudz ini mengatakan kalau dia baru beradaptasi dengan iklim dan cuaca dammaj, namun dengan hebatnya sudah mengenal "aliran thurobiyyun" dengan sedetail-detailnya ) Ya akhi salafiyyin mana yg ente sebut tidak mengenal abu thurob? ikhwah2 yg sdh lama mengenal dakwah salafy insyaAllah mengenal siapa abu thurob, beliau salah satu thullab dammaj yg sdh lama menimba ilmu disana dan belum diizinkan utk kembali ke indonesia oleh syaikh yahya karena keilmuan abu thurob yg sangat dibutuhkan oleh para thullab dammaj (jd ini mungkin slh satu alasan ente tdk mengenal abu thurob karena saking lamanya abu thurob Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

4

di dammaj sampai ente blm sempat berkenalan), beliau juga saudara kandung ust. ahmad kebumen Abu thurob seorang muadzin di dammaj, beliau memiliki karya tulis yg bermutu dlm ilmu tajwid yg berjudul fathul majid dan beliau sendiri jg membuka dars fathul majid fil ilmi tajwid di dammaj,beliau juga hafal Al Quran, riyadhus sholihin. Lantas skrg ana ingin bertanya. siapakah abu mahfudz??? keilmuannya bagaimana? hafalannya bagaimana??? kalo hanya sekedar pintar ngomong dan bersyair tanpa ilmu disekitar kita juga banyak Dan yg sangat menggelikan, ente dan abu mahfudz yg majhul di sisi syaikh yahya dan mungkin sebagian salafiyyin indonesia, berbicara tentang org yg memiliki keutamaan ilmu di sisi syaikh dan para thullabul dammaj. Apakah ente seorang ruwaibidhoh?!?!?!?!?! Wallahu a'lam. (Bani Hasan bin Mukiyi, Ngawi) Saudara Bani Hasan berkata: “jika abu mahfudz di sisi syaikh yahya majhul namun di sisi ente td majhul, ente sebut tulisan abu mahfudz sbg jurnal ilmiah.” Saya katakan: Yang pertama: wahai saudara Bani Hasan tolong jelaskan kepada saya apa pengertian “majhul” menurut ‘ulama Ahlul Hadits, sehingga kita bisa mengkondisikan keadaan seseorang apakah dia layak mendapat julukan “majhul” atau tidak ? Kemudian siapakah yang mengajari saudara untuk mengeluarkan ide mengatakan seseorang “majhul” dengan tanpa kemapanan ilmu? Apakah mereka-mereka Turobiyyun yang telah mengajarkannya kepada saudara Bani Hasan? Yang kedua: Kalau pengertian “majhul” hanya kembali kepada ucapan: “oh si Abu Mahfudzh itu majhul karena tidak dikenal oleh syaikh Yahya Hafidzhohullah”, maka saya katakan: “Berapa banyak thulabul iIlmi Indonesia yang berada di Dammaj? Apakah syaikh Yahya mengenal mereka semua? Jawabannya adalah: “Tidak!” Syaikh Yahya hafidzohullah tidak mengenal thullab Indonesia yang berada di Dammaj kecuali beberapa orang saja, sebagai bukti adalah bahwa pernah pada salah satu pelajaran umum di Dammaj yang diisi oleh syaikh Yahya, ada secarik kertas naik ke meja syaikh Yahya hafidzhohullah berisi: “Abdul ‘ Aziz Al Andunisy (salah seorang santri Dammaj yang telah mudik ke Indonesia) berkirim salam untuk kita” setelah menjawab salamnya beliau berkata: “Saya tidak mengenal nama-nama anak Indonesia yang berada di Dammaj, kecuali lima atau enam orang. Si fulan, si fulan dan si fulan,...”, padahal thullab Indonesia ketika itu lebih dari 250 jiwa. Bila saudara Bani Hasan kurang bisa mempercayai apa yang saya sampaikan ini, maka silahkan saudara bertanya kepada Turobiyyun yang kini masih berada di Dammaj atau

Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

5

bahkan yang telah pulang ke Indonesia. Bilamana mereka masih jujur dan memiliki daya ingat yang kuat maka pasti mereka akan membenarkan apa yang saya katakan. Lantas apakah ini definisi “majhul” menurut saudara Bani Hasan yang telah terucap lewat tulisannya, sebagaimana telah disebut di awal tadi? Jika iya, maka saya katakan: “Betapa sempitnya pengetahuan saudara Bani Hasan tentang istilah-istilah ‘ulama hadits, dan perlu untuk diketahui bahwa dari satu definisi saja akan terbangun berbagai macam hukum yang berkaitan dengan dienul Islam. Sepertinya saudara bani Hasan sangat perlu untuk kembali mengulang pelajaran Al Ushuluts Tsalatsah: Al ‘ilmu qoblal qauli wal ‘amal. (berilmu dulu kemudian baru berkata dan berbuat), itupun jika saudara Bani Hasan telah pernah belajar Ushuluts Tsalatsah. Namun bila ternyata saudara Bani Hasan belum pernah belajar Ushuluts Tsalatsah sama sekali, kenapa lantas berani memvonis seseorang itu “majhul” ? Bukankah yang wajib bagi seorang muslim adalah: “Berilmu dulu, kemudian baru berkata dan berbuat.” Wahai saudara Bani Hasan yang saya hormati, adapun ucapan saudara tadi tentang ukuran “majhul”-nya seseorang adalah karena “dia tidak dikenal oleh syaikh Yahya hafidzhohullah atau seorang yang ‘alim lainnya” -walaupun orang tersebut ma’ruf dengan sunnah serta dikenal di kalangan ‘ulama sunnah yang lainnya-, bisakah dibenarkan secara istilah ‘ulama hadits ataukah tidak ? Maka untuk mengetahui lebih lanjut akan tergambar dengan beberapa contoh berikut: Contoh pertama: Berapa banyak murid-murid syaikh Bin Baaz rahimahullah yang ma’ruf disisi beliau, namun tidak dikenal oleh syaikh Yahya dan para pengajar di Dammaj? Berapa banyak murid-murid syaikh Rabi’ hafidzhohullah yang ma’ruf disisi beliau, namun tidak dikenal disisi syaikh Yahya hafidzhohullah dan para pengajar di Dammaj? Berapa banyak murid-murid syaikh Muhammad Al Imam hafidzhohullah yang ma’ruf di sisi beliau yang berada di Ma’bar, namun tidak dikenal oleh syaikh Yahya dan para pengajar di Dammaj? Apakah lantas hanya karena mereka tidak dikenal oleh sebagian ‘ulama, maka serta-merta ‘ilmu yang mereka bawa kita tolak ? Walaupun pada kenyataannya, orang tersebut berada di atas As Sunnah Ash-Shahihah? Apakah ini barometer untuk diterimanya keilmuan seseorang atau ditolak? Contoh kedua: Seperti yang telah saya katakan di awal tadi, berapa banyak murid-murid Indonesia yang berada di Dammaj yang tidak dikenal oleh syaikh Yahya dan para pengajar di Dammaj? Yang seperti ini bila dikembalikan menurut istilah saudara Bani Hasan tadi adalah “majhul”? Lantas apakah nanti saat mereka pulang ke Indonesia, keilmuan yang mereka bawa dan dakwah yang mereka sebarkan ditolak ? Contoh ketiga: Kalau saudara Bani Hasan mau bersikap jujur dalam menilai maka saya ingin bertanya siapakah ‘Ulama di Saudi ‘Arabia yang mengenal ustadz Abu Hazim Muhsin ? Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

6

Apakah lantas saudara Bani Hasan bisa menerima bila ustadz Abu Hazim dibilang “majhul”, kritikannya terhadap du’at salafiyyin Indonesia ditolak, kemudian diboikot serta dakwahnya ditolak hanya dengan menurut istilah “majhul” yang telah saudara Bani Hasan sebutkan tadi? Mengingat para masyayikh Saudi tidak mengenal ustadz Abu Hazim Muhsin. Contoh keempat: Sebut saja nama Abu Husein Irwan dari Lamongan yang telah pulang ke Indonesia, apakah syaikh Yahya mengenalnya? Atau nama Muhammad Asnur Abu ‘Aisyah dari Kendari yang juga telah mudik ke Indonesia, yang kini dia bersama Turobiyyin, apakah syaikh Yahya mengenalnya? Tentunya masih segar dalam ingatan nama Abu Laits ‘Abdurrahman (Fajar) dari Kendal yang baru saja mudik ke Indonesia, apakah syaikh Yahya mengenalnya? Dan yang terbaru lagi nama Abdul Wahhab Thowil alias Restu dari Kalimantan, sebagai Humas Pusat Turobiyyah yang belum genap satu bulan meninggalkan Dammaj, apakah syaikh Yahya mengenal mereka semua satu-persatu ? Mereka semua saat meninggalkan Dammaj berada dalam jaringan Turobiyyah alias teman-teman sepemahaman saudara Bani Hasan. Lantas ketika mereka kembali ke Indonesia, dalam keadaan syaikh Yahya tidak mengenal mereka lagi. Nah, apakah saudara Bani Hasan akan menerima ilmu dan berita yang mereka bawa karena mereka “majhul”, lantaran mereka tidak dikenal oleh syaikh Yahya lagi ? Ternyata dari sisi lain saudara Bani Hasan termakan sendiri oleh istilah yang dibuatnya, saat hendak menerapkan kalimat “majhul”. Dari sini kita bisa melihat sepertinya saudara Bani Hasan bingung mendefinisikan kalimat “majhul” dan kebingungan itu menimbulkan akibat yang sangat fatal pula. Kiranya ada seorang da’i Salafy di Indonesia yang bermurah hati dan waktu untuk memberikan pelajaran khusus kepada saudara Bani Hasan, sehingga dia terbebas dari kebingungan yang tengah melandanya. Ataukah saudara Bani Hasan sendiri yang kurang berminat untuk mendalami ilmu agama yang sesuai dengan pemahaman Salaf, namun berambisi kuat untuk menjadi seorang yang akan menjadi rujukan bagi ummat ? Kenapa hingga detik ini, saudara tidak menyiapkan diri untuk berangkat ke Yaman, guna mempelajari ilmu ini langsung di hadapan para ‘Ulama Sunnah ? Bukankah dari sisi materi saudara termasuk orang yang diberi kecukupan harta oleh Allah Ta’ala? Sampai kapan saudara membiarkan diri tertinggal jauh di belakang sana? Saya berdoa semoga Allah mempermudah langkah saudara Bani Hasan serta Salafiyyin Indonesia lainnya untuk mengkaji ilmu ini langsung di hadapan para ‘Ulama Sunnah (itupun bila saudara memang memiliki niatan ikhlas untuk belajar langsung ke tempat para ulamapen). Saudara Bani Hasan berkata: “tapi saat abu thurob menulis malzamah ilmiah dimana beliau dikenal di sisi syaikh yahya dan dlm keadaan syaikh yahya mengetahui isi malzamah tsb namun ente (ikhwah yang berada di Indonesia yang tulisan saudara Bani Hasan ini ditujukan Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

7

kepadanya-pen) kebetulan tdk mengenalnya dengan serta merta ente menolak malzamah tsb bahkan malah menerima "jurnal ilmiah" abu mahfudz” Saya katakan: Ralat, bukan Abu Thurob tapi Abu Turob, salah huruf, salah makna & beda orang ! Baiklah... kita lanjutkan... “Siapakah yang terlepas dari kesalahan? Siapakah yang dapat menjamin dirinya terjaga dari kekhilafan? Siapakah manusia - selain nabi dan rasul - yang ma’shum? Di sisi lain, apakah orang yang dekat dengan seorang ‘alim, lantas kita bisa menyatakan bahwa dia tidak bersalah dan tidak memiliki kesalahan sehingga tidak pantas untuk ditegur atau dinasehati? saya menerangkan sisi lain Abu Turob dan orang-orang yang bersamanya dari beberapa kesalahan yang mereka lakukan, bila saudara Bani Hasan membaca “Tirai itu kini telah tersingkap” sesi pertama dan kedua, maka akan mendapati kenyataan yang telah saya sebutkan lengkap dengan buktinya. Semestinya, saat kita mendapati saudara kita Ahlussunnah yang bersalah atau melakukan kesalahan, maka kewajiban kita adalah menasehatinya, yang tentunya dengan cara yang baik dan benar. Hal itu sebagai wujud cinta dan kasih kita kepada saudara kita sesama Salafiyyin. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

:‫ ﻗﻠﻨﺎ ﳌﻦ؟ ﻗﺎﻝ ﷲ ﻭﻟﻜﺘﺎﺑﻪ ﻭﻟﺮﺳﻮﻟﻪ ﻭﻷﺋﻤﺔ ﺍﳌـﺴﻠﻤﲔ ﻭﻋﺎﻣﺘـﻬﻢ ) ﺭﻭﺍﻩ ﻣـﺴﻠﻢ‬,‫ﺍﻟ ﺪﻳﻦ ﺍﻟﻨﺼﻴﺤﺔ‬ (55/102 Artinya: "Agama itu adalah nasehat, para Shahabat bertanya, bagi siapa diperuntukkan nasehat itu? Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam menjawab: "Bagi Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan orang-orang awam mereka. " (Diriwayatkan oleh Imam Muslim: 102/55. dari sahabat Abi Ruqayyah Tamim Bin Aus Ad Dary) Beliau juga bersabda:

‫ﻭﻋﻦ ﺟﺮﻳﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﺑﺎﻳﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺇﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ‬ (56/104 :‫ ﻭﻣﺴﻠﻢ‬57 :‫ﻭﺇﻳﺘﺎﺀ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭﺍﻟﻨﺼﺢ ﻟﻜﻞ ﻣﺴﻠﻢ ) ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ‬ Artinya: "Dan dari Jarir radliyallahu 'anhu berkata: "Aku membai'at Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam untuk selalu mengerjakan shalat, menunaikan zakat dan memberi nasehat kepada setiap muslim." (Diriwayatkan oleh Al Bukhary: 57 dan Muslim: 104/56) Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

8

Beliau Shalallahu 'Alaihi Wasallam juga bersabda:

‫ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ‬45 :‫ ﻭ ﻣﺴﻠﻢ‬13 :‫ﻻ ﻳﺆﻣﻦ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺣﱴ ﳛﺐ ﻷﺧﻴﻪ ﻣﺎ ﳛﺐ ﻟﻨﻔﺴﻪ ) ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬ (‫ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ‬ Artinya: "Tidaklah sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya, sebagaimana dia mencintai (kebaikan itu) untuk dirinya sendiri." (Diriwayatkan oleh Al Bukhary: 13 dan Muslim: 45 dari sahabat Anas Bin Malik radliallahu 'anhu) Sehingga bukan berarti orang yang dikenal oleh syaikh Yahya, dan dalam keadaan syaikh Yahya mengetahui keadaan orang itu, lantas dia tidak mungkin terjatuh pada kesalahan. Ini justru pemahaman yang sangat salah dan mendekati pemahaman Shufiyyah yang berkeyakinan akan kesucian para wali ! Walau tentunya kita tetap berharap bahwa orang yang dekat dengan seorang yang ‘alim akan lebih terhindar dari kesalahan, karena keilmuan yang ada padanya. Namun bila ternyata orang itu bersalah, maka kewajiban bagi orang yang melihat dan menyaksikan kesalahan itu untuk merubahnya, serta meluruskan orang yang salah tersebut siapapun orangnya. Dan ini adalah prinsip agama yang kita anut. Rasulullah Shallallahu ‘alaiahi wassallam bersabda:

‫ﻒ‬‫ـﻌ‬‫ ﺃﹶﺿ‬‫ـﻚ‬‫ﺫﹶﻟ‬‫ ﻭ‬‫ ﻓﹶﺒﹺﻘﹶﻠﹾﺒﹺﻪ‬‫ﻊ‬‫ﻄ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ ﻳ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻟﹶﻢ‬‫ﺎﻧﹺﻪ‬‫ﺴ‬‫ ﻓﹶﺒﹺﻠ‬‫ﻊ‬‫ﻄ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ ﻳ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻟﹶﻢ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ ﺑﹺﻴ‬‫ﻩ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﺍ ﻓﹶﻠﹾﻴ‬‫ﻜﹶﺮ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﺃﹶﻯ ﻣ‬‫ ﺭ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬ .« ‫ﺎﻥ‬‫ﺍﻹِﳝ‬ (‫) ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﰊ ﺳﻌﻴﺪ ﺍﳋﺪﺭﻱ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ‬ Artinya: “Barangsiapa diantara kalian ada yang melihat kemungkaran maka hendaknya dia merubah kemungkaran itu dengan tangannya, bila tidak mampu dengan tangan maka hendaknya dia merubah kemungkaran itu dengan lisannya dan bila tidak mampu dengan lisan maka hendaknya dia merubah kemungkaran itu dengan hatinya, dan mengingkari kemungkaran dengan hati itu merupakan tingkatan iman yang paling lemah” (diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Abi Sa’id Al Khudry radliyallahu ‘anhu” Adapun Abu Mahfudzh, disaat menjelaskan kesalahan dan penyimpangan Abu Turob dan kelompoknya, bukanlah sekedar memenuhi ambisi pribadi, bukan pula tuduhan dusta atau sekedar omong kosong. Bahkan disertai dengan bukti yang tercantum serta disaksikan oleh mereka-mereka yang berada di Dammaj, yang mereka mengalami kejadian demi kejadian Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

9

yang sedang berlangsung di tengah-tengah mereka. Hal ini dilakukan Abu Mahfudzh demi perwujudan dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berbunyi:

‫ﻠﹶﻰ‬‫ ﻋ‬‫ﲔ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻴ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﻋ‬‫ﺪ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺔﹶ ﻋ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﻦ‬‫ﻟﹶﻜ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺎﺀَﻫ‬‫ﻣ‬‫ﺩ‬‫ﻡﹴ ﻭ‬‫ﺍﻝﹶ ﻗﹶﻮ‬‫ﻮ‬‫ﺎﻝﹲ ﺃﹶﻣ‬‫ﻰ ﺭﹺﺟ‬‫ﻋ‬‫ ﻻﹶﺩ‬‫ﻢ‬‫ﺍﻫ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ ﺑﹺﺪ‬‫ﺎﺱ‬‫ﻄﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻟﹶﻮ‬ (4715 :‫ ﺍﻟﺴﻨﻦ ﺍﻟﺼﻐﺮﻯ‬,‫ﻜﹶﺮ ) ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ‬‫ ﺃﹶﻧ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬ Artinya: “Kalau seandainya semua orang diberi sesuai dengan pengakuan mereka, maka akan ada orang yang mengaku bahwa harta dan darah yang dimiliki oleh suatu kaum sebenarnya adalah miliknya. Akan tetapi orang yang mengaku-ngaku harus mendatangkan bukti dan orang yang mengingkari pengakuan orang lain harus mengucapkan sumpah.” (Hadits Ibnu ‘Abbas diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitabnya Sunan Sughro: 4715) Semoga saudaraku Bani Hasan dapat mengambil pelajaran dari apa yang telah tertuang dalam risalah ini. Sedangkan ucapan saudara Bani Hasan yang berbunyi: “dimana abu mahfudz ini mengatakan kalau dia baru beradaptasi dengan iklim dan cuaca dammaj.” Saya katakan: Wahai saudara bani Hasan yang saya hormati, disini ada dua hal yang ingin saya sampaikan kepada saudara: Yang pertama: Nampaknya saudara Bani Hasan kurang teliti dalam menukilkan ucapan saya, dan dan saya melihat ini adalah suatu kecerobohan. Ternyata saudara kurang bisa mengemban amanah ilmiyyah dalam menukilkan ucapan seseorang. Bagi mereka yang meneliti dengan seksama apa yang saya ucapkan pada “Tirai” sesi pertama, maka mereka akan menemukan dimana letak kecerobohan saudara Bani Hasan. Inilah kalimat yang saya ucapkan pada: “Tirai itu kini telah tersingkap” sesi pertama: “Saat kutorehkan tinta ini tergerak lisan dan hatiku tuk selalu berucap syukur kepada Allah Ta’ala, yang telah mentaqdirkan kesehatan ini, tuk tetap setia menemani semangatku dalam menuntut ilmu Dienul Islam saat ini. Walau perubahan cuaca di Yaman terasa sangat kurang bersahabat dengan kondisi tubuhku saat ini. Namun aneh tapi nyata, beberapa bulan telah berlalu toh aku masih belum bisa beradaptasi dengan gurun batu, Negeri Yaman.” Sementara ucapan saudara Bani Hasan berbunyi: “(dimana abu mahfudz ini mengatakan kalau dia baru beradaptasi dengan iklim dan cuaca dammaj,” yang tertera dalam “Tirai” bukan “Dammaj” melainkan “di Yaman” atau “Negeri Yaman”. Ternyata saudara Bani Hasan sama-sama cerobohnya atau diajari ceroboh oleh Abu Sholih Dzakwan Al Medany Al Indonesy ? Dalam tulisannya yang dimuroja'ah oleh PTT (Panglima Tertinggi Turobiyah) Abu Turob Saif Al Jawy Al Indonesy, Dzakwan berkata keliru lantaran dia tidak cermat membaca tulisan Abu Mahfudh dengan menyatakan : “Dia Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

10

adalah muta'ashib pendusta yang bersembunyi di Dammaj menurut pengakuannya. Sementara orang-orang Indonesia yang bernama "Ali" disini tiada satupun yang berani mengaku kenal dengannya.” “Hai pengecut, tolong sebutkan kepada kami nama-nama orang yang mengenalmu dan merekomendasi dirimu, juga nama kampung halamanmu, serta alamatmu yang jelas di Dammaj. Karena kami ingin berkenalan denganmu dan berziaroh ke tempatmu. Kami juga ingin memperperkenalkanmu kepada Syaikhuna Yahya Al Hajury hafizdohulloh. Ini jika kamu adalah dari kalangan manusia. Namun jika kamu dari sebangsa jin hizby, maka kami katakan: "Ittaqillah, wakhsya' falan ta'duwa qodroka!" .” (hal 52, Menggulung Jaringan Sindikat Membongkar Makar Pengkhianat Abdurrohman Al- 'Adeny). Kecerobohan saudara Bani Hasan ini juga sama persis dengan kecerobohan pria bernama Abu Fairuz ‘Abdurrahman bin Sukaya yang menyatakan tentang Abu Mahfudzh : “Mengaku ada di Dammaj tapi tak kami temukan batang hidungnya.” (Buat yang Memerangi Kebatilan dengan Identitas Samaran, hal: 12). Ternyata kalian, wahai Turobiyyun, baik yang berada di Dammaj atau di Indonesia saling mewariskan kecerobohan ! Semoga pembenaran ini mendorong saudara Bani Hasan, Abu Sholih Dzakwan Al Medany Al Indonesy, Abu Fairuz ‘Abdurrahman bin Sukaya, untuk bisa lebih teliti dalam menukilkan ucapan seseorang, sehingga tidak terjatuh pada kesalahan yang sama di kemudian hari. Yang kedua: Wahai saudara Bani Hasan, berapa banyak pelajar di “Dammaj” (sesuai tulisan saudara Bani Hasan) yang telah bertahun-tahun lamanya namun saat terjadi perubahan musim, mereka tidak juga bisa beradaptasi dengan iklim Dammaj? Bahkan tak sedikit dari mereka yang terserang penyakit karena perubahan musim itu. Apakah ini menjadi suatu cela bagi seseorang untuk lantas apa yang datang darinya ditolak ? Dan bukankah tahun itu merupakan kumpulan dari bulan? Sedangkan bulan adalah kumpulan dari pekan dan pekan juga kumpulan dari hari? Salahkah bila seseorang mengatakan “beberapa bulan”, untuk mengungkapkan masa empat tahun atau lebih, demi menyesuaikan susunan kalimat yang tertera sebelumnya? Adapun ucapan anda: “(… namun dengan hebatnya sudah mengenal "aliran thurobiyyun" dengan sedetail-detailnya)” Saya katakan: “Apakah saudara Bani Hasan terheran-heran dengan keadaan saya yang mengenal “Aliran Turobiyyah” dengan sedetail-detailnya? Bila ternyata memang saudara terheran-hean dengan keadaan itu, maka maklum saja karena saudara Bani Hasan masih bingung dengan kalimat “baru bisa beradaptasi dengan iklim dan cuaca Dammaj” (yang benar bukan “Dammaj” namun “Negeri Yaman”), namun saya akan menepis keheranan yang kini tengah menyelimuti saudara Bani Hasan. Bahwa disana ada peribahasa ‘Arab yang berbunyi: Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

11

‫ﺍﻟﺸﺎﻫﺪ ﻳﺮﻯ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺮﻯ ﺍﻟﻐﺎﺋﺐ‬ Artinya: “Orang yang hadir menyaksikan apa yang tidak disaksikan oleh orang yang tidak hadir”. Peribahasa lainnya berbunyi:

‫ﻟﻴﺲ ﺍﻟﺮﺍﺋﻰ ﻛﻤﻦ ﲰﻊ‬ Artinya: “Tidaklah sama antara orang yang menyaksikan dengan orang yang hanya mendengar”. Sementara itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam juga bersabda :

"‫ " ﻟﻴﺲ ﺍﳋﱪ ﻛﺎﳌﻌﺎﻳﻨﺔ‬:‫ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬:‫ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻗﺎﻝ‬ Artinya: “Dari Ibnu ‘Abbas berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Sekedar berita tidaklah seperti menyaksikan sesuatu dengan mata kepala. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, serta dishahihkan oleh Al Albany rahimahumallah) Bukankah waktu empat tahun sangat cukup bagi seseorang untuk mengenal suatu pergerakan yang ada disekelilingnya ? Terlebih dahulunya orang tersebut juga mengikuti pergerakan itu dan sempat ikut andil padanya ? Berapa lama perjuangan Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jama’ah (FKAWJ) di Ambon? Bukankah dalam kurun waktu hampir tiga tahun, maka banyak dari anggotanya mengetahui kesalahan yang dilakukan oleh forum itu? Lantas apa yang mengherankan saudara Bani Hasan, bila ternyata kini Abu Mahfudzh memperingatkan rekan-rekannya dari kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh Turobiyyah, lengkap dengan data dan persaksian orang yang mengalami kejadian tersebut ? Wahai saudara Bani Hasan yang saya hormati, bukan hawa nafsu kita yang pantas kita ikuti, namun al-haq sajalah yang wajib kita tempuh. Bukan pula karena kewibawaan seseorang lantas menghalangi kita untuk mengutarakan dan menyampaikan Al Haq. Justru alhaq lebih mulia dan lebih berharga dari diri, keluarga dan semua sahabat kita, inilah yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam kepada ummatnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

(‫" ﻻ ﳝﻨﻌﻦ ﺭﺟﻼ ﻫﻴﺒﺔ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﲝﻖ ﺇﺫﺍ ﻋﻠﻤﻪ ) ﺃﻭ ﺷﻬﺪﻩ ﺃﻭ ﲰﻌﻪ (" ) ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﰊ ﺳﻌﻴﺪ‬ Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

12

Artinya: “Janganlah sampai hanya karena perasaan segan terhadap manusia lantas menghalangi seseorang untuk berkata benar jika dia mengetahuinya, menyaksikan atau mendengarnya " (Hadits Abi Said yang diriwayatkan oleh Ahlus Sunan dan tersebut di AsSilsilah Ash-Shahihah , syaikh Al Bani juz 1 hal 167 ). Sedangkan ucapan saudara Bani Hasan yang berbunyi: “ya akhi salafiyyin mana yg ente sebut tidak mengenal abu thurob? ikhwah2 yg sdh lama mengenal dakwah salafy insya Allah mengenal siapa abu thurob, beliau salah satu thullab dammaj yg sdh lama menimba ilmu disana." Saya katakan: “Iya, memang benar bahwa Abu Turob adalah salah seorang thullab di Dammaj yang telah lama belajar di tempat itu. Kita harus ‘adil dalam bersikap dan bertindak. Kita katakan yang benar itu memang benar dan kita katakan yang salah itu salah, karena keadilan lebih dekat kepada ketaqwaan. Adapun ucapan saudara Bani Hasan: “Dan belum diizinkan utk kembali ke indonesia oleh syaikh yahya” Saya katakan: “Ini juga benar, bahwa Abu Turob belum diizinkan oleh syaikh Yahya untuk mudik ke Indonesia. Namun ucapan saudara bani Hasan yang berbunyi: “karena keilmuan abu thurob yg sangat dibutuhkan oleh para Thullab Dammaj” Saya katakan: Nah pada kalimat ini saya memiliki beberapa catatan diantaranya: Pertama: Saya berprasangka baik terhadap Abu Turob atas ucapan saudara Bani Hasan yang berbunyi: “keilmuan Abu Turob yg sangat dibutuhkan oleh para Thullab Dammaj”, apabila didengar oleh Abu Turob, maka dengan serta-merta Abu Turob akan mengingkarinya. Abu Turob akan membersihkan dirinya dari pujian saudara Bani Hasan yang tidak pada tempatnya ini, serta tidak pula terwujud di alam nyata. Hal itu dikarenakan Abu Turob lebih tahu tentang dirinya sendiri dan bagaimana posisinya. Juga karena dia mengetahui sebuah haditsRasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam yang berbunyi:

‫ﻭﺭﹴ‬‫ ﺯ‬‫ﻰ‬‫ﺑ‬‫ﻂﹶ ﻛﹶﻼﹶﺑﹺﺲﹺ ﺛﹶﻮ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﺎ ﻟﹶﻢ‬‫ ﺑﹺﻤ‬‫ﻊ‬‫ﺒ‬‫ﺸ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ Artinya: “Orang yang berbangga dengan sesuatu yang tidak ada pada dirinya, bagaikan orang yang mengenakan dua pakaian kedustaan” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari: 5219 dan Muslim: 5706 dari Shahabat Asma Binti Abi Bakr Ash Shiddiq) Kedua: Para tholabah Indonesia lainnya yang telah lama di Dammaj dan paham dengan keadaan Abu Turob, apabila mereka mengetahui ucapan saudara Bani Hasan ini, maka mereka juga akan mengingkari ucapan saudara Bani Hasan yang terkesan sangat dipaksakan ini.

Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

13

Ketiga: Sebagian orang yang baru saja melepaskan diri dari Turobiyah, yang dahulunya mereka selalu bersama Abu Turob, namun demi menyaksikan kesalahan dan penyimpangan Abu Turob dan kelompoknya, apabila mereka mencermati pujian saudara Bani Hasan kepada Abu Turob, tentulah mereka bakal mengingkari perkataan saudara Bani Hasan ini. Keempat: Wahai saudara Bani Hasan, dari siapakah saudara mendapatkan berita ini? Siapakah yang telah memberikan berita yang kurang akurat ini kepada saudara? Yaitu berita yang berisi bahwa: “keilmuan Abu Turob yg sangat dibutuhkan oleh para Thullab Dammaj”, saya khawatir saudara Bani hasan menerima berita ini dari orang yang tidak dikenal di sisi syaikh Yahya hafidzohullah alias “majhul” ! Namun yang menjadi pertanyaan, “Mengapa disaat saudara butuh kepada suatu keadaan yang menguntungkan posisi saudara, lantas kemudian menerima berita dari seseorang – yang menurut disiplin ilmu yang ada pada saudara Bani Hasan, dicap sebagai “majhul”?-, ataukah saudara mengatakan sesuatu yang tidak saudara ketahui?” Kelima: Bukankah saudara Bani Hasan berasal dari keluarga yang mampu ? Tidakkah sebaiknya saudara menuntut ‘Ilmu dien yang mulia ini langsung ke Dammaj, tidak melalui para perantara yang ‘majhul’ itu ? Sehingga dengan demikian saudara bisa langsung duduk di hadapan para ‘Ulama yang terpercaya secara langsung? Dan di sisi lain saudara juga akan bisa mengetahui bagaimana Abu Turob dan siapa Abu Turob yang sebenarnya ? Namun sebagaimana pepatah menyatakan: “Nasi telah menjadi bubur”, justru saudara Bani Hasan menghabiskan masa mudanya dengan kuliah, yang semua orang yang memiliki kecemburuan terhadap dien ini akan mengingkari perbuatan dan kelakuan yang anda tempuh. Berapa banyak kemaksiatan yang saudara kerjakan dalam 1 hari selama berada pada jam kuliah ??? Bukankah tempat kuliah itu terjadi ikhtilath ??? Ataukah anda bukan termasuk orang yang dipilih oleh Allah untuk bisa bermajlis di hadapan para ‘ulama Ahlus Sunnah? Kita memohon kepada Allah agar Dia selalu menganugrahkan kekokohan kepada kita dalam menapaki al-haq ini. Keenam: Setelah kita mengetahui kenyataan yang sebenarnya, bahwa tidak diizinkannya Abu Turob pulang ke Indonesia ternyata bukanlah karena : “keilmuan Abu Turob yang sangat dibutuhkan Thullab Dammaj”, sebagaimana yang dilontarkan oleh saudara Bani Hasan tadi. Maka tentunya timbul pertanyaan di benak kita semua: “Lantas apakah sebab syaikh Yahya tidak mengizinkan Abu Turob untuk pulang ke Indonesia?” Jawabannya adalah: Seorang guru yang penyayang, apabila melihat anak didiknya kurang memiliki kemampuan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, maka si guru tadi akan memberikan saran kepada si murid untuk mengulang kembali pelajaran yang telah didapatinya. Dengan kata lain, si murid tadi “tidak naik kelas”. Dan apabila telah mapan dalam pengulangannya itu, maka baru pada tahun Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

14

berikutnya akan diizinkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal itu semata-mata biasa dilakukan oleh guru yang bijak, demi melihat suatu pertimbangan jauh ke depan yang sangat matang. Yakni apabila sang murid dengan ketidakmampuannya tetap dipaksa untuk menempuh jenjang yang lebih tinggi, maka tentulah si murid akan mengalami kesulitan. Dan lebih parah dari itu tidak menutup kemungkinan si murid akan mengalami kegagalan yang lebih fatal dalam belajarnya. Maka pengulangan yang diterapkan pada sang murid, walau terasa sangat menekan pikirannya, jauh lebih baik dari pada harus mengalami kegagalan total dalam belajarnya. Itu merupakan sebuah isyarat, seorang yang cerdik akan mengerti dengan isyarat yang dihadapinya. Namun bagi mereka yang masih belum paham dengan isyarat di atas, silahkan simak penjelasan berikut. Bahwasanya syaikh Yahya hafidhohullah saat beliau belum mengizinkan Abu Turob untuk pulang ke Indonesia, bukanlah lantaran : “karena keilmuan Abu Turob yang sangat di butuhkan oleh para Thullab Dammaj”. (sebagaimana yang dinyatakan oleh saudara Bani Hasan tadi). Namun yang benar, demi melihat prestasi Abu Turob yang masih kurang, sehingga dikhawatirkan Abu Turob kurang mumpuni untuk terjun di medan dakwah Indonesia yang sangat berat, maka beliau menyarankan Abu Turob untuk tetap tinggal di Dammaj guna mendalami ilmu dien ini, sembari mengajari teman-temannya apa yang dia mampu. Hal ini akan lebih mengasah kemampuannya, agar lebih mapan lagi dalam keilmuannya, sehingga apabila nanti pulang ke Indonesia maka dia bisa mengemban dakwah yang sangat berat ini, sebagaimana para du’at Salafiyyin lainnya yang telah mendahului Abu Turob berdakwah dan berjuang di medan sebenarnya, yakni negeri Indonesia. Hal ini lebih ringan ketimbang Abu Turob diizinkan untuk pulang, namun tetap saja prestasinya yang kurang bagus, karena dikhawatirkan dia akan mengalami banyak kesulitan dalam berda’wah. Apatah lagi lebih parah, apabila ternyata dia gagal dalam mengemban dakwah Salafiyyah yang murni dari Pusat Dakwah Salafiyyah yang Murni Sedunia meminjam istilah akhi Abu Fairuz Abdurrohman bin Sukaya – maka apa kata dunia ??? Terlebih parah lagi apabila ia nantinya menjerumuskan orang lain dalam keadaan keliru, sehingga banyak orang yang masuk dalam kegagalan seperti yang dia jalani. Dan bukankah penyimpangan serta kesalahan al ustadz Abu Hazim Muhsin selama bergelut di medan dakwah Indonesia bisa dijadikan sebagai pelajaran bagi orang yang cerdik ? Adapun ucapan saudara Bani Hasan yang berbunyi: “beliau juga saudara kandung ust. ahmad kebumen” Saya katakan: Ternyata saudara Bani Hasan telah membantu saya dalam menyingkap “Tirai Turobiyyah”. Saya ucapkan: “Jazakallahu Khairol Jaza”, dan semoga setelah saudara menyingkap sendiri ‘Tirai Turobiyyah’, maka saudara Bani Hasan tidak tertipu lagi dengan manisnya bujuk rayu Turobiyyah. Namun sebelum memasuki inti permasalahan pada poin ini, Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

15

ada baiknya bila diawali dengan kata pembuka sehingga pelajaran ini akan bisa lebih meresap dan mudah untuk dipahami, yaitu: “Wahai saudara Bani Hasan, bukankah Allah memerintahkan kita untuk berlaku ‘adil dalam setiap keadaan ? Dan bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk berlaku ‘adil pada setiap sikap yang kita lakukan?” Bila saudara mengatakan: “Tidak!”, maka semua orang akan mengenal siapa anda sebenarnya. Namun bila ternyata saudara mengatakan: “Iya!”, dan saya berbaik sangka kepada saudara Bani Hasan bahwa saudara akan mengatakan: “Iya”. Maka disini kita akan meneruskan pelajaran kita ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ﻟﹸﻮﺍ‬‫ﺪ‬‫ﻟﹸﻮﺍ ﺍﻋ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﻠﹶﻰ ﺃﹶﻟﱠﺎ ﺗ‬‫ﻡﹴ ﻋ‬‫ﺂَﻥﹸ ﻗﹶﻮ‬‫ﻨ‬‫ ﺷ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﺮﹺﻣ‬‫ﺠ‬‫ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻂ‬‫ﺴ‬‫ﺍﺀَ ﺑﹺﺎﻟﹾﻘ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ ﺷ‬‫ﻠﱠﻪ‬‫ ﻟ‬‫ﲔ‬‫ﺍﻣ‬‫ﻮﺍ ﻗﹶﻮ‬‫ﻮﺍ ﻛﹸﻮﻧ‬‫ﻨ‬‫ ﺁَﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬ (8) :‫ﻠﹸﻮﻥﹶ ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ ﺑﹺﻤ‬‫ﺒﹺﲑ‬‫ ﺧ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺍﺗ‬‫ﻯ ﻭ‬‫ﻘﹾﻮ‬‫ﻠﺘ‬‫ ﻟ‬‫ﺏ‬‫ ﺃﹶﻗﹾﺮ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬ Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil dan janganlah karena kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah kalian, karena keadilan itu lebih dekat kepada ketaqwaan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan" (Al Maidah: 8) Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:

‫ﺑﹺﲔ‬‫ﺍﻟﹾـﺄﹶﻗﹾﺮ‬‫ﻦﹺ ﻭ‬‫ﻳ‬‫ـﺪ‬‫ﺍﻟ‬‫ ﺃﹶﻭﹺ ﺍﻟﹾﻮ‬‫ﻔﹸـﺴِﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻰ ﺃﹶﻧ‬‫ ﻋ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ ﻭ‬‫ﻠﱠﻪ‬‫ﺍﺀَ ﻟ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ ﺷ‬‫ﻂ‬‫ﺴ‬‫ ﺑﹺﺎﻟﹾﻘ‬‫ﲔ‬‫ﺍﻣ‬‫ﻮﺍ ﻗﹶﻮ‬‫ﻮﺍ ﻛﹸﻮﻧ‬‫ﻨ‬‫ ﺁَﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬ (135 :‫) ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ‬ Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian menjadi para penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah sekalipun terhadap diri-diri kalian sendiri atau kedua orang tua serta karib kerabat kalian" (An Nisa: 135) Tentunya kedua ayat ini merupakan dasar dan landasan bagi setiap muslim untuk bersikap dan bertindak. Dan saudara Bani Hasan juga tentunya memiliki pemahaman yang sama dengan muslimin yang lainnya, bahwa kita harus tetap ‘adil dalam bersikap dan bertindak. Namun bilakah kita melihat keadilan Turobiyyun? Salah seorang anggota Turoby menulis sebuah kitab berjudul :

“‫" ﺍﳉﻤﻌﻴﺔ ﺑﺪﻋﺔ ﻋﺼﺮﻳﺔ ﰲ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ‬

Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

16

Kutipan halaman 9 kitab tersebut sbb :

‫ﺑﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‬ ‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ‬،‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﺍﻟﺴﻠﻔﻲ( ﻟﻠﻘﻤﺎﻥ ﺑﺎﻋﺒﺪﻩ‬:‫ﻭﻫﺬﻩ ﺃﲰﺎﺀ ﺑﻌﺾ ﺍﳌﺆﺳﺴﺎﺕ ﰲ ﺑﻼﺩﻧﺎ‬ ،‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ( ﻟﻠﺮﻓﻴﻌﻲ‬،‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﺩﺍﺭ ﺍﻵﺛﺎﺭ( ﳋﻠﻴﻒ ﺍﳍﺎﺩﻱ‬،‫)ﺍﻷﻧﺼﺎﺭ( ﻟﻌﺒﺪ ﺍﳌﻌﻄﻲ‬ ‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺍﳌﺪﻳﻨﺔ( ﻭ)ﺩﺍﺭ‬،‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺍﻟﺴﻨﺔ( ﲟﺎﻟﻎ‬،‫ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺃﺑ ﻮ ﺑﻜﺮ ﺍﻟﺼﺪﻳﻖ( ﻟﺰﻳﻦ ﺍﻟﻌﺎﺭﻓﲔ‬ (‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﻧﻮﺭ ﺍﻟﻌﻠﻢ( ﻭ) ﺗﻌﻈﻴﻢ ﺍﻟﺴﻨﺔ‬،‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﺍﻟﺒﻴﻨﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ( ﻏﺮﺍﺳﻴﻖ‬،‫ﺍﻟﺴﻠﻒ( ﺑﺼﺎﻟﻮ‬ ‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺍﻟﻠﺆﻟﺆ‬,‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﺍﻟﺴﻠﻔﻴﺔ( ﺟﻴﺄﻣﻴﺲ‬،‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺍﻟﻨﺎﺟﻴﺔ( ﻣﺎﺩﻳﻮﻥ‬،‫ﻋﺎﻭﻱ‬ ‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ‬،‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺍﻟﻐﺮﺑﺎﺀ( ﺑﺮﺑﺎﻟﻨﻐﺎ‬،‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﺃﻧﻮﺍﺭ ﺍﻟﺴﻨﺔ( ﻛﺎﺑﻮﻣﲔ‬،‫ﻭﺍﳌﺮﺟﺎﻥ( ﲰﺎﺭﻍ‬ ,‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺍﳌﻨﺼﻮﺭﺓ( ﺑﻨﺠﺎﺭ ﺟﺪﻳﺪ‬،‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﺩﺍﺭ ﺍﻟﺴﻠﻒ( ﺑﻮﻧﺘﺎﻍ‬،‫)ﺍﻟﺴﻠﻒ( ﻋﺴﻜﺮﻱ‬ ,‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺍﻟﺴﻠﻒ( ﲰﺮﻧﺪﺍ‬,‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﻣﻨﻬﺎﺝ ﺍﻟﺴﻨﺔ( ﻣﻨﻄﻴﻼﻥ‬,‫ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﺍﻟﺴﻠﻔﻲ( ﻛﻮﺁﻻ‬ ‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ‬,‫ﺎﻫﺪﺓ( ﻭ)ﺍﳍﺠﺮﺓ( ﻭ) ﺳﲏ ﺳﻠﻔﻲ( ﻣﻴﺪﺍﻥ‬‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺍ‬,‫ﻣﺆﺳﺴﺔ )ﺍﻟﺴﻨﺔ( ﺁﺷﻴﻪ‬ ‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﻣﺮﻛﺰ ﺍﻟﻌﻤﻞ‬,‫ ﻣﺆﺳﺴﺔ ) ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺍﻟﺼﺪﻳﻖ( ﺃﻣﺒﻮﻥ‬,‫) ﺗﻌﻈﻴﻢ ﺍﻟﺴﻨﺔ( ﺭﻳﺎﻭ‬ .‫ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ( ﻣﺎﻛﺴﺎﺭ‬ Nampak disana dengan semangat yang membabi-buta si penulis menyikat hampir semua yang memiliki yayasan yang dimiliki para du’at Salafiyyin Indonesia, terlebih du’at Salafiyyin yang tidak sependapat dengan Turobiyyah. Lihat yayasan Al Madinah, Solo (ustadz Jauhari, Muhammad Na’im, Lc), yayasan Ta’zhimus Sunnah Riau (ustadz Dzul Akmal, Lc), yayasan Markaz ‘Amal Al-Islami (ustadz Dzulqarnain), Makassar, dst. Kendati telah ada diantara du’at Salafiyyin Indonesia memiliki pandangan jauh ke depan, dengan mengemukakan pendapat para ‘Ulama di masa kini. (lihat kembali tulisan yang sarat Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

17

dengan ilmu yang mapan, berjudul “Mendulang berkah dengan yayasan Salafiyyah”, disusun oleh seorang da’i Salafy bernama Abu Karimah ‘Askari hafidzhohullah), namun tetap saja memberi harga mati, semua yayasan bid’ah, sesat! Jelas nampak kita bisa melihat ketimpangan Turobiyyun dan ketidak-adilan mereka dalam bersikap dan bertindak. Bahkan tertulis, penulis menyebutkan yayasan Ta’zhim As Sunnah, yang dipelopori dan diketuai al ustadz Abal Mundzir Dzul Akmal, Lc. Namun kenapa kita tidak pernah mendengar murid-murid ustadz Dzul Akmal mengangkat Yayasan itu ke permukaan, sebagaimana mereka mengangkat yayasan du’at Salafiyyin lainnya? Mana keadilan Turobiyyah dalam bersikap dan bertindak? Apakah hanya lantaran al ustadz Dzul Akmal, Lc adalah guru bagi sebagian Turobiyyin yang berada di Dammaj, lantas yayasan yang berada dalam bimbingan beliau tidak tersentuh cap “bid’ah ashriyyah, sesat” itu ? Manakah suara-suara sumbang Turobiyyah atas yayasan Ta’zhim As Sunnah, Riau, sebagaimana mereka telah mengeluarkan suara sumbang atas yayasan-yayasan du’at Salafiyyin lainnya? Semoga saudara Bani Hasan memiliki pemikiran yang cemerlang yang sesuai dengan Al Kitab dan As Sunnah As Shohihah serta memiliki keadilan pula dalam bersikap dan bertindak. Sehingga tidak terjatuh dalam ketimpangan Turobiyyah Di Ngawi sendiri juga disebutkan sebuah Yayasan yang diberi nama dengan Yayasan Ta’zhimus Sunnah, dan Bani Hasan hadir dalam pendirian yayasan tersebut, sebagaimana dinyatakan al Ustadz Abdul Hadi. Hasan termasuk yang ikut menunjuk ustadz Abdul Hadi sebagai ketuanya. Namun kenapa Abu Hazim atau Turobiyyun yang kini berada di Dammaj tidak pernah melakukan pengingkaran terhadap yayasan itu, sebagaimana pengingkarannya terhadap yayasan dan du’at Salafiyyin lainnya ? Bahkan ternyata yang lebih menggelikan lagi, yayasan bernama Yayasan Tarbiyyatus Sunnah, Jl. Syuhada 02, Sampung, Sidorejo, Plaosan, Magetan, dimana Abu Hazim mengajar, ternyata masih terdaftar dan tetap aktif di pemerintahan, namun hanya plang atau tulisan “Yayasan”-nya saja yang disembunyikan. Kemudian disebarlah isu berita bahwa Abu Hazim telah membubarkan yayasannya, sehingga lolos dari daftar yayasan “bid’ah” di atas. Namun tidak pernah ada yang menerangkan bahwasanya yayasan Tarbiyatus Sunnah itu telah dibubarkan secara resmi lewat Pengadilan Negeri Magetan! Dan juga perlu ditanyakan, apakah pemerintahan setempat telah mengetahui bahwa yayasan Tarbiyatus Sunnah yang selama ini menaungi pondok Ittiba’us Sunnah serta semua kegiatan dakwah di Magetan telah bubaran, ataukah semua kegiatannya masih tetap berjalan? Tidak, bahkan daurah, pengajian, mendatangkan ustadz-ustadz dari yayasan Salafy terus dilangsungkan disana. Padahal terus berkumandang nyanyian dari Turobiyyun terkait yayasan, “Ini haroom!!! Ini bid'ah 'ashriyyah!!! Ini muhdatsah!!! Atau ungkapan lainnya karena Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

18

masalah yayasan itu sudah pasti bid’ah sesat, “permasalahan basi yang bid'ah, yaitu masalah yayasan” ! Jangan memakai yayasan wahai salafiyyin, kalau engkau tetap memakainya, pastilah cap dungu bakal disarangkan oleh Turobiyyun, seperti ucapan Abu Turob : “Ya subhanalloh di mana tawakkalmu dan taqwamu wahai orang dungu?”. Tidakkah mereka bertaubat dari “yayasan” itu ? Bukankah kita mengetahui syarat taubat? Allah berfirman:

‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻠﹾﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻚ‬‫ﺎﺏﹺ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌ‬‫ﺘ‬‫ﻲ ﺍﻟﹾﻜ‬‫ﺎﺱﹺ ﻓ‬‫ﻠﻨ‬‫ ﻟ‬‫ﺎﻩ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﻦ‬‫ﻯ ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﹾﻬ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺕ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﻦ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﻟﹾﻨ‬‫ﺰ‬‫ﺎ ﺃﹶﻧ‬‫ﻮﻥﹶ ﻣ‬‫ﻤ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ ﻳ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﻴﻢ‬‫ﺣ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﺍﺏ‬‫ﻮ‬‫ﺎ ﺍﻟﺘ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﻮﺏ‬‫ ﺃﹶﺗ‬‫ﻚ‬‫ﻮﺍ ﻓﹶﺄﹸﻭﻟﹶﺌ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻠﹶﺤ‬‫ﺃﹶﺻ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﺎﺑ‬‫ ﺗ‬‫ﻳﻦ‬‫ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺍﻟﱠﺬ‬.‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﺎﻋ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻠﹾﻌ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk setelah Kami menerangkannya kepada Manusia dalam Al Kitab mereka itu di la’nat Allah dan dila’nat oleh semua makhluk yang dapat mela’nat. Kecuali mereka yang telah bertaubat, dan mengadakan perbaikan serta menerangkannya. Maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Aku-lah Dzat yang Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Al Baqarah: 159-160) Yang lebih aneh mengapa Abu Hazim masih tetap bertahan di tempat itu, padahal menurut keyakinannya bahwa pondok itu dibangun bukan atas dasar ketaqwaan sejak peletakan batu pertama karena masih membawa embel-embel Yayasan? Mengapa Turobiyyun mengatakan bahwa Yayasan sebagai wasilah dakwah itu Muhdatsah, Bid’ah ‘Ashriyyah dan Haroom ? Namun pada kenyataannya di Magetan di tempat Abu Hazim tinggal dan mengajar, kita dapati baik itu tanah, bangunan, masjid serta semua fasilitas yang didapat atas nama yayasan, donatur, proporsal, bertasawul, muammalah dengan rekening bank, semuanya masih dipakai. Mengapa ketimpangan ini engkau pertontonkan pada kami, ya ustadz ? Bukankah Allah Ta’ala berfirman:

‫ﺏﹴ‬‫ﺮ‬‫ﻮﺍ ﺑﹺﺤ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﻓﹶﺄﹾﺫﹶﻧ‬‫ﻔﹾﻌ‬‫ ﺗ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻟﹶﻢ‬. ‫ﻨﹺﲔ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﺇﹺﻥﹾ ﻛﹸﻨ‬‫ﺑ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﻲ‬‫ﻘ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ﻭﺍ ﻣ‬‫ﺫﹶﺭ‬‫ ﻭ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻮﺍ ﺍﺗ‬‫ﻨ‬‫ ﺁَﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬ ‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻈﹾﻠﹶﻤ‬‫ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ﻮﻥﹶ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ﻈﹾﻠ‬‫ ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺍﻟ‬‫ﻮ‬‫ ﺃﹶﻣ‬‫ﺀُﻭﺱ‬‫ ﺭ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ﺇﹺﻥﹾ ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻮﻟ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻠﱠ ﻪ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah serta tinggalkanlah sisa dari riba jika kalian benar-benar orang yang beriman. Akan tetapi jika kalian tidak mengerjakannya (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat maka bagi kalian pokok harta kalian. Kalian tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Al Baqarah: 278-279)

Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

19

Adakah kita mendengar Turobiyyah membicarakan keadaan Abu Hazim? Apakah karena dia adalah kakak kandungnya Abu Arqom Mushlih (yang merupakan anggota Turobiyyah), lantas dia selamat dari bidikan Turobiyyun? Atau apakah karena Turobiyyun masih memanfaatkan si miskin ini, lantas mereka masih menutup mulut dan mata mereka dari kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh Abu Hazim, sampai mereka mencapai tujuan mereka kemudian mencampakkan Abu Hazim? Habis manis sepah dibuang ! Dan bukankah ustadz Ahmad, Petanahan, juga memiliki yayasan ? Apakah hanya karena Ustadz Ahmad Syaibani adalah saudara kandungnya, lantas Abu Turob “membebaskan” saudaranya dari hukum yang telah menjadi keyakinan mereka bahwa Yayasan itu haram, bid’ah dan muhdatsah ? Ya, ustadz Ahmad Syaibani, yang merupakan saudara dari ustadz Abu Turob Al-Jawi, memiliki yayasan bernama Anwarus Sunnah, di Petanahan, Kebumen. Kiprah yayasan ini memiliki radio dakwah, pondok pesantren dengan nama sesuai nama yayasan, termasuk dikenal, sampai pernah dibahas Ahmad Wahib dari STAIN Yogyakarta dalam tulisannya berjudul “Gerakan Dakwah Salafy Paska Laskar Jihad.” Ahmad Wahib tahu adanya yayasan ini, yang lokasinya di depan Pegadaian Petanahan, Petanahan, Kebumen 54382. Masak Abu Turob pura-pura tidak tahu tentang yayasan saudaranya ini, sementara orang jauh malah tahu persis ? Para pembaca sekalian juga bisa crosscek sendiri keberadaan yayasan Anwarus Sunnah pada ustadz Khalid, pengajar di yayasan Anwarus Sunnah, nomor HP beliau ada di internet, tercantum sebagai agen Albiruniherbals. Seorang ikhwan di Indonesia menyampaikan bahwa beliau menyatakan benar bahwa yayasan tersebut masih ada. Namun saudara-saudara sekalian, tidak pernah kita dengar sekalipun ada kritikan atas al Ustadz Ahmad Syaibani, apakah sang PTT Abu Turob Al-Jawi memang selalu memakai 2 timbangan dalam menghizbikan, membid’ah-sesatkan yayasan, sehingga saudaranya dan rekannya dikecualikan ? (Peringatan: “Bukan berarti saya mencela dan merendahkan al Ustadz Abul Mundzir Dzul Akmal, Lc, al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain, al Ustadz Ahmad Syaibani dan du’at salafiyyiin lainnya, lantaran yayasan yang juga mereka miliki. Namun saya menegur diantara oknum muridmurid mereka yang kini berada di Dammaj yang tidak berlaku ‘adil. Adapun Al Ustadz Abul Mundzir Dzul Akmal, Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain, Al Ustadz Ahmad Syaibani dan yang lainnya mereka memiliki yayasan, mungkin beliau-beliau termasuk orang yang mengambil fatwa para ‘Ulama lainnya yang membolehkan menggunakan yyasan sebagai wasilah dakwah, demi menghindari terjadinya penekanan dari pihakpihak tertentu yang menginginkan kehancuran pada dakwah Salafiyyah di negeri Indonesia. Seperti kita sering mendengar adanya fitnah berupa cap teroris, aliran sesat, dan semisalnya, sering beredar di sekitar tempat tinggal komunitas salafiyyin atau di sekitar ma’had Salafy. Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

20

Diantara maslahatnya, dengan adanya kejelasan status lembaga pendidikan Salafiyyin, yayasannya, hubungan baik dengan pemerintah dan perangkatnya, maka fitnah itupun alhamdulillah mereda. Dan mungkin juga beliau-beliau menimbang beberapa kemaslahatan lainnya, akan tetapi mereka Turobiyyun tidak mengetahuinya atau tidak mau tahu, atau karena mereka kurang bisa membedakan mana mashlahat dan mana pula mafsadat)

Demikian ketidak-adilan Turobiyyun ini, maka kita teringat dengan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi:

:‫ ﻭ ﻣـﺴﻠﻢ‬3475 :‫ﺎ ) ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬‫ﻫ‬‫ﺪ‬‫ ﻳ‬‫ﺖ‬‫ ﻟﹶﻘﹶﻄﹶﻌ‬‫ﻗﹶﺖ‬‫ﺮ‬‫ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﺤ‬‫ ﻣ‬‫ﺖ‬‫ﺔﹶ ﺑﹺﻨ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻥﱠ ﻓﹶﺎﻃ‬‫ ﻟﹶﻮ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ﻔﹾﺴِﻰ ﺑﹺﻴ‬‫ﻯ ﻧ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻭ‬ (‫ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﺎﺋﺸﺔ‬1688 Artinya: “Demi jiwaku yang berada dalam tangan-Nya, kalaulah seandainya Fathimah binti Muhammad (anak perempuan beliau sendiri) mencuri, maka niscaya akan aku potong tangannya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari: 3475 dan Muslim: 1688 dari shahabat ‘Aisyah radliallahu ‘anha) Dimanakah posisi Turobiyyun dari pengamalan hadits yang mulia ini? Ya Allah, berikanlah anugrah-Mu kepada kami, sehingga kami bisa berlaku ‘adil, walaupun kepada diri, keluarga dan sahabat-sahabat kami. Saudara Bani Hasan berkata: “beliau juga hafal Al Quran, riyadhus sholihin.” Saya katakan: Apakah bila seseorang hafal Al Qur’an dan kitab Riyadush Shalihin, lantas bisa terbebas dari kesalahan? Apakah seseorang yang hafal Al Quran, mahir dalam bacaan AlQuran, puasa dan sholat sepanjang hari, namun berada dalam kesalahan dan penyimpangan bisa dijadikan sebagai suatu kebanggaan ? Bila ada yang beranggapan demikian, maka sepertinya dia sangat perlu untuk merenungi dan memahami sebuah hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam yang berbunyi:

‫ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬- ‫ﻮﻝﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺳ‬‫ ﺭ‬‫ﺪ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﺤ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻤ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺑ‬- ‫ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ‬- ‫ﺭﹺﻯ‬‫ﺪ‬‫ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﻴﺪ‬‫ﻌ‬‫ﻋﻦ ﺃﰊ ﺳ‬ . ‫ﻝﹾ‬‫ـﺪ‬‫ ﺍﻋ‬‫ﻮﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺎ ﺭ‬‫ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﻳ‬- ‫ﻴﻢﹴ‬‫ﻤ‬‫ﻨﹺﻰ ﺗ‬‫ ﺑ‬‫ﻦ‬‫ﻞﹲ ﻣ‬‫ﺟ‬‫ ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬- ‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﻳ‬‫ﻮ‬‫ ﺫﹸﻭ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﺎﻩ‬‫ﺎ ﺃﹶﺗ‬‫ﻤ‬‫ ﻗﹶﺴ‬‫ﻘﹾﺴِﻢ‬‫ ﻳ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ـﺎ‬‫ ﻳ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﻋ‬. « ‫ﻝﹸ‬‫ﺪ‬‫ ﺃﹶﻋ‬‫ ﺃﹶﻛﹸﻦ‬‫ ﺇﹺﻥﹾ ﻟﹶﻢ‬‫ﺕ‬‫ﺴِﺮ‬‫ﺧ‬‫ ﻭ‬‫ﺖ‬‫ﺒ‬‫ ﺧ‬‫ﻝﹾ ﻗﹶﺪ‬‫ﺪ‬‫ ﺃﹶﻋ‬‫ﻝﹸ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﻟﹶﻢ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬، ‫ﻠﹶ ﻚ‬‫ﻳ‬‫ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ » ﻭ‬ ‫ﻊ‬‫ ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﻼﹶﺗ‬‫ ﺻ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ﺮ‬‫ﻘ‬‫ﺤ‬‫ ﻳ‬، ‫ﺎ‬‫ﺎﺑ‬‫ﺤ‬‫ ﺃﹶﺻ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ ﻟﹶﻪ‬‫ﻪ‬‫ﻋ‬‫ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ » ﺩ‬. ‫ﻘﹶﻪ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﺮﹺﺏ‬‫ ﻓﹶﺄﹶﺿ‬، ‫ﻴﻪ‬‫ﻰ ﻓ‬‫ ﺍﺋﹾﺬﹶﻥﹾ ﻟ‬‫ﻮﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬ Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

21

‫ﻕ‬‫ـﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻳﻦﹺ ﻛﹶﻤ‬‫ ﺍﻟﺪ‬‫ﻦ‬‫ﻗﹸﻮﻥﹶ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ ﻳ‬، ‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻗ‬‫ﺮ‬‫ ﺗ‬‫ﺎﻭﹺﺯ‬‫ﺠ‬‫ﺁﻥﹶ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﺀُﻭﻥﹶ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‬‫ﻘﹾﺮ‬‫ ﻳ‬، ‫ﻬﹺﻢ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻴ‬‫ ﺻ‬‫ﻊ‬‫ ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻴ‬‫ﺻ‬‫ ﻭ‬‫ ﻬﹺﻢ‬‫ﻼﹶﺗ‬‫ﺻ‬ (2503 :‫ ﻭﻣﺴﻠﻢ‬3610 :‫ ) ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺴ‬ Artinya: “Dari Abi Sa’id Al Khudry radliallahu ‘anhu dia berkata: “ketika kami sedang berada di sisi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam dan beliau sedang membagi-bagikan harta, disaat itu datanglah Dzul Khuwaishiroh menghampiri beliau (Dzul Khuaishiroh adalah seorang yang berasal dari Bani Tamim), seraya berkata: “Wahai Rasulullah berlaku ‘adillah Anda”. Maka beliau berkata: “Celakalah engkau, siapakah yang akan berlaku ‘adil apabila saya tidak berlaku ‘adil. Sungguh Aku telah merugi apabila tidak berlaku ‘adil.” Maka ‘Umar bin Khatthab berkata: “Ya Rasulullah izinkanlah saya untuk memenggal lehernya”. Maka beliau bersabda: “Biarkanlah dia, karena sesungguhnya dia akan memiliki kelompok, salah seorang dari kalian akan meremehkan sholat dan puasanya apabila dibanding dengan sholat dan puasanya mereka. Mereka membaca Al Quran namun tidak melewati kerongkongannya. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari sasaran yang telah terbidik.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari: 3610 dan Muslim: 2503) Saudara Bani Hasan berkata: “Lantas skrg ana ingin bertanya. siapakah abu mahfudz???” Saya katakan: Adapun Abu Mahfudzh, maka dia adalah ‘Ali Bin ‘Imran Bin ‘Ali Adam Al Andunisy Abu Mahfudzh -semoga Allah selalu menjaganya dan menjaga semua kaum muslimin dari penyimpangan dalam agama mereka-. Saudara Bani Hasan juga berkata: “keilmuannya bagaimana? hafalannya bagaimana???” Saya katakan: Segala puji hanya untuk Allah, Abu Mahfudz selalu bersyukur kepada Allah yang telah memberikan karunia yang tak terhingga kepada Abu Mahfudzh berupa nikmat Islam dan Sunnah. Ditambah lagi dengan dimudahkannya langkah Abu Mahfudzh untuk bisa duduk belajar di hadapan para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Yaman. Abu Mahfudzh juga berdo’a, semoga Allah memudahkan langkah saudara Bani Hasan untuk bisa belajar menimba ilmu ini di hadapan para ‘Ulama Ahlus Sunnah, sehingga bisa menghilangkan kebodohan, membekali diri dengan ilmu yang benar serta mengajak manusia kepada jalan yang benar pula. Sedangkan ucapan saudara Bani Hasan yang berbunyi: “Dan yg sangat menggelikan, ente dan abu mahfudz yg majhul di sisi syaikh yahya dan mungkin sebagian salafiyyin indonesia, berbicara tentang org yg memiliki keutamaan ilmu di sisi syaikh dan para thullabul dammaj. Apakah ente seorang ruwaibidhoh?!?!?!?!?!” Saya katakan: Wahai saudara Bani Hasan, bagaimana pendapat saudara tentang ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain (sebenarnya yang pantas bukan saudara Bani Hasan yang ditanya tentang ustadz Dzulqarnain, namun justru sebaliknya ustadz Dzulqarnain-lah yang pantas untuk ditanya tentang siapa pria yang bernama Bani Hasan dari Ngawi, serta bagaimana peran Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

22

dia terhadap dakwah Salafiyyah ini), beliau dulu beliau pernah belajar di Dammaj, di hadapan syaikh Muqbil Bin hadi Al Wadi’y dan kemudian belajar di hadapan syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan? Apakah beliau seorang yang memiliki keutamaan disisi saudara ataukah seorang ruwaibidhoh? Wal ’iyadzubillah. Bila saudara mengatakan, bahwa beliau adalah seorang yang memiliki keutamaan (dan demikianlah kenyataannya, bahwa beliau adalah seorang yang memiliki keutamaan), maka sebagai masukan untuk saudara Bani Hasan, bahwa ternyata beliau yang memiliki keutamaan itu tidak selamat dari lisan-lisan beracunnya Turobiyyun. Apakah saudara Bani Hasan saat ini berani mengatakan bahwa teman-temannya sendiri yang berada di Dammaj yang bergabung dengan Turobiyyun (saat mereka mencela ustadz Dzulqarnain) adalah para Ruwaibidhoh, karena mereka berbicara tentang ustadz Dzulqarnain seorang yang memiliki keutamaan ilmu di sisi syaikh Muqbil dan syaikh Shalih Bin Fauzan Al Fauzan? Bahkan beliau jauh lebih utama dibanding dengan Abu Turob dan semua Turobiyyun yang berada di Dammaj atau di Indonesia? Bila saudara Bani Hasan menyatakan bahwa ustadz Dzulqarnain adalah seorang ruwaibidhoh. (Karena saudara Bani Hasan bisanya hanya membebek dengan Turobiyyun yang berada di Dammaj, atau di Indonesia), maka saya katakan, “Siapakah yang lebih pantas untuk dikatakan sebagai ruwaibidhoh? Teman-teman saudara Bani Hasan yang berada di Dammaj, yang membicarakan Ustadz Dzulqarnain ataukah saudara Bani Hasan sendiri yang lebih pantas menyandang julukan ruwaibidhoh itu, karena juga berbicara tentang seorang yang memiliki keutamaan ?!“ Contoh ini tidak terbatas pada Ustadz Dzulqarnain saja, namun masih sangat banyak contoh lainnya yang menunjukkan bahwa Turobiyyun mencela para du’at Salafiyyin Indonesia yang memiliki keutamaan. Wahai saudaraku Bani Hasan yang saya hormati, dengan keadaan seperti ini, maka pantaskah saudara dan Turobiyyun menyandang gelar ruwaibidhoh juga ? Sebagai penutup, maka saya ingin menyarankan saudara Bani Hasan agar bergegas untuk menuntut ‘ilmu ini di hadapan para ‘Ulama Ahlus Sunnah, baik yang berada di Dammaj, Yaman secara umum atau di Saudi ‘Arabia. Bergegaslah meninggalkan gemerlapnya dunia, kemilaunya “CV Raya Agung Ngawi NKRI”, yang biasa terbitkan buku-buku RA (Raya Agung, pen) Media itu, dengan berbagai hiruk-pikuk orderannya. Bukankah percetakan itu banyak yang nyerempet-nyerempet acara bid’ah, politik, dkk, dalam prakteknya susah dihindari dalam mengedit, mencetak, mengkopi, gambar makhluk hidup dkk ? Banyak saksi yang mengetahui, mulai ikhwan dari Madiun, Ngawi, sampailah ikhwan Magetan sendiri.

Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

23

Gambar 1. Sampul buku karya Abu Zakariya Irham bin Ahmad Al-Jawi, Dammaj, Yaman. Diterbitkan oleh RA Media, Ngawi – NKRI, desain cover oleh Raya Agung Grafika. Inilah salah satu terbitan paling terkini buku RA Media, Ngawi, NKRI, yang dimuroja’ah PTT Abu Turob Al-Jawi. Buku ini yang dicetak di percetakan CV Raya Agung, Ngawi milik keluarga Ibnu Mukiyi rahimahullah. Bukankah perusahaan percetakan yang kabarnya 20% engkau hibahkan untuk dakwah itu berbentuk CV, dengan adanya pimpinan, bawahan, aturan, identik dengan yayasan juga ? [Pembaca yang budiman bisa menebak, kemana larinya yang 80% dalam bisnis percetakan itu, jelas bukan untuk dakwah, apakah terkait dengan pesanan undangan wayangan, walimahan, parpol, wallahu a’lam ?] Saya juga menasihatkan, kalaulah engkau tak mampu dalam permodalan, janganlah terlibat dengan bank, dan warna-warninya. Hal itu semua bertentangan dengan prinsip Panglima Tertinggi Turobiyyah, sarana bid’ah dalam dakwah, lantaran hal ini, Turobiyyah dkk kini marah, meradang pada saudaranya du’at Salafiyyin. Tertulis Abu Turob meridloi buku ini, berarti sang PTT berarti terlibat dalam muammalah langsung ‘yayasan komersial’ yang bernama CV Raya Agung. Wahai para pembaca, inilah bukti keanehan Turobiyah itu.

Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

24

Gambar 2. Sampul dalam buku yang dimuroja’ah PTT Abu Turob Saif bin Khodhr Al-Jawi. Sang Editor saudara Bani Hasan bin Mukiyi, namun sang pemilik percetakan CV Raya Agung Ngawi NKRI berseloroh “Isi diluar tanggungjawab percetakan”. Seorang ikhwan dari Jatim mengetahui ‘harga’ buku dijual seharga Rp. 3000 . Nampak sang saudara Fuad bin Mukiyi sahaja yang berani menjadi tameng, menjadi editornya, namun Ibnu Mukiyi lainnya bersembunyi ketakutan, “Isi diluar tanggungjawab percetakan”, CV Raya Agung Ngawi NKRI ingin nampak bersih dari Turobiyyah dkk !!! Walaupun Ibnu Mukiyi rahimahullah lainnya sibuk mempromosikan buku yang dicetak di atas kertas CD setebal 76 halaman itu, baik lewat tangan ke tangan, SMS, dll kepada jaringannya. Para pembaca yang budiman, inilah carut-marutnya keluarga Bani Hasan dan kawan-kawan. Maka terucap nasihatku pada engkau, wahai saudaraku Bani Hasan, hasunglah diri dan keluarga engkau, umur kalian masih cukup muda, waktu yang tepat untuk menimba ilmu. Hasunglah diri & saudara engkau yang masih kuliah itu, atau sibuk bisnis percetakan itu, agar bergegas menimba ilmu di hadapan ‘Ulama Ahlus Sunnah. Sungguh menuntut

Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

25

ilmu itu adalah adalah nikmat yang sangat agung di masa kini, baik dengan para ‘Ulama Sunnah yang berada di Yaman atau di Saudi Arabia. Kebenaran datangnya dari Allah Ta'ala dan kesalahan datangnya dari saya pribadi dan syaithan. Kiranya ada kritikan, saran, tanggapan dari para pembaca sekalian. Semoga Allah Ta'ala selalu menjaga kita semua dan memberikan kekokohan kepada saya, saudara, para pembaca yang bijak, serta seluruh kaum muslimin untuk tetap berada di atas al-haq. Amin, ya Rabbal ‘alamin.

‫ﻭ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﺃﲨﻌﲔ‬ ‫ ﺃﺑﻮ ﳏﻔﻮﻅ ﻋﻠﻰ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﺑﻦ ﻋﻠﻰ ﺁﺩﻡ ﺍﻷﻧﺪﻭﻧﻴﺴﻰ‬:‫ﻛﺘﺒﻪ ﺃﺧﻮﻛﻢ‬ ‫ ﻣﻦ ﺍﳍﺠﺮﺓ ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔ‬1430 ‫ ﺻﻔﺮ‬16 ‫ﺍﳉﻤﻬﻮﺭﻳﺔ ﺍﻟﻴﻤﻨﻴﻴﺔ‬ .‫ﻋﻠﻰ ﺻﺎﺣﺒﻬﺎ ﺃﻓﻀﻞ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ‬

Bukan sekedar Tanggapan, namun Pelajaran buat Bani Hasan & kawan- kawan

26

Related Documents


More Documents from ""