Kedustaan Abdul Wahhab Thowil Alias Restu

  • Uploaded by: abdul haq
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kedustaan Abdul Wahhab Thowil Alias Restu as PDF for free.

More details

  • Words: 4,589
  • Pages: 10
Surat Terbuka untuk Ikhwah Salafiyyin “Meluruskan kedustaan Abdul wahab Al Andunisiy tentang Yayasan As Salaf Balikpapan Indonesia” Telah sampai sebuah tulisan berjudul 'Al Jum'iyyah Bid'ah Ashriyah fi Da'wah" oleh sekelompok pelajar Indonesia di Dammaj, Yaman. Didalamnya terdapat kesaksian tentang yayasan (dalam hal ini adalah Yayasan As Salaf Balikpapan) oleh Abdul Wahab Al Andunisiy seorang pelajar di Dammaj yang berasal dari Balikpapan, Indonesia -- yang katanya sekarang sering dijuluki dengan "At Thowiil' -- untuk membedai dengan Abdul Wahab yang lain yang juga berasal dari Indonesia.

Gambar 1. Halaman depan tulisan Jum'iyyah Bid'ah Ashriyah fi Da'wah, ditulis kumpulan pelajar Indonesia di Dammaj, siapakah sekumpulan pelajar itu ? Tulisan ini ditulis untuk meluruskan berbagai kedustaan yang dia tebarkan tentang yayasan (As Salaf) . Melihat dampak kerusakan dari kedustaannya tidak hanya menimpa dirinya, bahkan terbukti telah menyebabkan kerusakan dan perpecahan ikhwan salafiyyin Indonesia di berbagai daerah di Indonesia dan di Dammaj. Sedikit atau banyak, kedustaannya tentang yayasan (As Salaf) ikut andil dalam terjadinya fitnah ini. Belum lagi tuduhan-tuduhannya yang keji terhadap teman-temannya dulu disini, sungguh perbuatannya seperti yang dikatakan orang dalam pepatah Indonesia, “Habis manis sepah dibuang", dan pepatah : "Air susu dibalas dengan air tuba (racun)".

Penulis ingatkan dengan firman Allah subhanahu wa ta'ala :

Dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(

)

Artinya : “Wahai sekalian orang yang telah masuk Islam dengan lisannya namun keimanannya belum menancap ke dalam lubuk hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, jangan mencela mereka serta jangan pula kalian mencari-cari kesalahan mereka. Sesungguhnya, siapa saja yang mencari-cari kesalahan saudaranya se-Islam niscaya Allah akan membuka kesalahannya. Dan siapa saja yang Allah buka kesalahannya niscaya akan diumbar kesalahannya, walaupun ia bersembunyi di tengah kamarnya.” Suatu hari, Ibnu ‘Umar Radhiyallâhu ‘anhu memandang ke arah Baitullâh atau Ka’bah, kemudian beliau berkata : “Betapa agung dan besarnya kehormatanmu, namun kehormatan seorang mukmin lebih besar di sisi Allah daripada kehormatanmu.” (Hadits di atas dinilai sebagai hadits hasan yang gharib oleh at-Turmudzî dan dishahihkan oleh al-Albânî di dalam Shahih Sunan at-Tirmidzî) Mudah-mudahan tulisan ini dapat membuka mata ikhwah yang terfitnah dan menjadi bahan masukan bagi ikhwah yang tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Tidak ada yang penulis harapkan kecuali mudah-mudahan tulisan ini menjadi amal sholih dalam menjelaskan kebenaran . Pendahuluan Nama asli Abdul Wahab adalah Restu Puji Laksono, lahir di Samarinda (ibukota propinsi Kalimantan Timur Indonesia), tanggal 6 September 1974. Dahulu kedudukannya di dalam yayasan adalah sebagai pendiri sekaligus duduk di jajaran pengurus bagian hubungan masyarakat (humas). Penulis sebutkan nama aslinya adalah karena di dalam bukti tertulis tidak tercantum nama Abdul Wahab, akan tetapi Restu Puji Laksono. Adapun penulis Aris Sasongko adalah sekretaris Yayasan As Salaf Balikpapan sejak tahun 2003.Yayasan As Salaf sendiri berdiri tahun 2001. Sehingga praktis Restu telah aktif di yayasan As Salaf kurang lebih 3 tahun lamanya Penulis bermuamalah dengan Restu secara lebih intens sejak pindah dan tinggal di lingkungan Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan sekitar awal tahun 2003. Pada waktu itu penulis adalah pengurus yayasan baru yang menggantikan posisi sekretaris yayasan lama yang tidak aktif. Pada saat itu Restu telah aktif sebagai pengurus yayasan bahkan termasuk salah satu pendirinya. Penulis sempat bersama-sama Restu menjadi pengurus yayasan kurang lebih 2 tahun lamanya. Sebelum berangkat ke Dammaj , Restu sempat menyaksikan dan menandatangani kesepakatan perubahan/pergantian susunan pengurus yayasan. Bersama kepengurusan yang baru ini Restu sempat bekerja kurang lebih dua tahun lamanya. Adapun penulis sebagian besar masa aktifnya sampai sekarang bekerja bersama pengurus baru. (hanya sempat kurang lebih 6 bulan bekerja sama dengan pengurus lama).Dengan demikian, Restu telah mengalami dua kali periode kepemimpinan yayasan yaitu dengan kepengurusan lama tahun Agustus 2001 – Juni 2003 dan kepengurusan baru Juni 2003 Desember 2004. Sebelum masuk inti bantahan terhadap perkataan Abdul Wahab, penulis ingin memberi gambaran sedikit tentang yayasan secara umum dan yayasan As Salaf secara

khusus. Yayasan secara umum merupakan salah satu bentuk dari banyak bentuk organisasi yang diijinkan pemerintah Indonesia. Negara mengatur dan membina keberadaan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat termasuk yayasan (UU Pemerintah RI No16 Th. 2001 Jo. no. 28 th. 2004, tentang Yayasan). Dengan undangundang ini pemerintah akan melakukan kontrol terhadap seluruh aktivitas yayasan termasuk terhadap laporan keuangannya. Dengan demikian pemerintah tampak melindungi masyarakat dari akibat jelek dari yayasan-yayasan yang menyimpang atau penggelapan aset yayasan. Pada kenyataannya masyarakat akan cenderung menerima dakwah apabila dakwah itu bernaung dalam sebuah organisasi semacam yayasan yang telah dilegalisasi oleh pemerintah. Karena yang demikian akan mendatangkan perasaan aman karena berarti dakwah tersebut telah diakui dan dan dikontrol oleh pemerintah, berinfaq, berwakaf-pun tidak menuai kekhawatiran bakal disalah-gunakan, atau dijual pengurus yayasan, mengingat dana yayasan tidak berhak dimiliki/dijual oleh pengurusnya sekalipun. Yayasan secara umum dapat bergerak di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Masing-masing bidang dapat terdiri dari berbagai cabang kegiatan yang diijinkan pula oleh negara bersifat komersial.Yayasan ini diijinkan pula oleh undangundang untuk membuka cabang di seluruh daerah di Indonesia. Adapun Yayasan As Salaf sebagaimana yayasan-yayasan milik ikhwah salafiyyin lain di Indonesia, tidaklah seperti yayasan-yayasan secara umum tadi. Tujuan utama didirikannya Yayasan As Salaf adalah semata-mata untuk formalitas hukum. Faidah penting yang didapat dengan yayasan ini adalah diijinkannya kami oleh pemerintah untuk mendirikan Ma'had Ibnul Qoyyim, yang menampung anak-anak dan para pemuda ikhwah salafiyin dari berbagai daerah di Indonesia yang belum memiliki kemampuan untuk menimba ilmu langsung dari para ulama ke luar negeri. Walhamdulillah, sekarang ini kurang lebih terdapat 350 orang santri dan santriwati (khusus santriwati berasal dari sekitar ma’had) yang menuntut ilmu di Ma'had Ibnul Qoyyim yang tersebar dalam berbagai bidang program pendidikan (Tarbiyatul Aulad, Tarbiyatul Banat, Tahfidzul Qur'an, I'dadul Lughoh, Tadribud Du'at, dan Tarbiyatun Nisa'). Selanjutnya, meskipun berdasarkan undang-undang disebutkan sebuah yayasan memiliki kantor, pada kenyataannya Yayasan As Salaf sampai sekarang tidak memiliki kantor dan tidak memiliki pegawai. Pengurus yayasan tidak digaji dan tidak memiliki jam kerja tertentu seperti pegawai kantoran, yang harus mulai dan selesai bekerja pada jam tertentu setiap harinya. Jika pembaca berkesempatan ziaroh ke ma’had kami, niscaya hanya akan menemukan ruangan kantor ma’had yang dijaga oleh para santri untuk mengatur jadwal belajar dan jadwal kegiatan mereka sehari-hari. Diantara pengurus yayasan adalah karyawan perusahaan yang sehari-harinya bekerja seperti biasa di perusahaannya; diantara mereka juga pensiunan; diantara mereka juga pedagang. Penulis sendiri sehari-hari adalah pedagang madu dan kitab, selain juga sebagai pengurus ma’had. Kegiatan yayasan dilakukan pengurus di sela-sela aktivitas mereka sehari-hari. Kegiatan yayasan As Salaf seluruhnya adalah untuk mendukung dakwah Salafiyah di Balikpapan. Memberi bantuan kepada para santri dan mudaris dalam segala hal yang dapat mendukung mereka untuk berkesinambungan dalam menuntut ilmu. Seperti, menyediakan untuk mereka makanan, air minum, air bersih, asrama, kitab dan segala hal yang dibutuhkan untuk menuntut ilmu. Pengurus yayasan pun mewakili para santri dan mudaris dalam menghadapi prosedur hukum dengan pemerintah seperti pengurusan ijin tinggal, kirim dan terima surat, weselpos, perawatan di puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya. Bahkan untuk pengurusan paspor pun, bagi santri yang ingin belajar ke luar negeri, pemerintah mensyaratkan rekomendasi dari yayasan. Jadi, perlu kami tegaskan bahwa sekali lagi tujuan utama didirikannya yayasan ini adalah sebagai formalitas hukum yang memudahkan kaum muslimin dalam menuntut ilmu syar'i , bukan untuk meminta-minta harta manusia, lobi-lobi, atas nama dakwah dan pribadi. Demikianlah sekilas tentang kegiatan pengurus yayasan As-Salaf sehari-hari. Tidak ada yang mereka harapkan selain harapan bahwa itu semua akan teranggap sebagai amal sholih disisiNya. Disamping,usaha mereka untuk terus menuntut ilmu bersama santri dan kaum muslimin lainnya dalam menegakkan dakwah ahlus sunnah wal jama'ah As Salafiyyah di bumi Indonesia. Mudah-mudahan Allah membukakan mata orang yang dibutakan dan menumpas para pendusta yang tidak bertaubat dari jalanNya.

‫‪Meluruskan Kedustaan‬‬ ‫‪sebelum kami membantah tulisan abdul Wahab alias Restu Puji, terlebih dahulu kami‬‬ ‫‪nukilkan perkataannya yang khusus membicarakan tentang yayasan As-Salaf yang ada di‬‬ ‫‪Balikpapan. Berikut ini tulisannya dalam bahasa Arab:‬‬

‫ﻣﺴﺄﻟﺔ اﻟﺠﻤﻌﯿﺎت واﻟﻤﺆﺳﺴﺎت‬ ‫وھﺬه أﻣﻮر ﻧﻌﺮﺿﮭﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﺎرئ ﻓﺈﻧﻨﻲ أزاول اﻷﻋﻤﺎل ﻓﻲ ﺟﻤﻌﯿﺔ ﻣﻦ اﻟﺠﻤﻌﯿﺎت اﻟﺘﻲ ﯾﻘﺎل ﻟﮭﺎ‬ ‫)ﻣﺆﺳﺴﺔ اﻟﺴﻠﻒ( ﻷﺣﺪ ﻣﺮاﻛﺰ أھﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﺛﻼث ﺳﻨﯿﻦ ﺑﻞ ﻛﻨﺖ ﻣﻨﺸﺄ ﻟﮭﺎ وﻣﺆﺳﺴﺎ ﻟﻨﻈﺎﻣﮭﺎ ورأﯾﺖ أﺷﯿﺎء‬ ‫اﻟﺘﻲ ﻟﻢ أﻋﮭﺪھﺎ ﻣﻦ ﺳﯿﺮ ﻋﻠﻤﺎءﻧﺎ وﻣﺸﺎﯾﺨﻨﺎ وﻛﺎﻧﺖ اﻟﺪواﻋﻲ ﻹﻧﺸﺎء ھﺬه اﻟﻤﺆﺳﺴﺔ أﻣﻮر ﻣﻨﮭﺎ‪:‬‬ ‫ﺣﻤﺎﯾﺔ اﻟﺪﻋﻮة ﻣﻦ ﻗﺒﻞ اﻟﺤﻜﻮﻣﺔ ﻟﻤﺎ ﯾﻌﺮض ﻟﮭﺬه اﻟﺪﻋﻮة ﻣﻦ اﻟﻌﻮارض واﻟﻤﺸﺎﻛﻞ ﻣﻊ اﻟﻤﺠﺘﻤﻊ‬ ‫‪-1‬‬ ‫اﻟﺬي ﻗﺪ ﻻ ﯾﻌﯿﻦ ﻋﻦ اﻟﺨﯿﺮ أو ﻓﺮﻗﺔ ﻣﻨﮫ‪ ,‬واﻷﻣﺮ ﻟﯿﺲ ﻛﺬﻟﻚ‪ ,‬ﻓﺈن اﻟﺪوﻟﺔ ﻻ ﺗﺰال ﺗﺤﺐ اﻟﺨﯿﺮ وﺗﺤﻞ‬ ‫اﻟﻤﺸﺎﻛﻞ واﻟﻘﻀﺎﯾﺎ وﻟﻮ ﺑﺪون ھﺬه اﻟﻤﺆﺳﺴﺔ ﻛﻤﺎ ﺻﺮح ﻟﻲ أﺣﺪ أﻋﻀﺎء ﻗﺴﻢ ﻣﻦ وزارة اﻟﺴﻜﺎن ﻓﻲ‬ ‫ﺑﻼدﻧﺎ‪.‬‬ ‫ﺣﺼﻮل اﻟﺜﻘﺔ ﻋﻨﺪ اﻟﻨﺎس ﻟﮭﺬه اﻟﺪﻋﻮة وأھﻠﮭﺎ ﺑﺄن ﺗﻜﻮن اﻟﺪﻋﻮة رﺳﻤﯿﺔ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ اﻟﺤﻜﻮﻣﺔ‪ ,‬وأﻧﮭﺎ‬ ‫‪-2‬‬ ‫ﻟﯿﺴﺖ وﺣﺸﯿﺔ وﻻ إرھﺎﺑﯿﺔ‪,‬‬ ‫اﻟﺘﻮﺻﻞ ﺑﮭﺎ أي ﺑﺘﻠﻚ اﻟﺮﺳﻤﯿﺔ إﻟﻰ ﺟﻤﻊ أﻣﻮال اﻟﻨﺎس ﺑﺎﻟﺘﺴﻮل واﻟﺸﺤﺎذة ﻣﻦ أﺟﻞ ﺗﺤﻘﯿﻖ‬ ‫‪-3‬‬ ‫اﻵﻣﺎل اﻟﺘﻲ ﺧﻄﻄﻮھﺎ ﻓﻲ اﻟﺪﻋﻮة ﻣﻦ ﺑﻨﺎء اﻟﻤﺮاﻛﺰ واﻟﻤﺴﺎﺟﺪ واﻟﻤﻜﺎﺗﺐ وﻏﯿﺮھﺎ‪ ,‬وھﺬا اﻟﻐﺎﯾﺔ اﻷﻗﺼﻰ‬ ‫ﻣﻦ إﻧﺸﺎء ھﺬه اﻟﻤﺆﺳﺴﺔ وﻣﺒﻠﻎ ﺟﮭﻮد أﺻﺤﺎﺑﮭﺎ وﺿﯿﻌﻮا أوﻗﺎﺗﮭﻢ وأﻋﻤﺎرھﻢ ﻣﻦ أﺟﻠﮭﺎ ﺣﺘﻰ إﻧﮭﻢ ﻻ‬ ‫ﯾﺘﺮﻛﻮن ﻣﺠﺎﻻ ﻟﺠﻤﻊ اﻷﻣﻮال ﻣﻦ ﻛﻞ ﻣﻦ ھﺐ ودب إﻻ اﻧﺘﮭﺰوه ﺳﻮاء ﻓﻲ اﻟﺪﻛﺎﻛﯿﻦ واﻟﻤﺼﺎﻧﻊ‬ ‫واﻟﻤﺴﺎﺟﺪ وﺑﯿﺖ اﻟﻤﺎل واﻹدارة اﻟﺮﺳﻤﯿﺔ وﻏﯿﺮھﺎ ﺑﻞ ﻣﻦ ﺧﻼل إﻗﺎﻣﺘﮭﻢ اﻟﺪورات اﻟﻌﻠﻤﯿﺔ واﻟﻤﺤﺎﺿﺮات‪,‬‬ ‫ﻛﻞ ذﻟﻚ ﻣﻦ أﺟﻞ ﺗﺠﻤﯿﻊ اﻟﻤﺎل ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺎب اﻟﺪﻋﻮة وﻣﺼﺎﻟﺤﮭﺎ‪ ,‬ﺛﻢ ﺑﻌﺪ ھﺬه اﻟﺪواﻋﻲ رأﯾﻨﺎ ﺗﻮاﺑﻊ أﺧﺮ‬ ‫أﯾﻀﺎ ﻣﻨﮭﺎ‪:‬‬ ‫أﻧﮭﻢ ﯾﺘﮭﺎوﻧﻮن ﻓﻲ اﻟﺘﻌﺎﻣﻞ ﻣﻊ اﻟﺠﮭﺎت اﻟﺤﻜﻮﻣﯿﺔ وﻟﻮ ﺧﺎﻟﻄﮫ اﻟﻤﻌﺼﯿﺔ ﻛﺎﻻﺧﺘﻼط ﻣﻊ اﻟﻨﺴﺎء‬ ‫‪-4‬‬ ‫اﻟﻤﺘﺒﺮﺟﺎت ﻣﻦ اﻟﻤﻮﻇﻔﺎت واﻻﻗﺮار ﻟﺒﻌﺾ اﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ اﻟﻮﺿﻌﯿﺔ اﻟﺬي أﻟﺠﺄﻧﺎ إﻟﻰ اﻟﺘﻨﺎزل ﻟﮭﺎ وﻟﻮ ﻛﺎﻧﺖ‬ ‫ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ ﻟﻠﺸﺮع ﻛﺎﻹﻗﺮار ﺑﺎﻟﻤﺒﺎدئ اﻟﺨﻤﺴﺔ اﻟﻤﻌﺮوﻓﺔ ﻓﻲ ﺑﻼدﻧﺎ‪,‬‬ ‫ﺳﯿﺮھﻢ واﻟﺘﺰاﻣﮭﻢ ﻋﻠﻰ ھﺬا اﻟﺘﻨﻄﯿﻢ اﻟﻤﻘﺮر ﻹﻧﺸﺎء ﻣﺜﻞ ھﺬه اﻟﻤﻨﻈﻤﺔ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ اﻟﺪوﻟﺔ اﻟﺬي ﻻ‬ ‫‪-5‬‬ ‫ﯾﺨﻠﻮ ﻣﻦ ﺗﻜﻠﻒ وﻣﻨﺎھﺞ ﻣﺎ أﻧﺰل اﷲ ﺑﮭﺎ ﻣﻦ ﺳﻠﻄﺎن‪.‬‬ ‫ﺷﺪة ارﺗﺒﺎط أﻋﻀﺎءھﺎ ﺑﮭﺬا اﻟﺘﻨﻈﯿﻢ وﺗﻌﻠﻘﮭﻢ ﺑﺮﺋﯿﺴﮭﺎ ﺣﯿﺚ إﻧﮭﻢ ﻻ ﯾﺘﺼﺮﻓﻮن ﻓﯿﮭﺎ إﻻ ﺑﺈذن‬ ‫‪-6‬‬ ‫اﻟﺮﺋﯿﺲ وﺗﺤﺖ إﺷﺮاﻓﮫ‪.‬‬ ‫إھﻤﺎﻟﮭﻢ ﻋﻦ ﻃﻠﺐ اﻟﻌﻠﻢ واﻟﺘﻔﻘﮫ ﻓﻲ اﻟﺪﯾﻦ وﺷﻐﻞ ﻟﻜﺜﺮة اﻟﺒﺮاﻣﺞ واﻟﺠﻠﺴﺎت واﻷﻋﻤﺎل اﻟﺘﻲ ﻻ‬ ‫‪-7‬‬ ‫ﻃﺎﺋﻞ ﺗﺤﺘﮭﺎ ﻣﻊ ﻛﻮﻧﮭﻢ ﻏﺎﻟﺒﺎ ﻗﺎﺋﻤﯿﻦ ﻋﻠﻰ ﺷﺆون اﻟﻤﺮاﻛﺰ ﺣﺘﻰ إﻧﻨﺎ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ اﻷﺣﯿﺎن ﻟﻢ ﻧﺠﺪ أوﻗﺎﺗﺎ‬ ‫ﻟﺮﻋﺎﯾﺔ أﺑﻨﺎﺋﻨﺎ وأھﻠﯿﻨﺎ ﻟﺸﺪة اﻟﺸﻐﻞ ﻓﯿﮭﺎ ﻟﯿﻼ ﻧﮭﺎرا‪.‬‬ ‫ﻋﺪم اﻧﻀﺒﺎﻃﮭﻢ ﻟﻠﻜﺘﺎب واﻟﺴﻨﺔ ﻓﻲ ﻛﺜﯿﺮ ﻣﻦ اﻷﻋﻤﺎل وذﻟﻚ ﻷن أﻋﻀﺎءھﺎ ﻏﺎﻟﺒﺎ ﻣﻦ أﻧﺎس‬ ‫‪-8‬‬ ‫ﺟﮭﻼء ﺑﺎﻟﺪﯾﻦ ﻣﺎدﯾﻮن راﺋﯿﻮن اﻟﺬﯾﻦ ﻻ ﯾﮭﻤﮭﻢ إﻻ اﻟﻤﺼﺎﻟﺢ اﻟﺸﺨﺼﯿﺔ واﻟﻤﻄﺎﻣﻊ اﻟﺪﻧﯿﻮﯾﺔ ﺑﺎﺳﻢ اﻟﺪﻋﻮة‪.‬‬ ‫ﻋﺪم ارﺗﺒﺎﻃﮭﻢ ﺑﺎﻟﻌﻠﻤﺎء ﻓﻲ ﻛﺜﯿﺮ ﻣﻦ اﻟﻘﻀﺎﯾﺎ اﻟﺪﻋﻮﯾﺔ اﻟﺘﻲ واﺟﮭﻮھﺎ وإﻧﻤﺎ ﺣﻠﻠﻮھﺎ‬ ‫‪-9‬‬ ‫ﺑﺎﻻﺳﺘﺤﺴﺎﻧﺎت ﻣﻦ ﻋﻨﺪ أﻧﻔﺴﮭﻢ وآراﺋﮭﻢ‪.‬‬ ‫‪ -10‬ﻣﺎ ﻣﺪى ﺻﺤﺔ ﻗﻮل ﺑﻌﺾ رؤﺳﺎءھﺎ أن ھﺬه اﻟﻤﺆﺳﺴﺔ ﻣﻈﻠﺔ ﻟﮭﺬه اﻟﺪﻋﻮة اﻟﺴﻠﻔﯿﺔ؟‬ ‫ﻛﺘﺒﮫ ‪ :‬ﻋﺒﺪ اﻟﻮھﺎب اﻹﻧﺪوﻧﯿﺴﻲ‬ ‫‪Kutipan tulisan Jum'iyyah Bid'ah Ashriyah fi Da'wah, ditulis sekelompok pelajar‬‬ ‫‪Indonesia di Dammaj, ditulis Abu Husain Muhammad bin Muhyidin Al Jawiy Al‬‬ ‫‪Andunisi, halaman 7 - 8.‬‬

Gambar 2. Tampak isi tulisan Jum'iyyah Bid'ah Ashriyah fi Da'wah, ditulis sekelompok pelajar Indonesia di Dammaj, ditulis Abu Husain Muhammad bin Muhyidin Al Jawiy Al Andunisi, halaman 9.

MENYINGKAP KEDUSTAAN ABDUL WAHAB ALIAS RESTU PUJI Sengaja kami menulis jawaban ini dengan bahasa Indonesia, mengingat diantara kita banyak yang belum memahami bahasa Arab dengan baik. Sementara kita dalam keadaan butuh mendapatkan penjelasan tentang Abdul Wahab yang telah berdusta, agar tulisannya itu tidak dijadikan sebagai patokan yang bahwa yayasan secara mutlak penuh dengan penyimpangan dan kesesatan. Dalam kesaksiannya Abdul Wahab alias Restu menyampaikan hal-hal sebagai berikut : Sebab yang mendorong didirikannya yayasan antara lain adalah 1. “Agar dakwah ini diterima oleh hukumah (pemerintah) sehingga hukumah dapat melindungi dakwah ini dari permasalahan dengan masyarakat yang sebagian dari mereka tidak menolong dakwah ini dengan kebaikan,…”, maka kemudian Abdul Wahab membantah pendapat ini dengan tulisannya selanjutnya : "… Adapun permasalahannya sebenarnya tidak seperti itu, pemerintah senantiasa mencintai perkara kebaikan dan tidak mempermasalahkannya(dakwah) walaupun tanpa yayasan sebagaimana dijelaskan salah seorang dari bagian kementrian sosial politik di negara kami ." Jawaban : a. Kenyataannya, untuk mendirikan sebuah markas dakwah seperti ma’had boleh dikatakan bahwa badan hukum resmi seperti yayasan adalah syarat mutlak, karena pemerintah tidak mengijinkan adanya sebuah lembaga pendidikan yang ilegal. Apalagi di sana berkumpul sekian ratus pelajar dari berbagai daerah tanah air. Bahkan untuk mendirikan bangunan pun pemerintah mensyaratkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Untuk pengurusan IMB masjid ma’had, kami pun diharuskan melampirkan akta yayasan. Dan seperti telah diketahui bagaimana mungkin sebuah ma’had akan berdiri bila tanpa

masjid, asrama dan bangunan fisik lainnya ? Ada ancaman pembongkaran dari pemerintah apabila sebuah bangunan didirikan tanpa IMB. Demikian pula, halnya dengan kepemilikan tanah yang dananya berasal dari sekumpulan masyarakat muslimin, seperti lahan/tanah yang sekarang ini di atasnya didirikan ma’had Ibnul Qoyyim Balikpapan. Mau tidak mau,. harus ada sebuah badan hukum (dalam hal ini yayasan As Salaf) yang bertindak secara hukum sebagai pemiliknya. Apabila lahan atau bangunan itu di atasnamakan seseorang, padahal pada kenyataannya dananya merupakan infaq dari kaum muslimin (banyak orang), justru akan menimbulkan banyak permasalahan dan dari sisi amanah menjadi kurang. Bayangkan jika tanah yang dibeli dari infaq kaum muslimin ini diatasnamakan seseorang, yang kemudian hari ia mendirikan rumah di atas tanah tersebut kemudian menjualnya? Maka bagaimanakah pertanggung-jawabannya? Tentu saja akan ada harta kaum muslimin yang hilang secara dzalim, tidak akan ada yang menasehati si dzalim dan tidak akan ada yang membela sang madzlum. b. Memang benar pemerintah senantiasa mencintai perkara kebaikan dan tidak mempermasalahkan dakwah walaupun tanpa yayasan jika itu berhubungan dengan dakwah orang perorang dalam skala kecil dan dalam keadaan masyarakat kondusif. Akan berbeda halnya jika dakwah itu sudah menjadi besar dan membutuhkan berdirinya sebuah markas umpamanya atau jika kondisi masyarakat tidak kondusif. Maka perkaranya akan seperti yang penulis jelaskan dalam point a di atas. Mungkin perlu diingatkan bahwa kondisi di Indonesia tidaklah seperti di Dammaj dimana ma’had dilindungi oleh qabilah. c. Tentang manfaat yayasan untuk kemashlahatan dakwah yang sangat besar hampir tidak dapat dipungkiri bagi orang-orang yang jujur dan mau melihat kenyataan. Banyaknya manfaat ini mungkin bahkan akan membutuhkan berlembar-lembar halaman jika ingin dituliskan seluruhnya. Salah satu yang ingin penulis ingatkan adalah ketika saudara Abdul Wahab alias Restu akan berangkat ke Dammaj pun, dia membutuhkan rekomendasi dari yayasan untuk keluarganya dalam rangka pengurusan paspor di kantor imigrasi. Demikian pula halnya dengan al akh Imam Hanafi dan al akh Alwi. Apakah mereka tidak mengingat ini ? Ketika mereka datang kepada penulis untuk dibuatkan rekomendasi atas nama yayasan As-Salaf agar pengurusan paspor mereka dikabulkan pemerintah? Alhamdulillah filenya masih penulis simpan dengan baik sampai sekarang. Mungkin saja mereka bisa mengatakan bahwa itu adalah sebuah kesalahan, yang mereka sudah bertaubat atas kesalahan itu. Lalu bagaimana dengan teman-teman mereka yang saat ini ingin berangkat kemudian tidak diijinkan pemerintah kecuali harus dengan rekomendasi dari yayasan? Apakah mereka bisa memberikan solusi yang lain? Lain halnya jika memang mereka bisa mendatangkan bukti bahwa yayasan As Salaf ini adalah yayasan hizbiyyah seperti yang mereka tuduhkan, tentu kita akan segera berlepas diri meskipun harus mencegah kita untuk bisa mendatangi para ulama yang tidak ada di negeri kita. Tapi permasalahannya bukti yang mereka datangkan adalah kedustaan belaka. Lalu bagaimanakah kedudukan sebuah hukum jika dibangun di atas kedustaan?! Wallahu musta'an. d. Jika kita tidak memiliki organisasi yang dilegalisasi pemerintah, sementara pemerintah mengharuskannya dalam hal pendirian ma’had umpamanya. Apakah mereka bisa memberi solusi dengan keadaan ikhwah salafiyin sekarang yang ratusan anak-anak mereka membutuhkan pendidikan yang Sunni Salafi ? Akankah anak-anak itu kita biarkan belajar di sekolah-sekolah umum? Kita biarkan mereka bercampur dan dicekoki kerusakan aqidah, manhaj dan kerusakan akhlaq ? Dan bagaimanakah pendapat kalian jika melihat keadaan sekarang yang semakin banyaknya pemuda-pemudi muslimin yang sadar atas kebenaran dakwah salafiyyah ini kemudian mereka ingin menuntut ilmu syar'i dari sumbernya yang jernih ? Apakah kita akan membiarkan mereka meronta-ronta tersiksa di lingkungan mereka yang telah bobrok ? Sementara kita senantiasa terus menerus memberi semangat mereka untuk menuntut ilmu syar'i di majelis-majelis taklim ! Lalu dimana tanggung-jawab kalian, wahai para calon dai ?! Apakah kalian tidak pernah berfikir tentang masalah ini ? Jangan hanya pandai mengkritik tapi pandai pula-lah dalam memberi solusi. Jadilah orang yang bertanggung-jawab, jangan hanya bisa menghancurkan kemudian lari.. Pikirkanlah! .

2. Kemudian Abdul Wahab alias Restu melanjutkan: "… agar dengan yayasan ini dakwah mendapat kepercayaan dari masyarakat karena dengan demikian dakwah ini adalah dakwah yang resmi yang diterima hukumah dan bukan dakwah yang ilegal dan dari kalangan teroris "Jawaban : Demikianlah antara lain keadaannya dan tidak ada bantahan dari Abdul Wahab tentang permasalahan ini. Seperti sedikit sudah dijelas dalam poin terdahulu, perlu diketahui sebagian besar masyarakat muslimin Indonesia bahkan pemerintah mendapat fitnah dari dakwah hizbiyyah khowarij, kaum terorisme, sehingga mereka sangat rentan dan mudah terpengaruh jika ada isu-isu menjurus masalah teroris. Dan tentu saja Abdul Wahab pun telah mengetahui ketika di negara ini sedang gencarnya ada isu terorisme, beberapa kali aparat keamanan secara resmi atau tidak (tim intelijen) sempat pula mencurigai ma’had Ibnul Qoyyim. Apakah kira-kira yang terjadi jika saat itu kita tidak dapat memberikan bukti bahwa ma’had ini adalah legal dan diijinkan oleh pemerintah, bukan lembaga pendidikan liar yang tanpa ijin ? Dan tentu ia pun masih ingat ketika pernah suatu ketika aparat pemerintah merazia ke pondok-pondok dan ke rumah-rumah masyarakat menanyakan status kependudukan dan ijin tinggal mereka.(pada saat itu pemerintah sedang mencari seorang buronan dari kalangan teroris khowarij) Maka bagaimana kejadiaannya jika pada saat itu tidak ada lembaga resmi yang melindungi mereka ? Akankah kita biarkan mereka diusir dari ma’had dan dipulangkan ke daerah masing-masing? 3. Abdul Wahab alias Restu mengatakan : "Yayasan yang resmi ini adalah sarana/alat untuk mengumpulkan dana dari manusia yang kemudian mengelolanya / memanfaatkan antara lain untuk mendirikan markas, masjid, kantor-kantor dan lain-lainnya. Dan inilah tujuan yang utama dari didirikannya yayasan ini (yayasan As Salaf), dan merupakan medan puncak kesungguhan dari orang-orang yang ada didalamnya , yang mereka telah menghabiskan waktu-waktu dan urusan-urusan mereka untuk hal ini. Sampai-sampai mereka tidak akan membiarkan/meninggalkan satu kesempatan-pun untuk mengumpulkan harta dari siapa saja dimana saja sama saja apakah di toko-toko, di pabrik-pabrik, di masjid-masjid, baitul mal kantor-kantor pemerintah, dan lain-lain, bahkan di sela-sela dauroh ilmiyyah dan majelis-majelis lainnya . Semua mereka lakukan untuk mengumpulkan harta dengan dalih dakwah dan mashlahahnya …" Jawaban : Ini adalah sebuah kedustaan yang besar yang tiada taranya . Sungguh sebuah pernyataan yang sangat dusta. Penulis sendiri, walhamdulillah selama menjadi pengurus yayasan As Salaf tidak pernah melakukan dan tidak pernah disuruh melakukan yang seperti itu. Justru semua yang disebutkan Abdul Wahab mungkin adalah sepak terjangnya sendiri? Wallahu musta'an. Perlu pembaca ketahui, ketika tulisan Abdul Wahab ini dibacakan di depan para pengurus, mereka seluruhnya terperanjat kaget, seraya menyimpulkan mungkin semua itu adalah ulahnya sendiri. Tolong bedakan antara perbuatan oknum yayasan dengan kegiatan yayasan itu sendiri. Mungkin ia tidak sadar ketika membongkar aibnya dengan tulisannya sendiri ?! Apakah ia masih ingat kejadian al akh Abu Bilal –Imtiyas? Bukankah itu atas ulah sepak terjangnya? Apakah ia masih ingat kejadian jam 10 malam sebelum keberangkatannya? Dia melakukan tasawwul sampai dalam perkara yang sepele, seperti meminta popok bayi ? Sungguh sebenarnya penulis pun tidak tega menukilkan kasus ini. Akan tetapi melihat kedustaan Restu, sungguh rasa cinta dan cemburu penulis terhadap dakwah ini jauh lebih besar daripada harus menyelamatkan seorang Restu. Mudah-mudahan ia telah bertobat terhadap perbuatannya yang melemparkan kotorannya sendiri kepada orang lain. Maka dalam kesempatan ini kami nasihatkan kepadanya agar tidak bermudahmudahan dalam meminta-minta. Apakah ia belum pernah membaca kitab berjudul : "Dzamul Mas'alah", karya Syaikh Muqbil rahimahullah tentang tercelanya memintaminta ini. Sungguh keterlaluan jika demikian. Walhamdulillah selama ini ma’had Ibnul Qoyyim dapat berdiri dan beraktivitas dengan bantuan infaq dari ikhwah-ikhwah Salafiyin sendiri. Mereka dengan sukarela dan kesadaran atas keutamaan berinfaq di jalanNya, menginfaqkan sebagian hartanya untuk membangun dan menjalankan aktivitas belajar mengajar di ma’had. Kami tidak pernah lagi membuat proposal, membuat kotak-kotak infaq, berjalan kesana-kemari, lobi-lobi, meminta-minta untuk pembiayaan ma’had. Bahkan ketika ada usulan dari kaum

muslimin awam agar kami menyediakan kotak infaq di masjid untuk memudahkan mereka infaq, maka kami pun menolaknya karena khawatir akan adanya fitnah ini. Jadi jangan anda bayangkan di toko-toko, di baitul mal, di kantor-kantor resmi ada kotak infaq ma’had Ibnul Qoyyim atau yayasan As Salaf , bahkan di masjid ma’had pun kalian tidak akan menemukannya !? Silakan para pembaca yang budiman membuktikan sendiri. Kemudian Abdul Wahab alias Restu melanjutkan : "… kemudian setelah hal-hal tersebut di atas maka kami melihat (akibat segala sesuatu yang berhubungan dengan yayasan terikut masalah-masalah berikut ini : . 1.”Sesungguhnya mereka bermudah-mudahan dalam bermuamalah dengan hukumah dalam masalah hukumiyah, walaupun harus bercampur dengan kemaksiatan seperti bercampur-baurnya mereka dengan perempuan-perempuan yang bertabaruj ; kemudian juga menyebabkan mereka harus menyetujui berbagai perundang-undangan yang berlaku walaupun harus menyelisihi syariat seperti antara lain terhadap dasar negara Pancasila yang dikenal di negara kami…" Jawaban : Ini salah satu bukti lagi tentang begitu membabi-butanya Abdul Wahab dalam berdusta. Sebagai warga negara kami ada kewajiban untuk mentaati aturan negara selama tidak melanggar syariat. Apakah kewajiban harus memiliki KTP, KK, melaporkan kegiatan ma’had kepada pemerintah termasuk bermudah-mudahan? Wallahu a'lam, kegiatan apa yang dimaksudkan Abdul Wahab dengan bermudah-mudahan ini? Adapun tentang masalah ikhtilath, adalah ma'ruf di Negara Indonesia, kondisinya bagaikan sesuatu yang hampir-hampir tidak bisa dihindari. Dan permasalahan ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan keadaan kami sebagai pengurus yayasan. Kebutuhan pribadi di negara kami hampir tidak bisa lepas dari ikhtilath, baik ketika harus mengurusi dokumen pribadi seperti KTP, KK, Akta Kelarihan Anak, yang semua harus berhubungan dengan pemerintahan. Siapa yang bisa lepas dari ikhtilath, sementara diantara pegawai pemerintah adalah dari kaum hawa, belum lagi ketika harus bercampur dengan penduduk lain yang juga bercampur antara laki-laki dan perempuan. Bahkan belanja di pasar, di kendaraan, dan hampir di semua tempat banyak perempuan bertabaruj. Menjadi pengurus yayasan maupun tidak, seseorang yang tinggal di Indonesia sangat sulit untuk terlepas dari ikhtilath ini, karena memang demikianlah keadaannya. Apakah Abdul Wahab bisa menjamin dirinya tidak ikhtilath jika suatu ketika ia pulang ke negerinya? Meskipun ketika dalam keadaan ia tidak menjadi pengurus yayasan? Jadi, permasalahan ini tidak ada hubungannya dengan yayasan sama sekali. Adapun tentang Pancasila, alhamdulillah sekarang pemerintah tidak memaksakan ideologi kepada rakyatnya, seperti mungkin yang pernah terjadi dahulu. Apakah Abdul Wahab lupa atau pura-pura lupa atau sengaja berdusta bahwa yayasan yang ia dirikan ini tidak berasaskan Pancasila, akan tetapi berasaskan Al Qur'an dan Sunnah dengan pemahaman Salafush Sholih (Akta Yayasan no.10, Abdul Wahab, S.H yang berkedudukan sebagai notaris di Balikpapan). Sungguh dia sangat keterlaluan dan ngawur dalam kedustaannya ! 4. Abdul Wahab alias Restu mengatakan : "… senantiasanya mereka (pengurus yayasan) berkecimpung di dalam organisasi ini dalam rangka agar diterima hukumah, akan menyebabkan mereka senantiasa mendapat beban permasalahan yang tidak terbimbing oleh syariat?" Jawaban : Walhamdulillah tidak demikian keadannya. Bahkan kami tidak terlalu menyibukkan diri dengan yayasan. Yayasan hanyalah sekedar formalitas dan sarana untuk membantu mendirikan ma’had, tidak lebih. Kami tetap menuntut ilmu setiap hari dibimbing oleh ustadz-ustadz Ahlus Sunnah Salafiyah dengan acuan Al Qur'an dan Sunnah di atas pemahaman Salafush Sholih..

Walhamdulillah dengan majelis ilmu ini sedikit demi sedikit hidup kami terbimbing dengan ilmu, termasuk dalam urusan yayasan. Apabila ada permasalahan yang tidak dapat kami pecahkan maka kami mengamalkan firman Allah Ta’ala :

Artinya : “Maka bertanyalah kalian kepada ulama jika kalian tidak mengetahui.” (AnNahl: 43) 5. Abdul Wahab alias restu selanjutnya mengatakan : "Begitu kuatnya keterikatan anggota/pengurus yayasan dengan organisasi ini, dan demikian tergantungnya mereka kepada ketua yayasan, sehingga mereka tidaklah beraktivitas kecuali harus dengan ijin ketua dan senantiasa harus di atas pengaturannya". Jawaban : Ini adalah kedustaan Abdul Wahab berikutnya. Apakah ini merupakan pengalaman pribadinya? Betapa lemahnya dia jika memang demikian keadaannya. Bahkan penulis menyaksikan yang sebaliknya. Abdul Wahab bisa kemana saja tanpa sepengetahuan pimpinan yayasan. Tidak ada yang melarang. Bahkan kalau ia jujur, tentu ia akan ingat bagaimanakah model kepemimpinan ketua yayasan As Salaf. Ketua Yayasan tidak pernah memutuskan masalah kecuali melalui musyawarah pengurus dan asatidzah. Tidaklah ada sebuah keputusan melainkan telah melalui kesepakatan pengurus lain dan para ustadz. Dan jika ia jujur, tentulah ia akan segera ingat bagaimana situasi musyawarah yang tidak pernah ada pemaksaan pendapat sekalipun apalagi pemaksaan kehendak kecuali seluruhnya akan kembali kepada dalil (Al Qur'an Sunnah dan perkataan 'Ulama). Sungguh sebenarnya dia telah mengetahuinya; hanya karena kedustaannya lah muncul pernyataan yang demikian ini. Wallahu musta'an. 6. Kemudian Abdul Wahab berkata : “… lalainya mereka dari menuntut ilmu dan dalam mendalami agama disebabkan sibuknya mereka dengan rapat-rapat dan beramal yang tidak bermanfaat bersamaan dengan keadaan mereka yang sebagian besarnya mereka habiskan untuk membangun markas/ma’had sampai-sampai kami pada suatu waktu tidak punya waktu lagi untuk mengurusi anak-anak dan keluarga karena sangat sibuknya terhadap urusan itu siang dan malam." Jawaban : Allahu Akbar ! Subhanallah hadza buhtanun adziem ? Ataukah itu kesibukan yang ia buat sendiri, sehingga akhirnya ia dikalahkan oleh perbuatannya sendiri ? Kemudian ia menyalahkan orang lain? Tidak ada yang memerintah kami bekerja siang dan malam. Sungguh sangat menggelikan ! Bahkan alhamdulillah, justru penulis merasakan banyak tambahan ilmu sejak berada disini. Hari Senin kami belajar Tafsir, hari Selasa kami belajar Kitabut Tauhid. Lantas hari Rabu kami belajar Shahih Bukhari, hari Kamis kami belajar Kitabul Jami' Bulughul Maram. Sementara hari Jum'at kami belajar fiqh dari Bulughul Maram, hari Sabtu kami belajar Adabul Mufrod, hari Ahad kami belajar Kitabul Janaiz. Jika yang dimaksudkan kesibukan itu adalah kesibukan dalam mengurus ma’had, maka kami senang dan bersyukur dengannya. Kami berharap itu semua akan menjadi amal shalih di sisiNya. Jika menuntut ilmu di jaman sekarang ini dikatakan Syaikh alAlbani sebagai jihad yang paling utama, maka kami berharap ikut andil dalam jihad ini. Di dalam kepengurusan pendidikan, penulis membantu mudir bagian Tarbiyatul Aulad menyusun kurikulum pendidikan untuk anak-anak, mengajar pelajaran bahasa Indonesia dan Matematika, juga memberikan bimbingan terhadap kegiatan sehari-hari anak-anak. Demikianlah waktu yang kita habiskan, manakah yang tidak bermanfaat wahai Abdul Wahab ? Adapun rapat yayasan tidak dikerjakan setiap bulan, bahkan kadang-kadang 3 – 4 bulan baru diselenggarakan rapat, itupun jika dibutuhkan. Rapat membahas secara lengkap program-program dakwah secara menyeluruh baik di dalam ma’had maupun dakwah-dakwah keluar yang dilaksanakan asatidzah .Juga tentu saja membahas tentang pembangunan ma’had. Lalu dimanakah rapat yang tidak bermanfaat itu, wahai Abdul Wahab? Namun demikian seluruh kegiatan tersebut di atas tidaklah sampai kami menelantarkan keluarga. Bahkan jika keluarga membutuhkan, kegiatan yayasan kami

tunda untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tentu sangat menggelikan jika dikatakan karena terlalu sibuknya kami sehingga sampai tidak sempat mengurus anak dan keluarga. Apakah ini yang dialami Abdul Wahab sendiri ? Bisa dipastikan tidak, karena selama di Balikpapan ia tidak mempunyai seorang anakpun. Bagaimanakah ia bisa berdusta sedemikian halnya sementara ia adalah seorang penuntut ilmu yang duduk di depan seorang syaikh?! 8. Abdul Wahab alias Restu berkata : "…Ttidak adanya keterikatan mereka kepada Kitab dan Sunnah dalam banyak amalan yang demikian itu disebabkan karena kebanyakan anggota/pengurus yayasan aalah orang-orang yang bodoh terhadap agama, dimana pijakan mereka adalah akal-akal mereka, yang tidak ada semangat mereka kecuali karena kepentingan pribadi dan ketamakan terhadap dunia atas nama da'wah." Jawaban : Sungguh ini adalah sebuah tuduhan yang sangat mengerikan. Inilah tuduhan kejinya kepada teman-temannya yang dulu ia telah mendapatkan manisnya harta-harta mereka atas nama dakwah ?! Siapakah yang ia sedang tuduh ini ? Ataukah ia sedang menuduh dirinya sendiri ? Tentu hanya dia dan Allah yang tahu tentang keadaan dirinya. 9. Kemudian Abdul Wahab berkata : “Tidak adanya keterikatan mereka dengan para ulama dalam banyak permasalahan dakwah, dimana mereka menyelesaikan masalah-itu hanya berdasarkan istihsanat yang berasal dari diri-diri dan akal-akal mereka sendiri" Jawaban : Kami menghasung saudara Abdul Wahab untuk mendatangkan bukti bahwa kami menyelesaikan masalah hanya dengan istihsanat. Bahkan kami senantiasa dibimbing oleh asatidzah yang tidak pernah putus berhubungan dengan para ulama baik langsung (melalui penelponan dan daurah) maupun secara tidak langsung melalui tulisantulisan dan kitab-kitab mereka. Maka bagi yang menuduh harus mendatangkan bukti! Sekali lagi, kami tegaskan, bagi kami yayasan hanyalah sebuah formalitas hukum yang memberikan kemudahan kami untuk menyelenggarakan pendidikan yang syar'i sehingga dapat menampung penuntut ilmu dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri. Dengannya pula memperluas penyebaran dakwah salafiyyah Ahlussunnah wal Jama'ah ke seluruh penjuru negeri ini, dengan pulangnya para santri ke kampung halaman masing-masing setelah sekian tahun belajar di ma’had. Penutup Secara pribadi penulis tidak pernah punya masalah dengan Restu Puji Laksono. Bahkan kami pun bertetangga bersebelahan rumah. Dulu kami bangga memiliki teman yang memiliki semangat yang demikian tinggi dalam menuntut ilmu, akan tetapi kini yang di depan kami ia bagaikan sebuah sosok yang mengerikan. Berlumuran ‘darah’ kehormatan teman-temannya yang dahulu banyak berbuat kebaikan kepadanya. Hadanallahu waiyyakum ila sabilil haq. Wallahu a'lam bishawab, wallahu musta'an wa ilaihi tuklan. Semoga Allah Ta’ala membimbing kita semua ke jalan yang lurus, jalan yang Allah Ta’ala ridloi, bukan jalan yang Allah murkai dan jalan yang sesat.

1430 Abu Abdillah Aris Sasongko Zubair As Semarangi

15

Related Documents


More Documents from "sv swamy"