Bu. Lia Kel.4 Muskuloskeletal.docx

  • Uploaded by: Jesica Elvira
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bu. Lia Kel.4 Muskuloskeletal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,087
  • Pages: 18
MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS “Klien Masalah Kritis Muskuloskeletal”

Kelompok 4 1. Ahmad Alfadli

6. Nazzuan Jesica E.

2. Dany Hendra P

7. Ria Devi Najibuloh

3. Esty Fibri Setyakasih

8. Roisul Islam

4. Khusnul Khofifah

9. Tri Astuti Wahyu M

5. Maulana Harviantanto

10. Yusuf Wiyono

S1 KEPERAWATAN TINGKAT 3A STIKES PEMKAB JOMBANG Tahun Ajaran 2018/2019

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Kritis.

Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat kerjasama dari satu kelompok, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu mengenai Klien Masalah Kritis Muskuloskeletal. Namun dengan penuh kesabaran, terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada Ibu Supriliyah P, S.Kep, Ns. selaku dosen Keperawatan Kritis, kami meminta masukannya demi kesempurnaan tugas makalah ini, juga mengharapkan kritik dan saran dari Ibu.

Jombang, 25 Maret 2019

Kelompok IV

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................

i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................

ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................

1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................

2

1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................

2

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................

3

2.1 Definisi Muskuluskeletal, Penyakit Kritis Dan Fraktur ...................................

3

2.2 Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal ....

3

BAB III PENUTUP ......................................................................................................

14

3.1 Kesimpulan .....................................................................................................

14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

15

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Trauma sistem muskuloskeletal sering ditemukan pada zaman kendaraan berkecepatan tinggi seperti sekarang ini. Selain ltu insidensi trauma muskuloskeletal meningkat, sebagian besar disebabkan adanya peningkatan latihan fisik secara rutin pada masyarakat seperti joging, lari dan aktivitas olah raga lainnya. Trauma bisa akut akibat kejadian traumatik tunggal atau bisa kronis akibat efek kumulatif episode trauma ringan berulang. Trauma musculoskeletal bermacam-macam, dari tekanan ringan pada otot sampai fraktur dengan kerusakan jaringan. Sekitar 80 persen praktek umum ortopedi diakibatkan oleh trauma sistem muskuloskeletal. Proses penuaan juga mempunyai kontribusi yang cukup tinggi terhadap insidensi fraktur. Peningkatan umur menyebabkan penurunan masa tulang atau tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh akan mudah patah ketika jatuh. Fraktur adalah putusnya kesinambungan suatu tulang, akan tetapi trauma yang cukup untuk menyebabkan fraktur hampir tak dapat dielakkan juga menyebabkan trauma pada jaringan lunak sehingga fraktur juga bisa diartikan sebagai rupturnya jaringan ikat atau jaringan kulit dan merupakan lebih dari sekedar patahnya tulang (Sobiston & David C, 1994) Dalam ilmu ergonomi, gangguan atau keluhan yang berhubungan dengan sistem otot dan tulang belakang disebut dengan musculoskeletal disorders (MSDs). Tarwaka (2004), menjelaskan bahwa musculoskeletal disorders (MSDs) yaitu keluhan yang terjadi pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari adanya keluhan yang sangat ringan sampai keluhan sangat sakit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MSDs dapat terjadi karena kombinasi berbagai faktor. Menurut Kuntodi (2008) dalam Bukhori (2010), menyimpulkan bahwa gangguan MSDs dapat terjadi oleh beberapa faktor risiko yang dapat memberikan kontribusi, dan dikategorikan dalam tiga kategori yaitu faktor individu yaitu umur, jenis kelamin, lama bekerja, dan antropometri, factor pekerjaan yaitu faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri termasuk postur kerja, gerakan repetitive, penggunaan tenaga, dan

1

karakteristik objek, dan faktor lingkungan kerja terdiri dari vibrasi makroklimat dan pencahayaan.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa Definisi Muskuluskeletal, Penyakit Kritis Dan Fraktur ? 2. Apa Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal ?

1.3 Tujuan 1. Untuk Mengetahui Definisi Muskuluskeletal, Penyakit Kritis Dan Fraktur 2. Untuk Mengetahui Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1

Definisi Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3). Penyakit kritis adalah proses penyakit yang menyebabkan ketidakstabilan fisiologis yang menyebabkan kecacatan atau kematian dalm beberapa menit atau jam Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh, kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang (Reeves, Charlene, 2001: 248). Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris (Syaifudin, 1992: 32).

2.2

Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal A. Penilaian Awal Trauma Muskuloskeletal Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Secondary survey Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus. 1. Persiapan Fase Pra-Rumah Sakit a. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan b. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. 3

c. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita. Fase Rumah Sakit a. Perencanaan sebelum penderita tiba b. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau c. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau d. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktuwaktu dibutuhkan. e. Pemakaian alat-alat proteksi diri

2. Triase Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis triase : a. Multiple Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu. b. Mass Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

3. Primary Survey a. Airway dengan kontrol servikal 1) Penilaian − Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi) − Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi 2) Pengelolaan airway − Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

4

− Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid − Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal − Pasang airway definitif sesuai indikasi. 3) Fiksasi leher 4) Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula. 5) Evaluasi b. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi 1) Penilaian − Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi − Tentukan laju dan dalamnya pernapasan − Inspeksi

dan

palpasi

leher

dan

thoraks

untuk

mengenali

kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. − Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor − Auskultasi thoraks bilateral 2) Pengelolaan − Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit) − Ventilasi dengan Bag Valve Mask − Menghilangkan tension pneumothorax − Menutup open pneumothorax − Memasang pulse oxymeter 3) Evaluasi c. Circulation Dengan Kontrol Perdarahan 1) Penilaian − Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal − Mengetahui sumber perdarahan internal − Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. 5

− Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. − Periksa tekanan darah 2) Pengelolaan − Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal − Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah. − Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). − Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. − Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. − Cegah hipotermia 3) Evaluasi d. Disability 1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS 2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tandatanda lateralisasi 3) Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation. e. Exposure/Environment 1) Buka pakaian penderita 2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

4. Resusitasi a. Re-evaluasi ABCDE b. b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 ) c. Evaluasi resusitasi cairan − Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3, tabel 3 dan tabel 4 ) − Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda syok 6

d. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal. 1) Respon cepat -

Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance

-

Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah

-

Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan

-

Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan

2) Respon Sementara -

Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah

-

Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif

-

Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).

3) Tanpa respon -

Konsultasikan pada ahli bedah

-

Perlu tindakan operatif sangat segera

-

Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard

-

Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabel 6 )

B. Trauma Muskuloskeletal yang Mengancam Jiwa 1. Kerusakan pelvis berat dengan perdarahan a. Trauma Fraktur pelvis yang disertai perdarahan seringkali disebabkan fraktur sakroiliaka, dislokasi, atau fraktur sacrum. Arah gaya yang membuka pelvic ring akan merobek pleksus vena di pelvis dan kadang-kadang merobek system, arteri iliakainterna (trauma komprresi anterior-posterior). Pada tabrakan kendaraan, mekanisme fraktur pelvis yang tersering adalah tekanan yang mengenai sisi lateral pelvis dan cenderung menyebabkan hemipelvis rotasi ke dalam, mengecilkan rongga pelvis dan mengurangi regangan system vaskularisasi pelvis. Gerakan rotasi ini akan menyebabkan pubis

7

mendesak ke arah sistem urogenital bawah,sehingga menyebabkan trauma uretra atau buli-buli. b. Pemeriksaan Diagnosis harus dibuat secepat mungkin agar dapat dilakukan resusitasi. Tanda klinis yang paing penting adalah adanya pembengkakan atau hematom yang progresif pada daerah panggul, skrotum dan perianal. Tanda-tanda trauma pelvicring yang tidak stabil adalah adanya patah tulang terbuka daerah pelvix (terutama daerah perineum, rectum atau bokong), high riding prostate (prostate letak tinggi), perdarahan di meatus uretra, dan didapatkannya instabilitas mekanik. Instabilitas mekanik dari pelvic ring diperiksa dengan manipulasi manuual dari pelvis. Petunjuk awalnya adalah dengan ditemukannya perbedaan panjang tungkai atau rotasi tungkai ( biasanya rotasi eksternal ) tanpa adanya fraktur pada ekstremitas tersebut. Bila penderita sudah stabil, maka foto rontgen AP pelvis akan menunjang pemeriksaan klinis. c. Pengelolaan Pengelolaan awal disrupsi pelvis berat disertai perdarahan memerlukan penghentian perdarahan dan resusitasi cairan dengan cepat. Penghentian perdarahan dilakukan dengan stabilisasi mekanik dari pelvic ring dan eksternal counter pressure. Teknik sederhana dapat dilakukan untuk stabilisasi pelvissebelum penderita dirujuk. Traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat dikerjakan sebagai tindakan pertama. Prosedur ini dapat ditambah denganmemasang kain pembungkus melilit pelvis yang berfungsi sebagai siling atau vacuum type long spine splinting device atau PASG. Cara-cara sementara inidapat membantu stabilisasi awal. Fraktur pelvis terbuka dengan perdarahan yang jelas, memerlukan balut tekan dengan tampon untuk menghentikan perdarahan.

2. Perdarahan Besar Arterial a. Trauma Luka tusuk di ekstremitas dapat menimbulkan trauma arteri. Trauma tumpul yangmenyebabkan fraktur atau dislokasi sendi dekat arteri dapat merobek arteri. Cedera ini dapat menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perdarahan di dalam jaringan lunak. 8

b. Pemeriksaan Trauma ekstremitas harus diperiksa adanya perdarahan eksternal, hilangnya pulsasinadi yang sebelumnya masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan perubahan pada pemeriksaan Doppler dan ankle/brachial index. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yangmembesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskuler. c. Pengelolaan Pengelolaan perdarahan besar arteri berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan yang agresif. Penggunaan torniket pneumatic secara bijaksana mungkin akan menolong menyelamatkan nyawa. Penggunaan klem vaskular ditempat perdarahan pada ruang gawat darurat tidak dianjurkan, kecuali pembuluh darahnya terletak disuperfisial dan tampak dengan jelas. Jika fraktur disertai luka terbuka yang berdarah aktif, harus segera diluruskan dan dipasang bidai serta balut tekan diatasluka. Pemeriksaan arteriografi dan penunjang yang lain baru dikerjakan jika penderita telah teresusitasi dan hemodinamik normal.

3. Crush Syndrome ( Rabdomiolisis Traumatik ) a. Trauma Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan kerusakan otot, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal. Kondisi ini terjadi akibatcrush injury pada massa sejumlah otot, yang tersering paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia dan pelepasan mioglobin. b. Pemeriksaan Mioglobin menimbulkan urine berwarna kuning gelap yang akan positif bila diperiksa untuk adanya hemoglobin. Rabdomiolisis dapat menyebabkan hipovodemi, asidosis metabolik, hiperkalemia, hipokalsemia dan DIC (Disseminated intravascular coagulation). c. Pengelolaan Pemberian cairan IV selama ekstrikasi sangat penting untuk melindungi ginjal dari gagal ginjal. Gagal ginjal yang disebabkan oleh mioglobin dapat dicegah dengan pemberian cairan dan diuresis osmotic 9

untuk meningkatkan isis tubulus dan aliranurine. Dianjurkan untuk mempertahankan output urine 100ml/jam sampai bebasdari mioglobin uria.

C. Trauma Yang Mengancam Muskuloskeletal 1. Patah Tulang Terbuka dan Trauma Sendi a. Trauma Pada patah tulang terbuka terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar.Kerusakan ini disertai kontaminasi bakteri menyebabkan patah tulang terbuka mengalami masalah infeksi, gangguan penyembuhan dan gangguan fungsi. b. Pemeriksaan Diagnosa didasarkan atas riwayat trauma dan pemeriksaan fisik ekstermitas yang menemukan fraktur dengan luka terbuka, dengan atau tanpa kerusakaan luas otot serta kontaminasi.Jika terdapat luka terbuka didekat sendi, harus dianggap luka ini berhubungan dengan atau masuk kedalam sendi, dan konsultasi bedah harus dikerjakan. Tidak boleh memasukkan zat warna atau cairan untuk membuktikan rongga sendi berhubungan dengan luka atau tidak. Cara terbaik membuktikan luka terbuka padasendi adalah dengan eksplorasi bedah dan pembersihan luka. c. Pengelolaan Setelah deskripsi atau trauma jaringan lunak, serta menentukan ada atau tidaknya gangguan sirkulasi atau trauma saraf maka segera dilakukan imobilisasi. Penderita segera diresusitasi secara adekuat dan hemodinamik sedapat mungkinstabil. Profilaksis tetanus segera diberikan. 2. Trauma Vaskuler, termasuk amputasi traumatik a. Riwayat dan pemeriksaan Trauma vaskuler harus dicurigai jika terdapat insufisensi vaskuler yang menyertai trauma tumpul, remuk (crushing), puntiran, atau trauma tembus ekstremitas.Trauma vaskuler parsial menyebabkan ekstremitas bagian distal dingin, pengisian kapiler lambat, pilsasi melemah dan ankle/brachial index abnormal. Aliran yang terputus menyebabkan ekstremitas dingin, pucat dan nadi tidak teraba. b. Pengelolaan

10

Otot tidak mampu hidup tanpa aliran darah lebih dari 6 jam dan nekrosis akan segera terjadi. Saraf juga akan sangat sensitif terhadap keadaan tanpa oksigen.Operasi revaskularisasi segera diperlukan untuk mengembalikan aliran darah padaekstermitas distal yang terganggu. Jika gangguan vaskularisasi disertai fraktur harus dikoreksi segera dengan meluruskan dan memasang bidai. Iskemia menimbulkan nyeri hebat dan konsisten.Amputasi traumatik merupakan bentuk terberat dari fraktur terbuka yang menimbulkan kehilangan ekstermitas dan memerlukan konsultasi dan intervensi bedah. Patah tulang terbuka dengan iskemia berkepanjangan, trauma saraf dankerusakan otot mungkin memerlukan amputasi.Penderita dengan trauma multipel yang memerlukan resusitasi intensif

dan

operasi

gawatdarurat

bukan

kandidat

untuk

reimplantasi.Anggota yang teramputasi dicuci dengan larutan isotonic dan dibungkus kasasteril dan dibasahi lautan penisilin (100.000 unit dalam 50 ml RL ) dan dibungkus kantong plastik. Kantong plastik ini dimasukkan dalam termos berisi pecahan es, lalu dikirimkan bersama penderita. 3. Cedera Syaraf akibat Fraktur – Dislokasi a. Trauma Fraktur atau/dan dislokasi, dapat menyebabkan trauma saraf yang disebabkan hubungan anatomi atau dekatnya posisi saraf dengan persendian. Kembalinya fungsi hanya akan optimal bila keadaan ini diketahui dan ditangani secara cepat. b. Pemeriksaan Pemeriksaan neurologis yang teliti selalu dilakukan pada penderita dengan trauma musculoskeletal. Kelainan neurologis atau perubahan neurologis yang progresif harus dicatat. Pada pemeriksaan biasanya akan didapatkan deformitas dari musculoskeletal. Pemeriksaan fungsi saraf memerlukan kerja sama penderita. Setiap saraf perifer yang besar diperiksa fungssi motorik dan sensorik perlu diperiksa secara sistematik. c. Pengelolaan Ekstremitas yang cedera harus segera diimobilisasi dalam posisi dislokasi dan konsultasi bedah segera dikerjakan. Setelah reposisi, fungsi saraf di reavaluasi dan ekstremitas dipasang bidai. 4. Trauma Ekstremitas Yang Lain 11

a. Kontusio dan Laserasi Secara umum laserasi memerlukan debridemen dan penutupan luka. Jika laserasimeluas sampai dibawah fasia, perlu intervensi operasi untuk membersihkan luka danmemeriksa struktur-struktur di bawahnya yang rusak. Kontusio umumnya dikenal karena ada nyeri dan penurunan fungsi. Palpasi menunjukkan adanya pembengkakan lokal dan nyeri tekan. Kontusio diobati dengan kistirahat dan pemakaian kompresdingin pada fase awal. b. Trauma Sendi Trauma sendi bukan dislokasi (sendi masih dalam konfigurasi anatomi normal tetapi terdapat trauma ligamen) biasanya tidak mengancam muskuloskeletal, walaupun dapat menurunkan fungsi musculoskeletal. Biasanya ditemukan adanya gaya abnormal terhadap sebagian contoh tekanan terhadap bagian anterior yang mendorong kebelakang,tekanan terhadap bagian lateral tungkai yang menimbulkan regangan valgus pada lutut atau dengan lengan ekstensi sehingga menimbulkan trauma hiperfleksi siku. c. Fraktur Definisi

fraktur

adalah

terputusnya

kontinuitas

tulang

yang

menimbulkan gerakan abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Krepitasi dan gerakan abnormal ditempat fraktur kadang-kadang dilakukan untuk memastikn diagnosis,tetapi hal ini dapat menambah sangat nyeri kerusakan jaringan lunak. Pembengkakan,nyeri tekan dan deformitas biasanya cukup untuk membuat diagnosis fraktur. Mempertimbangkan status hemodinamik pasien, foto rontgen harus mencakup sendiatas dan bawah tulang yang fraktur,untuk menyingkirkan dislokasi dan trauma lain. Menurut Doenges (2000: 761) Fraktur dapat dibagi menjadi 150, tetapi lima yang utama adalah: 1. Incomplete : Fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang. Salah satu sisi patah; yang lain biasanya hanya bengkok (greenstik). 2. Complete : Garis fraktur melibatkan selurah potongan menyilang dari tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat. 3. Tertutup (Simple) : Fraktur tidak meluas melewati kulit.

12

4. Terbuka (Complete) : Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi.

13

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Semua kendaraan yang melintas dijalan raya, kendaraan bermotor roda dua atau sepeda motor mempunyai resiko lebih tinggi dalam menyumbang kejadian kecelakaan lalu lintas. Cedera tak sengaja akibat kecelakaan kendaraan bermotor lebih banyak menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe cedera yang lainnya. Jumlah kecelakaan lalu lintas akibat dari kendaraan bermotor dengan jenis kendaraan sepeda motor mengalami kenaikan dari tahun ke tahun daripada jenis kendaraan lainnya seperti mobil penumpang, bus, mobil truk (Ariwibowo, 2013).

Keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) jika tidak segera diatasi atau dilakukan penanganan segera akan mengganggu konsentrasi dalam bekerja, menyebabkan kelelahan dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas. Dampak yang diakibatkan oleh musculoskeletal disorders (MSDs) pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material produk yang hasil akhirnya mengakibatkan tidak terpenuhinya deadline produksi serta pelayanan yang tidak memuaskan. Selain itu, biaya yang ditimbulkan akibat absensi atau tidak masuknya pekerja akan menimbulkan penurunan keuntungan. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran biaya pelatihan karyawan baru untuk menggantikan karyawan lama yang sakit serta biaya untuk menyewa jasa konsultan dan agen lainnya (Bukhori, 2010).

3.2

Saran Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan juga harus meningkatkan profesionalisme dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Perawat juga dituntut untuk melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan standart profesinya. Profesi perawat sangat penting dalam penanganan pertolongan pertama dalam kecelakaan, seperti yang diketahui bahwa peran perawat salah satunya adalah sebagai care giveryaitu perawat memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan diagnosis keperawatan sehingga dapat menentukan perencanaan dan evaluasi dari masalah tersebut (Manurung, 2009).

14

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/30609/ http://repository.um-surabaya.ac.id/376/ https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/12917 https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6300/4790 https://dokumen.tips/amp/documents/askep-gawat-darurat-muskulo.html https://www.pdfcoke.com/doc/160355011/Konsep-Kegawatdaruratan-Pada-Pasien-Dengan-TraumaMuskuloskeletal https://id.pdfcoke.com/document/364580882/MAKALAH-SISTEM-KEGAWATDARURATANMUSKULOSKELETAL https://www.academia.edu/12119667/KEGAWATDARURATAN_PADA_SISTEM_MUSKULOSK ELETAL_FRAKTUR_

15

Related Documents

Lia
November 2019 35
Lia
December 2019 35
Bab 1 Bu Lia-1.docx
April 2020 20
Ppt Kel4.pptx
April 2020 5

More Documents from "Ika novi"