Bab 1 Bu Lia-1.docx

  • Uploaded by: Echa Chilamachy
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Bu Lia-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,931
  • Pages: 24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hingga saat ini penanganan penderita penyakit skizofrenia belum memuaskan terutama di negara berkembang, ini disebabkan karena ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini (hawari, 2014). Menurut fakta World Health Organization (WHO) 2017 bahwa, skizofrenia mempengaruhi lebih dari 21 juta orang didunia, satu dari dua orang yang hidup dengan skizofrenia tidak dapat menerima perawatan untuk kondisi tersebut. Perawatan orang dengan skizofrenia dapat diberikn ditingkat komunitas, dengan keluarga aktif dan juga keterlibatan masyarakat (WHO, 2017). Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari seluruh gangguan jiwa yang ada, selain angka insidennya didunia cukup tinggi (1 per 1000), hampir 80% penderita skizofrenia juga mengalami kekambuhan secara berulang (Kusumowardhani, 2006). Seseorang yang terdiagnosa skizofrenia hebefrenik atau yang biasa disebut tak terorganisir memiliki gejala tingkah laku kacau, pembicaraan kacau, afek datar, serta adanya disorganisasi tingkah laku. (Maramis, 2009). Hal ini tentu saja akan menghancurkan kondisi penderita baik fisik juga psikologis. Salah satu terjadinya kekambuhan pada skizofrenia hebefrenik adalah kurangnya dukungan dan peran keluarga selama merawat penderita, serta ketidaktahuan keluarga memahami masalah yang dialami oleh anggota keluarga yang mengalami skizofrenia hebefrenik, WHO memperkirakan angka gangguan jiwa akan berkembang hingga 25% pada tahun 2030, sekitar 450 juta orang didunia diperkirakan mengalami gangguan jiwa , dengan persentase sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan jiwa rentan terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun (Yosep, 2013). Dari data hasil Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) 2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan sebesar 6% untuk usia 15 tahun keatas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1.000 penduduk atau sekitar 400.000 orang (RisKesDas, 2013). Data rekam medik rumah sakit jiwa menur

Surabaya pada periode april-juni 2018 jumlah pasien gangguan yang dating berobat pada poli rawat jalan sebanyak 6207 orang meningkat pada periode juli-september 2018 sebanyak 6242 orang. Meningkatnya jumlah pasien skizofrenia dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, dukungan dan peran keluarga dalam melaksanakan tugasnya sebagai keluarga yang akan mengawasi anggota keluarganya yang mengalami skizofrenia. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang menimbulkan disabilitas yang cukup luas, serta dicirikan oleh suatu siklus kekambuhan dan remidi. Kekambuhan merupakan gambaran yang umum perjalanan siklik dari skizofrenia dan akan terjadi pada banyak pasien (Taylor et al, 2006). Seseorang yang menderita skizofrenia hebefrenik ditandai dengan gejala-gejala seperti jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti (inkoherensi), alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi, waham yang tidak jelas dan sistematis tidak terorganisasi sebagai satu kesatuan, halusinasi yang terpecah-pecah dan perilaku aneh. Factor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan pasien skizofrenia diantaranya pengetahuan keluarga, peran keluarga, peran petugas kesehatan, keteraturan minum obat dan jenis pengobatan (Suprayitno, 2010). Keluarga memiliki peran terhadap proses kesembuhan pasien skizofrenia, diantaranya yaitu memberikan bantuan utama terhadap penderita skizofrenia, memberikan pemahaman tentang berbagai gejala-gejala dari skizofrenia yang dialami penderita, membantu dalam aspek administrasi dan finansial selama peroses pengobatan. Pengetahuan keluarga tentang tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan kesehatan keluarga pasien skizofrenia akan mempengaruhi kondisi kesehatan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien skizofrenia secara baik dan benar akan mengakibatkan pasien mengalami kekambuhan. Ketidakmampuan keluarga penderita skizofrenia untuk beradaptasi dengan baik dalam menerima situasi anggota keluarganya yang mengelami masalah kesehatan jiwa dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain keluarga kurang terpapar informasi mengenai skizofrenia yang diderita oleh anggota keluarganya, tingkat pendidikan rendah, tingkat sosial yang rendah, tingkat ekonomi keluarga yang

rendah, koping keluarga dalam menghadapi masalah skizofrenia yang diderita oleh anggota keluarganya, dan kekambuhan berulang pada anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Hal-hal tersebut jika tidak ditangani denga tepat dapat menjadi stressor berat bagi keluarga, sehingga keluarga beresiko tinggi mengalami stress, depresi, cemas, keluarga menjadi enggan untuk terbuka perihal masalah yang di alami, menarik diri dan mengisolasi diri dari lingkungan social, merasa sangat terbebani dan psimis dalam merawat anggota keluarga dengan skizofrenia, hingga putus asa dalam merawat anggota keluarga yang menderita skizofrenia dengan kekambuhan (jones & Hayward, 2004). Oleh karena itu, dibutuhkan caregiver untuk merawat, dan memenuhi kebutuhan pasien skizofrenia, keluarga sebagai elemen serta perawat utama sangat berpengaruh terhadap penyembuhan penderita skizofrenia hebefrenik. Menurut friedman (2010) sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dalam bidang kesehatan yang perlu diketahui dan dilakukan, yaitu mengenal masalah kesehatan keluarga, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, modifikasi lingkungan keluarga untuk mejamin kesehatan keluarga, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti akan melakukan pengkajian tentang gambaran tugas keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami skizofrenia hebefrenik di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. 1.2 Pertanyaan penelitian 1.2.1

Bagaimana kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarganya yang mengalami skizofrenia hebefrenik?

1.2.2

Bagaimana kemampuan keluarga memutuskan tindakan kesehatan yang tepat pada keluarga yang mengalami skizofrenia hebefreni?

1.2.3

Bagaimana kemampuan keluarga merawat keluarga yang mengalami skizofrenia hebefrenik?

1.2.4

Bagaimana kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan keluarga pada keluarga yang mengalami skizofrenia hebefrenik?

1.2.5

Bagaimana kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga yang mengalami skizofrenia hebefrenik?

1.3 Objektif 1.3.1

Mengidentifikasi kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarganya yang mengalami skizofrenia hebefrenik

1.3.2

Mengidentifikasi kemampuan keluarga memutuskan tindakan kesehatan yang tepat pada keluarga yang mengalami skizofrenia hebefreni

1.3.3

Mengidentifikasi kemampuan keluarga merawat keluarga yang mengalami skizofrenia hebefrenik

1.3.4

Mengidentifikasi kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan keluarga pada keluarga yang mengalami skizofrenia hebefrenik

1.3.5

Mengidentifikasi kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga yang mengalami skizofrenia hebefrenik

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1

Manfaat teoritis Hasil studi kasus ini di harapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan bagi anggota keluarga yang memiliki pasien skizofrenia untuk melaksanakan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan kesehatan keluarga.

1.4.2

Manfaat praktis

1. Bagi institusi Rumah Sakit Diharapkan agar petugas Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya dapat mengetahui dan memahami tugas keluarga dalam merawat pasien skizofrenia. 2. Manfaat bagi institusi pendidikan : Memberikan nilai tambah pada institusi untuk meningkatkan kualitas penelitian pada masa yang akan datang dalam meningkatkan wawasan tentang keperawatan jiwa khususnya bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya.

3. Bagi keluarga pasien Karya tulis ilmiah ini dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran keluarga untuk memahami tugasnya dalam merawat anggota keluarga yang mengalami skizofrenia. 4. Bagi peneliti selanjutnya Karya tulis ilmiah ini dapat digunakan dalam memperkaya ilmu keperawatan jiwa tentang pengetahuan keluarga tentang tugas keluarga terhadap keluarga yang mengalami skizofrenia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1. Definisi Keluarga Keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk budaya dan perilaku sehat. Dari keluargalah pendidikan kepada individu dimulai, tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan perilaku sehat dapat lebih dini ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga mempunyai posisi yang strategis untuk dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi juga keluarga dan masyarakat yang ada disekitarnya. Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini definisi keluarga menurut beberapa ahli dalam (Jhonson R, 2010). 1. Raisner Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau lebih masing – masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, kakak, dan nenek. 2. Duval Menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari setiap anggota keluarga. 3. Spradley dan alllender Satu atau lebih yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas. 4. Departemen Kesehatan RI

Keluarga merupakan unti terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah : a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi. b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain. c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masih – masing mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik. d. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

2.1.2. Tipe atau bentuk keluarga Gambaran tentang pembagian Tipe Keluarga sangat beraneka ragam, tergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan, namun secara umum pembagian Tipe Keluarga dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Pengelompokan secara Tradisional Secara Tradisional, Tipe Keluarga dapat dikelompokkan dalam 2 macam, yaitu : a. Nuclear Family (Keluarga Inti) Adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. b. Extended Family (Keluarga Besar) Adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah, seperti kakek, nenek, paman, dan bibi 2) Pengelompokan secara Modern Dipengaruhi oleh semakin berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualism, maka tipe keluarga Modern dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, diantaranya : 1) Tradisional Nuclear

Adalah : Keluarga INTI (Ayah, Ibu dan Anak) yang tinggal dalam satu rumah yang ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, dimana salah satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah. 2) Niddle Age/Aging Couple Adalah : suatu keluarga dimana suami sebagai pencari uang dan istri di rmah atau kedua-duanya

bekerja di

rumah, sedangkan

anak-anak sudah

meninggalkan rumah karena sekolah/menikah/meniti karier. 3) Dyadic Nuclear Adalah : suatu keluarga dimana suami-istri sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satunya bekerja di luar umah. 4) Single Parent Adalah : keluarga yang hanya mempunyai satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah. 5) Dual Carrier Adalah : Keluarga dengan suami – istri yang kedua-duanya orang karier dan tanpa memiliki anak. 6) Three Generation Adalah : keluarga yang terdiri atas tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam satu rumah. 7) Comunal Adalah : keluarga yang dalam satu rumah terdiri dari dua pasangan suamiistri atau lebih yang monogamy berikut anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas. 8) Cohibing Couple/Keluarga Kabitas/Cahabitation Adalah : keluarga dengan dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan. 9) Composite /Keluarga Berkomposisi Adalah : sebuah keluarga dengan perkawinan poligami dan hidup/tinggal secara bersama-sama dalam satu rumah.

10) Gay and Lesbian Family Adalah : keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.

2.1.3. Peranan keluarga Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dan keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut 1) Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak – anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkunganya. 2) Ibu sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi anak – anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosial serta sebagai anggota masyarakat di lingkungannya, disamping itu juga ibu perperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. 3) Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

2.1.4. Tugas keluarga Pada dasarnya ada delapan tugas pokok keluarga, tugas pokok tersebut ialah : 1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya. 2) Pemeliharaan sumber – sumber daya yang ada dalam keluarga. 3) Pembagian tugas masing – masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing – masing. 4) Sosialisasi antar anggota keluarga. 5) Pengaturan jumlah anggota keluarga. 6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

7) Membangkitkan dorongan dan semangat pada anggota keluarga.

2.1.5. Stuktur keluarga Struktur sebuah keluarga memberikan gambaran tentang bagaimana suatu keluarga itu melaksanakan fungsinya dalam masyarakat. Adapun macam-macam Struktur Keluarga diantaranya adalah : 1. Patrilineal Adalah : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. 2. Matrilineal Adalah : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. 3. Matrilokal Adalah : sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri. 4. Patrilokal Adalah : sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami. 5. Keluarga Kawin Adalah : hubungan suami-istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.1.6. Fungsi keluarga menurut friedmen (2010) sebagai berikut : 1. Fungsi afektif Yaitu fungsi keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarganya dalam berhubungan dengan orang lain. 2. Fungsi sosialisasi Adalah fungsi mengembangkan dan sebagai tempat melatih anak untuk berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. 3. Fungsi reproduksi

Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. 4. Fungsi ekonomi. Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga. 5.

Fungsi pemeliharaan kesehatan Yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

2.1.7. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan Menurut Friedman (2010) sesuai dengan Fungsi Pemeliharaan Kesehatan, keluarga mempunyai Tugas-tugas dalam bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, yaitu 1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarganya. 2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga. 3. Memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit atau yang tidak mampu membantu dirinya sendiri karena kecacatan atau usianya yang terlalu muda. 4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. 5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. 2.2 Konsep Skizofrenia Hebefrenik 2.2.1

Definisi Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan

kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham/delusi dan gangguan persepsi. Umumnya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi secara lambat atau datang secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung

suka menyendiri yang mengalami stress. Skizofrenia hebefrenik disebut disorganized type atau “kacau balau” yang ditandai dengan inkoherensi, afek inappropriate, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan social (Kaplan, 2007, Maslim, 2001, Sinaga 2007). 2.2.2

Etiologi Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi

skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan: 1. Faktor Predisposisi Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti pada harga diri rendah antara lain (Maslim, 2001): a. Faktor Genetis b. Faktor Neurologis c. Studi Neurotransmiter d. Teori Virus e. Psikologis 2. Faktor Prespitasi Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi : 1) Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak. 2) Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu. 3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku (Maslim, 2001).

2.2.3

Tanda dan Gejala

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual.

Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya (Maslim, 2001). Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan (Maslim, 2001, Kaplan, 2007) Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial (Maslim, 2001). Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang khas, antara lain; 1) Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa maksudnya. 2) Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketololtololan. 3) Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri. 4) Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu kesatuan.

5) Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai satu kesatuan. 6) Gangguan proses berfikir 7) Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan social (Maslim, 2001). Beberapa tanda dan gejala yang paling sering ditemukan pada pasien-pasien Skizofrenia Hebefrenik adalah, 1) Waham 2) Halusinasi 3) Siar pikiran

2.2.4

Psikofisiologi

1) Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa. a) Tahap Comforting Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman. b) Tahap Condeming Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri ( withdrawal ). c) Tahap Controling Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian atau sedih. d) Tahap Conquering

Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide (Kaplan, 2007).

2) Waham Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk secara abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks. Tidak dijumpai gangguan lain, hanya depresi bisa terjadi secara intermitten. Onset biasanya pada usia pertengahan, tetapi kadang-kadang yang berkaitan dengan bentuk tubuh yang salah dijumpai pada usia muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan dengan situasi kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada kelompok minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan dengan wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang tersebut adalah normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan (Maslim, 2001)

2.2.5

Diagnosis

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ III: 1. Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). 2. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;

3. Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases) 4. Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). 5. Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). 6. Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi (Maslim, 2001, Donald, 1982, First M.B, 2006).

2.2.6

Penatalaksanaan

 Terapi Somatik (Medikamentosa) Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia Terdapat 2 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik konvensional dan newer atypical antipsycotics (Kaplan, 2007). a. Antipsikotik Konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.Walaupun sangat

efektif, antipsikotik

konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain : 1. Haldol (haloperidol)

5. Stelazine (trifluoperazine)

2. Mellaril (thioridazine)

6. Thorazine (chlorpromazine)

3. Navane (thiothixene)

7. Trilafon (perphenazine)

4. Prolixin (fluphenazine) Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.3 Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol injeksi dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. b. Newer Atypcal Antipsycotic Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya tidak spesifik bekerja pada reseptor Dopamine dan juga bekerja pada neurotransmitter lain, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.

Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain 

Risperdal (risperidone)



Seroquel (quetiapine)



Zyprexa (olanzopine) Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk

menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.1,4 c. Clozaril ----

Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan

antipsikotik atipikal yang pertama. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya tiap bulan. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil (Maslim, 2007).  Cara Penggunaan 1) Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder. 2) Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekuivalen. 3) Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.

4) Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang 5) Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: 

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu



Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

6) Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari) Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien (Kaplan 2007, Maslim, 2007).  Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama Newer atypical antipsychotic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)  Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh) Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan

tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atypical antipsychotic atau diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal (Maslim, 2007).  Pengobatan Selama fase Penyembuhan Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit (Maslim, 2007).  Efek Samping Obat-obat Antipsikotik Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional yaitu gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor

pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya sulfas atropin) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive

dyskinesia,

dokter

biasanya

akan

mengganti

antipsikotik

konvensional dengan antipsikotik atipikal. Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Skizofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini (Kaplan, 2007) Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera. 2.2.7

Terapi Psikososial

1. Terapi perilaku Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong

dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. 2. Terapi berorientasi-keluarga Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. 3. Terapi kelompok Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia. 4. Psikoterapi individual Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan

menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi. Prognosis Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia 1. Keluarga Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami

Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah tersinggung. 2. Inteligensi Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.

3. Pengobatan Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine. 4. Reaksi Pengobatan Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.4,7

Related Documents

Bab 1 Bu Icha.docx
June 2020 15
Bab 1 Bu Lia-1.docx
April 2020 20
Bab 2 Bu Nani
August 2019 47
Bab Ii Bu Yunita.docx
December 2019 23

More Documents from "Ira Badriya"